Anda di halaman 1dari 16

`

JURNAL READING

ABLATIO RETINA

Oleh:
Diah Intan Firdaus

(201520401011133)

M. Zianuddin

(201520401011

Feelin Fatwa T.H

(201520401011

Pembimbing:
dr. Kartini Hidayati, Sp. M

SMF ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2016
BAB I
PENDAHULUAN

Retina merupakan lapisan membran neurosensoris dan merupakan lapisan


ketiga bola mata setelah sklera yang merupakan jaringan ikat dan jaringan uvea yang
merupakan jaringan vaskuler yang terdiri dari iris, badan siliar, dan koroid. Retina
berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina.
Ablasio retina (retinal detachment) adalah pemisahan retina sensorik, yakni
lapisan fotoreseptor (sel kerucut dan batang) dan jaringan bagian dalam, epitel
pigmen retina dibawahnya. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat
dengan membran Bruch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak
terdapat suatu perlekatan struktural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga
merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis
Penyebab Penyebab The most common worldwide etiologic factors associated
with retinal detachment are myopia (ie, nearsightedness), aphakia, pseudophakia (ie,
cataract removal with lens implant), and traumpaling umum di seluruh dunia yang
terkait dengan ablasio retina adalah miop, afakia, pseudofakia, dan trauma.
Approximately 40-50% of all patients with detachments have myopia, 30-40% have
undergone cataract removal, and 10-20% have encountered direct ocular trauma.
Sekitar 40-50% dari semua pasien dengan ablasio memiliki miop, 30-40% mengalami
pengangkatan katarak, dan 10-20% telah mengalami trauma okuli. Traumatic
detachments are more common in young persons, and myopic detachment occurs
most commonly in persons aged 25-45 years.Dablasio ablasio retina yang terjadi
akibat trauma lebih sering terjadi pada orang muda, dan miop terjadi paling sering
pada usia 25-45 tahun.
Prognosis dari penyakit ini berdasarkan pada keadaan makula sebelum dan
sesudah operasi serta ketajaman visualnya. Jika, keadaannya sudah melibatkan
makula maka akan sulit menghasilkan hasil operasi yang baik, tetapi dari data yang
ada sekitar 87 % dari operasi yang melibatkan makula dapat mengembalikan fungsi
visual sekitar 20/50 lebih kasus diman makula yang terlibat hanya sepertiga atau
setengah dari makula tersebut

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, multilapis
yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina
membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di
tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang
garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal.
Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina
sehingga juga bertumbuk dengan membrane Bruch, koroid dan sklera
Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi luar ke dalam adalah sebagai berikut:
1. Epitelium pigmen retina
Merupakan lapisan terluar dari retina. Epitel pigmen retina terdiri dari satu lapisan
sel mengandung pigmen dan terdiri atas sel-sel silindris dengan inti di basal. Daerah
basal sel melekat erat membran Bruch dari koroid. Fotoreseptor dipelihara oleh epitel
pigmen retina, yang berperan pada proses penglihatan. Epitel pigmen ini bertanggung
jawab untuk fagositosis segmen luar fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi
hamburan sinar, serta membentuk sawar selektif antara koroid dan retina.
2. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
Sel-sel batang dan kerucut di laisan fotoreseptor mengubah rangsangan cahaya
menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan ke korteks
penglihatan ocipital. Fotoreseptor tersusun sehingga kerapatan sel-sel kerucut
meningkat di di pusat makula (fovea), dan kerapatan sel batang lebih tinggi di perifer.
Pigmen fotosensitif di dalam sel batang disebut rodopsin. Sel kerucut mengandung
3

tiga pigmen yang belum dikenali sepenuhnya yang disebut iodopsin yang
kemungkinan menjadi dasar kimiawi bagi tiga warna (merah,hijau,biru) untuk
penglihatan warna. Sel kerucut berfungsi untuk penglihatan siang hari (fotopik).
Subgrup sel kerucut responsif terhadap panjang gelombang pendek, menengah, dan
panjang (biru, hijau merah). Sel batang berfungsi untuk penglihatan malam
(skotopik). Dengan bentuk penglihatan adaptasi gelap ini terlihat beragam corak abuabu, tetapi warnanya tidak dapat dibedakan. Waktu senja (mesopik) diperantarai oleh
kombinasi sel kerucut dan batang
3. Membrana limitans externa
4. Lapisan inti luar sel

fotoreseptor,

Ini

terdiri

dari

inti

dari

batang dan kerucut.


5. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan sambungan sel
bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor .
6. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
7. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan sambungan sel
ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar .
8. Lapisan sel ganglion, Ini terutama mengandung sel badan sel ganglion (urutan
kedua neuron visual 7 pathway). Ada dua jenis sel ganglion.
9. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson akson sel ganglion yang
berjalan menuju ke nervus optikus.
10. Membrana limitans interna. Ini adalah lapisan paling dalam dan memisahkan
retina dari vitreous. Itu terbentuk oleh persatuan ekspansi terminal dari serat
yang Muller, dan pada dasarnya adalah dasar membran

Lapisan retina dari luar ke dalam

Makula
Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub
posterior. Di tengah tengah retina posterior terdapat makula. Secara klinis makula
dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh
pigmen luteal (xantofil) yang berdiameter 1,5 mm. Secara histologis makula
merupakan bagian retina yang lapisan ganglionnya mempunyai lebih dari satu lapis
sel. Secara klinis, makula adalah bagian yang dibatasi oleh arkade arkade pembuluh
darah retina temporal. Di tengah makula sekitar 3,5 mm di sebelah lateral diskus
optikus terdapat fovea yang secara klinis jelas jelas merupakan suatu cekungan
yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop.
Fovea
Fovea merupakan zona avaskular di retina pada angiografi fluoresens. Secara
histologi, fovea ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan
lapisan parenkim karena akson akson sel fotorreceptor (lapisan serat Henle)
berjalan oblik dan pergeseran secara sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke
permukaan dalam retina.
Foveola
Foveola adalah bagian paling tengah pada fovea, disini fotoreseptornya adalah sel
kerucut dan bagian retina yang paling tipis. Semua gambaran histologis ini
memberikan diskriminasi visual yang halus. Ruang ekstraseluler retina yang
normalnya kosong potensial paling besar di makula dan penyakit yang menyebabkan
penumpukan bahan di ekstrasel dapat menyebabkan daerah ini menjadi tebal sekali

Macula
Retina menerima darah dari dua sumber yaitu khoriokapilaria yang berada tepat
diluar membrana

Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina termasuk lapisan

pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotorreceptor, dan lapisan epitel pigmen retina
serta cabang cabang dari arteri sentralis retinae yang mendarahi dua pertiga sebelah
dalam. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh khoriokapilaria dan mudah terkena
kerusakan yang tak dapat diperbaiki kalau retina mengalami ablasi. Pembuluh darah
retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang yang membentuk sawar darah
retina. Lapisan endotel pembuluh khoroid dapat ditembus. Sawar darah retina sebelah
luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.
3.2 Ablatio Retina
3.2.1 Definisi
Ablasio retina (retinal detachment) adalah pemisahan retina sensorik,
yakni lapisan fotoreseptor (sel kerucut dan batang) dan jaringan bagian dalam,
epitel pigmen retina dibawahnya. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih
melekat erat dengan membran Bruch.

Ablatio Retina
3.2.2

Epidemiologi
Penyebab palingPenyebab The most common worldwide etiologic factors

associated with retinal detachment are myopia (ie, nearsightedness), aphakia,


pseudophakia (ie, cataract removal with lens implant), and traum umum di seluruh
dunia yang terkait dengan ablasio retina adalah miop, afakia, pseudofakia, dan
trauma. Approximately 40-50% of all patients with detachments have myopia, 3040% have undergone cataract removal, and 10-20% have encountered direct ocular
trauma. Sekitar 40-50% dari semua pasien dengan ablasio memiliki miop, 30-40%
mengalami pengangkatan katarak, dan 10-20% telah mengalami trauma okuli.
Traumatic detachments are more common in young persons, and myopic detachment
occurs most commonly in persons aged 25-45 years.Dablasio ablasio retina yang
terjadi akibat trauma lebih sering terjadi pada orang muda, dan miop terjadi paling
sering pada usia 25-45 tahun. Although no studies are available to estimate incidence
of retinal detachment related to contact sports, specific sports (eg, boxing and bungee
jumping) have an increased risk of retinal detachment. Meskipun tidak ada penelitian
yang menunjukkan untuk terjadinya ablasio retina yang berhubungan dengan
olahraga tertentu (misalnya, tinju dan bungee jumping) tetapi olahraga tersebut
meningkatkan resiko terjadinya ablasio retina.
Ablatio AgeAs the population ages, retinal detachments (RDs) are becoming
more common.ablasiAblasio retina biasanya terjadi pada orang berusia 40-70 tahun.
However, paintball injuries in young children and teens are becoming increasingly
common causes of eye injuries, including traumatic retinal detachments. Namun,

cedera paintball pada anak-anak dan remaja merupakan penyebab umum dari cedera
mata, yang termasuk ablasio retina traumatik.
3.2.3

Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya ablatio retina dibagi menjadi :


1.

Ablatio Retina Primer (Ablasio Retina Regmatogenosa)


Ablasio regmatogenosa berasal dara kata Yunani rhegma, yang berarti
diskontuinitas atau istirahat . Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasi
terjadi adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel
pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair
(fluid vitreus) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga
subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen
koroid. Ablasio regmantogenosa spontan biasanya didahului atau disertai oleh
pelepasan korpus vitreum posterior.
Faktor predisposisi terjadinya ablasio retina regmatogenosa antara lain:
a)

Usia. Kondisi ini paling sering terjadi pada umur 40 60 tahun. Namun
usia tidak menjamin secara pasti karena masih banyak faktor yang
mempengaruhi

b) Jenis kelamin. Keadaan ini paling sering terjadi pada laki laki dengan
perbandingan laki : perempuan adalah 3 : 2
c)

Miopi. Sekitar 40 persen kasus ablasio retina regmatogenosa terjadi karena

d)

seseorang mengalami miop


Afakia. Keadaan ini lebih sering terjadi pada orang yang afakia daripada
seseorang yang fakia. Pasien bedah katarak diduga akibat vitreus ke
anterior selama atau setelah pembedahan. Lebih sering terjadi setelah
ruptur kapsul, kehilangan vitreus dan vitrektomi anterior. Ruptur kapsul
saat bedah katarak dapat mengakibatkan pergeseran materi lensa atau

e)
f)

sesekali, seluruh lensa ke dalam vitreus.


Trauma.
Fenile Posterior Vitreous Detachment (PVD). Hal ini terkait dengan
ablasio retina dalam kasus banyak

g) Pasca sindrom nekrosis akut retina dan sitomegalovirus (CMV) retinitis


pada pasien AIDS berupa nekrosis retina dengan formasi istirahat retina
terjadi, kemudian, cairan dari rongga vitreous dapat mengalir melalui
istirahat dan melepas retina tanpa ada hadir traksi vitreoretinal terbuka.
This commonly occurs in acute retinal necrosis syndrome and in

cytomegalovirus (CMV) retinitis in AIDS patients.


Ablasio retina tipe regmatogenosa,arah panah menunjukkan horseshoe tear
2.
a)

Ablatio Retina Sekunder (Non regmatogenosa)


Ablatio Retina Eksudatif
Ablasio retina eksudatif terjadi akibat adanya penimbunan cairan
eksudat di bawah retina (subretina) dan mengangkat retina. Penimbunan
cairan subretina terjadi akibat ekstravasasi cairan dari pembuluh retina dan
koroid. Penyebab Ablasio retina eksudatif dibagi menjadi dua yaitu
penyakit sistemik yang meliputi Toksemia gravidarum, hipertensi renalis,
poliartritis nodosa. Sedangkan penyakit mata meliputi akibat inflamasi
(skleritis posterior, selulitis orbita), akibat penyakit vascular (central
serous retinophaty and axudative retinophaty of coats,) akibat neoplasma
(malignant neoplasma koroid dan retinoblastoma), akibat

perforasi bola

mata pada operasi intraokuler.


Gejala klinis ablasio retina eksudatif antara lain :
o Tidak adanya photopsia, lubang / air mata, lipatan dan undulations.

o Ablasio retina eksudatif halus dan cembung. Pada puncak tumor itu
biasanya bulat dan tetap dan bisa menunjukkan gangguan pigmen.
o Kadang-kadang, pola pembuluh retina mungkin terganggu akibat adanya
neovaskularisasi di puncak tumor.
o Pergeseran cairan ditandai dengan mengubah posisi daerah terpisah dengan
gravitasi adalah ciri khas yang dari detasemen retina eksudatif.
o Pada tes transillumination satu ablasio sederhana muncul transparan
sedangkan ablasio padat.

Ablasio retina tipe eksudatif akibat dari hasil metastase karsinoma payudara
b. Ablatio Retina Traksi
Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan
parut pada korpus vitreus (badan kaca). Pada badan kaca terdapat jaringan
fibrosis yang dapat disebabkan diabetes melitus proliferative, trauma, dan
perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi. Tipe ini juga dapat terjadi
sebagai komplikasi dari ablasio retina regmatogensa.
Ablasio retina tipe regmatogenosa yang berlangsung lama akan
membuat retina semakin halis dan tipis sehingga dapat menyebabkan
terbentuknya proliferatif vitreotinopathy (PVR) yang sering ditenukan pada
tipe Regmetogenosa yang lama. PVR juga dapat terjadi kegagalan dalam
penatalaksanaan ablasio retina regmatogenosa. Pada PVR, epitel pigmen
retina, sel glia, dan sel lainya yang berada di dalam maupun di luar retina
10

pada badan vitreus akan membentuk membrane. Kontraksi dari membrane


tersebut akan menyebabkan retina tertarik ataupun menyusut, sehingga
dapat mengakibatkan terdapatnya robekan baru atau brkembang menjadi
ablasio retina traksi.

Ablasio retina traksi dengan proliferatif vitreoretinopati


3.2.4

Diagnosis
Ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi
dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Gejala umum pada ablasio retina yang sering dikeluhkan penderita
adalah:
a. Floaters (terlihatnya benda melayang laying) yang terjadi karena
adanya kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang
lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri.
b. Photopsi/light flashes (kilatan cahaya), tanpa adanya sumber cahaya di
sekitarnya, yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam
keremangan cahaya atau dalam keadaan gelap.
c. Penurunan tajam penglihatan, penderita mengeluh penglihatannya
sebagian seperti tertutup tirai yang semakin lama semakian luas. Pada

11

keadaan yang telah lanjut, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan


yang berat.
Pada ablasio regmatogenosa, pada tahap awal masih relative terlokalisir,
tetapi jika hal tersebut tidak diperhatikan oleh penderita maka akan
berkembang menjadi lebih berat jika berlangsung sedikit sedikit demi sedikir
menuju ke arah makula. Keadaan ini juga tidak menimbulkan rasa sakit tibatiba kehilangan penglihatan terjadi ketika kerusakannya sudah parah. Pasien
seperti biasanya mengeluhkan kemunculan tiba tiba awan gelap atau
kerudung didepan mata.
Selain itu perlu di anamnesa adanya faktor predisposisi yang
menyebakan teradi ablasio
pembedahan sebelumnya

retina seperti adanya riwayat trauma, riwayat


seperti ekstraksi katarak, pengangkatan korpus

alienum inoukler, riwayat penyakit mata sebelumnya (uveitis, perdarahan


vitreus, amblopia, galukoma, dan retinopati diabetik). Riwayat keluarga
dengan sakit mata yang sama serta penyakit serta panyakit sistemik yang
berhubungan dengan ablasio retina (diabetes melitus, tumor, sickle cell
leukimia, eklamsia, dan prematuritas).
2. Pemeriksaan oftalmoskopi
Adapun tanda tanda yang dapat ditemukan pada keadaan ini antar lain :
a. Pemeriksaan visus. Dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat
terlibatnya makula lutea atau kekeruhan media refrakta atau badan
kaca yang menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat
terganggu bila makula lutea ikut terangkat.
b. Tekanan intraokuler biasanya sedikit lebih atau mungkin normal.
c. Pemeriksaan funduskopi. Merupakan salah satu cara terbaik untuk
mendiagnosa ablasio retina dengan menggunakan oftalmoskop indirek
binokuler. Pada pemeriksaan ini retina yang mengalami ablasio
tampak sebagai membran abu abu merah muda yang menutupi
gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan pada ruang

12

subretina, didapatkan pergerakkan undulasi retina ketika mata


bergerak. Pembuluh darah retina yang terlepas dari dasarnya berwarna
gelap, berkelok kelok dan membengkok di tepi ablasio. Pada retina
yang terjadi ablasio telihat lipatan lipatan halus. Satu robekan pada
retina terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid
dibawahnya.
d. Electroretinography (ERG) adalah dibawah normal atau tidak ada.
e. Ultrasonography mngkonfirmasikan diagnosis. Ini adalah nilai khusus
pada pasien media berkabut terutama dihadapan padat katarak.
3.2.5

Penatalaksanaan
Tujuan utama

bedah

ablasi

adalah

untuk

menemukan

dan

memeperbaiki semua robekan retina, digunakan krioterapi atau laser untuk


menimbulkan adhesi antara epitel pigmen dan retina sensorik sehingga
mencegah influks cairan lebih lanjut kedalam ruang subretina, mengalirkan
cairan subretina ke dalam ke luar, dan meredakan traksi vitreoretina.
Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah pembedahan. Prinsip
bedah pada ablasio retina yaitu :
1. Menemukan semua bagian yang terlepas
2. Membuat iritasi korioretinal pada sepanjang masing-masing daerah retina
yang terlepas.
3. Menguhubungkan koroid dan retina dalam waktu yang cukup untuk
menghasilkan adhesi dinding korioretinal yang permanen pada daerah
subretinal.
Pada pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara :
1. Scleral buckling
Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina rematogenosa
terutama tanpa disertai komplikasi lainnya. Prosedur meliputi lokalisasi
posisi robekan retina, menangani robekan dengan cryoprobe, dan
selanjutnya dengan scleral buckle (sabuk). Sabuk ini biasanya terbuat dari
spons silikon atau silikon padat. Ukuran dan bentuk sabuk yang
13

digunakan tergantung posisi lokasi dan jumlah robekan retina. Pertama


tama dilakukan cryoprobe atau laser untuk memperkuat perlengketan
antara retina sekitar dan epitel pigmen retina. Sabuk dijahit mengelilingi
sklera sehingga terjadi tekanan pada robekan retina sehingga terjadi
penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan
cairan subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 hari.

Spons silikon dijahit pada bola mata untuk menekan sklera di atas
robekan retina setelah drainase cairan sub retina dan dilakukan crioterapi

Penekanan yang didapatkan dari spons silikon, retina sekarang melekat kembali dan
traksi pada robekan retina oleh vitreus dihilangkan
2. Retinopeksi pneumatik
Retinopeksi pneumatik merupakan metode yang juga sering digunakan pada
ablasio retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada bagian
superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan
gelembung gas ke dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi
robekan retina dan mencegah pasase cairan lebih lanjut melalui robekan. Jika
robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal biasanya akan
hilang dalam 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan dengan kriopeksi
14

atau laser sebelum gelembung disuntikkan.Pasien harus mempertahankan posisi


kepala tertentu selama beberapa hari untuk meyakinkan gelembung terus
menutupi robekan retina.
3. Vitrektomi
Merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes,
dan juga pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau perdarahan
vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada dinding
bola mata kemudian memasukkan instruyen ing cavum vitreous melalui pars
plana. Setelah itu dilakukan vitrektomi dengan vitreus cutre untuk menghilangkan
berkas badan kaca (viteuos stands), membran, dan perleketan perleketan. Teknik
dan instruyen yang digunakan tergantung tipe dan penyebab ablasio. Lebih dari
90% lepasnya retina dapat direkatkan kembali dengan teknik-teknik bedah mata
modern, meskipun kadang- kadang diperlukan lebih dari satu kali operasi.
3.2.6

Prognosis
Prognosis dari penyakit ini berdasarkan pada keadaan makula sebelum dan

sesudah operasi serta ketajaman visualnya. Jika, keadaannya sudah melibatkan


makula maka akan sulit menghasilkan hasil operasi yang baik, tetapi dari data yang
ada sekitar 87 % dari operasi yang melibatkan makula dapat mengembalikan fungsi
visual sekitar 20/50 lebih kasus diman makula yang terlibat hanya sepertiga atau
setengah dari makula tersebut.
Dalam 10-15 % kasus yang dilakukan pembedahan dengan ablasio retina yang
melibatkan makula, kemampuan visualnya tidak akan kembali sampai level
sebelumnya dilakukannya operasi. Hal ini disebabkan adanya beberpa faktor seperti
irreguler astigmat akibat pergeseran pada saat operasi, katarak progresif, dan edema
makula. Komplikasi dari pembedahan misalnya adanya perdarahan dapat
menyebabkan kemampuan visual lebih menurun.
.

15

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Sidarta. 2004. Masalah Kesehatan Mata Anda Dalam PertanyaanPertanyaan.Edisi 2. Jakarta : FKUI
Ilyas, Sidarta. 2009. Dasar-dasar pemeriksaan dalam ilmu penyakit mata. Edisi 3.
Jakarta:Balai Pustaka.
Ilyas,Sidarta. 2015. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
James, Chew, Bron. 2005. Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta: Penerbit Erlangga
Maguire JI. Postoperative endophthalmitis: optimal management and the role and
timing of vitrectomy surgery. Eye 2008;22(10):1290-300.
Nurwasis. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata.
Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya.
Vaughan & Asbury. 2007 Oftalmologi Umum. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran
EGC

16

Anda mungkin juga menyukai