Anda di halaman 1dari 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan


merupakan mata pelajaran yang memfokus kan pada pembentukan warga negara yang me
mahami dan mampu melaksanakan hak-hak d an kewajibannya untuk menjadi warga Nega
ra Indonesia yang cerdas, terampil dan b erkarakter yang diamanatkan oleh Pancas
ila dan UUD 1945. Perkembangan kehidupan kenegaraan Indonesia mengalami perubaha
n yang sangat besar terutama berkaitan de ngan gerakan reformasi, serta perubaha
n Undang-undang termasuk amandemen UUD 194 5 serta Tap MPR NO.XVIII/MPR/1998, ya
ng menetapkan mengembalikan kedudukan Panca sila pada kedudukan semula, sebagai
dasar filsafat Negara. Hal ini menimbulkan p enafsiran yang bermacam-macam, akib
atnya akhir-akhir ini bangsa Indonesia mengha dapi krisis ideologi. Dampak yang
cukup serius atas manipulasi Pancasila oleh para penguasa pada masa lampau. Dewa
sa ini banyak kalangan elit politik serta sebagian masyarakat berang gapan bahwa
Pancasila merupakan label politik Orde Baru sehingga mengembangkan s erta mengk
aji Pancasila dianggap akan mengembalikan kewibawaan Orde Baru. Pandan gan yang
sinis serta upaya melemahkan peranan ideologi Pancasila pada era Reform asi dewa
sa ini akan sangat berakibat fatal bagi bangsa Indonesia yaitu melemahny a keper
cayaan rakyat terhadap ideologi negara yang kemudian pada gilirannya akan mengan
cam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang telah lama dibina, dipel ihara
serta didambakan bangsa Indonesia sejak dahulu. Oleh karena itu, agar kalangan i
ntelektual terutama mahasiswa sebagai calon peng ganti pemimpin bangsa di masa m
endatang memahami makna serta kedudukan Pancasila yang sebenarnya maka harus dil
akukan suatu kajian yang bersifat ilmiah. Berhubu ng banyaknya bahasan yang menc
akup Pancasila maka penulis hanya membahas Pancasi la sebagai Sistem Filsafat da
n Ideologi bangsa Indonesia. 1.2. Tujuan Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegara
an bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Berpikir
secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarg anegaraan 2. Ber
partisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dala
m kegiatan masyarakat, berbangsa , dan bernegara, serta anti-korupsi 3. Berkemba
ng secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasark an karakter-kara
kter maasyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangs a-bangsa lainny
a. 4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara lan g
sung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
.

BAB II PENGANTAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN 2.1. Dasar Pemikiran dan Landasan Hu


kum Pendidikan Kewarganegaraan Pada hakikatnya pendidikan adalah upaya sadar dar
i suatu masyarakat dan pemerintah suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup
dan kehidupan generasi penerusnya, selaku warga masyarakat, bangsa dan negara,
secara berguna (berkait an dengan kemampuan spiritual) dan bermakna (berkaitan d
engan kemampuan kognitif dan psikomotorik) serta mampu mengantisipasi hari depan
mereka yang senantiasa berubah dan selalu terkait dengan konteks dinamika buday
a, bangsa, negara dan hu bungan internasionalnya. Pendidikan tinggi tidak dapat
mengabaikan realita kehid upan yang mengglobal yang digambarkan sebagai perubaha
n kehidupan yang penuh den gan paradoksal dan ketakterdugaan. Wawasan Pengembang
an Pendidikan Tinggi di Indonesia ke masa depan yang h endak dicapai, adalah: 1.
Proses pembelajaran di Perguruan Tinggi Indonesia menyerap konsep pendid ikan i
nternasional yang cenderung semakin: manusiawi, religius, demokratis, dan prakti
s. 2. Menyepakati dan melaksanakan hakikat pendidikan yang berwujud empat pila r
pendidikan yaitu: (1) learning to be, (2) learning to know, (3) learning to do
(4) learning to live together. 3. Pendidikan Tinggi mempunyai fungsi untuk pembe
ntukan sosok lulusan yang utuh dan lengkap ditinjau dari segi kemampuan, keteram
pilan dan kematangan, sert a kesiapan pribadi. Pendidikan IPTEK di Perguruan Tin
ggi Indonesia (termasuk Politeknik) dirancang d alam kurikulum suatu bidang stud
i sesuai dengan disiplin ilmu yang diasuh. Isi k urikulum yang dimaksud perlu di
bekali dengan dasar-dasar sikap, prilaku dan kepr ibadian peserta didik untuk me
nyempurnakan pengetahuan, keterampilan, serta damp ak turunan dari IPTEK dan sen
i yang diperolehnya. Pembekalan kepada peserta didik di Indonesia berkenaan deng
an pemupukan nilai-nilai, sikap, dan kepribadian sebagaimana tersebut di atas, d
alam komponen kurikulum Perguruan Tinggi diandalkan diantaranya pada Pendidikan
Kewarganegara an (PKn) yang termasuk Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK)
. Misi kelompo k MKPK di Perguruan Tinggi bertujuan membentuk mahasiswa agar mam
pu mewujudkan nilai dasar agama dan kebudayaan serta kesadaran berbangsa dan ber
negara dalam menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang dikuasainya de
ngan rasa tan ggung jawab kemanusiaan. Landasan hukum (Yuridis Formal) kewajiban
adanya Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi, didasarkan p
ada: 1. Pembukaan UUD 1945, Alinea II dan IV; 2. Batang Tubuh UUD 1945 Pasal 27,
Pasal 30, Pasal 31; 3. Undang-undang No. 20/1982, dirubah dengan UU No. 1/1988
Tentang Ketentua n-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara RI (baca Pasal 17,
18,19); UU No. 3/2002 Tentang Pertahanan Negara (baca Pasal 9); 4. UU Tentang S
istem Pendidikan Nasional No. 2/1989, Pasal 39, dirubah deng an UU No. 20/2003,
Pasal 3, Pasal 36 ayat (3), Pasal 37 ayat (2); 5. Peraturan Pemerintah No. 19 ta
hun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 9; 6. Keputusan Menteri Pend
idikan Nasional RI, No. 232/U/2000 dan 045/U/2002, Tentang Pedoman Penyusunan Ku
rikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa; 7. Keputusan Di
rektur Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidik an Nasional RI, No. 38/Dikt
i/Kep/2002, yang disempurnakan dengan Nomor : 43/Dikti/Kep/2006, Tentang Rambu-r
ambu Pelaksanaan Mata Kuliah

Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. 2.2 Kompetensi Yang Diharapkan Dal


am penjelasan pasal 39 Undang-undang No. 2/1989, disebutkan bahwaPendi dikan Kewa
rganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan penge tahuan da
n kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara se
rta pendidikan pendahuluan bela negara (PPBN) agar menjadi warga negara yang dap
at diandalkan oleh bangsa dan negara, sedangkan menurut penjelasan pasal 37 Undan
g-undang No.20/2003, Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membe ntuk pes
erta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Ko
mpetensi lulusan Pendidikan Kewarganegaraan adalah seperangkat tindaka n cerdas
penuh tanggung jawab seorang warga negara dalam berhubungan dengan nega ra, dan
memecahkan berbagai masalah hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan
menerapkan konsepsi falsafah bangsa., wawasan kebangsaan, dan ketahanan nasional
. Sifat cerdas yang dimaksud tampak pada kemahiran, ketepatan dan keberh asilan
bertindak, sedangkan sifat penuh tanggung jawab diperlihatkan sebagai keb enaran
tindakana ditilik dari nilai iptek, etika maupun kepatutan ajaran agama d an bu
daya. Pendidikan Kewarganegaraan diarahkan pada penguasaan kemampuan berpik ir,
bersikap rasional dan dinamis, berpandangan luas sebagai manusia intelektual , d
engan penekanan: 1. Mengantarkan peserta didik memiliki wawasan kesadaran berneg
ara untuk be la negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku untuk ci
nta tanah air Indonesia; 2. Menumbuhkembangkan wawasan kebangsaan, kesadaran ber
bangsa dan bernegara sehingga terbentuk daya tangkal sebagai ketahanan nasional;
3. Menumbuhkembangkan peserta didik untuk mempunyai pola sikap dan pola pik ir
yang komprehensif, integral pada aspek kehidupan nasional.
BAB III PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

3.1. Pengertian Filsafat Secara etimologis istilah filsafat berasal dari bahasa Yu
nani philer yan g artinya cinta dan sophos yang artinya hikmah atau kebijaksanaan at
dom (Nas 973).Jadi secara harfiah istilah filsafat mengandung makna cinta kebijak
sanaan. Filsafat dapat dikelompokan menjadi dua macam sebagai berikut: Pertama:
Filsafat sebagai produk yang mencakup pengertian. 1. Filsafat sebagai jenis peng
etahuan,ilmu,konsep,pemikiran-pemikiran dari para filsuf pada zaman dahulu yang
lazimnya merupakan suatu aliran atau sistem filsafat tertentu. 2. Filsafat sebag
ai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagai hasi l dari aktifitas
berfilsafat. Kedua: Filsafat sebagai suatu proses yang dalam hal ini filsafat d
iartikan dalam bentuk suatu aktifitas berfilsafat,dalam proses suatu pemecahan p
ermasalahan de ngan menggunakan suatu cara atau metode tertentu yang sesuai deng
an objeknya. Adapun cabang-cabang filsafat yang pokok adalah sebagai berikut: 1.
Metafisika, yang membahas tentang hal-hal yang bereksistensi di balik fisis, ya
ng meliputi bidang ontologi, kosmologi dan antropologi.

2. Epistemologi, yang berkaitan dengan persoalan hakikat pengetahuan 3. Metodolo


gi, yang berkaitan dengan persoalan hakikat metode dalam ilmu pengetahuan. 4. Lo
gika, yang berkaitan dangan persoalan filsafat berfikir, yaitu rumus-rumus dan d
alil-dalil berfikir yang benar. 5. Etika, yang berkaitan dengan moralitas,tingka
h laku manusia. 6. Estetika, yang berkaitan dengan persoalan hakikat keindahan.
3.2. Rumusan Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem Pancasila yang te
rdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan suatu sistem filsafat. Pengertian
sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang sali ng berhubungan, saling bek
erja sama untuk suatu tujuan tertentu dan secara kesel uruhan merupakan suatu ke
satuan yang utuh.Pancasila yang terdiri atas bagian-bag ian yaitu sila-sila Panc
asila setiap sila pada hakikatnya merupakan suatu asas s endiri, fungsi sendirisendiri, namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatua n yang sistematis. 3.2
.1 Susunan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang Bersifat Organis Pancasila merupaka
n satu kesatuan yang majemuk tunggal. Konsekuensinya setiap sila tidak dapat ber
diri sendiri terlepas dari sila-sila lainnya serta diantara sila satu dan yang l
ainnya tidak saling bertentangan. Kesatuan sila-sila Pancasila yang bersifat org
anis tersebut pada hakik atnya secara filosofis bersumber pada hakikat dasar ont
ologis manusia sebagai pe ndukung dari inti,isi dari sila-sila Pancasila yaitu h
akikat manusia monopluralis yang memiliki unsur-unsur,susunan kodrat jasmani rohani,
sifat kodrat individu-makhl uk sosial, dan kedudukan kodrat sebagai pribadi berdiri
sendiri makhluk Tuhan yang Maha Esa. 3.2.2 Susunan Pancasila yang Bersifat Hier
arkhis dan Berbentuk Piramidal Susunan Pancasila adalah hierarkhis dan berbentuk
Piramidal.Pengertian matematis piramidal digunakan untuk menggambarkan hubungan
hierarkhi sila-sila Pancasila dalam urut-urutan luas (kwantitas) dan juga dalam
hal isi sifatnya (kw alitas). Kalau dilihat dari intinya urut-urutan lima sila
menunjukan suatu rangk aian tingkat dalam luasnya dan isi sifatnya merupakan pen
gkhususan dari sila-sil a di mukanya. Jika urut-urutan lima sila dianggap mempun
yai maksud demikian maka dia ntara lima sila ada hubungan yang mengikat yang sat
u kepada yang lainnya sehingg a Pancasila merupakan suatu keseluruhan yang bulat
.Andai kata urut-urutan itu di pandang sebagai tidak mutlak maka diantara satu s
ila dengan sila yang lainnya ti dak ada sangkut pautnya,maka Pancasila itu menja
di terpecah-pecah, Oleh karena i tu, tidak dapat dipergunakan sebagai asas keroh
anian negara. Setiap sila dapat d iartikan dalam bermacam-macam maksud, sehingga
sebenarnya sama saja dengan tidak ada Pancasila. Kesatuan sila-sila Pancasila y
ang memiliki susunan hierarkhis piramida l ini maka sila Ketuhanan yang Maha Esa
menjadi basis dari sila kemanusiaaan ya ng adil dan beradab, persatuan Indonesi
a, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat k ebijaksanaan dalam permusyawaratan/per
wakilan dan keadilan sosial bagi seluruh r akyat Indonesia, sebaliknya ketuhanan
yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkem anusiaan, berpersatuan, berkerakyata
n serta berkeadilan sosial sehingga di dalam setiap sila senantiasa terkandung s
ila-sila lainnya. 3.2.3 Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang Salin
g Mengisi dan saling Mengkualifikasi Kesatuan sila-sila Pancasila yang Majemuk Tu
nggal, hierarkis Piramidal juga memiliki sikap saling mengisi dan saling mengkualif
ikasi. Hal ini dimaksudkan ba hwa dalam setiap sila terkandung nilai keempat sil
a lainnya, atau dengan kata la in perkataan dalam setiap sila senantiasa dikuali
fikasi oleh keempat sila lainny a.

3.3 Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat Secara filosofis
Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memili ki dasar ontologis, dasa
r epistemologis dan dasar aksiologis sendiri yang berbed a dengan sistem filsafa
t yang lainnya misalnya matrealisme, liberalisme, pragmat isme, komunisme, ideal
isme dan lain paham filsafat di dunia. 3.3.1 Dasar Antropologis Sila-sila Pancas
ila Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia yang memiliki h aki
kat untuk monopluralis. Oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebaga i
dasar antropologis. Jikalau kita pahaami dari segi filsafat negara bahwa Panca s
ila adalah dasar filsafat negara, adapun pendukung pokok negara adalah rakyat d
an unsur rakyat adalah manusia itu sendiri, sehingga tepatlah jikalau dalam fils
afat Pancasila bahwa hakikat dasar antropologis sila-sila Pancasila adalah manu
s ia.
3.3.2 Dasar Epistemologis Sila-sila Pancasila Sebagai suatu ideologi maka Pancas
ila memiliki tiga unsur pokok agar dap at menarik loyalitas dari pendukungnya ya
itu : 1) logos yaitu rasionalitas atau penalarannya, 2) pathos yaitu penghayatan
nya dan 3) ethos yaitu kesusilaanya (Wi bisono, 1996:3). Sebagai suatu sistem fi
lsafat serta ideologi maka Pancasila har us memilki unsur rasional terutama dala
m kedudukannya sebagai suatu sistem penge tahuan. Dasar epistemologis Pancasila
pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan den gan dasar ontologisnya. Pancasila seb
agai suatu ideologi bersumber pada nilai-ni lai dasarnya yaitu filsafat Pancasil
a (Soeryanto, 1991:50). Oleh karena itu dasa r epistemologis Pancasila tidak dap
at dipisahkan dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia. Kalau manusia meru
pakan basis ontologis dari Pancasila, maka de ngan demikian mempunyai implikasi
terhadap bangunan epistemologi, yaitu bangunan epistemologi yang ditempatkan dal
am bangunan filsafat manusia (Pranarka, 1996:3 2). Terdapat tiga persoalan yang
mendasar dalam epistemologi yaitu pertama t entang sumber pengetahuan manusia, k
edua tentang teori kebenaran pengetahuan man usia, ketiga tentang watak pengetah
uan manusia (Titus, 1984 : 20). 3.3.3. Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila Sila
-sila sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki satu kesatuan dasa r aksiologi
snya sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakika tnya juga
merupakan suatu kesatuan. Terdapat berbagai macam teori tentang nilai dan hal in
i sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandangnya masing-masin g dalam m
enentukan tentang pengertian nilai dan hierarkinya. Max Sscheler mengemukakan ba
hwa nilai yang ada tidak sama luhurnya dan t idak sama tingginya. Nilai-nilai it
u dalam kenyataanya ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah bilamana dib
andingkan satu dengan lainnya. Menurut tinggi rendahnya nilai dapat digolongkan
menjadi empat tingkatan sebagai berikut : 1) Nilai-nilai kenikmatan, nilai-nilai
ini berkaitan dengan indra manusia sesuatu y ang mengenakkan dan tidak mengenak
kan dalam kaitannya dengan indra manusia (die Wertreidhe des Angenehmen und Unan
gehmen), yang menyebabkan manusia senang atau menderita atau tidak enak. 2) Nila
i-nilai kehidupan, yaitu dalam tingkatan ini t erdapatlah nilai-nilai yang penti
ng bagi kehidupan manusia, misalnya kesegaran j asmani, kesehatan, serta kesejah
teraan umum. 3) Nilai-nilai kejiwaan, dalam ting katan ini terdapat nilai-nilai
kejiwaan yang sama sekali tidak tergantung dari k eadaan jasmani ataupun lingkun
gan. Nilai-nilai semacam ini antara lain nilai kei ndahan, kebenaran, dan penget
ahuan murni yang dicapai dalam filsafat. 4) Nilai-n ilai kerokhanian, yaitu dala
m tingkatan ini terdapatlah modalitas nilai dari yan g suci (Wer Modalitat der H
eiligen und Unbeilingen). Nilai-nilai semacam itu ter utama terdiri dari nilai-n
ilai pribadi (Driyarkara, 1978). Nilai-nilai Pancasila sebagai Suatu Sistem

Isi arti sila-sila Pancasila pada hakikatnya dapat dibedakan atas hakika t Panca
sila yang umum universal yang merupakan substansi sila-sila Pancasila, se bagai
pedoman pelaksanaan dan pennyelenggaraan negara yaitu sebagai dasar negara yang
bersifat umum kolektif serta realisasi pengamalan Pancasila yang bersifat khusus
dan kongkrit. Hakikat Pancasila adalah merupakan nilai, adapun sebagai pe doman
negara adalah merupakan norma adapun aktualisasi atau pengamalannya adalah meru
pakan realisasi kongkrit Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung dalam sila satu
sampai dengan lima merupakan cita-cita harapan, dan dambaan bangsa Indonesia yan
g akan diwujudkannya dalam k ehidupannya. Pada hakikatnya Pancasila itu merupaka
n suatu sistem nilai, dalam a rtian bahwa bagian-bagian atau sila-silanya saling
berhubungan secara erat sehin gga membentuk suatu struktur yang menyeluruh. Nil
ai-nilai yang terkandung dalam Pancasila termasuk nilai kerohanian ya ng terting
gi adapun nilai-nilai tersebut berturut-turut nilai ketuhanan adalah t ermasuk n
ilai yang tertinggi karena nilai ketuhanan adalah bersifat mutlak. Sila kemanusi
aan, adalah sebagai pengkhususan nilai ketuhanan karena manusia adalah makhluk T
uhan Yang Maha Esa sedangkan manusia adalah sebagai makhluk Tuhan. Nila i ketuha
nan dan nilai kemanusiaan dilihat dari tingkatannya adalah lebih tinggi dari pad
a nilai-nilai kenegaraan yang terkandung dalam ketiga sila lainnya yaitu sila pe
rsatuan, sila kerakyatan dan sila keadilan. Adapun nilai-nilai kenegaraa n yang
terkandung dalam ketiga sila tersebut berturut-turut memiliki tingkatan y ang le
bih tinggi daripada nilai kerakyatan dan nilai keadilan sosial karena pers atuan
merupakan adalah merupakan syarat mutlak adanya rakyat dan terwujudnya kea dila
n. Berikutnya nilai kerakyatan yang didasari nilai Ketuhanan, kemanusiaan da n n
ilai persatuan lebih tinggi dan mendasari nilai keadilan sosial karena keraky at
an adalah sebagai sarana terwujudnya suatu keadilan sosial, barulah kemudian n i
lai keadilan sosial adalah sebagai tujuan dari keempat sial lainnya. Meskipun n
ilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila berbeda-beda dan memiliki t
ingkatan serta luas yang berbeda-beda pula namun keseluruhan nilai tersebut mer
u pakan suatu kesatuan dan tidak saling bertentangan. 3.4. Pancasila sebagai Nil
ai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia 3.4.1 Dasar Filos
ofis Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sist em
atis, fundamental dan menyeluruh. Maka sila-sila Pancasila merupakan suatu kes a
tuan yang bulat dan utuh, hierarkhis dan sistematis. Konsekuensinya kelima sila
bukan terpisah-pisah dan memiliki makna sendiri-sendiri, melainkan memiliki ese
nsi serta makna yang utuh. Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik
Indonesia, mengand ung makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan, kem
asyarakatan dan kene garaan harus berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan
, Persatuan, Kerakyat an dan Keadilan. Pemikiran filsafat kenegaraan bertolak da
ri suatu pandanagan ba hwa negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup manus
ia atau organisasi kem asyarakatan, yang merupakan masyarakat hukum (legal socie
ty). Adapun negara yang didirikan oleh manusia itu berdasarkan pada kodrat bahwa
manusia sebagai warga negara sebagai persekutuan hidup adalah berkedudukan kodr
at manusia sebagai makh luk Tuhan Yang Maha Esa (hakikat sila pertama). Negara y
ang merupakan persekutua n hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, pa
da hakikatnya bertujuan u ntuk mewujudkan harkat dan martabat manusia sebagai ma
khluk yang berbudaya atau makhluk yang beradab (hakikat sila kedua). Untuk mewuj
udkan suatu negara sebagai suatu organisasi hidup manusia harus membentuk suatu
ikatan sebagai suatu bangs a (hakikat sila ketiga). Terwujudnya persatuan dalam
suatu negara akan melahirka n rakyat sebagai suatu bangsa yang hidup dalam suatu
wilayah negara tertentu. Ko nsekuensinya dalam hidup kenegaraan itu haruslah me
ndasarkan pada nilai bahwa ra kyat merupakan asal mula kekuasaan negara. Maka ne
gara harus bersifat demokratis , hak serta kekuasaan rakyat harus dijamin, baik
sebagai individu maupun secara bersamaan (hakikat sila keempat). Untuk mewujudka
n tujuan negara sebagai tujuan bersama, maka dalam hidup kenegaraan harus mewuju
dkan jaminan perlindungan bagi

seluruh warga, sehingga untuk mewujudkan tujuan seluruh warganya harus dijamin b
erdasarkan suatu prinsip keadilan yang timbul dalam kehidupan bersama (kehidupa
n sosial) (hakikat sila kelima). Nilai-nilai inilah yang merupakan suatu nilai d
a sar bagi kehidupan kenegaraan, kebangsaan dan kemasyarakatan. 3.4.2 Nilai-nila
i Pancasila sebagai Nilai Fundamental Negara Nilai-nilai Pancasila terkandung da
lam Pembukaan UUD1945 secara yuridis memiliki kedudukan sebagai Pokok Kaidah Neg
ara yang Fundamental.Adapun Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya memuat nilai-nil
ai Pancasila mengandung Empat Pokok P ikiran yang bilamana di dalamnya dianalisi
s makna yang terkandung di dalamnya ad alah derivasi atau penjabaran dari nilainilai Pancasila Pokok Pikiran pertama menyatakan bahwa negara Indonesia adalah n
ega ra persatuan,yaitu negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
dara h Indonesia,mengatasi segala paham golongan maupun perseorangan.Hal ini mer
upaka n penjabaran sila ketiga. Pokok pikiran kedua menyatakan bahwa negara hend
ak mewujudkan suat u keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal in
i negara berkewajib an mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh warga negara.
Mencerdaskan kehidup an bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berd
asarkan perdamaian ab adi dan keadilan sosial. Pokok pikiran ini sebagai penjaba
ran sila kelima. Pokok Pikiran ketiga menyatakan bahwa negara berkedaulatan raky
at. Berda sarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Hal ini menunju
kkan bahwa negara Indonesia adalah negara demokrasi yaitu kedaulatan di tangan r
akyat. Hal ini merupakan penjabaran sila keempat. Pokok Pikiran keempat menyatak
an bahwa , negara berdasarkan atas Ketuhan an yang Maha Esa menurut dasar kemanu
siaan yang adil dan beradab. Hal ini mengan dung arti bahwa negara Indonesia men
jungjung tinggi keberadaban semua agama dala m pergaulan hidup negara. Hal ini m
erupakan penjabaran sila pertama dan kedua. Dalam pengertian seperti inilah maka
sebenarnya dapat disimpulkan bahwa Pancasil a merupakan dasar yang fundamental
bagi negara Indonesia terutama dalam pelaksan aan dan penyelenggaraan negara. 3.
5 Inti Isi Sila-sila Pancasila Nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila ada
lah sebagai berikut. 3.5.1 Sila Ketuhanan Yang Maha Esa Dalam sila Ketuhanan Yan
g Maha Esa terkandung nilai bahwa negara yang di dirikan adalah sebagai pengejaw
antahan tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena itu sega
la hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan peny elenggaraan negara bahkan mora
l negara, moral penyelenggara negara, politik nega ra, pemerintahan negara, huku
m dan peraturan perundang-undangan negara, kebebasa n dan hak asasi warga negara
harus dijiwai nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. 3.5.2 Sila Kemanusiaan yang
Adil dan Beradab Dalam sila kemanusiaan terkandung nilai-nilai bahwa negara haru
s menjunj ung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab. O
leh karena itu dalam peraturan perundang-undangan negara harus mewujudkan tercap
ainya tuju an ketinggian harkat dan martabat manusia, terutama hak-hak kodrat ma
nusia sebag ai hak dasar (hak asasi) harus dijamin dalam peratuiran perundang-un
dangan negar a. Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah mengandung nilai suatu
kesadaran sik ap moral dan tingkah laku manusia yang didasarkan pada potensi bud
i nurani manus ia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan pada umumnya
baik terhadap d iri sendiri, terhadap sesama manusia maupun terhadap lingkungann
ya. Nilai kemanu siaan yang beradab adalah perwujudan nilai kemanusiaan sebagai
makhluk yang berb udaya bermoral dan beragama. 3.5.3 Persatuan Indonesia Dalam s
ila ini terkandung nilai bahwa negara adalah sebagai penjelmaan s ifat kodrat ma
nusia monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial . Negara adal
ah suatu persekutuan hidup bersama di antara elemen-elemen yang mem bentuk negar
a yang berupa, suku, ras, kelompok, golongan maupun kelompok agama. Tujuan negar
a dirumuskan untuk melindungi segenap warganya dan seluruh tumpah da rahnya, mem
ajukan kesejahteraan umum (kesejahteraan seluruh warganya) mencerdask an kehidup
an warganya serta dalam kaitannya dengan pergaulan dengan bangsa-bangs

a lain di dunia untuk mewujudkan suatu ketertiban dunia yang berdasarkan perdama
ian abadi dan keadilan sosial. Hal ini terkandung nilai bahwa nasionalisme Indo
nesia adalah nasionalism e religius. Yaitu nasionalisme yang bermoral Ketuhanan
yang Maha Esa, nasionalis me yang humanistik yang menjunjung tinggi harkat dan m
artabat manusia sebagai na khluk Tuhan. 3.5.4. Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hik
mat Kebijaksanaa dalam Permusyawaratan/Perwakilan Nilai filosofis yang terkandun
g di dalamnya adalah bahwa hakikat negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat
manusia sebagai makhluk individu dan makh luk sosial. Hakikat rakyat adalah mer
upakan sekelompok manusia sebagai makhluk T uhan yang Maha Esa yang bersatu yang
bertujuan mewujudkan harkat dan martabat ma nusia dalam suatu wilayah negara. R
akyat adalah subjek pendukung pokok negara. N egara adalah dari oleh dan untuk r
akyat, oleh karena itu rakyat merupakan asal m ula kekuasaan negara. Dalam sila
kerakyatan terkandung nilai demokrasi yang seca ra mutlak harus dilaksanakan dal
am hidup negara, maka nilai-nilai demokrasi yang terkandung dalam sila keempat a
dalah (1) adanya kebebasan yang harus disertai d engan tanggung jawab baik terha
dap masyarakat bangsa maupun secara moral terhada p Tuhan yang Maha Esa. (2) Men
junjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan. (3 ) Menjamin dan memperkokoh pe
rsatuan dan kesatuan dalam hidup bersama. (4) Menga kui atas perbedaan individu,
kelompok, ras, suku, agama, karena perbedaan merupa kan suatu bawaan kodrat man
usia. (5) Mengakui adanya persamaan hak yang melekat pada setiap individu, kelom
pok, ras, suku, maupun agama. (6) Mengarahkan perbeda an dalam suatu kerja sama
kemanusiaan yang beradab. (7) Menjunjung tinggi asas m usyawarah sebagai moral k
emanusiaan yang beradab. (8) Mewujudkan dan mendasarkan suatu keadilan dalam keh
idupan sosial agar tercapainya tujuan bersama. 3.5.5. Keadilan sosial bagi Selur
uh Rakyat Indonesia Dalam sila kelima tersebut terkandung nilai-nilai yang merup
akan tujuan negara sebagai tujuan dalam hidup bersama. Maka di dalam sila kelima
tersebut te rkandung nilai keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan bersama
(kehidupan s osial). Keadilan yang harus terwujud dalam hidup bersama adalah me
liputi (1) kea dilan distributif, yaitu suatu hubungan keadilan antara negara te
rhadap warganya , dalam arti pihak negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam
bentuk keadilan membagi, dalam bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi serta kese
mpatan dalam hid up bersama yang didasarkan atas hak dan kewajiban. (2) keadilan
legal (keadilan bertaat), yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara ter
hadap negara dan dalam masalah ini pihak wargalah yang wajib memenuhi keadilan d
alam bentuk menta ati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara. (3
) keadilan komutat if, yaitu suatu hubungan keadilan antara warga satu dengan la
innya secara timbal balik.
BAB IV

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL 4.1 Pengertian Asal Mula Pancasila Pancasila
sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indone sia, bukan terbe
ntuk secara mendadak serta bukan hanya diciptakan oleh seseorang sebagaimana yan
g terjadi pada ideologi-ideologi lain di dunia, namun terbentukn ya Pancasila me
lalui prose yang cukup panjang dalam sejarah bangsa Indonesia. 4.1.1. Asal Mula
yang Langsung Secara ilmiah filsafati dibedakan atas empat macam yaitu: Kausa Ma
terial is, Kausa Effisien, dan Kausa Finalis (Bagus, 1991 : 158). Adapun rincian
asal m ula langsung Pancasila menurut Notonagoro adalah sebagi berikut: (a) Asa
l mula bahan (Kausa Materialis) Asal bahan Pancasila adalah pada bangsa Indonesi
a sendiri yang terdapat dalam ke pribadian dan pandangan hidup. (b) Asal mula be
ntuk (Kausa Formalis) Asal mula bentuk Pancasila adalah Ir. Soekarno bersama-sam
a Drs. Moh. Hatta sert a anggota BPUPKI lainnya merumuskan dan membahas Pancasil
a terutama dalam hal be ntuk, rumusan serta nama Pancasila. (c) Asal mula karya
(Kausa Effisien) Yaitu PPKI sebagai pembentuk negara dan atas kuasa pembentuk ne
gara yang mengesa hkan Pancasila menjadi dasar negara yang sah, setelah dilakuka
n pembahasan baik dalam sidang-sidang BPUPKI, Panitia Sembilan. (d) Asal mula tu
juan (Kausa Finalis) Tujuan perumusan Pancasila adalah untuk dijadikan sebagai d
asar negara yang diba has dalam sidang-sidang para pendiri negara, yang mana par
a pendiri negara terse but berfungsi sebagai kausa sambungan karena yang merumus
kan dasar filsafat nega ra. 4.1.2. Asal Mula yang Tidak Langsung Secara kausalit
as asal mula yang tidak langsung Pancasila adalah asal mu la sebelum proklamsai
kemerdekaan.Berarti bahwa asal mula nilai-nilai Pancasila yang terdapat dalam ad
at-istiadat,dalam kebudayaan serta dalam nilai-nilai agama bangsa Indonesia, seh
ingga dengan demikian asal mula tidak langsung Pancasila a dalah terdapat pada k
epribadian serta dalam pandangan hidup sehari-hari bangsa I ndonesia. 4.1.3. Ban
gsa Indonesia ber-Pancasila dalam Tri Prakara Pada hakikatnya bangsa Indonesia ber
-Pancasila dalam tiga asas atau Tr i Prakara yang rinciannya adalah sebagai beriku
t: Pertama : Bahwa unsur-unsur Pancasila sebelum disahkan menjadi dasar filsafat
ne gara secara yuridis sudah dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai asas-asas d
alam adat-istiadat dan kebudayaan dalam arti luas (Pancasila Asas Kebudayaan). K
edua : Demikian juga unsur-unsur Pancasila telah terdapat pada bangsa Ind onesia
sebagai asas-asas dalam agama-agama (nilai-nilai religius) (Pancasila Asa s Rel
igius). Ketiga : Unsur-unsur tadi kemudian diolah, dibahas dan dirumuskan secara
saksa ma oleh para pendiri negara dalam sidang-sidang BPUPKI, Panitia Sembilan. S
etelah bangsa Indonesia merdeka rumusan Pancasila calon dasar negara tersebut ke
mudian disahkan oleh PPKI sebagai Dasar Filsafat Negara Indonesia dan terwujudla
h panca sila sebagai asas kenegaraan (Pancasila asas kenegaraan). 4.2 Kedudukan
dan Fungsi Pancasila Dari berbagai macam kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai
titik sentral pembahasan adalah kedudukan dan fungsi pancasila sebagai dasar neg
ara Republik Indonesia, hal ini sesuai dengan kausa finalis Pancasila yang dirum
uskan oleh pe mbentuk negara pada hakikatnya adalah sebagai dasar negara Republi
k Indonesia. N amun hendaklah dipahami bahwa asal mula Pancasila sebagai dasar n
egara Republik Indonesia, adalah digali dari unsur-unsur yang berupa nilai-nilai
yang terdapat pada bangsa Indonesia sendiri yang berupa pandangan hidup bangsa
Indonesia. Oleh karena itu dari berbagai macam kedudukan dan fungsi Pancasila da
pat dikembalika n pada dua macam kedudukan dan fungsi Pancasila yang pokok yaitu
sebagai Dasar N

egara Republik Indonesia dan sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. 4.2.1. Pa
ncasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Bangsa Indonesia dalam hidup bernegara te
lah memiliki suatu pandangan hi dup bersama yang bersumber pada akar budayanya d
an nilai-nilai religiusnya. Panc asila sebagai pandangan hidup bangsa terkandung
di dalamnya konsepsi dasar menge nai kehidupan yang dicita-citakan, terkandung
dasar pikiran terdalam dan gagasan mengenai wujud kehidupan yang yang dianggap b
aik. Pandangan hidup Pancasila bag i bangsa Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika
harus merupakan asas pemersatu bang sa sehingga tidak boleh mematikan keanekarag
aman. Sebagai intisari dari nilai budaya masyarakat Indonesia, maka Pancasila me
rupakan cita-cita moral bangsa yang memberikan pedoman dan kekuatan rohaniah b a
gi bangsa untuk berprilaku luhur dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyaraka
t, berbangsa dan bernegara. 4.2.2 Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indone
sia Pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur pemerin tah
an negara atau Pancasila merupakan suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan ne
gara. Pancasila merupakan Sumber dari Segala sumber hukum, Pancasila merupaka n
sumber kaidah hukum negara yang secara konstitusional mengatur negara Republik I
ndonesia beserta seluruh unsur-unsurnya yaitu rakyat, wilayah, serta pemerinta h
an negara. Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang
mel iputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum, sehingga merupakan suatu sumbe
r ni lai, norma serta kaidah, baik moral maupun hukum negara, dan menguasai yang
tida k tertulis atau convensi. Dalam kedudukannya sebagai dasar negara, Pancasi
la mem punyai kekuatan mengikat secara hukum. Kedudukan Pancasila sebagai dasar
negara dapat dirinci sebagai berikut : a) Pancasila sebagai dasar negara adalah
merupakan sumber dari segala sumbe r hukum (sumber tertib hukum) Indonesia. Deng
an demikian Pancasila merupakan asa s kerohanian tertib hukum Indonesia yang dal
am Pembukaan UUD 1945 dijelmakan leb ih lanjut ke dalam empat pokok pikiran. b)
Meliputi suasana kebatinan (Geistlichenhintergrund) dari UUD 1945. c) Mewujudkan
cita-cita hukum bagi hukum dasar negara (baik hukum dasar ter tulis maupun tida
k tertulis) d) Mengandung norma yang mengharuskan UUD mengandung isi yang mewaji
bkan pe merintah dan lain-lain penyelenggara negara (termasuk para penyelenggara
partai dan golongan fungsional) memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhu
r. e) Merupakan sumber semangat bagi UUD 1945, bagi penyelenggara negara, para p
elaksana pemerintahan (juga para penyelenggara partai dan golongan fungsional) .
Dengan semangat yang bersumber pada asas kerohanian negara sebagai pandangan h
idup bangsa, maka dinamika masyarakat dan negara akan tetap diliputi dan diarahk
an asas kerohanian negara. 4.2.3. Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara
Indonesia Pancasila bukan hasil pemikiran dari seseorang atau sekelompok orang,
na mun Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat-istiadat, nilai-nilai kebudayaan
se rta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia
sebe lum membentuk negara. Dengan demikian Pancasila sebagai ideologi bangsa dan
nega ra Indonesia berakar pada pandangan hidup dan budaya bangsa, dan bukannya
mengan gkat atau mengambil ideologi dari bangsa lain. Pancasila berasal dari nil
ai-nila i yang dimiliki oleh bangsa sehingga Pancasila pada hakikatnya untuk sel
uruh lap isan serta unsur-unsur bangsa secara komperhensif. Oleh karena ciri kha
s Pancasi la itu maka memiliki kesesuaian dengan bangsa Indonesia. a. Pengertian
Ideologi Istilah ideologi bersal dari kata idea yang berarti gagasan, konsep, peng
er tian dasar , cita-cita dan logos yang berarti ilmu. Kata idea berasal dari kata bah
Yunani eidos yang artinya bentuk. Di samping itu ada kata idein yang artinya melihat
a secara harafiah, ideologi berarti ilmu pengertian-pengertian dasar. Dalam pen
gertian sehari-hari, idea disamakan artinya dengan cita-cita. Cita-cita yang dimaksu
d adalah cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai, sehingga cita-cita y
a ng bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar, pandangan atau faham. Pada ha
ki katnya, antara dasar dan cita-cita itu sebenarnya dapat merupakan satu kesatu
an.

Dasar ditetapkan karena atas suatu landasan, asas atau dasar yang telah ditetap
kan pula. Dengan demikian ideologi mencakup pengertian tentang idea-idea, penger
tian dasar, gagasan dan cita-cita. Pengertian ideologi secara umum dapat dikataka
n sebagai kumpulan gagasan-g agasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan, kepercayaan-k
epercayaan, yang menyeluruh d an sistematis yang menyangkut: a. Bidang politik (
termasuk di dalamnya bidang pertahanan dan keamanan) b. Bidang sosial c. Bidang
kebudayaan d. Bidang keagamaan (Soejono Soemargono, Ideologi Pancasila sebagai P
enjelm aan Filsafat Pancasila dan pelaksanaanya dalam masyarakat Kita Dewasa ini
, suatu makalah diskusi dosen Fakultas Filsafat, hal 8). b. Ideologi Terbuka dan
Ideologi Tertutup Ideologi sebagai suatu sistem pemikiran (system of thought),
maka ideolo gi terbuka itu merupakan suatu sistem pemikiran terbuka. Sedangkan i
deologi tert utup itu merupakan suatu sistem pemikiran tertutup. Suatu ideologi
tertutup dapa t dikenali dari beberapa ciri khas. Ideologi itu bukan cita-cita y
ang sudah hidu p dalam masyarakat, melainkan merupakan cita-cita satu kelompok o
rang yang menda sari suatu program untuk mengubah dan membaharui masyarakat. Den
gan demikian ada lah menjadi ciri ideologi tertutup bahwa atas nama ideologi dib
enarkan pengorban an-pengorbanan yang dibebankan kepada masyarakat. Demi ideolog
i masyarakat harus berkorban, dan kesediaan untuk menilai kepercayaan ideologis
para warga masyara kat serta kesetiaannya masing-masing sebagai warga masyarakat
. Isi dari ideologi tertutup bukan hanya berupa nilai-nilai dan cita-cita terten
tu, melainkan intinya terdiri dari tuntutan-tuntutan konkret dan operasion al ya
ng keras, yang diajukan dengan mutlak. Jadi ciri khas ideologi tertutup ada lah
bahwa betapapun besarnya perbedaan antara tuntutan berbagai ideologi yang me mun
gkinkan hidup dalam masyarakat itu, akan selalu ada tuntutan mutlak bahwa ora ng
harus taat terhadap ideologi tersebut. Hal itu juga berarti orang harus taat te
rhadap elite yang mengembannya, taat terhadap tuntutan ideologis dan tuntutan ke
taatan itu mutlak dari nuraninya, tanggung jawabnya atas hak-hak asasinya. Kek u
asaannya selalu condong ke arah total, jadi bersifat totaliter dan akan menyang
kut segala segi kehidupan. Yang berlaku bagi ideologi tertutup, tidak berlaku ba
gi ideologi terbuka . Ciri khas ideologi terbuka adalah bahwa nilai-nilai dan ci
ta-citanya tidak dip aksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari harta
kekayaan rohani, mora l dan budaya masyarakat itu sendiri. Dasarnya bukan keyaki
nan ideologis sekelomp ok orang, melainkan hasil musyawarah dan konsensus dari m
asyarakat tersebut. Ide ologi terbuka tidak diciptakan oleh negara, melainkan di
gali dan ditemukan dalam masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, ideologi terbu
ka adalah milik seluruh rakyat, dan masyarakat dalam menemukan dirinya, kepribadian
nya di dalam ideologi ter sebut. c. Ideologi Partikular dan Ideologi Komprehensif
Dari segi sosiologis pengetahuan mengenai ideologi dikembangkan oleh Kar l Mann
heim yang beraliran Marx. Mannheim membedakan dua macam kategori ideologi secara
sosiologis, yaitu ideologi yang bersifat partikular dan ideologi yang ber sifat
komprehensif. Kategori pertama diartikan sebagai suatu keyakinan-keyakinan yang
tersusun secara sistematis dan terkait erat dengan kepentingan suatu kelas sosi
al tertentu dalam masyarakat (Mahendra, 1999). Berdasarkan tipologi ideolog i me
nurut Mannheim inilah maka ideologi komunis yang membela kelas proletar dan ideo
logi liberalis yang memperjuangkan hanya kebebasan individu saja termasuk ti pe
ideologi partikular. Kategori kedua diartikan sebagai suatu sistem pemikiran men
yeluruh mengenai semua aspek kehidupan sosial. Ideologi dalam kategori kedua ini
bercita-cita melakukan transformasi sosial secara besar-besran menuju bentuk te
rtentu. Menurut Mannheim ideologi kategori kedua ini tetap berada dalam batas an
-batasan yang realistis dan berbeda dengan ideologi utopia yang hanya berisi gag a
san-gagasan besar namun hampir tidak mungkin dapat ditrasnsformasikan dalam keh
idupan praktis. d. Hubungan antara Filsafat dan Ideologi Filsafat sebagai pandan
gan hidup pada hakikatnya merupakan sistem nilai

yang secara epistemologis kebenarannya telah diyakini sehingga dijadikan dasar a


tau pedoman bagi manusia dalam memandang realitas alam semesta, manusia, masyar
a kat, bangsa dan negara, tentang makna hidup serta sebagai dasar dan pedoman ba
gi manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan.
Fi lsafat telah beralih dan menjelma menjadi ideologi(Roeslan Abdukgani, 1986).
Ideologi dapat dikatakan sebagai konsep operasionalisasi dari suatu pan dangan a
tau filsafat hidup dan merupakan norma ideal yang melandasi ideologi, ka rena no
rma itu akan dituangkan dalam perilaku, juga dalam kelembagaan sosial, po litik,
ekonomi, pertahanan keamanan dan sebagainya. Jadi filsafat sebagai dan su mber
bagi perumusan ideologi yang timbul didalam kehidupan bangsa dan negara, te rmas
uk di dalamnya menentukan sudut pandang dan sikap dalam menghadapi berbagai alir
an atau sistem filsafat yang lain. Makna Ideologi bagi Bangsa dan Negara Komplek
s pengetahuan yang berupa ide-ide,pemikiran-pemikiran,gagasan-gag asan,harapan s
erta cita-cita merupakan suatu nilai yang dianggap benar dan memil iki derajat y
ang tinggi dalam negara.Hal ini merupakan suatu landasan bagi selur uh warga neg
ara untuk memahami alam serta menentukan sikap dasar untuk bertinda k dalam hidu
pnya.Pada hakikatnya ideologi adalah merupakan hasil refleksi manusi a berkat ke
mampuan mengadakan distansi terhadap dunia kehidupannya.Maka terdapat suatu yang
bersifat dialektis antara ideologi dengan masyarakat negara.Di satu pihak membu
at ideologi semakin realistis dan di pihak lain mendorong masyarakat makin mende
kati bentuk ideal. Ideologi mencerminkan cara berpikir masyarakat, ba ngsa maupu
n negara, namun juga membentuk masyarakat menuju cita-citanya. (Poespo wardojo,
1991). Dengan demikian ideologi sangat menentukan eksistensi suatu bangsa dan n
egara. Ideologi membimbing bangsa dan negara untuk mencapai tujuannya melalui be
rbagai realisasi pembangunan. Hal ini disebabkan dalam ideologi terkandung suat
u orientasi praktis. Pancasila sebagai Ideologi yang Reformatif, Dinamis dan Ter
buka Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun be
rsifat reformatif, dinamis dan terbuka. Ideologi Pancasila adalah bersifat ak tu
al, dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan z
aman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi raky a
t. Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar yang
terkandung di dalamnya, namun mengeksplisitkan wawasannya secara lebih kongkrit
, sehingga memiliki kemampuan yang reformatif untuk memecahkan masalah-masalah a
ktual yang senantiasa berkembang seiring dengan aspirasi rakyat, perkembangan i
p tek serta zaman. Berdasarkan pengertian tentang ideologi terbuka, nilai-nilai
yang terkan dung dalam ideologi Pancasila adalah sebagai berikut: Nilai dasar, y
aitu kelima sila Pancasila yang kemudian dijabarkan dalam pasal-pa sal UUD 1945
yang didalamnya terkandung lembaga-lembaga penyelenggaraan negara, hubungan anta
ra lembaga penyelenggara negara, hubungan antara lembaga penyelengg ara negara b
eserta tugas dan wewenangnya. Nilai Instrumental , yaitu merupakan arahan, kebij
akan, strategi, saran serta le mbaga pelaksanaannya, seperti yang dijabarkan dal
am GBHN. Nilai Praksis, yaitu merupakan realisasi nilai-nilai instrumental dalam
suatu re alisasi pengamalan yang bersifat nyata, dalam kehidupan sehari-hari da
lam bermas yarakat, berbangsa dan bernegara. Secara ideologi terbuka, secara str
uktural Pancasila memiliki tiga dimensi yaitu : 1) Dimensi Idealistis, yaitu nil
ai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancas ila yang bersifat sistematis, rasion
al dan menyeluruh, yaitu hakikat nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pan
casila. 2) Dimensi Normatif, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila p
erl u dijabarkan dalam suatu sistem norma, sebagaimana terkandung dalam norma-no
rma kenegaraan. 3) Dimensi Realistis, yaitu suatu ideologi harus mampu mencermin
kan realita

s yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. 4.3. Perbandingan Ideologi Pancasi
la dengan Paham Ideologi Besar lainnya di Dun ia Ideologi Pancasila Nilai-nilai
pancasila berasal dari nilai-nilai pandangan hidup bangsa te lah diyakini kebena
rannya kemudian diangkat oleh bangsa Indonesia sebagai dasar filsafat negara dan
kemudian menjadi ideologi bangsa dan negara. Oleh karena itu , ideologi Pancasi
la ada pada kehidupan bangsa dan terlekat pada kelangsungan hi dup bangsa dalam
rangka bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ideologi Pancasila mendasarkan pa
da haikat sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Dala
m ideologi Pancasila mengakui atas kebe saran dan kemerdekaan individu, namun da
lam hidup bersama juga harus mengakui ha k dan kebebasan orang lain secara bersa
ma sehingga harus mengakui hak-hak masyar akat. Negara Pancasila Bangsa Indonesi
a dalam panggung sejarah berdirinya negara di dunia memil iki suatu ciri khas ya
itu dengan mengangkat nilai-nilai yang telah dimilikinya s ebelum membentuk suat
u negara modern. Nilai-nilai tersebut adalah berupa nilai-n ilai adat-istiadat k
ebudayaan, serta nilai religius yang kemudian dikristalisasi kan menjadi suatu s
istem nilai yang disebut Pancasila. Dalam upayanya untuk memb entuk suatu persek
utuan yang disebut negara maka bangsa Indonesia mendasarkan pa da suatu pandanga
n hidup yang telah dimilikinya yaitu Pancasila. Bangsa ini mend irikan suatu neg
ara berdasarkan Filsafat Pancasila, yaitu suatu Negara Persatuan , Negara Kebang
saan serta Negara yang bersifat Integralistik. 4.3.1. Paham Negara Persatuan Ban
gsa dan negara Indonesia terdiri atas berbagai macam unsur yang membe ntuknya ya
itu suku bangsa, kepulauan, kebudayaan, golongan serta agama yang seca ra keselu
ruhan merupakan suatu kesatuan. Hakikat negara persatuan dalam pengerti an ini a
dalah negara yang merupakan suatu kesatuan dari unsur-unsur yang membent uknya,
yaitu rakyat yang terdiri atas berbagai macam etnis suku bangsa, golongan , kebu
dayaan serta agama. Wilayah, yang terdiri atas beribu-ibu pulau yang sekal igus
juga memiliki sifat dan karakter yang berbeda-beda pula. Oleh karena itu ne gara
persatuan adalah merupakan satu negara, satu rakyat, satu wilayah dan tidak ter
bagi-bagi misalnya seperti negara serikat, satu pemerintahan, satu tertib hu kum
yaitu tertib hukum nasional, satu bahasa serta satu bangsa yaitu Indonesia. Bhi
nneka Tunggal Ika Hakikat makna Bhinneka Tunggal Ika yang memberikan suatu penge
rtian bahw a meskipun bangsa dan negara Indonesia terdiri atas bermaca-macam suk
u bangsa ya ng memiliki adat-istiadat, kebudayaan serta karakter yang berbeda-be
da, memiliki agama yang berbeda-beda dan terdiri atas beribu-ribu kepulauan wila
yah nusantar a Indonesia, namun keseluruhannya adalah merupakan suatu persatuan
yaitu persatu an bangsa dan negara Indonesia. Perbedaan itu adalah merupakan sua
tu bawaan kodr at manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa, namun perbedaan i
tu untuk dipers atukan disintesakan dalam suatu sintesa yang positif dalam suatu
negara kebersam aan, negara persatuan Indonesia (Notonagoro, 1975:106). 4.3.2.
Paham Negara Kebangsaan Dalam upaya untuk merealisasikan harkat dan martabatnya
secara sempurna maka manusia membntuk suatu persekutuan hidup dalam suatu wilaya
h tertentu serta memiliki suatu tujuan tertentu. Dalam pengertian inilah maka ma
nusia membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut sebagai bangsa, dan bangsa
yang hidup dalam suatu wilayah tertentu serta memiliki tujuan tertentu maka peng
ertian ini diseb ut negara. a. Hakikat Bangsa Manusia sebagai makhluk Tuhan pada
hakikatnya memiliki sifat kodrat seba gai makhluk individu dan makhluk sosial.
Suatu bangsa bukanlah merupakan suatu m anifestasi kepentingan individu saja yan
g diikat secara imperatif dengan suatu p

eraturan perundangan-undangan sebagaimana dilakukan oleh negara liberal. Demikia


n juga suatu bangsa bukanlah suatu totalitas kelompok masyarakat yang menenggel
a mkan hak-hak individu sebagimana terjadi pada bangsa sosialis komunistis. b. T
eori Kebangsaan Terdapat berbagai macam teori besar yang digunakan para pendiri
negara I ndonesia untuk mewujudkan suatu bangsa yang memiliki sifat dan karakter
tersendi ri. Teori-teori kebangsaan tersebut adalah sebagai berikut: (1) Teori
Hans Kohn Hans Kohn sebagai seorang ahli antropologi etnis mengemukakan teorinya
t entang bangsa, yang dikatakannya bahwa bangsa yaitu terbentuk karena persamaa
n b ahasa, ras, agama, peradaban, wilayah, negara dan kewarganegaraan. Suatu ban
gsa tumbuh dan berkembang dari anasir-anasir serta akar-akar yang terbentuk mela
lui suatu proses sejarah. (2) Teori Kebangsaan Ernest Renan Menurut Renan pokokpokok pikiran tentang bangsa adalah sebagai berikut: a) Bahwa bangsa adalah suat
u jiwa, suatu asas kerohanian b) Bahwa bangsa adalah suatu solidaritas yang besa
r c) Bangsa adalah suatu hasil sejarah. Oleh karena sejarah berkembang terus mak
a kemudian menurut Renan bahwa: d) Bangsa adalah bukan sesuatu yang abadi. e) Wi
layah dan ras bukanlah suatu penyebab timbulnya bangsa . wilayah membe rikan rua
ng dimana bangsa hidup, sedangkan manusia membentuk jiwanya. Dalam kait an inila
h maka Renan kemudian tiba pada suatu kesimpulan bahwa bangsa adalah sua tu jiwa
, suatu asas kerohanian. (3) Teori Geopolitik oleh Frederich Ratzel Teorinya men
yatakan bahwa negara adalah suatu organisme yang hidup. Nega ra-negara besar men
urut Ratzel memiliki semangat ekspansi, militerisme serta opt imisme, teori ters
ebut mendapat sambutan yang hangat di negara sepperti Jerman, namun dampak buruk
nya dapat menimbulkan semangat kebangsaan yang chauvinistis (P olak, 1960:71). (
4) Negara Kebangsaan Pancasila Prinsip-prinsip nasionalisme Indonesia yang berda
sarkan Pancasila adalah bersifat majemuk tunggal. Adapun unsur-unsur yang membentu
k nasionalisme (bangsa) Indonesia adalah sebagai berikut: (a) Kesatuan Sejarah,
bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang melauli proses seja rah. (b) Kesatuan Nas
ib, yaitu perasaan senasib yang sama selama terjajah dalam waktu yang lebih dari
tiga setengah abad yang kemudian atas Rahmat Yang Maha Kuasa pa da tanggal 17 A
gustus 1945 memperoleh kemerdekaannnya. (c) Kesatuan Kebudayaan, walaupun memili
ki keanekaragaman budaya, tetapi kesemua nya menyatu dan menjadi kebudayaan nasi
onal yang berakar dari kebudayaan tiap-ti ap daerah di Indonesia. (d) Kesatuan W
ilayah, yaitu satu tumpah darah Indonesia. (e) Kesatuan Asas Kerohanian, yaitu m
emiliki kesamaan cita-cita, kesamaan pandan gan dan falsafah hidup yaitu Pancasi
la. 3. Paham Negara Integralistik Paham integralistik memberikan suatu prinsip b
ahwa negara adalah suatu k esatuan integral dari unsur-unsur yang menyusunnya, n
egara mengatasi semua golon gan bagian-bagian yang membentuk negara, negara tida
k memihak pada suatu golonag n betapapun golongan tersebut sebagai golonagn terb
esar. Negara dan bangsa adala h untuk semua unsur yang membentuk kesatuan terseb
ut. Berdasarkan pengertian paham integralistik, terinci pandangan tersebut a dal
ah sebagai berikut: 1) Negara merupakan suatu susunan masyarakat yang integral 2
) Semua golongan bagian, bagian dan anggotanya berhubungan erat satu denga n lai
nnya. 3) Semua golongan, bagian dan anggotanya merupakan persatuan masyarakat ya
n

g organis 4) Yang terpenting dalam kehidupan bersama adalah perhimpunan bangsa s


eluru hnya. 5) Negara tidak memihak kepada sesuatu golongan atau perorangan. 6)
Negara tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat. 7) Negara tidak han
ya untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan sa ja. 8) Negara menjamin
kepentingan manusia seluruhnya sebagai suatu kesatuan in tegral. 9) Negara menja
min keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai suatu kesatu an yang tak dapat d
ipisahkan (Yasmin, 1959). 4. Negara Pancasila adalah Negara Kebangsaan yang Berk
etuhanan Yang Maha Esa. Pancasila pada hakikatnya adalah negara Kebangsaan yang
Ber-Ketuhanan ya ng Maha Esa. Landasan pokok sebagai pangkal tolak paham tersebu
t adalah Tuhan a dalah sebagai Sang Pencipta segala sesuatu. Kodrat alam semesta
, keselarasan ant ara makro kosmos dan mikro kosmos, keteraturan segala ciptaan
Tuhan Yang Maha Es a kesatuan saling hubungan dan saling ketergantungan antara s
atu sama lainnya, a tau dengan lain perkataan kesatuan integral (Ensiklopedi Pan
casila, 1995:274). a. Hakikat Ketuhanan Yang Maha Esa Sila pertama Pancasila seb
agai dasar filsafat negara adalah Ketuhanan Yan g Maha Esa.Oleh karena sebagai das
ar negara maka sila tersebut merupakan sumber n ilai,dan sumber norma dalam seti
ap aspek penyelenggaraan negara,baik yang besifa t material maupun yang besifat
spiritual.dengan lain perkataan bahwa segala aspe k penyelenggaraan negara harus
sesuai dengan hakikat yang berasal dari Tuhan bai k material maupun spiritual.
b. Hubungan Negara dengan Agama Manusia sebagai warga hidup bersama,berkedudukan
kodrat sebagai makhluk pribadi dan sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa.Sebagai
makhluk pribadi ia dikar uniai kebebasan atas segala suatu kehendak kemanusiaann
ya.Sehingga hal inilah ya ng merupakan suatu kebebasan asasi yang merupakan karu
nia dari Tuhan yang Maha E sa. Sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa ia memiliki h
ak dan kewajiban untuk meme nuhi harkat kemanusiaannya yaitu menyembah kepada Tu
han yang Maha Esa. Manifesta si hubungan manusia dengan Tuhannya adalah terwujud
dalam agama. Negara adalah m erupakan produk manusia sehingga merupakan hasil b
udaya manusia, sedangkan agama adalah bersumber kepada wahyu Tuhan yang sifatnya
mutlak. Dalam hidup keagamaan manusia memiliki hak-hak dan kewajiban yang didas
arkan atas keimanan dan ketaqw aannya terhadap Tuhan, sedangkan dalam negara man
usia memiliki hak-hak dan kewaj iban secara horisontal dalam hubungannya dengan
manusia lainnnya. (1) Hubungan Negara dengan Agama Menurut Pancasila Hubungan ne
gara dengan agama menurut negara Pancasila secara terinci ada lah sebagai beriku
t: 1) Negara adalah berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa. 2) Bangsa Indonesia a
dalah sebagai bangsa yang Berketuhanan yang Maha Esa. Konsekuensinya setiap warg
a memiliki hak asasi untuk memeluk dan menjalankan iba dah sesuai dengan agama m
asing-masing. 3) Tidak ada tempat bagi atheisme dan sekulerisme karena hakikatny
a manusia berkedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan. 4) Tidak ada tempat bagi pe
rtentangan agama, golongan agama, antar dan inte r pemeluk agama serta antar pem
eluk agama. 5) Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena ketaqwaan itu bukan
hasil p aksaan bagi siapapun juga. 6) Oleh karena itu harus memberikan toleransi
terhadap orang lain dalam men jalankan agama dalam negara. 7) Segala aspek dala
m pelaksanaan dan penyelenggaraan negara harus sesuai d engan nilai-nilai Ketuha
nan Yang Maha Esa terutama norma-norma Hukum positif mau pun norma moral baik no
rma negara maupun moral para penyelenggara negara. 8) Negara pada hakikatnya ada
lah merupakan berkat rahmat Allah Yang maha Esa.

(2). Hubungan Negara dengan Agama menurut Paham Theokrasi Hubungan tersebut meny
atakan bahwa negara dan agama tidak dapat dipisahk an. Pemerintahan , segala tat
a kehidupan dalam masyarakat, bangsa dan negara did asarkan atas firman-firman T
uhan. Terdapat dua macam pengertian negara Theokrasi , yaitu Negara Theokrasi La
ngsung dan Negara Theokrasi tidak Langsung. (a) Negara Theokrasi Langsung Kekuas
aan adalah langsung merupakan otoritas Tuhan. Adanya negara diduni a ini adalah
atas kehendak Tuhan, dan yang memerintah adalah Tuhan. Dalam sejara h Perang Dun
ia II, rakyat Jepang rela mati berperang demi Kaisarnya, karena menu rut keperca
yaannya Kaisar adalah sebagai anak Tuhan. (b) Negara Theokrasi Tidak Langsung Ne
gara theokrasi tidak langsung bukan Tuhan sendiri yang memerintah dala m negara,
melainkan Kepala Negara atau Raja, yang memiliki otoritas atas nama Tu han. Dal
am sejarah kenegaraan kerajaan Belanda, raja mengemban tugas suci yaitu kekuasaa
n yang merupakan amanat dari Tuhan (mission sacre). (3) Hubungan Negara denagn A
gama menurut Sekulerisme Paham sekulerisme membedakan dan memisahkan antara agam
a dan negara. Dal am negara yang berpaham sekulerisme bentuk, sistem, serta sega
la aspek kenegaraa n tidak ada hubungannya dengan agama. sekulerisme berpandanga
n bahwa negara adal ah masalah-masalah keduniawian hubungan manusia dengan manus
ia, adapun agama ada lah urusan akherat yang menyangkut hubungan manusia dengan
Tuhan. 5. Negara Pancasila Adalah Negara Kebangsaan Yang Berkemanusiaan yang Adi
l dan Beradab Negara pada hakikatnya menurut pandangan filsafat pancasila adalah
merup akan suatu persekutuan hidup manusia, yang merupakan penjelmaan sifat kod
rat man usia sebagai makhluk sosial serta manusia sebagai makhluk Tuhan yang Mah
a Esa. N egara adalah lembaga kemanusiaan, lembaga kemasyarakatan yang bertujuan
demi ter capainya harkat dan martabat manusia serta kesejahteraan lahir maupun
batin. Seh ingga tidak mengherankan jikalau manusia adalah merupakan subjek pend
ukung pokok negara. Oleh karena itu negara adalah suatu negara Kebangsaan yang B
erketuhanan yang Maha Esa, dan Berkemanusiaan yang adil dan Beradab. 6. Negara P
ancasila adalah Negara Kebangsaan Yang Berkerakyatan Negara kebangsaan yang berk
edaulatan rakyat berarti bahwa kekuasaan tert inggi adalah di tangan rakyat dan
dalam sistem kenegaraan dilakukan oleh suatu m ajelis yaitu Majelis Permusyawara
tan Rakyat (MPR) dalam kata lain negara tersebu t adalah suatu negara demokrasi.
Rakyat adalah merupakan suatu penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai individu
dan makhluk sosial. Oleh karena itu demokrasi me nurut kerakyatan adalah demokra
si monodualis artinya sebagai makhluk individu memi liki hak dan sebagai makhluk s
osial harus disertai tanggung jawab. Oleh karena i tu dalam menggunakan hak-hak
demokrasi yang (1) disertai tanggung jawab kepada T uhan yang Maha Esa, (2) menj
unjung dan memperkokoh pesatuan dan kesatuan bangsa, serta (3) disertai dengan t
ujuan untuk mewujudkan suatu keadilan sosial,yaitu ke sejahteraan dalam hidup be
rsama. 7. Negara Pancasila adalah Negara Kebangsaan Yang Berkeadilan Sosial Nega
ra Pancasila adalah negara kebangsaan yang berkeadilan sosial yang m ana keadila
n sosial tersebut didasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan manusia sebagai mak
hluk yang beradab (sila II). Keadilan sosial meliputi tiga hal yaitu: (1) keadil
an distributif (keadilan membagi), yaitu negara terhadap warganya, (2 ) keadilan
legal (keadilan bertaat), yaitu warga terhadap negaranya untuk mentaa ti peratu
ran perundangan, dan (3) keadilan komutatif (keadilan antar sesama warg a negara
), yaitu hubungan keadilan antara warga satu dengan lainnya secara timba l balik
(Notonagoro, 1975).

Ideologi Liberal Paham liberalisme berkembang dari akar-akar rasionalisme yaitu


paham yan g meletakkan rasio sebagai sumber kebenaran tetinggi, materialisme yan
g meletakk an materi sebagai nilai tertinggi, empirisme yang mendasarkan atas ke
benaran fak ta empiris (yang dapat ditangkap dengan indra manusia), serta indivi
dualisme yan g meletakkan nilai dan kebebasan individu sebagai nilai tertinggi d
alam kehidupa n masyarakat dan negara. Hubungan Negara dengan Agama Menurut Paha
m Liberalisme Negara liberal hakikatnya mendasarkan pada kebebasan individu. Neg
ara ad alah alat atau sarana individu, sehingga masalah agama dalam negara sanga
t diten tukan oleh kebebasan individu. Negara memberi kebebasan kepada warganya
untuk me meluk agama dan mejalankan ibadah sesuai dengan agamanya masing-masing.
Juga war ganya diberi kebebasan untuk atheisme. Nilai-nilai agama dalam negara
dipisahkan dan dibedakan dengan negara, keputusan dan ketentuan kenegaraan terut
ama peratu ran perundang-undangan sangat ditentukan oleh kesepakatan individu-in
dividu seba gai warga negaranya. Ideologi Sosialisme Komunis Komunisme yang dice
tuskan melalui pemikiran Karl Marx memandang bahwa ha kikat, kebebasan dan hak i
ndividu itu tidak ada. Ideologi komunisme mendasarkan pada suatu keyakinan bahwa
manusia pada hakikatnya adalah hanya makhluk sosial s aja. Hak milik pribadi ti
dak ada karena hal ini akan menimbulkan kapitalisme yan g pada gilirannya akan m
elakukan penindasan pada kaum proletar. Dalam kaitannya dengan negara, bahwa neg
ara adalah sebagai manifestasi d ari manusia sebagai makhluk komunal. Mengubah m
asyarakat secara revolusioner har us berakhir dengan kemenangan pada pihak prole
tar. Sehingga pada gilirannya peme rintahan negara harus dipegang oleh orang-ora
ng yang meletakkan kepentingan pada kelas proletar. Demikian juga hak asasi dala
m negara hanya berpusat pada hak ko lektif, sehingga hak individual pada hakikat
nya tidak ada. Atas dasar pengertian inilah maka sebenarnya komunisme adalah ant
i demokrasi dan hak asasi manusia. Hubungan Negara dengan Agama Menurut Paham Ko
munisme Menurut komunisme yang dipelopori oleh K. Marx, menyatakan bahwa manusia
adalah merupakan suatu hakikat yang menciptakan dirinya sendiri dengan menghasi
lkan sarana-sarana kehidupan sehingga sangat menentukan dalam perubahan sosial,
politik, ekonomi, kebudayaan bahkan agama. dalam pengertian ini maka komunisme
b erpaham atheis, karena manusia ditentukan oleh dirinya sendiri. Agama menurut
ko munisme adalah suatu keadaran diri bagi manusia yang kemudian menghasilkan ma
sya rakat negara. Agama menurut komunisme adalah realisasi fanatis makhluk manus
ia, agama adalah keluhan makhluk tertindas. Oleh karena itu menurut komunisme Ma
rxis , agama adalah merupakan candu masyarakat(Marx, dalam Louis Leahy, 1992:97,
98). Negara yang berpaham komunisme adalah bersifat atheis bahkan bersifat antit
heis, melarang dan menekan kehidupan agama. Nilai yang tertinggi dalam negara ad
alah materi sehingga nilai manusia ditentukan oleh materi.
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ter
kandung bahasan-bahasa

n Pancasila. Berdasarkan alasan serta kenyataan objektif tersebut diatas maka su


dah menjadi tanggung jawab bersama sebagai warga negara untuk mengembangkan ser
t a mengkaji Pancasila sebagai suatu hasil karya besar bangsa kita yang setingka
t dengan paham atau isme-isme besar dunia dewasa ini separti misalnya Liberalism
e, Sosialisme, Komunisme. Upaya untuk mempelajari serta mengkaji Pancasila terse
bu t terutama dalam kaitannya dengan tugas besar bangsa Indonesia untuk mengemba
lik an tatanan negara kita yang porak poranda dewasa ini. Tentunya dengan kita h
arus memahami filsafat dan ideologi bangsa kita sendiri yaitu Pancasila. 5.2. Sa
ran 1. Agar mahasiswa dapat mempelajari mata pelajaran Pendidikan Kewarganegar a
an dengan baik 2. Agar mahasiswa dapat mengerti apa yang diamanatkan Pancasila d
an memaha mi Pancasila sebagai filsafat dan ideologi bangsa kita negara Indonesi
a

Anda mungkin juga menyukai