Anda di halaman 1dari 11

http://wartasejarah.blogspot.co.id/2013/07/tugas-indonesia-5-dewisetiasih.html?

m=1
WARTA SEJARAH
Sabtu, 27 Juli 2013
Batavia sebagai Pusat VOC Sejak Tahun 1619
Oleh : Siti Khairiah/B/SI3
Pelayaran di mulai pada awal abad XVI tercantum nama salah satu nama
kota pelabuhan di pantai Utara Jawa Barat , Kalapa atau Sunda Kalapa.
Diberitakan lebih lanjut bahwa Sunda Kalapa adalah Pelabuhan dari kerajaan
Pajajaran yang mempunyai ibu kota di pedalaman, pada tahun 1522
Hendrique Leme singgah di kalapa untuk mengadakan hubungan dengan
raja Sunda dan ketika kembali pada tahun 1528 untuk mengadakan
perjanjian, situasi telah berubah, Kalapa telah dikuasai oleh Banten sejak
tahun 1527 dan diberi nama Jayakarta. Pada awal abad XVII Jayakarta ada di
bawah Suzerianitas Banten dan pemguasanya, Pangeran Jayakarta, masih
warga Wangsa Banten. Dalem terletak ditepi kiri sungai Ciliwung menghadap
suatu paseban di mana kemudian dibangun loji Inggris dan Gereja Potrugis.
Beberapa ratus rumah dari bambu terletak di tepi sungai membujur mudik
sampai satu mil dari pantai. Pemukiman itu di pihak daratan di kelilingi oleh
semak-semak dan hutan rimba. Dalam musim hujan berubah menjadi tanah
berpaya paya.
Jakarta pada kedatangan bangsa Barat sudah kurang berarti sebagai
pelabuhan, hanya tempat singgah untuk mengambil air bersih dan bahan
makanan segar, sebagai pelabuhan yang telah lama di bawah bayangan
Banten. Kalau titik pangkal di daerah Indonesia Timur bagi VOC telah
berwujud benteng dan faktorai dan pada pertengahan abad XVII telah
berhasil memegang monpili rempah rempah di bagian Barat, Indonesia
rendez-vous ( tempat pertemuan) dan faktorai pusat dimana kegiatan VOC
dapat di atur dan di kelola. Selain itu pembangunan benteng di tempat itu
juga harus di kelola juga, pada awalnya di pikirkan untuk menjadikan Malaka,
Johor, Aceh, Bangka, Singapore, dan Jepara sebagai tempat rendez-vous.
Meskipun VOC telah mempunyai faktorai di Banten sejak 1603 dan
perdagangannya yang ramai, akan tetapi kondisi tempat itu tidak
menguntungkan,karena: pertama, keadaan keamanan yang menyedihkan,
banyak terjadi pencurian, perampokan, dan pembunuhan. Kedua , kehadiran
Inggris dan Portugis di tempat itu meninbulkan hubungan politik yang

komleks sehingga serig terjadi bentrokan. Pada tahun 1609 Pieter Both
sebagai Gubernur Jendral VOC pertama,berusaha melaksanakan rencana
konsentrasi pemerintahan VOC, maka mohon izin pangeran Jakarta untuk
membangun suatu benteng dengan yurisdiksi sendiri dan bebas dari beacukai. Persetujuan dari tuan-tuan XVII ( Heren XVII ) terunda tunda saja,
oleh karena pertimbangan yang pokok sekali ialah bahwa pendirian benteng
di Jakarta itu tidak menimbulkan permusuhan dari pihak Banten. Pada bulan
Januari 1611 maka di buat kontrak yang berisikan pemberian izin kepada
VOC untuk membuat bangunan dari batu dan kayu di suatu lapangan di
pecinan dengan ukuran 50 dan 50 vadem, dan sebagai ganti rugi VOC
membayar 1200 real kepada pangeran Jakarta.
Kedudukan Banten sebagai pusat perdagangan lada tetap kuat dengan
kedatangan pedagang Barat membawa banyak keuntungan serta kekayaan
bagi pengusaha da pedagang Cina, Khususnya Pangeran Aria
Ranamenggala, paman dari wali raja Banten, setelah pedagang asing kuat
kedudukannya dan mulai menyisihkan peranan perantara pengusaha dan
pedagang tersebut di atas pihak terakhir , mulai mempersulit transaksi
dengan bermacam macam cara: antara lain menuntut persekot tetapi tidak
menjamin ketertiban , menyediakan barangnya, menaikkan harga, melarang
pembuatan gedung, dan sebagainya. Penderian rendez-vous di Jakarta oleh
VOC perlu diterangkan dengan latar belakang percaturan politik yang
berkaitan dengan hubungan multilateral antara kerajaan kerajaan dan
badan- badan perdagangan asing. Antagoisme antara Banten dan Mataram
selama bagian pertama pada abad XVII sedemikian kuatnya sehingga dalam
menghadapi lawan yang sama ialah VOC tidak terjadi pendekatan,
jangankan aliansi. Kondisi politik di Jawa hanya menguntungkan VOC saja.
Meskipun Jakarta berstatus vasal terhadap Banten akan tetapi cukup
mempunyai otonomi untuk melakukan kontrak sendiri dengan kumpeni dan
badan pedagangan asing lainnya. Kedua kerajaan ini dengan pelabuhannya
ada rivalitas dan kemajuan Banten hanya menimbulkan iri hati pada
pangeran Jakarta, maka maksud VOC mendirikan loji di Jakarta di sambut
dengan baik, dengan hadirnya pedagang pedagang asing d harapkan dapat
meningkatkan perkembangannya serta membawa keuntungan. Oleh karena
itu para pedagang Inggris juga di berikan izin untuk mendirikan faktorai
disana, kecuali menjunjung tinggi prinsip perdagangan terbuka, dengan
maksud supaya persaingan di antara pedagang dapat mencegah pengaruh
yang di pelopori satu pihak yaitu pihak yang mendomisili perdagangan.
Sehubungan dengan itu pula Pangeran Jakarta tidak menghendaki adanya
benteng di teritoriumnya.

Sebaliknya, rencana VOC, khususnya J.P.Coen, membangun benteng tidak


hanya untuk melindungi perdagangannya, tetapi juga menjadi basis politik
untuk mempertahankan kedudukannya dalam menghadapi keadaan darurat
atau krisis politik. Di mata Pangeran Jakarta, mengizinkan pendirian benteng
berarti " memasukkan kuda Troya".
Persaingan antara Belanda dan Inggris menambah proses politik, suatu
faktor yang menjadi keuntungan bagi kerajaan kerajaan, karena pihak
Inggris merupakan potensi berharga sebagai sekutu. Meskipun Belanda dan
Inggris bersekutu di medan perang eropa dalam melawan Spanyol, di
Indonesia mereka melakukan persaingan hebat dengan segala pertentangan
dan bentrokan bentrokan. Salah satu alasan untuk mencari lokasi brau
untuk kantor pusatnya ialah bahwa di Banten sering terjadi Insiden anatara
anak buah Kumpeni dan orang Inggris. Pada tahun 1617 dua kapal Inggris di
sita oleh VOC di Maluku di mana perdagangan rempah rempah di tutup
bagi bangsa Inggris. Pendirian faktorial Inggris yang terletak di seberang
sungai Ciliwung mwrupakan " Duri di Mata" Kumpeni. Penyerangan loji Jepara
pada tanggal 8 Agustus 1618 mendorong Coen untuk memperkuat lojinya di
Jakarta, maka di buatnya bangunan pertahanan yang agak tinggi di tepi
sungai. Pangeran Jakarta menganggap hal itu sebagai pelanggaran dalam
perjanjian dan ancaman terhadap dalem-nya. Oleh karena itu, ia juga mulai
membangun tembok juga di tepi pantai untuk melindungi istananya. Pada
akhir tahun 1618 pertentangan memuncak dengan adanya konsentrasi
angkatan laut Inggris di Banten. Pada tanggal 15 Desember 1618 sebuah
kapal Belanda di sita. Tindakan balasan Coen ialah penyerbuan loji Inggris di
Jakarta dan penghancuran kampung di dekatnya, bangunan pertahanan di
tambah dan di perkuat, sedangkan angkatan lautnya di kerahkan di sekitar
Pulau Onrust, orang lebih cendrung dan mempertahankan benteng dari pada
mengosongkannya dan mengungsi ke Ambon. Strategi Coen kemudian ialah
melakukan serangan terhadap angkatan laut Inggris. Pertempuran pada
tanggal 2 Januari 1619 tidak memberikan kemenangan pada pihak mana
pun, tetapi karena menghadapai kekuatan yang lebih besar, delapan lawan
empat belas kapal, kompeni bersiap siap untuk mengungsi ke Maluku.
Mendengar pertempuran tersebut Pangeran Aria Ranamanggala
mengirimkan angkatan laut Banten ke Jakarta untuk menengahi pertikaian
itu. Tujuannya ialah untuk mencegah pengusiran Belanda karena kehadiran
mereka di Banten dibutuhkan, maka dari itu ia lebih memihak VOC yang
sedang menghadapi Inggris dan Pangeran Jakarta. Diharapakannya agar
dihapuskannya loji VOC di Jakarta membawa keuntungan bagi Banten. Pada
tanggal 4 Januari 1619 tejadilah pertempuran , sepuluh hari kemudian

Pangeran Jakarta telah memerintahkan untuk menghentikan pertempuran


itu, selain itu pangeran Jakarta juga membuka perundingan dengan VOC,
perjanjian yang di tanda tangani pada tanggal 19 Januari menentukan bahwa
pangeran Jakarta menyetujui berlakunya kontrak kontrak terdahulu dan
suatu status quo mengenai keadaan bangunan di loji. Beberapa hari
kemudian pimpinan VOC P. Van den Broeke beserta beberapa pengikutnya di
tangkap waktu menghadap Pangeran Jakarta antara lain, karena kompeni
tidak mau memenuhi tuntutannya yaitu membongkar tembok bentengnya.
Untuk memenuhi kehendaknya kompeni memutuskan akan menyerahkan
benteng seluruhnya, sementara itu diplomasi dari Loji Banten berhasil
membebasakan para tawanan dan merundingkan soal nasib benteng VOC di
Jakarta dengan P.A Ranamanggala. Atas perintahnya Inggris di suruh
meninggalkan faktorianya dan Pangeran Jakarta di hentikan jadi penguasa
Jakarta. Dengan demikian kemenangan ada di pihak VOC yang berhasil
mempertahankan kedudukannya di Jakarta, pada tanggal 12 Maret 1619
benteng secara resmi di beri nama Batavia. Coen sebenarnya menghendaki
nama benteng itu adalah Nieuw Hoorn karena dia sendiri berasal dari Hoorn .
keputusan pimpinan VOC memilih nama Batavia ialah untuk memuaskan
ketujuh provinsi. Menurut Hadrianus Julinus, Batavia berarti Bato's have,
tempat tinggal Bato, yaitu pahlawan suku(stamhero). Sementara itu,
pasukan Bantam lah yang menduduki Jakarta. Sebalinya dari Maluku, Coen
terlebih dulu membebasakan orang kumpeni yang tertawan di Banten. Pada
tanggla 30 Mei di jadikan hari pendirian Batavia. Pada akhir abad ke 18
kumpeni mundur dengan cepat, kumpeni tidak berhasil mengatasi pukulan
pukulan di bidang keuangan yang di deritanya selama perang Inggris
Belanda pada tahun 1780 1784 . tahun 1796 para direktur VOC terpaksa
menyerahkan kekuasaan mereka kepada panitia pro-Prancis, 31 Desember
1799 VOC di bubarkan. Dalam jangka waktu 16 tahun setelah itu, Inggris dan
Prancis menguasai harta Belada di Indonesia, sampai tahun 1811 bangsa
Beanda secara nominal masih memerintah Indonesia, tetapi penguasa yang
sebenarnya berasal dari Kepulauan Hindia dan juga negeri Belanda sendiri
adalah Napoleon.
September 1811 , Jawa jatuh ketangan Inggris sampai tahun 1816 ,
dimana seluruh bekas milik Belanda di kembalikab kepada Belanda sesuai
dengan konvensi London. Pemerintahan Hindia Belanda di lantik di Batavia
pada 19 Agustus 1816 , dan tetap memegang kekuasaan Belanda di
Indonesia, sampai mereka di usir oleh Jepang tahun 1942.
Pemerintahan baru itu membawa ke Indonesia suatu jenis tata pemerintahan
yang lain dari suatu jenis tata pemerintahan yang ada di negeri ini

sebelumnya. Kumpeni Hindia Belanda merupakan perusahaan dagang yang


mengejar laba, yang hanya memikirkan transaks jual beli dengan
mengesampingkan apa saja. Kumpeni tidak memiliki misi budaya , tidak
berhasrat melakukan campur tangan terhadap tatanan hidup rakyat yang di
ajak berniaga. Ia hanya mendorong produksi barang ekspor, tetapi dalam hal
kopi dan gula,.
Pemerintah Hindia Belanda pada abad ke 19 dan ke 20 merupakan
usahawan besar. Tanpa di sadari lambat laun Indonesia di jadikan mesin
produksi model barat. Dalam proses ini mereka memperkenalkan
perkebunan, dinas dinas sosial, dan sedikit industrialisasi, sedangkan
berbagai peraturan serta ordonasi pemerintahan mulai melibatkan jutaan
penduduk indonesia yang nenek moyangnya hampir tidak menyadari
kehadiran kompei Hinda Timur Belanda.
DAFTAR PUSTAKA
Sartono Kartodirdjo.Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500 1900 Dari
Emporium Sampai Imperium Jilid 1. GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA, JAKARTA.
Ali Mohammad, Soedjatmoko, G.McT.Kahin, G.J.Resink, Historiografi Indonesia
Sebuah Pengantar , Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 10270.

as ril di 12.22
Berbagi

Tidak ada komentar:


Poskan Komentar

Beranda
Lihat versi web
Mengenai Saya

Foto Saya
as ril

Lihat profil lengkapku


Diberdayakan oleh Blogger.

http://www.kodam-ii-sriwijaya.mil.id/index.php?module=content&id=75

PERANG LIMA HARI LIMA MALAM

Gambaran Sengitnya Pertempuran


Dengan Latar Belakang Kobaran Api dan Masjid Agung

1 Januari 1947

Dari RS. Charitas terjadi rentetan tembakan disusul oleh ledakan-ledakan


dahsyat kearah kedudukan pasukan kita yang bahu membahu dengan Tokoh
masyarakat bergerak dari pos di Kebon Duku (24 Ilir Sekarang) mulai dari
Jalan Jenderal Sudirman terus melaju kearah Borsumij, Bomyetty Sekanak,
BPM, Talang Semut.

2 Januari 1947

Diperkuat dengan Panser dan Tank Canggih Belanda bermaksud menyerbu


dan menduduki markas Tentara Indonesia di Masjid Agung Palembang.
Pasukan Batalyon Geni dibantu oleh Tokoh Masyarakat bahu membahu
memperkuat barisan mengobarkan semangat jihad yang akhirnya dapat
berhasil mempertahankan Masjid Agung dari serangan sporadis Belanda.
Pasukan bantuan belanda dari Talang Betutu gagal menuju masjid agung
karena disergab oleh pasukan Lettu. Wahid Luddien sedangkan pada hari
kedua Lettu Soerodjo tewas ketika menyerbu Javache Bank. Diseberang ulu
Lettu. Raden. M menyerbu kedudukan strategis belanda di Bagus Kuning dan
berhasil mendudukinya untuk sementara. Bertepatan dengan masuknya
pasukan bantuan kita dari Resimen XVII Prabumulih

3 Januari 1947

Pertempuran yang semakin sengit kembali memakan korban perwira penting


Lettu. Akhmad Rivai yang tewas terkena meriam kapal perang belanda di
sungai seruju. Keberhasilan gemilang diraih oleh Batalyon Geni pimpinan
Letda Ali Usman yang sukses menhancurkan Tiga Regu Kaveleri Gajah Merah
Belanda. Meskipun Letda Ali Usman terluka parah pada lengan.

Pasukan lini dua kita yang bergerak dilokasi keramat Candi Walang (24 Ilir)
menjaga posisi untuk menghindari terlalu mudah bagi belanda
memborbardir posisi mereka. Sedangkan pasukan Ki.III/34 di 4 Ulu berhasil
menenggelamkan satu kapal belanda yang sarat dengan mesiu. Akibatnya
pesawat-pesawat mustang belanda mengamuk dan menghantam selama 2
jam tanpa henti posisi pasukan ini.

Pada saat ini pasukan bantuan kita dari Lampung, Lahat dan Baturaja tiba
dikertapati namun kesulitan memasuki zona sentral pertempuran diareal
masjid agung dan sekitar akibat dikuasainya Sungai Musi oleh Pasukan
Angkatan Laut Belanda.

Pasukan Indonesia
Menyebrangi Sungai Musi untuk Membantu Posisi Front

4 Januari 1947

Belanda mengalami masalah amunisi dan logistik akibat pengepungan hebat


dari segala penjuru oleh tentara dan rakyat, sedangkan tentara kita
mendapat bantuan dari Tokoh masyarakat dan pemuka adat yang
mengerahkan pengikutnya untuk membuka dapur umum dan lokasi
persembunyian serta perawatan umum.

Pasukan Mayor Nawawi yang mendarat di keramasan terus melaju ke pusat


kota melalui jalan Demang Lebar Daun. Bantuan dari pasukan ke masjid
agung terhadang di Simpang empat BPM, Sekanak, dan Kantor Keresidenan
oleh pasukan belanda sehingga bantuan belum bisa langsung menuju
kewilayah charitas dan sekitar.

5 Januari 1947

Pada hari ke Lima panser belanda serentak bergerak maju kearah Pasar
Cinde namun belum berani maju karena perlawanan sengit dari Pasukan
Mobrig kita pimpinan Inspektur Wagiman dibantu oleh Batalyon Geni.
Sedangkan pasukat belanda dijalan merdeka mulai sekanak tetap tertahan
tidak mampu mendekati masjid agung. Akibat kesulitan tentara belanda
dibidang logistik dan kesulitan yang lebih besar pada pihak kita pada bidang
amunisi akhirnya dibuat kesepakatan untuk mengadakan Cease Fire.

Perundingan Cease Fire

Pasukan dari Kebun Duku diperintahkan untuk menyerang Jalan Jawa lama
dan 11 Siang telah menyusun barisan berangkat ke kenten. Tiba-tiba dalam
perjalanan Kapal Belanda menembaki rumah sekolah yang dihuni oleh
Batalyon Geni dan Laskar Nepindo sehingga pihak kita mengalami banyak
kerugian dan korban jiwa.

Dalam Cease Fire TKR dan laskar serta badan-badan perlawanan rakyat
diperintahkan mundur sejauh 20 KM dari kota palembang atas perintah
Komandan Divisi II Kolonel Bambang Utoyo. Sedangkan dikota palembang
hanya diperbolehkan pasukan ALRI dan unsur sipil dari RI yang tinggal.

http://www.indonesiakaya.com/kanal/detail/monpera-simbol-perjuanganrakyat-yang-bergelora
Monpera, Simbol Perjuangan Rakyat yang Bergelora

0 Komentar
Pasca proklamasi kemerdekaan RI, berbagai wilayah di nusantara masih
mengalami pergolakan dalam serangan agresi militer Belanda II. Seperti
yang terjadi di Palembang pada Desember 1946, Belanda yang melanggar
garis demarkasi menyulut pertempuran. Karena terdesak perlawanan
pejuang nasionalis, mereka meminta bantuan, yang pada akhirnya membuat
para pejuang nasionalis tersudut.

Pada Januari 1947, Belanda makin gencar menghancurkan Kota Palembang


dengan mengerahkan tank dan artileri. Penjajah Belanda juga menembaki
pejuang nasionalis dari kapal perang dan boat, menjatuhkan bom serta
granat. Pertempuran itu terjadi di hampir seluruh wilayah Kota Palembang
selama 5 hari 5 malam dan menghancurkan sebagian kota ini.

Untuk memperingati peristiwa tersebut, para sesepuh pejuang kemerdekaan


RI wilayah Sumatera Selatan yang tergabung dalam Legiun Veteran
Sumatera Selatan berinisiatif untuk membangun sebuah monumen
peringatan. Cita-cita tersebut baru terwujud pada 17 Agustus 1975 dengan
dilakukannya upacara peletakan batu pertama pembangunan monumen.
Pembangunan monumen selesai pada 1988, yang kemudian diresmikan oleh
Alamsyah Ratu Prawiranegara (Menkokesra pada saat itu) dengan nama
Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera).

Bentuk Monpera menyerupai bunga melati bermahkota lima. Melati


menyimbolkan kesucian hati para pejuang, sedangkan lima sisi
manggambarkan lima wilayah keresidenan yang tergabung dalam Sub
Komandemen Sumatera Selatan. Sedangkan jalur menuju ke bangunan
utama Monpera berjumlah 9, yaitu 3 di sisi kiri, 3 di sisi kanan, dan 3 di sisi
bagian belakang. Angka 9 tersebut mengandung makna kebersamaan
masyarakat Palembang yang dikenal dengan istilah Batang Hari Sembilan.
Sementara tinggi bangunan Monpera mencapai 17 meter, memiliki 8 lantai,

dan 45 bidang/jalur. Angka-angka tersebut mewakili tanggal proklamasi


kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.

Monpera juga dilengkapi dengan berbagai bangunan lain yang ada di


sekitarnya, seperti pintu gerbang utama yang dibuat dengan 6 cagak beton.
Angka tersebut melambangkan 6 daerah perjuangan rakyat Sumatera
Selatan. Melewati gerbang utama, pengunjung akan menemukan gading
gajah yang terbuat dari coran semen dan pasir. Gading tersebut
melambangkan perjuangan rakyat Sumatera Selatan bak gajah mati
meninggalkan gading. Pada gading gajah tertulis prasasti dan angka tahun
diresmikannya Monpera.

Simetris dengan prasasti gading gajah, terdapat dada membusung garuda


pancasila yang ada pada dinding bangunan utama Monpera. Sementara
pada bagian yang lain terdapat dua relief, relief pertama menggambarkan
kondisi masyarakat saat pra kemerdekaan, sedangkan relief yang lain
menggambarkan peristiwa perang 5 hari 5 malam.

Masuk ke dalam bangunan utama Monpera, pengunjung akan menemukan


berbagai koleksi sejarah yang berkaitan dengan perjuangan masyarakat
Sumatera Selatan dalam menghadapi agresi militer Belanda II. Koleksi
tersebut antara lain berupa foto dokumentasi, pakaian yang pernah
digunakan para pejuang, senjata, buku, hingga mata uang yang pernah
berlaku di NKRI.

Bangunan Monpera yang penuh akan simbol-simbol merupakan upaya


mengingat kembali perjuangan para pahlawan yang telah gugur demi
mempertahankan kemerdekaannya. Sehingga monumen tidak hanya
menjadi sekadar bangunan sakral yang menggambarkan kejayaan masa lalu
belaka, tetapi lebih dari itu, monumen bisa menjadi wadah untuk terus
menjaga dan melestarikan nilai-nilai luhur perjuangan nasionalisme bangsa
Indonesia. [AhmadIbo/IndonesiaKaya]

Anda mungkin juga menyukai