Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit ulkus peptikum (tukak peptik) yaitu ulkus gaster (tukak lambung)
dan ulkus duodenum (tukak duodenum) merupakan penyakit yang masih banyak
ditemukan terutama dalam kelompok umur di atas 45 tahun. Karel Schwarz pada
tahun 1910 membuat suatu dictum yang terkenal berkenaan dengan tukak peptik
yaitu No Acid Peptic Activity, No Ulcer dan sampai saat ini masih tetap relevan
perannya dalam pathogenesis tukak gaster maupun tukak duodenum, walaupun
beberapa etiologi lain tealah diketahui seperti Helicobacter pylori dan obat anti
inflamsi non steroid (OAINS).1
Ulkus peptikum masih merupakan masalah kesehatan yang penting. Ulkus
peptikum insidennya cukup tinggi di Amerika Serikat, dengan 4 juta penduduk
terdiagnosis setiap tahunnya. Sekitar 20-30 % dari prevalensi ulkus ini terjadi akibat
pemakaian Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) terutama yang nonselektif.
OAINS digunakan secara kronis pada penyakit-penyakit yang didasara inflamasi
kronis seperti osteoathritis. Pemakaian kronis ini semakin meningkatkan risiko terjadi
ulkus peptikum.2
Dari hasil penelitian diketahui bahwa penyebab utama tukak peptik adalah
H.Pylori sehingga penyakit ini disebut juga sebagai Acid H.Pylori Disease, nmaun
demikian peranan faktor-faktor lain dalam kejadian Tukak Peptik jelas ada sehingga
Tukak Peptik dikatakan sebagai penyakit multifaktor.1

Pada lambung normal, terdapat dua mekanisme yang bekerja dan


mempengaruhi kondisi lambung, yaitu faktor pertahanan (defense) lambung dan
faktor perusak (aggressive) lambung. Kedua faktor ini, pada lambung sehat, bekerja
secara seimbang, sehingga lambung tidak mengalami kerusakan/luka. Faktor perusak
lambung meliputi (1) faktor perusak endogen/ berasal dari dalam lambung sendiri
antara lain HCL, pepsin dan garam empedu; (2) faktor perusak eksogen, misalnya
(obat-obatan, alkohol dan bakteri). Faktor pertahanan lambung tersedia untuk
melawan atau mengimbangi kerja dari faktor tersebut diatas. Faktor/ sistem
pertahanan pada lambung, meliputi lapisan (1) pre-epitel; (2) epitel; (3) post epitel.
Patogenesis terjadinya tukak peptik adalah ketidakseimbangan antara faktor agresif
yang dapat merusak mukosa dan faktor defensif yang memelihara keutuhan mukosa
lambung dan duodenum.1,2

BAB II
ULKUS PEPTIKUM

A. DEFINISI
Ulkus didefinisikan sebagai hilangnya lapisan epithelial mukosa hingga
submukosa dengan kedalaman > 5 mm. Ulkus peptikum (UP) adalah kerusakan pada
lapisan mukosa, sub mukosa sampai lapisan otot saluran cerna yang disebabkan oleh
aktifitas pepsin dan asam lambung.3,4
Penyakit ulkus peptikum terdiri dari ulkus gaster dan ulkus duodenum yang
memiliki pathogenesis, etiologi, dan manifestasi klinis yang mirip satu sama lain,
namun terdapat beberapa karakteristik yang dapat membedakan keduanya. Ulkus
peptikum merupakan penyebab tersering perdarahan dari saluran cerna bagian atas.3
Ulkus peptikum dapat mengenai esofagus sampai usus halus, tetapi
kebanyakan terjadi pada bulbus duodenum (90%) dan kurvatura minor. Bila terjadi di
antara kardia dan pilorus disebut ulkus lambung dan bila terjadi pada daerah setelah
pilorus disebut ulkus duodenum.4
B. EPIDEMIOLOGI
Ulkus duodenum lebih sering ditemui dibandingkan ulkus gaster dan terjadi
pada usia lebih muda. Prevalensinya berkisar antara 6-15 % di Negara-negara barat.
Ulkus peptikum sangat jarang terjadi pada bayi dan anak dibanding dewasa, namun
insiden yang pasti belum diketahui. Pada kelompok anak, usia yang paling sering
dikenai adalah 12-18 tahun, serta laki-laki lebih banyak dibanding perempuan.3,4
Ulkus duodenum lebih dari 95 % terjadi dalam bagian pertama duodenum.
Ulkus ini secara khas berukuran > 1 cm, dan malignansi sangat jarang terjadi. Sekresi

asam basal dan nocturnal cenderung mengalami peningkatan. NSAID dan H.Pylori
juga merupakan faktor resiko yang menyertai.5
Ulkus gaster lebih jarang terjadi dan ditemukan pada usia yang lebih lanjut.
Secara khas terjadi di sepanjang kurvatura minor pada region antrum dan prepilorus.
Transformasi malignan lebih sering terjadi dibandigkan pada ulkus duodenum. Ulkus
lambung terutama disebabkan oleh H.Pylori. Sekresi asam basal dan nocturnal secara
khas terlihat normal atau mengalami penurunan.5
C. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Ulkus peptikum disebabkan oleh faktor agresif yang merusak pertahanan
mukosa adalah Helicobacter pylori, obat anti inflamasi non steroid, asam
lambung/pepsin dan faktor-faktor lingkungan serta kelainan satu atau beberapa faktor
pertahanan yang berpengaruh pada kejadian tukak peptikum.1
Stress psikologis juga diperkirakan dapat memicu timbulnya ulkus peptikum.
Merokok dapat menyebabkan defek proses penyembuhan mukosa lambung dan
menciptakan suasana yang nyaman untuk infeksi H. pylori.3
1. Faktor Agresif
a. Helicobacter Pylori
Faktor resiko infeksi H. pylori adalah status sosioekonomi dan
pendidikan yang rendah, lahir di negara berkembang, lingkungan tempat
tinggal padat dan tidak higienis, makanan dan minuman tidak bersih, serta
pajanan terhadap cairan lambung dari individu yang telah terinfeksi.3
H. pylori adalah bakteri gram negatif berbentuk kurva/S-shaped yang
dapat menyebabkan penyakit ulkus peptic yang dapat hidup dalam suasana
asam dalam lambung/duodenum (antrum, corpus, bulbus). Bakteri ini
ditularkan secara feko oral atau oral-oral.1,3,6
Ketika bakteri H. pylori yang mempunyai kemampuan bertahan hidup
dalam suasana asam lambung, bakteri tersebut lalu dapat melakukan penetrasi

dan berkoloni. H. pylori menghasilkan urease yang memecah urea menjadi


ammonia membuat lingkungan sekitarnya menjadi basa. Ammonia bersama
dengan protein pro-inflamasi, sitotoksin serta enzim protease dan lipase yang
dihasilkan oleh bakteri bersifat destruktif terhadap mukosa. H. pylori juga
memiliki kemampuan menyebabkan disfungsi sel-sel imun, meningkatkan
produksi gastrin serta menurunkan produksi mukus dan bikarbonat, yang
berkontribusi terhadap terjadinya ulkus di lambung maupun di duodenum.
Juga diperkirakan terdapat pengaruh genetik terhadap kerentanan terinfeksi
H. pylori.3
H. pylori yang terkonsentrasi terutama dalam antrum yang
menyebabkan antrum predominant gastritis sehingga terjadi kerusakan pada
D sel yang mengeluarkan somatostatin, yang fungsinya mengerem produksi
gastrin. Akibat kerusakan sel-sel D, produksi somatostatin menurun sehingga
produksi gastrin akan meningkat yang merangsang sel-sel parietal
mengeluarkan asam lambung yang berlebihan. Asam lambung masuk ke
duodenum sehingga keasaman meningkat duodenitis (kronik aktif) yang
dapat berlanjut menjadi tukak duodenum.1
b. Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid (OAINS)
Penggunaan OAINS secara kronik dan regular ini dapat menyebabkan
erosi mukosa atau submukosa dari gastroduodenal. OAINS ini bekerja
menghambat

siklooksigenase

menghambat

pembentukan

(COX)

secara

prostaglandin

non

(PG).

selektif
Seperti

sehingga
diketahui,

prostaglandin endogen sangat berperan atau berfungsi dalam memelihara


keutuhan mukosa dengan mengatur aliran darah mukosa, proliferasi sel-sel

epitel, sekresi mucus dan bikarbonat, mengatur fungsi immunosit mukosa


serta sekresi basal asam lambung.1,3
Sehingga kerusakan mukosa akibat hambatan produksi prostaglandin
pada penggunaan OAINS melalui 4 tahap, yaitu menurunnya sekresi mukus
dan bikarbonat, terganggunya sekresi asam dan proliferasi sel-sel mukosa,
berkurangnya aliran darah mukosa dan kerusakan mikrovaskular yang
diperberat oleh kerja sama platelet dan mekanisme koagulasi.1
Hambatan juga pada COX-2 menyebabkan peningkatan perlekatan
leukosit PMN pada endotel vaskuler gastroduodenal dan mesenteric, dimulai
dengan pelepasan protease, radikal bebas oksigen sehingga memperberat
kerusakan epitel dan endotel. Perlekatan leukosit PMN menimbulkan statis
aliran mikrovaskular, iskemia dan berakhir dengan kerusakan mukosa atau
tukak peptik.1
Faktor yang berhubungan dengan peningkatan resiko ulkus peptic
pada penggunaan NSAID seperti riwayat ulkus peptikum sebelumnya, umur
yang sudah tua (>60 tahun), dyspepsia kronik, penggunaan NSAID dengan
dosis tinggi, penggunaan NSAID jangka panjang, dan penyakit penyerta yang
parah.1
2. Faktor Defensif
Apabila terjadi gangguan satu atau beberapa dari faktor pertahanan mukosa,
maka daya tahan mukosa akan menurun sehingga mudah dirusak oleh faktor
agresif yang menyebabkan terjadinya tukak peptikum.1
a. Faktor Pre Epitel
Pertahanan pre-epitel terdiri atas mukus dan bikarbonat. Mukus
membentuk lapisan hidrofobik sehingga tidak dapat ditembus oleh ion-ion
hidrogen dan pepsin. Bikarbonat berfungsi untuk menetralisir asam lambung

dan mempertahankan pH sel-sel epitel antara 6-7, walaupun pH lumen


lambung berkisar antara 1-2.3
b. Faktor Epitel
Sel-sel epitel mukosa lambung memproduksi mukus, mentranspor ion
dan bikarbonat ke ekstraseluler dan menjaga pH intraseluler. Selain itu,
terdapat tautan erat antar sel (intracellular tight junction) yang mencegah
difusi ion H+ dan enzim. Sel-sel epitel juga menghasilkan heat shock protein,
trefoil factor family peptides dan cathelicidins yang berfungsi memproteksi
sel dari stres oksidatif, agen sitotoksik dan kenaikan temperatur, serta
menstimulasi regenerasi jika terjadi kerusakan.3
c. Faktor Post/Sub Epitel
Di bawah lapisan epitel mukosa, terdapat jaringan pembuluh darah
yang ekstensif dan berperan penting mensuplai nutrisi, oksigen dan
bikarbonat sekaligus mengangkut hasil metabolic sampah yang bersifat
toksik.3
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Anamnesis
a. Nyeri abdomen seperti terbakar (dispepsia) sering terjadi di malam hari
(antara tengah malam hingga jam 3 dini hari). Nyeri biasanya terletak di
area tengah epigastrium, dan sering bersifat ritmik.2
b. Gejala dispepsia lain seperti rasa terbakar di ulu hati, cepat kenyang, rasa
penuh di ulu hati, kembung, mual, dan muntah.3
c. Nyeri yang terjadi ketika lambung kosong (sebagai contoh di malam hari)
atau 2-3 jam sesudah makan sering menjadi tanda ulkus duodenum, dan
kondisi ini adalah yang paling sering terjadi.2,3
d. Nyeri yang terjadi segera setelah atau selama makan adalah ulkus gaster.
Kadang, nyeri dapat menyebar ke punggung atau bahu.

e. Nyeri sering hilang-timbul: nyeri sering terjadi setiap hari selama


beberapa minggu kemudian menghilang sampai periode perburukan
selanjutnya.
f. Penurunan berat badan juga biasanya menyertai ulkus gaster. Penambahan
berat badan dapat terjadi bersamaan dengan ulkus duodenum akibat
makan dapat meredakan rasa tidak nyaman.2
g. Komplikasi: perdarahan yang ditandai dengan hematemesis, melena dan
fecal blood test positif.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Nyeri tekan di epigastrium atau sebelah kiri garis tengah ditemukan pada
ulkus gaster, sementara nyeri disebelah kanan garis tengah dapat
ditemukan pada ulkus duodenum.
b. Komplikasi peritonitis menyebabkan adanya muscular defense, nyeri
tekan yang difus dan bising usus negative.
c. Stenosis/obstruksi pylorus ditandai dengan adanya succusion splashing
(guncangan perut) yang terjadi beberapa jam setelah makan diikuti oleh
muntah.
d. Tanda-tanda syok hipovolemik sering pada pasien usia lanjut.3
E. DIAGNOSIS
Diagnosis Ulkus Peptikum dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan radiologis dan dipastikan dengan pemeriksaan endoskopi.4
Gold Standard diagnosis ulkus peptikum adalah esofagogastroduodenoskopi
(EGD) karena dapat langsung memvisualisasi mukosa gastroduodenum dan
melakukan biopsi untuk pemeriksaan histopatologi dan identifikasi infeksi H.pylori.
EGD diindikasikan bila pasien dengan gejala sugestif ulkus peptikum disertai:3
1. Tanda bahaya, yaitu perdarahan, anemia, berat badan turun tanpa sebab yang
jelas, disfagia yang progresif, odinofagia, muntah rekuren dan persisten,
riwayat keganasan gastrointestinal dalam keluarga.
2. Awitan gejala pertama kali pada usia > 55 tahun.

Alternatif lain adalah radiografi dengan barium kontras ganda meskipun


kurang sensitif untuk ulkus duodenum dan gaster berukuran > 0.05 cm atau disertai
fibrosis.1,3
F. DIAGNOSIS BANDING
Dispepsia fungsional, gastritis, tumor gastrointestinal, penyakit refluks
gastroesofageal, penyakit vaskuler, penyakit pankreatobilier, inflammatory bowel
disease, dan infark miokard inferior.3
G. PENATALAKSANAAN
Pada umumnya manajemen atau pengobatan tukak peptik dilakukan secara
medikamentosa, sedangkan cara pembedahan dilakukan apabila terjadi intoleran
terhadap terapi medikamentosa, apalagi jika terjadi komplikasi seperti perforasi,
obstruksi dan perdarahan yang tidak dapat diatasi.1,3
Beberapa faktor mempengaruhi penyembuhan ulkus dan kemungkinan untuk
kambuh. Faktor yang reversibel harus diidentifikasi seperti infeksi Helicobacter
pylori, penggunaan NSAID dan merokok. Waktu penyembuhan ulkus tergantung
pada ukuran ulkus. Ulkus lambung yang besar dan kecil bisa sembuh dalam waktu
yang relatif sama jika terapinya efektif. Ulkus yang besar memerlukan waktu yang
lebih lama untuk sembuh.7
Tujuan dari pengobatan adalah:
1. Menghilangkan gejala-gejala terutama nyeri epigastrium
2. Mempercepat penyembuhan tukak secara sempurna
3. Mencegah terjadinya komplikasi
4. Mencegah terjadinya kekambuhan
Penggunaan obat-obatan dapat berupa, yaitu:
1. Ulkus Peptikum akibat H.pylori
Untuk mencapai tujuan terapi, maka eradikasi H.pylori merupakan
tujuan utama. Walaupun antibiotik mungkin cukup untuk terapi ulkus

peptikum dengan ditemukan H.pylori, namun kombinasi dengan Penghambat


Pompa Proton (PPI) dengan 2 jenis antibiotik (Triple Therapy) merupakan
cara terapi terbaik yang diberikan selama 7-10 hari.1
Kombinasi antara PPI dan antibiotik dapat berupa:
a. PPI, Amoksisilin, Klaritromisin
b. PPI, Amoksisilin, Metronidazol
c. PPI, Klaritromisin, Metronidazol
Setelah eradikasi H.pylori, lanjutkan dengan terapi supresi asam
selama minimal 4 minggu untuk memberikan kesempatan ulkus menyembuh.
Penyembuhan ulkus dapat dinilai dengan melakukan endoskopi ulang.3
2. Ulkus Peptikum akibat H.pylori disertai penggunaan OAINS
Eradikasi H.pylori sebagai tindakan utama tetap dilakukan dan bila
mungkin OAINS dihentikan, atau diganti dengan OAINS spesifik COX-2
inhibitor yang mempunyai efek merugikan lebih kecil pada gastroduodenal.
Walaupun harus diperhitungkan efek samping COX-2 inhibitor pada jantung.1
3. Ulkus Peptikum akibat OAINS
Penggunaan OAINS terutama yang memblokir kerja COX-1 akan
meningkatkan

kelainan

struktural

gastroduodenal.

Oleh

karena

itu

penggunaan OAINS harus langsung dihentikan bila ditemukan ulkus. Bila


pasien memiliki keadaan komorbid yang membutuhkan terapi OAINS terusmenerus, misalnya pada penyakit jantung koroner dan pasca pemasangan
stent koroner, maka OAINS dilanjutkan namun diberikan bersamaan dengan
obat-obat yang dapat menekan produksi asam lambung seperti reseptor
antagonis H2 atau PPI dan diupayakan pH lambung di atas 4 atau dengan
menggunakan obat sintetik prostaglandin (Misoprostol 200 mg/hari) sebagai
sitoprotektor apabila penggunaan OAINS tidak dapat dihentikan.1,3
4. Ulkus Peptikum bukan akibat OAINS maupun akibat infeksi H.pylori
Pada ulkus peptikum ini biasanya disebabkan oleh peningkatan asam
lambung, maka terapi dilakukan dengan memberikan obat yang dapat

10

menetralisir asam lambung dalam lumen atau obat yang menekan produksi
asam lambung dan yang terbaik adalah PPI.1
a. Antasida
Obat ini dapat menyembuhkan tukak namun dosis biasanya lebih tinggi
dan digunakan dalam jangka waktu lebih lama dan lebih sering dengan
komplikasi diare yang mungkin terjadi. Dari penelitian lain dimana
antasida sebagai obat untuk menetralisir asam, cukup diberikan 120-240
mEq/hari dalam dosis terbagi.1
b. H2RA (H2 Receptor Antagonist)
Obat ini berperan menghambat pengaruh histamine sebagai mediator
untuk sekresi asam melalui reseptor histamine-2 pada sel parietal, tetapi
kurang berpengaruh terhadap sekresi asam melalui pengaruh kolinergik
atau gastrin postprandial. Contohnya seperti cimetidin, ranitidine,
femotidin yang diberikan 8-12 minggu.1
c. Proton Pump Inhibitor (PPI)
Merupakan obat pilihan untuk tukak peptikum diberikan sekali sehari
sebelum makan pagi atau jika perlu diberikan dua kali sehari sebelum
makan pagi dan makan malam, selama 4 minggu dengan tingkat
penyembuhan di atas 90%.1
d. Sukralfat
Tidak mensupresi asam, namun bekerja membentuk barier pelindung
untuk mukosa, meningkatkan produksi prostaglandin dan bikarbonat dan
memberi kesempatan mukosa untuk menyembuh. Dosis 4x1 g, diminum
30 menit tiap sebelum makan dan 2 jam setelah makan terakhir di malam
hari, selama 4 minggu. Lanjutkan dengan 2x1 g selama 8 minggu.3
Walaupun tidak diperoleh bukti yang kuat terhadap berbagai bentuk diet yang
dipakai pada masa lalu, namun pemberian diet yang mudah cerna khususnya pada

11

tukak yang aktif perlu dilakukan. Makan dalam jumlah sedikit dan lebih sering,
mengurangi makanan yang merangsang pengeluaran asam lambung/pepsin, makanan
yang merangsang timbulnya nyeri dan zat-zat lain yang dapat mengganggu
pertahanan mukosa gastroduodenal.1
H. KOMPLIKASI
1. Perdarahan merupakan komplikasi yang paling sering ditemui
2. Obstruksi outlet gaster
3. Perforasi dan penetrasi, menyebabkan peritonitis umum, pancreatitis, bahkan
hepatitis
4. Meningkatnya resiko karsinoma gaster

BAB III
LAPORAN KASUS

A.

IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. S Dg. K
Umur
: 67 Tahun
12

Jenis Kelamin
Alamat
Status
Agama
No. Reg
Tanggal MRS
B.

: Perempuan
: Bajeng, Gowa
: Menikah
: Islam
: 42 97 64
: 08 - 03 2016 (RSUD Syekh Yusuf Kab. Gowa)

ANAMNESIS
Tipe Anamnesis
: Autoanamnesis dan Alloanamnesis
1. Keluhan Utama
: Muntah Darah
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk rumah sakit khusus daerah Syekh Yusuf dengan keluhan
muntah darah sebanyak 3 kali sejak tadi pagi, darah kadang bercampur
dengan makanan yang dimakan. Pasien juga mengeluh BAB warna hitam
sebanyak 2 kali sejak kemarin malam, konsistensi lunak. Pasien mengeluh
nyeri ulu hati sejak 3 hari yang lalu, nyeri seperti rasa terbakar terutama
terjadi beberapa jam setelah makan. Pasien mengeluh saat itu cepat
kenyang, kembung dan mual-mual. Tidur tidak nyenyak karena sering
terbangun karena nyeri. Pusing kadang-kadang. Lemas (+). Demam (-)
dan nyeri kepala (-). Batuk (-), pilek (-), dan sesak (-). Nyeri dada (-).
Pasien sering membeli bebas dan meminum obat rematik (OAINS) sejak
beberapa bulan yang lalu. BAK lancar.
3. Riwayat Penyakit Terdahulu:
Reumatoid Artritis (RA), Osteoartritis (OA), Hipertensi
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada riwayat
5. Riwayat Pengobatan
:
Riwayat pengobatan RA yaitu OAINS (Ibuprofen)

C.

PEMERIKSAAN FISIK
1. Kesan umum:
Sakit berat
Status gizi (tidak dilakukan pemeriksaan)
Compos mentis
2. Status vital :
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi
: 76 kali /menit, reguler.
Suhu
: 36,8C per axila
Pernapasan
: 20 kali /menit

13

3. Status General
a. Kepala :
Bentuk kepala
Rambut
Wajah

: Normocephal, simetris
: Hitam putih, panjang, lurus, sukar dicabut
: Pucat (+), tidak tampak moon face, tidak

tampak luka maupun hematom, deformitas (-)


Mata
: Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterus (-/-),

pupil isokor kiri-kanan


Bibir
: Kering, Tidak tampak sianosis
Lidah
: Tidak kotor
b. Leher :
Regio colli anterior :
Inspeksi
: Simetris, Tidak tampak massa tumor
Palpasi
: Tidak teraba massa tumor, pembesaran kelenjar (-),
nyeri tekan tidak ada
DVS
: Normal (- 4)
Regio colli posterior :
Inspeksi
: Tidak tampak massa tumor
Palpasi
: Tidak teraba massa tumor, pembesaran kelenjar (-),
nyeri tekan tidak ada
c. Kulit :
Hiperpigmentasi (-), Ikterik (-), Petekhie (-), Sianosis (-), Pucat (-).
d. Toraks :
Paru
Inspeksi :
Dinding toraks simetris kanan kiri, pernapasan tipe torakoabdominal, retraksi (-)
Palpasi :
Tidak terdapat benjolan, edema, repitasi, dan nyeri tekan.
Vokal fremitus sama kiri kanan
Perkusi :
Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi
:
Bunyi pernapasan vesikuler normal, Rhonki -/-, Wheezing -/Jantung
Inspeksi :
Iktus cordis tidak tampak
Palpasi :
Iktus cordis tidak teraba
Perkusi :

14

Pekak, batas kanan jantung ICS IV pada linea parasternalis


dekstra, batas kiri jantung ICS V linea midklavikularis sinistra,
batas jantung atas ICS II parasternalis dextra, batas bawah ICS V
Auskultasi:
Bunyi jantung I/II, murni regular, murmur tidak ada
e. Abdomen :
Inspeksi :
Datar, simetris, ikut gerak nafas, tidak tampak ascites, stria,

maupun pelebaran vena.


Palpasi :
Nyeri tekan epigastrium (+), Muscular defense (-), Hepar maupun

lien tidak teraba


Perkusi :
Tympani (+), tes ascites (-)
Auskultasi:
Peristaltik (+), kesan normal
f. Punggung :
Tampak dalam batas normal
Tidak terlihat kelainan bentuk tulang belakang
g. Genitalia :
Tidak dievaluasi
h. Ekstremitas :
Ekstremitas superior kanan dan kiri :
Inspeksi
: Deformitas (+), Warna kulit sama dengan
sekitarnya, tidak tampak jejas, edema tidak ada, hematom tidak
ada
Palpasi
: Nyeri tekan sendi (+), tidak ada krepitasi
ROM
: Dalam batas normal
Sensibilitas
: Dalam batas normal
CRT
: kurang dari 2 detik
Ekstremitas inferior kanan dan kiri :
Inspeksi
: Deformitas (-), Warna kulit sama dengan
sekitarnya, tidak tampak jejas, edema tidak ada, hematom tidak

ada
Palpasi
ROM
Sensibilitas
CRT

: Nyeri tekan sendi (+), krepitasi sendi (+)


: Dalam batas normal
: Dalam batas normal
: kurang dari 2 detik

15

D.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, akan di lakukan
pemeriksaan penunjang untuk menunjang diagnosis masuk dan diagnosis
kerja nantinya, yaitu berupa:
1. Darah Rutin
2. Fungsi Ginjal
3. Kimia Hati (SGOT/SGPT)
4. Gula Darah Sewaktu

E.

DIAGNOSIS KERJA
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
pasien mengalami :
Diagnosis Masuk : Susp. Ulkus Peptikum
Diagnosis Kerja : Susp. Ulkus Peptikum, Hipertensi Derajat I
Diagnosis Banding : GERD, Gastritis, Dispepsia Fungsional, Sirosis
Hepatis, Tumor Gastrointestinal.

F.

FOLLOW UP PASIEN

Tanggal / TTV
8/3/2016
TD: 140/90
N : 76x/menit
P : 20x/menit
S : 36,8C

Perjalanan Penyakit
S : Pasien masuk rumah sakit khusus daerah
Syekh Yusuf dengan keluhan muntah darah
sebanyak 3 kali sejak tadi pagi, darah kadang
bercampur dengan makanan yang dimakan.
Pasien juga mengeluh BAB warna hitam
sebanyak 2 kali sejak kemarin malam,
konsistensi lunak. Pasien mengeluh nyeri ulu hati
sejak 3 hari yang lalu, nyeri seperti rasa terbakar
terutama terjadi beberapa jam setelah makan.
Pasien mengeluh saat itu cepat kenyang,
kembung dan mual-mual. Tidur tidak nyenyak
karena sering terbangun karena nyeri. Pusing
kadang-kadang. Lemas (+). Demam (-) dan nyeri
kepala (-). Batuk (-), pilek (-), dan sesak (-).
Nyeri dada (-). Pasien sering membeli bebas dan
meminum obat rematik (OAINS) sejak beberapa
bulan yang lalu. BAK lancar. Riwayat OA, RA,
dan Hipertensi. Serta riwayat konsumsi obat
rematik seperti Ibuprofen.

Instruksi Dokter
IVFD Futrolit 20

tpm
Adona / 8

jam/drips
Inj. Omeprazole

40 mg/12 jam/iv
Ulsafate syr 3 x

2 cth
Amlodipin 5 mg

1x1
Diet Makanan

Lunak
Periksa DR,
Ureum,
Kreatinin, SGOT,
SGPT, GDS

16

O:
Muka: Pucat, Konjungtiva anemis (+)
Abd: Nyeri tekan epigastrium (+)
A:
Suspek Ulkus Peptikum dan Hipertensi
Gr. I
9/3/2016
TD : 140/80
N : 80x/menit
P : 18x/menit
S : 36C

S : Muntah berdarah (+) 1 kali, BAB


hari ini belum, terakhir kemarin
malam. Nyeri ulu hati (+), mual (+).
Tidur tidak nyenyak. BAK lancar
O:
Mata: Konjungtiva anemis (+)
Abd: Nyeri tekan epigastrium (+)
A:
Suspek Ulkus Peptikum dan Hipertensi
Gr. I

IVFD Futrolit 20

tpm
Adona / 8

jam/drips
Inj. Omeprazole

40 mg/12 jam/iv
Ulsafate syr 3 x

2 cth
Amlodipin 5 mg

1x1
Asam
Traneksamat /8

10/3/2016
TD : 120/80
N : 74x/menit
P : 18x/menit
S : 36.6C

S : Muntah berdarah (-), BAB hari ini 1


kali, lunak, darah (-). Nyeri ulu hati (+)
tapi berkurang, mual (+). Tidur tidak
nyenyak. BAK lancar
O:
Mata: Konjungtiva anemis (+)
Abd: Nyeri tekan epigastrium (+)
Hasil Laboratorium:
WBC 11.500 (Normal)
RBC 1.49 juta (Kurang)
HGB 4.4 g/dL (Kurang)
HCT 13.1 % (Kurang)
PLT 242.000 (Normal)
SGOT 30 U/L, SGPT 33 U/L
Ureum 41 mg/dL, Kreatinin 0.7 mg/dL
GDS 149 mg/dL
A:
Suspek Ulkus Peptikum dan Hipertensi

jam/iv
Metronidazol 500

mg 2x1
Diet Makanan

Lunak
IVFD Futrolit : RL,

2:1
Adona / 8

jam/drips
Inj. Omeprazole

40 mg/12 jam/iv
Ulsafate syr 3 x

2 cth
Amlodipin 5 mg

1x1
Asam
Traneksamat /8

jam/iv
Metronidazol 500

mg 2x1
Diet Makanan

17

Gr. I
-

Lunak
Transfusi PRC 2
bag

11/3/2016
TD : 120/70
N : 78x/menit
P : 20x/menit
S : 36.5C

S : Muntah berdarah (-), BAB


membaik, lunak, darah (-). Nyeri ulu
hati (+) kadang-kadang, mual (-).
Tidur membaik. BAK lancar
O:
Mata: Konjungtiva anemis (+)
Abd: Nyeri tekan epigastrium (+)
berkurang
A:
Suspek Ulkus Peptikum dan Hipertensi
Gr. I

IVFD Futrolit : RL,

2:1
Adona / 8

jam/drips
Inj. Omeprazole

40 mg/12 jam/iv
Ulsafate syr 3 x

2 cth
Amlodipin 5 mg

1x1
Asam
Traneksamat /8

jam/iv
Metronidazol 500

mg 2x1
Diet Makanan
Lunak

18

12/3/2016
TD : 120/70
N : 80x/menit
P : 20x/menit
S : 36.6C

S : Muntah berdarah (-), BAB


membaik, darah (-). Nyeri ulu hati (+)
kadang-kadang, mual (-). Tidur
membaik. BAK lancar
O:
Mata: Konjungtiva anemis (+)
Abd: Nyeri tekan epigastrium (-)
A:
Suspek Ulkus Peptikum dan Hipertensi
Gr. I

IVFD Futrolit : RL,

2:1
Adona / 8

jam/drips
Inj. Omeprazole

40 mg/12 jam/iv
Ulsafate syr 3 x

2 cth
Amlodipin 5 mg

1x1
Asam
Traneksamat /8

13/3/2016
TD : 130/80
N : 78x/menit
P : 20x/menit
S : 36.5C

14/3/2016
TD : 130/80
N : 76x/menit
P : 18x/menit
S : 36.5C

S : Muntah berdarah (-), BAB


membaik, darah (-). Nyeri ulu hati (-),
mual (-). Tidur membaik. BAK lancar
O:
Mata: Konjungtiva anemis (+)
Abd: Nyeri tekan epigastrium (-)
Hasil Laboratorium:
WBC 11.100 (Normal)
RBC 2.92 juta (Kurang)
HGB 8.6 g/dL (Kurang)
HCT 23.3 % (Kurang)
PLT 255.000 (Normal)
A:
Suspek Ulkus Peptikum dan Hipertensi
Gr. I
S : Muntah berdarah (-), BAB
membaik, darah (-). Nyeri ulu hati (-),
mual (-). Tidur membaik. BAK lancar
O:
Mata: Konjungtiva anemis (-)
Abd: Nyeri tekan epigastrium (-)
A:
Ulkus Peptikum dan Hipertensi Gr. I

jam/iv
Metronidazol 500

mg 2x1
Diet Makanan

Lunak
Cek Darah Rutin
IVFD Futrolit : RL,

2:1
Adona / 8

jam/drips
Inj. Omeprazole

40 mg/12 jam/iv
Ulsafate syr 3 x

2 cth
Amlodipin 5 mg

1x1
Metronidazol 500

mg 2x1
Diet Makanan

Lunak
Aff Infus
Omeprazole 20

mg 2x1
Ulsafate syr 3 x

2 cth
Amlodipin 5 mg

1x1
Metronidazol 500

19

mg 2x1
Sulfas Ferosus

300 mg 3x1
Diet Makanan
Lunak
Keterangan:
Boleh KRS

G.

DIAGNOSIS
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,

pasien mengalami diagnosis keluar adalah Ulkus Peptikum. Adapun diagnosis


penyerta adalah Hipertensi Grade I.
H.

RESUME
Pasien masuk rumah sakit khusus daerah Syekh Yusuf dengan keluhan

muntah darah sebanyak 3 kali sejak tadi pagi, darah kadang bercampur dengan
makanan yang dimakan. Pasien juga mengeluh BAB warna hitam sebanyak 2 kali
sejak kemarin malam, konsistensi lunak. Pasien mengeluh nyeri ulu hati sejak 3 hari
yang lalu, nyeri seperti rasa terbakar terutama terjadi beberapa jam setelah makan.
Pasien mengeluh saat itu cepat kenyang, kembung dan mual-mual. Tidur tidak
nyenyak karena sering terbangun karena nyeri. Pusing kadang-kadang. Lemas (+).
Demam (-) dan nyeri kepala (-). Batuk (-), pilek (-), dan sesak (-). Nyeri dada (-).
Pasien sering membeli bebas dan meminum obat rematik (OAINS) sejak beberapa
bulan yang lalu. BAK lancar. Riwayat penyakit osteoarthritis, rheumatoid arthritis,
dan hipertensi.
Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak lemas sekali serta didapatkan tandatanda anemis pada konjugtiva. Pada pemeriksaan thoraks baik paru maupun jantung
semua dalam batas normal. Pada pemeriksaan palpasi abdomen didapatkan adanya
nyeri tekan epigastrium. Di ekstremitas superior didapatkan tanda deformitas serta
nyeri tekan sendi dan pada ekstremitas inferior didapatkan juga nyeri tekan sendi
serta krepitasi yang positif.
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan adanya hipertensi yaitu
140/90 mmHg. Sedangkan nadi, suhu, serta pernapasan dalam batas normal. Pada

20

pemeriksaan penunjang pada hari ke tiga pasien di rumah sakit didapatkan WBC
11.500 (Normal), RBC 1.49 juta (Kurang), HGB 4.4 g/dL (Kurang), HCT 13.1 %
(Kurang), PLT 242.000 (Normal), SGOT 30 U/L, SGPT 33 U/L, Ureum 41 mg/dL,
Kreatinin 0.7 mg/dL, dan GDS 149 mg/dL.
Adapun terapi pada saat pasien masuk yang diberikan adalah IVFD Futrolit
20 tpm, Adona / 8 jam/drips, Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam/iv, Ulsafate syr 3 x 2
cth, Amlodipin 5 mg 1x1, serta Diet Makanan Lunak. Pada hari kedua pasien, di
tambahkan terapi Asam Traneksamat /8 jam/iv dan Metronidazol 500
mg 2x1.
Pada hari ketiga setelah hasil laboratorium keluar, cairan
infuse di kombinasikan antara futrolit dan ringer laktat dengan
perbandingan 2:1. Serta karena hasil hemoglobin dan eritrosit yang
rendah di anjurkan untuk transfusi PRC sebanyak 2 bag. Sedangkan
terapi lain dilanjutkan. Dan pada hari keempat keluhan muntah
darah dan BAB darah pasien sudah tidak ada, tetapi nyeri ulu hati
masih kadang-kadang sehingga terapi tetap dilanjutkan. Pada hari
kelima keluhan pasien membaik, terapi dilanjutkan, serta dilakukan
cek darah rutin.
Pada hari keenam, didapatkan hasil laboratorium adalah WBC 11.100
(Normal), RBC 2.92 juta (Kurang), HGB 8.6 g/dL (Kurang), HCT 23.3
%

(Kurang),

PLT

255.000

(Normal).

Meskipun

eritrosit

dan

hemoglobin masih di bawah normal, tetapi sudah menunjukkan


peningkatan. Keluhan pasien juga sudah tidak ada, meskipun tensi
pasien naik lagi ke 130/80 mmHg. Oleh karena itu terapi hipertensi
tetap diberikan. Pada hari ini, pasien stop pemberian asam
traneksamat.
Pada hari ketujuh, pasien di perbolehkan keluar rumah sakit
dan rawat jalan, dengan catatan kontrol di poli interna seminggu
kemudian. Terapi pulang yang diberikan adalah Omeprazole 20 mg
2x1, Ulsafate syr 3 x 2 cth, Amlodipin 5 mg 1x1, Metronidazol 500
mg 2x1, Sulfas Ferosus 300 mg 3x1, serta anjuran untuk tetap diet
makanan lunak.

21

I.

PEMBAHASAN
Pasien masuk dengan keluhan hematemesis, sehingga banyak kecurigaan

diagnosis yang dapat dipikirkan sebagai penyebabnya dan salah satunya adalah ulkus
peptikum. Hematemesis adalah tanda bahwa ulkus telah mengalami komplikasi.
Apalagi pada pasien ini juga terdapat melena, yang merupakan tanda bahwa terdapat
sumber perdarahan dari saluran pencernaan bagian atas, salah satunya adalah
lambung dan duodenum.
Pada pasien ini dilakukan diagnosis ulkus peptikum berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Khusus pemeriksaan penunjang, gold
standard diagnosis ulkus peptikum adalah esofagogastroduodenoskopi (EGD) karena
dapat langsung memvisualisasi mukosa gastroduodenum dan melakukan biopsi untuk
pemeriksaan histopatologi dan identifikasi infeksi H.pylori. Akan tetapi, keterbatasan
fasilitas rumah sakit tempat pasien di rawat tidak memungkinkan untuk
melakukannya. Sehingga diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
serta pemeriksaan laboratorium untuk menyingkirkan diagnosis lainnya.
Pada anamnesis didapatkan gejala dispepsia seperti rasa terbakar di ulu hati,
cepat kenyang, kembung, dan mual yang sering juga terjadi pada pasien suspek ulkus
peptikum. Nyeri abdomen daerah epigastrium seperti terbakar (dispepsia) sering
terjadi di malam hari yang ditandai pada pasien yang sering mengeluh tidur tidak
nyenyak karena sering bangun karena kesakitan. Nyeri yang terjadi ketika lambung
kosong (sebagai contoh di malam hari) atau beberapa jam sesudah makan sering
menjadi tanda ulkus duodenum, dan kondisi ini adalah yang paling sering terjadi.
Pada pasien ini semua hal diatas menjadi keluhan dan ditambahkan komplikasi yang
menjadi keluhan utama yaitu hematemesis dan melena.
Dan yang paling menunjang dari segi anamnesis adalah riwayat konsumsi
lama obat rematik, dalam hal ini salah satu yang disebutkan adalah ibuprofen yang
merupakan jenis OAINS. Seperti teorinya bahwa pemakaian OAINS secara kronik
dan regular dapat menyebabkan terjadinya resiko perdarahan gastrointestinal 3 kali
lipat dibanding yang bukan pemakai. Apalagi ditambah umur pasien sudah tua (67
tahun) yang merupakan faktor resiko memudahkan terjadinya tukak peptikum akibat
penggunaan OAINS.

22

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tanda-tanda anemis pada konjugtiva yang


menandakan adanya sesuatu yang membuat pasien kekurangan darah dalam hal ini
yang paling dicurigai karena hematemesis maupun melena. Kecurigaan ini ditunjang
oleh hasil pemeriksaan darah rutin dimana hasilnya baik eritrosit, hemoglobin,
maupun hematokrit sangat rendah. Sehingga diharuskan untuk melakukan transfusi
PRC agar tidak terjadi komplikasi seperti syok hipovolemik.
Pada pemeriksaan palpasi abdomen, didapatkan nyeri tekan epigastrium yang
menandakan memang ada kelainan pada organ di daerah region tersebut. Pada
ekstremitas, didapatkan deformitas pada jari-jari pasien serta adanya nyeri tekan
sendi yang menjadi tanda adanya rheumatoid arthritis. Begitu pun bunyi krepitasi
pada ekstremitas inferior pasien yang biasa pada penyakit osteoarthritis. Pada
pemeriksaan thoraks dalam batas normal, sehingga penyakit pada jantung maupun
paru dapat disingkirkan. Begitu juga pada pemeriksaan glukosa darah sewaktu, kimia
hati dan fungsi ginjal semua dalam batas normal. Sehingga penyebab dari hal
tersebut dapat disingkarkan.
Untuk terapi yang diberikan pada pasien ini berdasarkan tatalaksana pada
ulkus akibat karena H.pylori maupun akibat OAINS. Hal ini dikarenakan tidak ada
fasilitas yang menunjang untuk melakukan pemeriksaan untuk mengetahui penyebab,
seperti endoskopi maupun biopsy untuk mendeteksi H.pylori. Oleh karena itu pasien
diberikan kombinasi antibiotik dalam hal ini Metronidazol serta obat golongan PPI
dalam hal ini Omeprazol injeksi atau Omeprazol tablet ketika pulang. Pasien juga
diberikan Ulsafate (berisi Sucralfat) sebagai sitoprotektor. Karena pasien memiliki
riwayat hipertensi dan hasil TTV tensi pasien termasuk Hipertensi grade I maka
diberikan Amlodipin 5 mg. Untuk diet, pasien diberikan makanan lunak untuk
mengurangi kerja lambung yang merangsang pengeluaran asam lambung.
Untuk cairan diberikan kombinasi futrolit dan ringer laktat untuk mengatasi
syok hipovolemik dari pasien selain dilakukan transfusi PRC. Untuk perdarahan pada
pasien ini, selain penggunaan antibiotik, PPI, serta Sucralfat, juga dibantu dengan
pemberian Adona (Berisi Carbazochrome) yang merupakan obat hemostatik untuk
menurunkan resistensi kapiler dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Pada hari
kedua juga dibantu dengan pemberian asam traneksamat yang merupakan obat
hemostatik sebagai anti fibrinolitik, dimana fibrin yang terbentuk akan menutup

23

pembuluh darah yang mengalami perdarahan, jika sudah sampai jangka waktunya
maka akan dilisiskan (fibrinolitik), oleh karena itu, proses fibrinolitik ini yang
dihambat yang diharapkan efek dari fibrin dapat terus ada. Hasilnya pada hari ketiga
sampai pasien pulang, sudah tidak ada keluhan baik hematemesis maupun melena.
Setelah dilakukan transfusi darah, baik eritrosit, hemoglobin, maupun
hematokrit semuanya meningkat meskipun belum mencapai normal. Karena
perdarahan juga sudah tidak ada, maka pada hari itu asam traneksamat di hentikan.
Dan pada keesok harinya, keluhan pasien yang sudah tidak ada makan pasien
dibolehkan pulang dengan pemberian obat oral serta tambahan sulfas ferosus yang
merupakan zat besi yang merupakan zat penting untuk pembentukan sel darah merah.
Sehingga diharapkan ketika pasien rutin meminumnya dapat meningkatkan
hemoglobin dan tentu saja eritrosit itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

1. Akil, HAM. 2009. Tukak Duodenum. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Sudoyo AW, et al. Edisi 5, Jilid I. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD
FKUI; Hal. 523-7.
2. Misnadiarly. 2009. Mengenal Penyakit Organ Cerna: Gastritis (Dyspepsia atau
maag), Infeksi Mycobacteria pada Ulser Gastrointestinal. Jakarta: Pustaka
Populer Obor.

24

3. Lilihata G, Syam AF. 2014. Ulkus Peptik dan Duodenum. Dalam: Kapita Selekta
Kedokteran, Tanto C, Liwang F, et al. Edisi 4, Jilid II. Jakarta: Penerbit Media
Aesculapius; Hal. 612-6.
4. Aziz N. 2002. Peran Antagonis Reseptor H-2 Dalam Pengobatan Ulkus
Peptikum. Dalam: Sari Pediatri. Medan; Hal. 222-6.
5. Tao L, Kendall K. 2013. Sinopsis Organ System Gastrointestinal. Tangerang
Selatan: Karisma Publishing Group; Hal. 137-43.
6. Momtaz H, Sououd N, et al. 2014. Peptic Ulcer Disease and H.pylori. Dalam:
National Digestive Diseases Information Clearinghouse. USA: NIH Publishing.
Hal: 1-7.
7. Grace, Pierce & Borley Neil. 2007. At A Glance : Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta :
Erlangga.

25

Anda mungkin juga menyukai