Anda di halaman 1dari 34

A.

DEFINISI
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah infeksi akut saluran
pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah beserta
adnaksanya (Depkes RI, 1993).
ISPA adalah penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut yang
berlangsung sampai 14 hari lamanya. Saluran pernafasan adalah organ
yang bermula dari hidung hingga alveoli beserta segenap adneksanya
seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Sedangkan yang
dimaksud dengan infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisma ke
dalam tubuh dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit
(Depkes, 2000).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran
pernafasan akut yang meliputi saluran pernafasan bagian atas seperti
rhinitis, fharingitis, dan otitis serta saluran pernafasan bagian bawah
seperti laryngitis, bronchitis, bronchiolitis dan pneumonia, yang dapat
berlangsung selama 14 hari. Batas waktu 14 hari diambil untuk
menentukan batas akut dari penyakit tersebut. Saluran pernafasan adalah
organ mulai dari hidung sampai alveoli beserta organ seperti sinus, ruang
telinga tengah dan pleura (Depkes RI, 2008).
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernafasan dimulai dengan
keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit
mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat
jatuh dalam keadaan kegagalan pernafasan dan mungkin meninggal. Bila
sudah dalam kegagalan pernafasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang
lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu
diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah
berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan
pernafasan (Depkes RI, 2008).
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah suatu penyakit yang
terbanyak di diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun
di negara maju dan sudah mampu dan banyak dari mereka perlu masuk
rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran

pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan
sampai pada masa dewasa. (Suprajitno, 2004)
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah proses inflamasi yang
disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal (mikroplasma), atau aspirasi
substansi asing yang melibatkan suatu atau semua bagian saluran
pernapasan (Wong, 2003).
Infeksi saluran pernapasan akut adalah infeksi yang terutama
mengenai struktur saluran pernapasan diatas laring, tetapi kebanyakan,
penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara simultan atau
berurutan. Gambaran patofisioliginya meliputi infiltrat peradangan dan
edema mukosa, kongesti vaskuler, bertambahnya sekresi mukus, dan
perubahan dan struktur fungsi siliare (Behrman, 1999).
B. KLASIFIKASI ISPA
I.

Berdasarkan gejala klinis yang timbul, menurut Depkes RI (2002)


1. ISPA ringan
Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan
gejala batuk pilek dan sesak.
2. ISPA sedang
ISPA sedang apabila timbul gejala gejala sesak napas, suhu
tubuh lebih dari 39O C dan bila bernapas mengeluarkan suara
seperti mengorok.
3. ISPA berat
Gejala meliputi : kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak
teraba, nafsu makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru
(sianosis) dan gelisah.

II.

berdasarkan atas umur, Depkes RI (1991)


1. Kelompok umur < 2 bulan, diklasifikasikan atas :
a. Pneumonia berat: bila disertai dengan tanda-tanda klinis
seperti berhenti menyusu (jika sebelumnya menyusu
dengan baik), kejang, rasa kantuk yang tidak wajar atau

sulit bangun, stridor pada anak yang tenang, mengi,


demam (38C atau lebih) atau suhu tubuh yang rendah
(di bawah 35,5 C), pernafasan cepat 60 kali atau lebih
per menit, penarikan dinding dada berat, sianosis sentral
(pada lidah), serangan apnea, distensi abdomen dan
abdomen tegang.
b. Bukan pneumonia: jika anak bernafas dengan frekuensi
kurang dari 60 kali permenit dan tidak terdapat tanda
pneumonia seperti diatas.
2. Kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun, diklasifikasikan atas :
a. Pneumonia berat: batuk atau kesulitan bernafas dan
penarikan dinding dada, tetapi tidak disertai sianosis
sentral dan dapat minum.
b. Pneumonia: batuk (atau kesulitan bernafas) dan
pernafasan cepat tanpa penarikan dinding dada.
c. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa): batuk (atau
kesulitan bernafas) tanpa pernafasan cepat atau
penarikan dinding dada.
III.

Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomi


1. Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA)
Infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring,
seperti pilek, otitis media, faringitis, sinusitis
1) Tonsilitis, penyakit ini ditandai rasa sakit pada saat menelan
diikuti dengan demam dan kelemahan tubuh, dapat
disebabkan oleh virus dan bakteri.
2) Common cold adalah infeksi primer di nasofaring dan
hidung yang sering dijumpai pada balita yang disertai
demam tinggi.
3) Sinusitus akut merupakan radang pada sinus, beringus,
sakit kepala, demam, malaise dan nausea.

4) Pharingitis yaitu peradangan pada mukosa pharing dengan


gejala

demam

disertai

menggigil,

rasa

sakit

pada

tenggorokan, sakit kepala, sakit saat menelan dan lain-lain.

2. Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA)


Infeksi yang menyerang mulai dari bagian epiglotis atau
laring sampai dengan alveoli, dinamakan sesuai dengan organ
saluran nafas, seperti epiglotitis, laringitis, laringotrakeitis,
bronkitis, bronkiolitis, pneumonia.
C. ETIOLOGI
ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk ke saluran
nafas. Penyebab lain adalah faktor lingkungan rumah, seperti halnya
pencemaran udara dalam rumah, ventilasi rumah dan kepadatan hunian
rumah. Pencemaran udara dalam rumah yang sangat berpengaruh terhadap
kejadian ISPA adalah asap pembakaran yang digunakan untuk memasak.
Dalam hal ini misalnya bahan bakar kayu. Selain itu, asap rokok yang
ditimbulkan dari salah satu atau lebih anggota yang mempunyai kebiasaan
merokok juga menimbulkan resiko terhadap terjadinya ISPA (Depkes RI,
2002).
Menurut Notoatmodjo (2007), ventilasi rumah dibedakan menjadi
dua yaitu ventilasi alamiah dan ventilasi buatan. Ventilasi alamiah yaitu
dimana aliran udara di dalam ruangan tersebut terjadi secara alamiah
melalui jendela, pintu, lubang angin, dan lubang-lubang pada dinding.
Ventilasi alamiah tidak menguntungkan, karena juga merupakan jalan
masuknya nyamuk dan serangga lainnya ke dalam rumah. Ventilasi buatan
yaitu dengan menggunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara
misalnya kipas angina dan mesin penghisap udara. Namun alat ini tidak
cocok dengan kondisi rumah di pedesaan. Ventilasi rumah yang kurang
akan lebih memungkinkan timbulnya ISPA pada bayi dan anak balita
karena mereka lebih lama berada di rumah sehingga dosis pencemaran
tentunya akan lebih tinggi.

Penyebab ISPA
1. Virus Utama :

ISPA atas : micoplasma ,Corona Virus,Adeno virus,Entero Virus

ISPA bawah : RSV,Parainfluensa,1,2,3 corona virus,adeno virus

2. Bakteri

Utama:

Streptococus,

pneumonia,

haemophilus

influenza,

Staphylococcus aureus
3. Pada neonatus dan bayi muda : Chlamidia trachomatis, pada anak usia
sekolah: Mycoplasma pneumonia.

Virus-virus yang menyebabkan ISPA yaitu :


1. Miksovirus
2. Adenovirus
menjadi penyebab infeksi pada saluran napas yang berdampak
terjadinya komplikasi berupa pembengkakan pada perut, mata merah,
dan infeksi kandung kemih.
3. Coronavirus
bila dilihat dengan mikroskop nampak seperti mahkota. Bentuk
mahkota ini ditandai oleh adanya Protein S yang berupa sepatu,
sehingga dinamakan spike protein, yang tersebar disekeliling
permukaan virus. Protein S inilah yang berperan penting dalam
proses infeksi virus terhadap manusia.
4. Micoplasma
merupakan genus mikroorganisme yang sangat pleomorfik,
penyebab faringitis ringan pada manusia. Bakteri dan virus yang paling
sering menjadi penyebab ISPA diantaranya bakteri stafilokokus dan
streptokokus serta virus influenza yang di udara bebas akan masuk dan
menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan
hidung. Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia
dibawah 2 tahun yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum
sempurna. Peralihan musim kemarau ke musim hujan juga
menimbulkan risiko serangan ISPA.
Faktor Resiko ISPA

Menurut Depkes RI (2002), faktor resiko terjadinya ISPA secara


umum yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku
(Putra Prabu, 2009).
I.

Faktor lingkungan
1. Pencemara udara dalam rumah .
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk
memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme
pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA.
Hal ini dapat terjadi pada rumah yang ventilasinya kurang dan
dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur,
ruang tempat bayi dan balita bermain (Putra Prabu, 2009).
2. Ventilasi rumah
Ventilasi adalah proses penyediaan udara atau pengarahan
udara ke atau dari ruangan baik secara alami maupun secara
mekanis. Membuat ventilasi udara serta pencahayaan di dalam
rumah sangat diperlukan karena akan mengurangi polusi asap
yang ada di dalam rumah sehingga dapat mencegah seseorang
menghirup

asap

tersebut

yang

lama

kelamaan

bisa

menyebabkan terkena penyakit ISPA. Luas penghawaan atau


ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai
(Putra Prabu, 2009).
3. Kepadatan hunian rumah
Kepadatan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan
faktor polusi dalam rumah yang telah ada. Begitu juga keadaan
jumlah kamar yang penghuninya lebih dari dua orang, karena
bisa menghalangi proses pertukaran udara bersih sehingga
menjadi penyebab terjadinya ISPA (Putra Prabu, 2009).

II.

Faktor individu anak


1. Umur anak
Insiden penyakit pernapasan oleh virus melonjak pada bayi
dan usia dini pada anak-anak dan tetap menurun terhadap usia.
Insiden ISPA tertinggi pada umur 6-12 bulan (Putra Prabu,
2009).
2. Berat badan lahir
Anak-anak dengan riwayat berat badan lahir rendah akan
mengalami lebih berat infeksi pada saluran pernapasan. Hal ini
dikarenakan pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna
sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama
pneumonia dan sakit saluran pernapasan lainnya (Putra Prabu,
2009).
Berat

badan

lahir

menentukan

pertumbuhan

dan

perkembangan fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan


berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai resiko kematian
yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan lahir
normal, terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena
pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga
lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan
sakit saluran pernapasan lainnya.
3. Status gizi
Masukan

zat-zat

gizi

yang

diperoleh

pada

tahap

pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh: umur,


keadaan fisik, kondisi kesehatannya, kesehatan fisiologis
pencernaannya, tersedianya makanan dan aktivitas dari si anak
itu sendiri. Penilaian status gizi dapat dilakukan antara lain
berdasarkan antopometri : berat badan lahir, panjang badan,
tinggi badan, lingkar lengan atas.
7

Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang


penting untuk terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah
membuktikan tentang adanya hubungan antara gizi buruk dan
infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi buruk sering
mendapat pneumonia. Disamping itu adanya hubungan antara
gizi buruk dan terjadinya campak dan infeksi virus berat
lainnya serta menurunnya daya tahan tubuh anak terhadap
infeksi.
Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang
ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor
daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan
menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan
mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang,
balita lebih mudah terserang ISPA berat bahkan
serangannya lebih lama (Putra Prabu, 2009).
4. Vitamin A
Sejak tahun 1985 setiap enam bulan Posyandu memberikan
kapsul 200.000 IU vitamin A pada balita dari umur satu sampai
dengan empat tahun. Pemberian vitamin A yang dilakukan
bersamaan dengan imunisasi akan menyebabkan peningkatan
titer antibodi yang spesifik dan tampaknya tetap berada dalam
nilai yang cukup tinggi. Bila antibodi yang ditujukan terhadap
bibit penyakit dan bukan sekedar antigen asing yang tidak
berbahaya, diharapkan adanya perlindungan terhadap bibit
penyakit yang bersangkutan untuk jangka yang tidak terlalu
singkat.

5. Status Imunisasi

Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat


akan mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai
komplikasi campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari
jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi seperti difteri, pertusis, campak, maka
peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam
upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang
meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap.
Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila
menderita ISPA dapat diharapkan perkenbangan penyakitnya
tidak akan menjadi lebih berat.
Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan
pemberian imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan
imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian
pneumonia balita dapat dicegah dan dengan imunisasi pertusis
(DPT) 6% lematian pneumonia dapat dicegah.
III.

Faktor perilaku
Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan
penyakit ISPA pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek
penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun
oleh anggota keluarga lainnya. Peran aktif keluarga atau
masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit
ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam
masyarakat atau keluarga. Hal ini perlu mendapat perhatian serius
oleh kita semua karena penyakit ini banyak menyerang balita,
sehingga itu balita dan anggota keluarganya yang sebagian besar
dekat dengan balita mengetahui dan terampil menangani penyakit
ISPA ketika anaknya sakit (Putra Prabu, 2009).

D. PATOFISIOLOGI
9

Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksiya


virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan
menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak
ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan
refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus
merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending &
Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya
batuk kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan struktur lapisan dinding saluran
pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak
terdapat pada dinding saluran pernafasan, sehingga terjadi pengeluaran
cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan yang berlebihan
tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada tahap awal gejala ISPA
yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi
sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan
mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada
saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteribakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti
streptococcus pneumonia, haemophylus influenza, dan staphylococcus
menyerang mukosa yang rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini
menyebabkan sekresi bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran
nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang
produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya faktor-faktor
seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan
bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas
dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke
tempat-tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan
kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah. Dampak
infeksi sekunder bakteri pun bisa menyerang saluran nafas bawah,
sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran

10

pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paruparu sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus
diperhatikan aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa
sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak
sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran
nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar,
merupakan ciri khas sistem imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah IgA
memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran
nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan
dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi
menjadi 4 tahap, yaitu:
1. Tahap prepatogenesis; penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
2. Tahap Inkubasi; virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.
Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan
sebelumnya memang sudah rendah.
3. Tahap dini penyakit; dimulai dari munculnya gejala penyakit, timbul
gejala demam dan batuk
4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan atelektasis, menjadi kronis, dan dapat
meninggal akibat pneumonia.

WEB OF CAUTION (WOC)


Virus/ Bakteri
Invasi saluran
nafas

11

Invasi saluran
nafas

Merusak lapisan
epitel & mukosa

Aktivitas kelenjar
mukus

Inflamasi eksudatif &


proliferasi jaringan
mesenkim jantung

Suplai darah ke
jaringan
Saluran
Pencernaan

Iritasi

Batuk/ pilek

Infeksi

Sesak

Respon
Hipotalamus

Penurunan
ekspansi paru

Merangsang
pelepasan zat pirogen
Suhu tubuh

Mual
Muntah
Anorexia

Pengeluaran cairan
mukosa > normal

Asma

Bersihan jalan
nafas tidak
efektif
Kejang
Keluarga takut

Hipertermi
Kurang informasi

Peradangan tonsil

Nyeri

Sakit menelan
Malas makan

Nutrisi <
kebutuha
n tubuh

Keluarga
bertanya-tanya

Kurang
pengetahuan

12

E. MANIFESTASI KLINIS
I.

Menurut dr. Maulana Adrian dalam tanda-tanda bahaya dapat dilihat


berdasarkan tanda-tanda yang tampak di pemeriksaan klinik dan
pemeriksaan laboratorium. Tanda-tanda klinis Menurut dr. Maulana
Adrian tersebut antara lain:
1. Pada system pernapasan adalah nafas tidak teratur dan cepat,
retraksi atau tertariknya kulit kedalam dinding dada, napas cuping
hidung, sesak, kebiruan, suara lemah atau hilang suara napas
seperti ada cairannya sehingga terdengar keras
2. Pada sistem peredaran darah dan jantung : denyut jantung cepat
atau lemah, hipertensi, hipotensi dan gagal jantung.
3. Pada sistem Syaraf adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit
kepala, bingung, kejang dan koma.
4. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
5. Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5
tahun adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun,
stridor dan gizi buruk.
6. Tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan
adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun
sampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya),
kejang, kesadaran menurun, mendengkur, mengi, demam dan
dingin.

II.

Tanda dan gejala ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah:


1. Gejala ISPA ringan
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan
satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
a. Batuk
b. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara
(misal pada waktu berbicara atau menangis).

13

c. Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.


d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 C atau jika dahi anak
diraba
2. Gejala ISPA sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai
gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai
berikut:
a. Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur
kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak
yang berumur satu tahun atau lebih. Cara menghitung pernafasan
ialah dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam satu menit.
Untuk menghitung dapat digunakan arloji.
b. Suhu lebih dari 390C (diukur dengan termometer).
c. Tenggorokan berwarna merah.
d. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak
campak.
e. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
f. Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
g. Pernafasan berbunyi menciut-ciut.
3. Gejala ISPA berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai
gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih
gejala-gejala sebagai berikut:
a. Bibir atau kulit membiru.
b. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu
bernafas.
c. Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
d. Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak
gelisah.
e. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.
f. Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.

14

g. Tenggorokan berwarna merah.

III.

Gejala gejala lain dari ISPA :


1) Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam
muncul jika anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3
tahun. Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya
infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5 C-40,5 C.
O

2) Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada


meningens, biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami
panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada
punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
3) Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit.
Bayi akan menjadi susah minum dan bahkan tidak mau minum.
4) Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa
selama bayi tersebut mengalami sakit.
5) Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi
saluran pernafasan akibat infeksi virus.
6) Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena
adanya lymphadenitis mesenteric.
7) Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit
akan lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8) Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran
pernafasan, mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari
terjadinya infeksi saluran pernafasan.
9) Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak
terdapatnya suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Sebelum dilakukan penatalaksanaan ISPA terlebih dahulu dilakukan
pemeriksaan test diagnostistik menurut sandra M.Nettina (2000) yaitu:

15

a. Pemeriksaaan darah lengkap yaitu Hb, leukosit, hematokrit, dan


trombosit
b. Foto rontgent : thorax
c. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan
adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman
d. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah
meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga
disertai dengan adanya thrombositopenia
G. PENATALAKSANAAN
Berikut ini adalah pengobatan ISPA berdasarkan klasifikasinya yakni:
1. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik
parenteral, oksigendan sebagainya.
2. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita
tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian
kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat
antibiotic pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
3. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan
perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk
tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang
merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila
demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita
dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat
adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah
bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman
streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari.
Sedangkan untuk perawatan di rumah antara lain:
1. Mengatasi demam
Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan
memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan
dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap

16

6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai


dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan
kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak
perlu air es).
2. Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan
tradisional yaitu jeruk nipis sendok teh dicampur dengan kecap atau
madu sendok teh , diberikan tiga kali sehari. Tepuk punggung agar
dahak dapat keluar, serta inhalasi sederhana.
Cara inhalasi sederhana :
Persiapkan alat dan bahan
1) Campurkan minyak kayu putih dengan air panas dalam baskom
dengan perbandingan 2-3 tetes minyak kayu putih untuk 250
ml (1 gelas) air hangat.
2) Tempatkan pasien dan campuran tersebut di ruangan tertutup
supaya uap tidak tercampur denga udara bebas.
3) Hirup uap dari campuran tersebut selama 5-10 menit atau
pasien sudah merasa lega dengan pernafasannya.
3. Pemberian makanan
Berikan

makanan

yang

cukup

gizi,

sedikit-sedikit

tetapi

berulangulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah.


Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
4. Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya)
lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak,
kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.
5. Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu
tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek,
17

bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan


menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan
tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak
berasap.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit
ISPA pada anak antara lain:
1) Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik,
2) Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan
tubuh terhadap penyakit baik.
3) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.
4) Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara
adalah memakai penutup hidung dan mulut bila kontak langsung
dengan anggota keluarga atau orang yang sedang menderita
penyakit ISPA.
H. KOMPLIKASI
1. Sinusitis paranasal
Komplikasi ini hanya terjadi pada anak besar karena pada bayi dan
anak kecil sinus paranasal belum tumbuh. Gejala umum tampak lebih
besar, nyeri kepala bertambah, rasa nyeri dan nyeri tekan biasanya
didaerah sinus frontalis dan maksilaris. Proses sinusitis sering menjadi
kronik dengan gejala malaise, cepat lelah dan sukar berkonsentrasi
(pada anak besar). Kadang-kadang disertai sumbatan hidung, nyeri
kepala hilang timbul, bersin yang terus menerus disertai secret purulen
dapat unilateral ataupun bilateral. Sinusitis paranasal ini dapat diobati
dengan memberikan antibiotic.
2. Asma
Asma adalah mengi berulang atau batuk persisten yang disebabkan
oleh suatu kondisi alergi non infeksi dengan gejala: sesak nafas, nafas

18

berbunyi wheezing, dada terasa tertekan, batuk biasanya pada malam


hari atau dini hari.
3. Kejang demam
Kejang demam adalah bangkilan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rentan lebih dari 38Oc) dengan geiala berupa
serangan kejang klonik atau tonikklonik bilateral. Tanda lainnya
seperti mata terbalik keatas dengan disertai kejang kekakuan atau
kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan atau
hanya sentakan kekauan fokal.
4. Tuli
Tuli adalah gangguan system pendengaran yang terjadi karena
adanya infeksi yang disebabkan oleh bakteri atau virus dengan gejala
awal nyeri pada telinga yang mendadak, persisten dan adanya cairan
pada rongga telinga.
Tuba eusthachii yang buntu memberi gejala tuli dan infeksi dapat
menembus langsung kedaerah telinga tengah dan menyebabkan otitis
media akut (OMA). Gejala OMA pada anak kecil dan bayi dapat
disertai suhu badan yang tinggi (hiperpireksia) kadang menyebabkan
kejang demam. Anak sangat gelisah, terlihat nyeri bila kepala
digoyangkan atau memegang telinganya yang nyeri (pada bayi juga
dapat diketahui dengan menekan telinganya dan biasanya bayi akan
menangis keras). Kadang-kadang hanya ditemui gejala demam,
gelisah, juga disertai muntah atau diare.
5. Syok
Syok merupakan kondisi dimana seseorang mengalami penurunan
f'ungsi dari system tubuh yang disebabkan oleh babagai faktor antara
lain: faktor obstruksi contohnya hambatan pada system pernafasan
yang

mengakibatkan

seseorang

tersebut

seseorang
kekurang

kekurangan
suplay

oksigen

oksigen

ke

sehingga
otak

dan

mengakibatkan syok.

19

6. Penyebaran infeksi
Penjalaran infeksi sekunder dari nasofaring kearah bawah seperti
laryngitis, trakeitis, bronkiis dan bronkopneumonia. Selain itu dapat
pula terjadi komplikasi jauh, misalnya terjadi meningitis purulenta
(Adelle, 2002)
I. PENCEGAHAN
Menurut Depkes RI (2002), pencegahan ISPA antara lain:
1. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik
Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik dapat mencegah atau
menghindari penyakit infeksi. Makanan bergizi, banyak minum air
putih, olahraga teratur, serta istirahat yang cukup dapat menjaga badan
untuk tetap sehat. Karena, dengan tubuh yang sehat maka kekebalan
tubuh juga akan semakin meningkat, sehingga dapat mencegah
virus/bakteri penyakit yang akan masuk dalam tubuh.
2. Imunisasi
Pemberian imunisasi sangat diperlukan baik anak-anak maupun
orang dewasa. Imunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh
supaya tidak mudah terserang penyakit yang dibawa oleh virus/bakteri.
3. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
Kebersihan diri merupakan sumber kenyamanan yang paling utama.
Kebersihan diri yang tidak terawat akan mempermudah menempelnya
kuman-kuman di tubuh, yang dapat menjadi jalan masuk berbagai jenis
penyakit.
Membuat ventilasi udara serta pencahayaan yang baik akan
mengurangi polusi asap dapur/asap rokok yang berada di dalam rumah,
sehingga dapat mencegah seseorang menghirup asap yang bisa
menyebabkan ISPA. Ventilasi yang baik dapat memelihara kondisi
sirkulasi udara (atmosfer) agar tetap sehat bagi manusia.

20

4. Mencegah berhubungan dengan penderita ISPA


ISPA ini disebabkan oleh virus/bakteri yang ditularkan oleh
seseorang yang telah terjangkit penyakit ini melalui udara yang
tercemar dan kemudian masuk ke dalam tubuh. Bibit penyakit ini
umumnya berbentuk aerosol (suspensi yang melayang di udara) yang
berupa droplet, nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan yang
dikeluarkan dari tubuh, mis. pada saat bersin). Untuk itu, sangatlah
penting menghindari kontak yang terlalu dekat dengan penderita, dan
sebaiknya menggunakan alat pelindung diri mis., masker baik untuk
penderita maupun bukan penderita.
J. TERAPI
a. Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang
adekuat,pemberian multivitamin dll.
b. Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.
c. Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab
d. Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus
e. Menurut WHO : Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol,
Amoksisillin, Ampisillin, Penisillin Prokain.
Pnemonia berat : Benzil penicillin, klorampenikol, kloksasilin,
gentamisin.
Prinsip perawatan ISPA antara lain :
a. Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
b. Meningkatkan makanan bergizi
c. Bila demam beri kompres dan banyak minum
d. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan
sapu tangan yang bersih
e. Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak
terlalu ketat.

21

f. Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak
tersebut masih menetek
g. Mengatasi panas (demam) dengan memberikan kompres, memberikan
kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak
perlu air es).
h. Mengatasi batuk, Dianjurkan memberi obat batuk yang aman.

22

ASUHAN KEPERAWATAN ISPA

A. PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal proses keperawatan
dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien. (NN, 2009).
Menurut Khaidir Muhaj (2008):
1. Identitas Pasien
a. Umur: Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai
anak usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan
lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut (Anggana
Rafika, 2009).
b. Jenis kelamin: Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang
dari 2 tahun, dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih
tinggi daripada laki-laki di negara Denmark (Anggana Rafika, 2009).
c. Alamat: Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah
anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko
untuk ISPA. Penelitian oleh Kochet al (2003) membuktikan bahwa
kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna
prevalensi ISPA berat. Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan
penyakit gangguan pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara
didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik
maupun kimia. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan
asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe
akan mempermudah terjadinya ISPA anak (Anggana Rafika, 2009)

23

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama: Klien mengeluh demam
b. Riwayat penyakit sekarang: Dua hari sebelumnya klien mengalami
demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi,
nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.
c. Riwayat penyakit dahulu: Klien sebelumnya sudah pernah
mengalami penyakit sekarang
d. Riwayat penyakit keluarga: Menurut anggota keluarga ada juga yang
pernah mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut.
e. Riwayat sosial: Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan
yang berdebu dan padat penduduknya.
f. Riwayat Tumbuh Kembang : BB, TB, perkembangan tiap tahap
(berguling, duduk, merangkak, berjalan)
g. Riwayat Nutrisi : Pemberian ASI, pemberian susu formula, pola
perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik di fokuskan pada pengkajian sistem pernapasan :
a. Pengkajian tanda tanda vital dan kesadaran klien
b. Inspeksi :
1) Membran mucosa hidung faring tampak kemerahan.
2) Tonsil tanpak kemerahan dan edema.
3) Tampak batuk tidak produktif.
4) Tidak ada jaringna parut pada leher.
5) Tidak

tampak

penggunaan

otot-

otot

pernapasan

tambahan,pernapasan cuping hidung, tachypnea, dan hiperventilas.


c. Palpasi
1) Adanya demam.
2) Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher / nyeri
tekan pada nodus limfe servikalis.

24

3) Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid.


d. Perkusi
1) Suara paru normal (resonance)
e. Auskultasi
1) Suara napas vesikuler / tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.
2) Bentuk dada: normal.
3) Pola nafas : teratur/ tidak teratur .
4) Jenis nafas : vesikuler.
5) Suara nafas tambahan : ronchi/wheezing.
6) Sesak nafas : tidak .
7) Alat bantu nafas : tidak
8) Masalah keperawatan: bersihan jalan napas tidak efektif
Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola,
kedalaman, usaha serta irama dari pernafasan.
1) Pola: cepat (tachynea) atau normal.
2) Kedalaman: nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya
dapat kita amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan
abdomen. Usaha: kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti
disertai dengan adanya bersin.
3) Irama pernafasan: bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman
pernafasan.
4. Pemeriksaan lain
1) Sistem kardiovaskuler B2
Irama jantung: normal, Bunyi jantung: normal, Akral : panas, Masalah
keperawatan : Hyperthermia
2) Sistem persyarafan B3
Kesadaran : composmentis, Penglihatan: normal, Pendengaran:
normal, Penciuman : tidak normal (tertutup mukus)
3) Sistem perkemihan B4
25

Jumlah urin: normal, Warna: normal(kuning), Bentuk alat kelamin:


normal, Uretra : normal
4) Sistem pencernaan B5
Nafsu

makan:

menurun,

Mulut:

bersih,

Mukosa:

lembab,

Tenggorokan : nyeri telan, Perut:kembung, Pembesaran hepar:tidak,


Pembesaran lien: tidak, Buang air besar: tidak teratur, Masalah
keperawatan : pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
5) Sistem musculoskeletal dan integument B6
Kemampuan gerak sendi: bebas, Warna kulit: normal, Turgor:baik,
Odema : tidak ada
B. DIAGNOSA
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons individu,
keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan
yang actual dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar
pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang menjadi
tanggung gugat perawat (Capaernito, 2003)
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul dalam kasus ISPA adalah:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru.
2. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
3. Nutrisi

kurang

dari

kebutuhan

tubuh

berhubungan

dengan

ketidakmampuan mencerna makanan.


4. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan.
5. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan berhubungan dengan
kurangnya informasi.

26

C. INTERVENSI
Intervensi keperawatan adalah tindakan yang dirancang untuk membantu
klien dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat yang diinginkan
dalam hasil yang diharapkan (Gordon, 1994).
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru.
Tujuan: bersihan jalan nafas efektif
Kriteria hasil: Jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tidak ada
dyspnea, dan sianosis.
Intervensi:
Intervensi

Rasional

Mandiri :

1. Takypnea, pernafasan dangkal, dan


gerakan dada tidak simetris sering terjadi
1. Kaji frekuensi atau kedalaman
karena ketidaknyamanan gerakan dinding
pernafasan dan gerakan dada
dada dan atau cairan paru

2. Penurunan aliran udara terjadi pada area


konsolidasi dengan cairan. Bunyi nafas
2. Auskultasi area paru, catat area
bronchial dapat juga terjadi pada area
penurunan atau tidak ada aliran udara
konsolidasi. Crackles, ronchi dan mengi
dan bunyi nafas adventisius, mis.
terdengar pada inspirasi dan atau
Crackles, mengi.
ekspirasi pada respon teradap pengupulan
cairan , secret kental dan spasme jalan
nafas atau obstruksi.

3. Nafas dalam memudakan ekspansi


maksimum paru-paru atau jalan nafas
lebih kecil. Batuk adalah mekanisme
pembersihan
jalan
nafas
alami,
membantu silia untuk mempertaankan
jalan
nafas
paten.
Penenkanan
3. Bantu pasien latian nafas sering.
menurunkan ketidaknyamanan dada dan
Tunjukan
atau
bantu
pasien
27

mempelajari
melakukan
batuk,
misalnya menekan dada dan batuk
efektif sementara posisi duduk tinggi.

posisi duduk memungkinan upaya nafas


lebih dalam dan lebih kuat.

4. Cairan
(khususnya
yang
hangat)
memobilisasi dan mengluarkan secret

4. Berikan cairan sedikitnya 2500 ml 5. Memudahkan


pengenceran
perhari
(kecuali
kontraindikasi).
pembuangan secret.
Tawarkan air hangat daripada dingin .

dan

Kolaborasi :
5. Bantu mengawasi efek pengobatan
nebulizer dan fisioterapi lain, mis.
Spirometer insentif, IPPB, tiupan
botol, perkusi, postural drainage.
Lakukan tindakan diantara waktu
makan dan batasi cairan bila mungkin.
6. Alat untuk menurunkan spasme bronkus
dengan mobilisasi secret. Analgesic
diberikan untuk memperbaiki batuk
dengan menurunkan ketidaknyamanan
tetapi harus digunakan secara hati-hati,
6. Berikan obat sesuai indikasi mukolitik,
karena dapat menurunkan upaya batuk
ekspektoran, bronchodilator, analgesic.
atau menekan pernafasan.

2. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi


Tujuan: Pasien akan menunjukkan termoregulasi (keseimbangan antara
produksi panas, peningaktan panas, dan kehilangna panas).

28

Kriteria hasil: Suhu tubuh kembali normal


1. Nadi : 60-100 denyut per menit
2. Tekanan darah : 120/80 mmHg
3. RR : 16-20 kali per menit
Intervensi:
Intervensi
Mandiri :
1. tanda-tanda vital

Rasional
1. Pemantauan tanda vital yang teratur dapat
menentukan perkembangan perawatan
selanjutnya

2. Kompres pada kepala / aksila.


3.

4.

5.

6.

2. Dengan memberikan kompres, maka akan


terjadi proses konduksi/perpindahan panas
Atur sirkulasi udara kamar pasien.
dengan bahan perantara
Health Education:
3. Penyediaan udara bersih
Anjurkan klien untuk menggunakan
pakaian tipis dan dapat menyerap 4. Proses hilangnya panas akan terhalangi
keringat.
untuk pakaian yang tebal dan tidak
menyerap keringat
Anjurkan klien untuk minum banyak
2000-2500 ml/hari.
5. Kebutuhan cairan meningkat karena
penguapan tubuh meningkat.
Anjurkan klien istirahat di tempat
tidur selama masa febris penyakit
6. Berbaring mengurangi metabolisme

Kolaborasi :
7. Kolaborasi dengan
pemberian obat

3. Nutrisi

dokter

kurang

dalam
7. Untuk
mengontrol
menurunkan panas

dari

kebutuhan

tubuh

berhubungan

infeksi

dan

dengan

ketidakmampuan mencerna makanan.


Tujuan: nutrisi adekuat/ seimbang
Kriteria hasil:
Intervensi:
Intervensi
Mandiri :
1. Kaji kebiasaan diet, input-output dan

Rasional
\
1. Berguna untuk menentukan kebutuhan
29

timbang BB setiap hari

kalori, menyusun tujuan BB dan


evaluasi keadekuatan rencana nutrisi

2. Berikan porsi makan kecil tapi sering

2. Nafsu makan dapat dirangsang pada

dalam keadaan hangat

situasi rileks, bersih, dan menyenangkan

3. Tingkatkan tirah baring

3. Untuk mengurangi kebutuhan metabolik

4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

4. Metode makan dan kebutuhan kalori di

memberikan diet sesuai kebutuhan

dasarkan pada situasi atau kebutuhan

klien

individu untuk memberikan nutrisi


maksimal

5. Berikan heath education pada ibu

5. Ibu dapat memberikan perawatan

tentang Nutrisi : makanan yang bergizi

maksimal kepada anaknya. Makanan

yaitu 4 sehat 5 sempurna, hindarkan

bergizi dan air putih yang banyak dapat

anak dari snack dan es, beri minum air

membantu mengencerkan lendir dan

putih yang banyak

dahak.

6. Menjauhkan dari bayi lain.

6. Tidak terjadi penularan penyakit

7. Menjauhkan bayi dari keluarga yang

7. Tidak terjadi pemaparan ulang yang

sakit

menyebabkan bayi tidak segera sembuh

4. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan.


Tujuan: nyeri teratasi/ berkurang
Kriteria hasil: Nyeri berkurang skala 1-2
Intervensi:
Intervensi

Rasional

Mandiri

30

1. Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya 1. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor
(dengan skala 0-10), faktor yang
yang berhubungan merupakan suatu hal
memperburuk atau meredakan nyeri,
yang amat penting untuk memilih
lokasi, lama, dan karakteristiknya
intervensi yang cocok dan untuk
mengevaluasi keefektifan dari terapi
yang diberikan

2. Anjurkan klien untuk menghindari


alergen atau iritan terhadap debu,
bahan kimia, asap rokok, dan
mengistirahatkan atau meminimalkan
bicara bila suara serak.

2. Mengurangi
penyakit

bertambah

beratnya

3. Anjurkan untuk melakukan kumur air


3. Peningkatan sirkulasi pada daerah
hangat
tenggorokan serta mengurangi nyeri
tenggorokan.

Kolaborasi :
4. Berikan obat sesuai indikasi

4. Kortikosteroid
digunakan
untuk
mencegah reaksi alergi atau menghambat
pengeluaran histamin dalam inflamasi
pernafasan. Analgesik untuk mengurangi
nyeri.

5. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan berhubungan dengan


kurangnya informasi.
Tujuan: pengetahuan tentang penatalaksanaan penyakit bertambah.
Kriteria hasil: klien/ keluarga tidak lagi bertanya-tanya tentang kondisi
klien.

31

Intervensi:
Intervensi
Mandiri :
1. Batasi pengunjung sesuai indikasi

Rasional
1. Menurunkan potensi terpajan pada
penyakit infeksius
2. Menurunkan konsumsi atau kebutuhan
keseimbangan oksigen dan memperbaiki
pertahanan klien terhadap infeksi,
meningkatkan penyembuhan.

2. Jaga keseimbangan antara istirahat


dan aktifitas

3. Mencegah penyebaran patogen melalui


cairan

4. Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan


umum dan menurunkan tahanan terhada
infeksi
3. Tutup mulut dan hidung jika hendak
bersin.
5. Dapat diberikan untuk organisme usus
yang teridentifikasi dengan kultur dan
sensitifitas atau diberikan secara
profilaktik

4. Tingkatkan daya tahan tubuh,


terutama anak dibawah usis 2 tahun,
lansia, dan penderita penyakit kronis.
Konsumsi vitamin C, A dan mineral
seng atau antioksidan jika kondisi
tubuh menurun atau asupan makanan
berkurang

Kolaborasi :
5. Pemberian obat sesuai hasil kultur
32

D. IMPLEMENTASI
Implementasi

adalah

pengolahan

dan perwujudan dari

rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 2005).


Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri, saling
ketergantungan/ kolaborasi, dan tindakan rujukan/ ketergantungan.
E. EVALUASI
Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada tahap
ini perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat
berhasil atau gagal. (Alfaro-LeFevre, 2004).

33

34

Anda mungkin juga menyukai