PENDAHULUAN
Penyakit ulkus peptikum (tukak peptik) yaitu ulkus gaster (tukak lambung)
dan ulkus duodenum (tukak duodenum) merupakan penyakit yang masih banyak
ditemukan terutama dalam kelompok umur di atas 45 tahun. Karel Schwarz pada
tahun 1910 membuat suatu dictum yang terkenal berkenaan dengan tukak peptik
yaitu No Acid Peptic Activity, No Ulcer dan sampai saat ini masih tetap relevan
perannya dalam pathogenesis tukak gaster maupun tukak duodenum, walaupun
beberapa etiologi lain tealah diketahui seperti Helicobacter pylori dan obat anti
inflamsi non steroid (OAINS).1
Ulkus peptikum masih merupakan masalah kesehatan yang penting. Ulkus
peptikum insidennya cukup tinggi di Amerika Serikat, dengan 4 juta penduduk
terdiagnosis setiap tahunnya. Sekitar 20-30 % dari prevalensi ulkus ini terjadi akibat
pemakaian Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) terutama yang nonselektif.
OAINS digunakan secara kronis pada penyakit-penyakit yang didasara inflamasi
kronis seperti osteoathritis. Pemakaian kronis ini semakin meningkatkan risiko terjadi
ulkus peptikum.2
Dari hasil penelitian diketahui bahwa penyebab utama tukak peptik adalah
H.Pylori sehingga penyakit ini disebut juga sebagai Acid H.Pylori Disease, nmaun
demikian peranan faktor-faktor lain dalam kejadian Tukak Peptik jelas ada sehingga
Tukak Peptik dikatakan sebagai penyakit multifaktor.1
BAB II
ULKUS PEPTIKUM
A. DEFINISI
Ulkus didefinisikan sebagai hilangnya lapisan epithelial mukosa hingga
submukosa dengan kedalaman > 5 mm. Ulkus peptikum (UP) adalah kerusakan pada
lapisan mukosa, sub mukosa sampai lapisan otot saluran cerna yang disebabkan oleh
aktifitas pepsin dan asam lambung.3,4
Penyakit ulkus peptikum terdiri dari ulkus gaster dan ulkus duodenum yang
memiliki pathogenesis, etiologi, dan manifestasi klinis yang mirip satu sama lain,
namun terdapat beberapa karakteristik yang dapat membedakan keduanya. Ulkus
peptikum merupakan penyebab tersering perdarahan dari saluran cerna bagian atas.3
Ulkus peptikum dapat mengenai esofagus sampai usus halus, tetapi
kebanyakan terjadi pada bulbus duodenum (90%) dan kurvatura minor. Bila terjadi di
antara kardia dan pilorus disebut ulkus lambung dan bila terjadi pada daerah setelah
pilorus disebut ulkus duodenum.4
B. EPIDEMIOLOGI
Ulkus duodenum lebih sering ditemui dibandingkan ulkus gaster dan terjadi
pada usia lebih muda. Prevalensinya berkisar antara 6-15 % di Negara-negara barat.
Ulkus peptikum sangat jarang terjadi pada bayi dan anak dibanding dewasa, namun
insiden yang pasti belum diketahui. Pada kelompok anak, usia yang paling sering
dikenai adalah 12-18 tahun, serta laki-laki lebih banyak dibanding perempuan.3,4
Ulkus duodenum lebih dari 95 % terjadi dalam bagian pertama duodenum.
Ulkus ini secara khas berukuran > 1 cm, dan malignansi sangat jarang terjadi. Sekresi
asam basal dan nocturnal cenderung mengalami peningkatan. NSAID dan H.Pylori
juga merupakan faktor resiko yang menyertai.5
Ulkus gaster lebih jarang terjadi dan ditemukan pada usia yang lebih lanjut.
Secara khas terjadi di sepanjang kurvatura minor pada region antrum dan prepilorus.
Transformasi malignan lebih sering terjadi dibandigkan pada ulkus duodenum. Ulkus
lambung terutama disebabkan oleh H.Pylori. Sekresi asam basal dan nocturnal secara
khas terlihat normal atau mengalami penurunan.5
C. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Ulkus peptikum disebabkan oleh faktor agresif yang merusak pertahanan
mukosa adalah Helicobacter pylori, obat anti inflamasi non steroid, asam
lambung/pepsin dan faktor-faktor lingkungan serta kelainan satu atau beberapa faktor
pertahanan yang berpengaruh pada kejadian tukak peptikum.1
Stress psikologis juga diperkirakan dapat memicu timbulnya ulkus peptikum.
Merokok dapat menyebabkan defek proses penyembuhan mukosa lambung dan
menciptakan suasana yang nyaman untuk infeksi H. pylori.3
1. Faktor Agresif
a. Helicobacter Pylori
Faktor resiko infeksi H. pylori adalah status sosioekonomi dan
pendidikan yang rendah, lahir di negara berkembang, lingkungan tempat
tinggal padat dan tidak higienis, makanan dan minuman tidak bersih, serta
pajanan terhadap cairan lambung dari individu yang telah terinfeksi.3
H. pylori adalah bakteri gram negatif berbentuk kurva/S-shaped yang
dapat menyebabkan penyakit ulkus peptic yang dapat hidup dalam suasana
asam dalam lambung/duodenum (antrum, corpus, bulbus). Bakteri ini
ditularkan secara feko oral atau oral-oral.1,3,6
Ketika bakteri H. pylori yang mempunyai kemampuan bertahan hidup
dalam suasana asam lambung, bakteri tersebut lalu dapat melakukan penetrasi
siklooksigenase
menghambat
pembentukan
(COX)
secara
prostaglandin
non
(PG).
selektif
Seperti
sehingga
diketahui,
kelainan
struktural
gastroduodenal.
Oleh
karena
itu
10
menetralisir asam lambung dalam lumen atau obat yang menekan produksi
asam lambung dan yang terbaik adalah PPI.1
a. Antasida
Obat ini dapat menyembuhkan tukak namun dosis biasanya lebih tinggi
dan digunakan dalam jangka waktu lebih lama dan lebih sering dengan
komplikasi diare yang mungkin terjadi. Dari penelitian lain dimana
antasida sebagai obat untuk menetralisir asam, cukup diberikan 120-240
mEq/hari dalam dosis terbagi.1
b. H2RA (H2 Receptor Antagonist)
Obat ini berperan menghambat pengaruh histamine sebagai mediator
untuk sekresi asam melalui reseptor histamine-2 pada sel parietal, tetapi
kurang berpengaruh terhadap sekresi asam melalui pengaruh kolinergik
atau gastrin postprandial. Contohnya seperti cimetidin, ranitidine,
femotidin yang diberikan 8-12 minggu.1
c. Proton Pump Inhibitor (PPI)
Merupakan obat pilihan untuk tukak peptikum diberikan sekali sehari
sebelum makan pagi atau jika perlu diberikan dua kali sehari sebelum
makan pagi dan makan malam, selama 4 minggu dengan tingkat
penyembuhan di atas 90%.1
d. Sukralfat
Tidak mensupresi asam, namun bekerja membentuk barier pelindung
untuk mukosa, meningkatkan produksi prostaglandin dan bikarbonat dan
memberi kesempatan mukosa untuk menyembuh. Dosis 4x1 g, diminum
30 menit tiap sebelum makan dan 2 jam setelah makan terakhir di malam
hari, selama 4 minggu. Lanjutkan dengan 2x1 g selama 8 minggu.3
Walaupun tidak diperoleh bukti yang kuat terhadap berbagai bentuk diet yang
dipakai pada masa lalu, namun pemberian diet yang mudah cerna khususnya pada
11
tukak yang aktif perlu dilakukan. Makan dalam jumlah sedikit dan lebih sering,
mengurangi makanan yang merangsang pengeluaran asam lambung/pepsin, makanan
yang merangsang timbulnya nyeri dan zat-zat lain yang dapat mengganggu
pertahanan mukosa gastroduodenal.1
H. KOMPLIKASI
1. Perdarahan merupakan komplikasi yang paling sering ditemui
2. Obstruksi outlet gaster
3. Perforasi dan penetrasi, menyebabkan peritonitis umum, pancreatitis, bahkan
hepatitis
4. Meningkatnya resiko karsinoma gaster
BAB III
LAPORAN KASUS
A.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. S Dg. K
Umur
: 67 Tahun
12
Jenis Kelamin
Alamat
Status
Agama
No. Reg
Tanggal MRS
B.
: Perempuan
: Bajeng, Gowa
: Menikah
: Islam
: 42 97 64
: 08 - 03 2016 (RSUD Syekh Yusuf Kab. Gowa)
ANAMNESIS
Tipe Anamnesis
: Autoanamnesis dan Alloanamnesis
1. Keluhan Utama
: Muntah Darah
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk rumah sakit khusus daerah Syekh Yusuf dengan keluhan
muntah darah sebanyak 3 kali sejak tadi pagi, darah kadang bercampur
dengan makanan yang dimakan. Pasien juga mengeluh BAB warna hitam
sebanyak 2 kali sejak kemarin malam, konsistensi lunak. Pasien mengeluh
nyeri ulu hati sejak 3 hari yang lalu, nyeri seperti rasa terbakar terutama
terjadi beberapa jam setelah makan. Pasien mengeluh saat itu cepat
kenyang, kembung dan mual-mual. Tidur tidak nyenyak karena sering
terbangun karena nyeri. Pusing kadang-kadang. Lemas (+). Demam (-)
dan nyeri kepala (-). Batuk (-), pilek (-), dan sesak (-). Nyeri dada (-).
Pasien sering membeli bebas dan meminum obat rematik (OAINS) sejak
beberapa bulan yang lalu. BAK lancar.
3. Riwayat Penyakit Terdahulu:
Reumatoid Artritis (RA), Osteoartritis (OA), Hipertensi
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada riwayat
5. Riwayat Pengobatan
:
Riwayat pengobatan RA yaitu OAINS (Ibuprofen)
C.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Kesan umum:
Sakit berat
Status gizi (tidak dilakukan pemeriksaan)
Compos mentis
2. Status vital :
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi
: 76 kali /menit, reguler.
Suhu
: 36,8C per axila
Pernapasan
: 20 kali /menit
13
3. Status General
a. Kepala :
Bentuk kepala
Rambut
Wajah
: Normocephal, simetris
: Hitam putih, panjang, lurus, sukar dicabut
: Pucat (+), tidak tampak moon face, tidak
14
ada
Palpasi
ROM
Sensibilitas
CRT
15
D.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, akan di lakukan
pemeriksaan penunjang untuk menunjang diagnosis masuk dan diagnosis
kerja nantinya, yaitu berupa:
1. Darah Rutin
2. Fungsi Ginjal
3. Kimia Hati (SGOT/SGPT)
4. Gula Darah Sewaktu
E.
DIAGNOSIS KERJA
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
pasien mengalami :
Diagnosis Masuk : Susp. Ulkus Peptikum
Diagnosis Kerja : Susp. Ulkus Peptikum, Hipertensi Derajat I
Diagnosis Banding : GERD, Gastritis, Dispepsia Fungsional, Sirosis
Hepatis, Tumor Gastrointestinal.
F.
FOLLOW UP PASIEN
Tanggal / TTV
8/3/2016
TD: 140/90
N : 76x/menit
P : 20x/menit
S : 36,8C
Perjalanan Penyakit
S : Pasien masuk rumah sakit khusus daerah
Syekh Yusuf dengan keluhan muntah darah
sebanyak 3 kali sejak tadi pagi, darah kadang
bercampur dengan makanan yang dimakan.
Pasien juga mengeluh BAB warna hitam
sebanyak 2 kali sejak kemarin malam,
konsistensi lunak. Pasien mengeluh nyeri ulu hati
sejak 3 hari yang lalu, nyeri seperti rasa terbakar
terutama terjadi beberapa jam setelah makan.
Pasien mengeluh saat itu cepat kenyang,
kembung dan mual-mual. Tidur tidak nyenyak
karena sering terbangun karena nyeri. Pusing
kadang-kadang. Lemas (+). Demam (-) dan nyeri
kepala (-). Batuk (-), pilek (-), dan sesak (-).
Nyeri dada (-). Pasien sering membeli bebas dan
meminum obat rematik (OAINS) sejak beberapa
bulan yang lalu. BAK lancar. Riwayat OA, RA,
dan Hipertensi. Serta riwayat konsumsi obat
rematik seperti Ibuprofen.
Instruksi Dokter
IVFD Futrolit 20
tpm
Adona / 8
jam/drips
Inj. Omeprazole
40 mg/12 jam/iv
Ulsafate syr 3 x
2 cth
Amlodipin 5 mg
1x1
Diet Makanan
Lunak
Periksa DR,
Ureum,
Kreatinin, SGOT,
SGPT, GDS
16
O:
Muka: Pucat, Konjungtiva anemis (+)
Abd: Nyeri tekan epigastrium (+)
A:
Suspek Ulkus Peptikum dan Hipertensi
Gr. I
9/3/2016
TD : 140/80
N : 80x/menit
P : 18x/menit
S : 36C
IVFD Futrolit 20
tpm
Adona / 8
jam/drips
Inj. Omeprazole
40 mg/12 jam/iv
Ulsafate syr 3 x
2 cth
Amlodipin 5 mg
1x1
Asam
Traneksamat /8
10/3/2016
TD : 120/80
N : 74x/menit
P : 18x/menit
S : 36.6C
jam/iv
Metronidazol 500
mg 2x1
Diet Makanan
Lunak
IVFD Futrolit : RL,
2:1
Adona / 8
jam/drips
Inj. Omeprazole
40 mg/12 jam/iv
Ulsafate syr 3 x
2 cth
Amlodipin 5 mg
1x1
Asam
Traneksamat /8
jam/iv
Metronidazol 500
mg 2x1
Diet Makanan
17
Gr. I
-
Lunak
Transfusi PRC 2
bag
11/3/2016
TD : 120/70
N : 78x/menit
P : 20x/menit
S : 36.5C
2:1
Adona / 8
jam/drips
Inj. Omeprazole
40 mg/12 jam/iv
Ulsafate syr 3 x
2 cth
Amlodipin 5 mg
1x1
Asam
Traneksamat /8
jam/iv
Metronidazol 500
mg 2x1
Diet Makanan
Lunak
18
12/3/2016
TD : 120/70
N : 80x/menit
P : 20x/menit
S : 36.6C
2:1
Adona / 8
jam/drips
Inj. Omeprazole
40 mg/12 jam/iv
Ulsafate syr 3 x
2 cth
Amlodipin 5 mg
1x1
Asam
Traneksamat /8
13/3/2016
TD : 130/80
N : 78x/menit
P : 20x/menit
S : 36.5C
14/3/2016
TD : 130/80
N : 76x/menit
P : 18x/menit
S : 36.5C
jam/iv
Metronidazol 500
mg 2x1
Diet Makanan
Lunak
Cek Darah Rutin
IVFD Futrolit : RL,
2:1
Adona / 8
jam/drips
Inj. Omeprazole
40 mg/12 jam/iv
Ulsafate syr 3 x
2 cth
Amlodipin 5 mg
1x1
Metronidazol 500
mg 2x1
Diet Makanan
Lunak
Aff Infus
Omeprazole 20
mg 2x1
Ulsafate syr 3 x
2 cth
Amlodipin 5 mg
1x1
Metronidazol 500
19
mg 2x1
Sulfas Ferosus
300 mg 3x1
Diet Makanan
Lunak
Keterangan:
Boleh KRS
G.
DIAGNOSIS
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
RESUME
Pasien masuk rumah sakit khusus daerah Syekh Yusuf dengan keluhan
muntah darah sebanyak 3 kali sejak tadi pagi, darah kadang bercampur dengan
makanan yang dimakan. Pasien juga mengeluh BAB warna hitam sebanyak 2 kali
sejak kemarin malam, konsistensi lunak. Pasien mengeluh nyeri ulu hati sejak 3 hari
yang lalu, nyeri seperti rasa terbakar terutama terjadi beberapa jam setelah makan.
Pasien mengeluh saat itu cepat kenyang, kembung dan mual-mual. Tidur tidak
nyenyak karena sering terbangun karena nyeri. Pusing kadang-kadang. Lemas (+).
Demam (-) dan nyeri kepala (-). Batuk (-), pilek (-), dan sesak (-). Nyeri dada (-).
Pasien sering membeli bebas dan meminum obat rematik (OAINS) sejak beberapa
bulan yang lalu. BAK lancar. Riwayat penyakit osteoarthritis, rheumatoid arthritis,
dan hipertensi.
Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak lemas sekali serta didapatkan tandatanda anemis pada konjugtiva. Pada pemeriksaan thoraks baik paru maupun jantung
semua dalam batas normal. Pada pemeriksaan palpasi abdomen didapatkan adanya
nyeri tekan epigastrium. Di ekstremitas superior didapatkan tanda deformitas serta
nyeri tekan sendi dan pada ekstremitas inferior didapatkan juga nyeri tekan sendi
serta krepitasi yang positif.
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan adanya hipertensi yaitu
140/90 mmHg. Sedangkan nadi, suhu, serta pernapasan dalam batas normal. Pada
20
pemeriksaan penunjang pada hari ke tiga pasien di rumah sakit didapatkan WBC
11.500 (Normal), RBC 1.49 juta (Kurang), HGB 4.4 g/dL (Kurang), HCT 13.1 %
(Kurang), PLT 242.000 (Normal), SGOT 30 U/L, SGPT 33 U/L, Ureum 41 mg/dL,
Kreatinin 0.7 mg/dL, dan GDS 149 mg/dL.
Adapun terapi pada saat pasien masuk yang diberikan adalah IVFD Futrolit
20 tpm, Adona / 8 jam/drips, Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam/iv, Ulsafate syr 3 x 2
cth, Amlodipin 5 mg 1x1, serta Diet Makanan Lunak. Pada hari kedua pasien, di
tambahkan terapi Asam Traneksamat /8 jam/iv dan Metronidazol 500
mg 2x1.
Pada hari ketiga setelah hasil laboratorium keluar, cairan
infuse di kombinasikan antara futrolit dan ringer laktat dengan
perbandingan 2:1. Serta karena hasil hemoglobin dan eritrosit yang
rendah di anjurkan untuk transfusi PRC sebanyak 2 bag. Sedangkan
terapi lain dilanjutkan. Dan pada hari keempat keluhan muntah
darah dan BAB darah pasien sudah tidak ada, tetapi nyeri ulu hati
masih kadang-kadang sehingga terapi tetap dilanjutkan. Pada hari
kelima keluhan pasien membaik, terapi dilanjutkan, serta dilakukan
cek darah rutin.
Pada hari keenam, didapatkan hasil laboratorium adalah WBC 11.100
(Normal), RBC 2.92 juta (Kurang), HGB 8.6 g/dL (Kurang), HCT 23.3
%
(Kurang),
PLT
255.000
(Normal).
Meskipun
eritrosit
dan
21
I.
PEMBAHASAN
Pasien masuk dengan keluhan hematemesis, sehingga banyak kecurigaan
diagnosis yang dapat dipikirkan sebagai penyebabnya dan salah satunya adalah ulkus
peptikum. Hematemesis adalah tanda bahwa ulkus telah mengalami komplikasi.
Apalagi pada pasien ini juga terdapat melena, yang merupakan tanda bahwa terdapat
sumber perdarahan dari saluran pencernaan bagian atas, salah satunya adalah
lambung dan duodenum.
Pada pasien ini dilakukan diagnosis ulkus peptikum berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Khusus pemeriksaan penunjang, gold
standard diagnosis ulkus peptikum adalah esofagogastroduodenoskopi (EGD) karena
dapat langsung memvisualisasi mukosa gastroduodenum dan melakukan biopsi untuk
pemeriksaan histopatologi dan identifikasi infeksi H.pylori. Akan tetapi, keterbatasan
fasilitas rumah sakit tempat pasien di rawat tidak memungkinkan untuk
melakukannya. Sehingga diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
serta pemeriksaan laboratorium untuk menyingkirkan diagnosis lainnya.
Pada anamnesis didapatkan gejala dispepsia seperti rasa terbakar di ulu hati,
cepat kenyang, kembung, dan mual yang sering juga terjadi pada pasien suspek ulkus
peptikum. Nyeri abdomen daerah epigastrium seperti terbakar (dispepsia) sering
terjadi di malam hari yang ditandai pada pasien yang sering mengeluh tidur tidak
nyenyak karena sering bangun karena kesakitan. Nyeri yang terjadi ketika lambung
kosong (sebagai contoh di malam hari) atau beberapa jam sesudah makan sering
menjadi tanda ulkus duodenum, dan kondisi ini adalah yang paling sering terjadi.
Pada pasien ini semua hal diatas menjadi keluhan dan ditambahkan komplikasi yang
menjadi keluhan utama yaitu hematemesis dan melena.
Dan yang paling menunjang dari segi anamnesis adalah riwayat konsumsi
lama obat rematik, dalam hal ini salah satu yang disebutkan adalah ibuprofen yang
merupakan jenis OAINS. Seperti teorinya bahwa pemakaian OAINS secara kronik
dan regular dapat menyebabkan terjadinya resiko perdarahan gastrointestinal 3 kali
lipat dibanding yang bukan pemakai. Apalagi ditambah umur pasien sudah tua (67
tahun) yang merupakan faktor resiko memudahkan terjadinya tukak peptikum akibat
penggunaan OAINS.
22
23
pembuluh darah yang mengalami perdarahan, jika sudah sampai jangka waktunya
maka akan dilisiskan (fibrinolitik), oleh karena itu, proses fibrinolitik ini yang
dihambat yang diharapkan efek dari fibrin dapat terus ada. Hasilnya pada hari ketiga
sampai pasien pulang, sudah tidak ada keluhan baik hematemesis maupun melena.
Setelah dilakukan transfusi darah, baik eritrosit, hemoglobin, maupun
hematokrit semuanya meningkat meskipun belum mencapai normal. Karena
perdarahan juga sudah tidak ada, maka pada hari itu asam traneksamat di hentikan.
Dan pada keesok harinya, keluhan pasien yang sudah tidak ada makan pasien
dibolehkan pulang dengan pemberian obat oral serta tambahan sulfas ferosus yang
merupakan zat besi yang merupakan zat penting untuk pembentukan sel darah merah.
Sehingga diharapkan ketika pasien rutin meminumnya dapat meningkatkan
hemoglobin dan tentu saja eritrosit itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
1. Akil, HAM. 2009. Tukak Duodenum. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Sudoyo AW, et al. Edisi 5, Jilid I. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD
FKUI; Hal. 523-7.
2. Misnadiarly. 2009. Mengenal Penyakit Organ Cerna: Gastritis (Dyspepsia atau
maag), Infeksi Mycobacteria pada Ulser Gastrointestinal. Jakarta: Pustaka
Populer Obor.
24
3. Lilihata G, Syam AF. 2014. Ulkus Peptik dan Duodenum. Dalam: Kapita Selekta
Kedokteran, Tanto C, Liwang F, et al. Edisi 4, Jilid II. Jakarta: Penerbit Media
Aesculapius; Hal. 612-6.
4. Aziz N. 2002. Peran Antagonis Reseptor H-2 Dalam Pengobatan Ulkus
Peptikum. Dalam: Sari Pediatri. Medan; Hal. 222-6.
5. Tao L, Kendall K. 2013. Sinopsis Organ System Gastrointestinal. Tangerang
Selatan: Karisma Publishing Group; Hal. 137-43.
6. Momtaz H, Sououd N, et al. 2014. Peptic Ulcer Disease and H.pylori. Dalam:
National Digestive Diseases Information Clearinghouse. USA: NIH Publishing.
Hal: 1-7.
7. Grace, Pierce & Borley Neil. 2007. At A Glance : Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta :
Erlangga.
25