Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk betina Aedes aegypti dan
Aedes albopictus yang telah terinfeksi oleh virus dengue dari penderita penyakit DBD
sebelumnya. DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia,
khususnya di negara-negara tropis dan sub tropis. Salah satu bagian yang penting untuk
pemberantasan penyakit DBD adalah sistem surveilans epidemiologi dan surveilans
berbasis laboratorium. Saat ini pelaporan DBD tidak standar antara negara, walaupun
sudah ada kriteria standar untuk mendiagnosis DBD yang telah dikeluarkan oleh World
Health Organization.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit endemis di
sebagian besar wilayah Indonesia, termasuk juga di negara tropis lainnya (2). Pada tahun
2014, sampai pertengahan bulan Desember tercatat penderita DBD di 34 provinsi di
Indonesia sebanyak 71.668 orang, dan 641 diantaranya meninggal dunia. Angka tersebut
lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, yakni tahun 2013 dengan jumlah
penderita sebanyak 112.511 orang dan jumlah kasus meninggal sebanyak 871 penderita.
Insidens penyakitr DBD di Kalimantan Selatan mulai menunjukkan penurunan,
meskipun demikian penyakit ini perlu terus diwaspadai mengingat angka kesakitan DBD

masih terus naik turun dan daerah yang terjangkit semakin luas. Pada tahun 2011
IR/1000 penduduk adalah sebesar 11,03.
Pada bulan Februari 2015, provinsi Kalimantan Selatan dinyatakan dalam status
kejadian luar biasa dengan 1106 kasus dari 13 kabupaten/kota terserang DBD dan 13
kasus diantaranya meninggal dunia. dari 13 kabupaten, kabupaten Hulu Sungai Utara
dan Hulu Sungai Selatan memiliki kasus meninggal terbanyak.
Kabupaten Hulu Sungai Utara merupakan daerah endemis demam berdarah
dengue dan puncaknya pada tahun 2007 dengan incident rate 54,89 per 100.000
penduduk dan angka kematian (CFR) 0,86% (6). Sedangkan pada tahun 2012, terdapat
84 kasus DBD, dengan 1 orang meninggal dunia. (4). Puskesmas Sungai Malang adalah
salah satu puskesmas di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Selama tahun 2015, terdapat 6
kasus demam berdarah dengan 1 kasus pasien meninggal dunia.
Setiap wilayah yang terdapat nyamuk Aedes Aegypti mempunyai resiko untuk
kejangkitan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Nyamuk ini berkembang biak di
tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan, drum dan barang bekas
yang dapat menampung air hujan di rumah dan tempat umum. Untuk mencegah
berjangkitnya penyakit ini, nyamuk Aedes Aegypti perlu diberantas.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi terjadinya peningkatan
kasus, salah satu diantaranya dan yang paling utama adalah dengan memberdayakan
masyarakat dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M
(menguras, menutup, mengubur). Kegiatan ini telah diintensifkan sejak tahun 1992 dan
pada tahun 2000 dikembangkan menjadi 3M Plus yaitu dengan cara menggunakan
larvasida, memelihara ikan dan mencegah gigitan nyamuk.
2

Namun demikian hingga saat ini upaya pemberantasan vektor DBD yang telah
dilakukan tersebut belum memperlihatkan hasil yang optimal, sehingga kasus DBD
masih tetap tinggi dan bahkan semakin meraja lela, hal ini terbukti dengan masih
tingginya angka kejadian DBD di Kabupaten Hulu Sungai Utara dan masih rendahnya
Angka Bebas Jentik (ABJ) yaitu < 95%. Ini menunjukkan kemungkinan terjadi
kesenjangan yang sangat lebar antara program PSN 3M Plus dengan penerimaan
masyarakat tentang metode PSN 3M Plus untuk mencegah DBD. Banyak anggota
masyarakat amat menggantungkan harapan bahkan menyalahkan pemerintah jika ada
warga yang terkena penyakit DBD. Ini berarti bahwa perilaku masyarakat terhadap
pemberantasan sarang nyamuk masih sangat kurang sehingga sangat berpotensi terhadap
penularan penyakit DBD. Anggota masyarakat juga bertanggungjawab terhadap
serangan penyakit demam berdarah.
Pengetahuan dan kesadaran masyarakat memegang peranan penting dalam
mencegah terjadinya penyakit ini sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran
pengetahuan dan perilaku masyarakat terhadap Program Pencegahan Penyakit Menular
(P3M) dalam pencegahan Demam Berdarah Dengue di Kelurahan Sungai Malang RT
001-010 periode Desember 2015 Januari 2016.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana gambaran pengetahuan dan perilaku masyarakat terhadap Program
Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular (P3M) dalam pencegahan Demam
Berdarah Dengue di Kelurahan Sungai Malang RT 001-010 periode Desember 2015
Januari 2016.
3

1.3 Tujuan Penelitian


Mengetahui gambaran pengetahuan dan perilaku masyarakat terhadap Program
Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular (P3M) dalam pencegahan Demam
Berdarah Dengue di Kelurahan Sungai Malang RT 001-010 periode Desember 2015
Januari 2016.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan informasi tentang
pencegahan penyakit demam berdarah dengue, cara penularan, dan gejala penyakit
kepada masyarakat, sekaligus memberikan penilaian terhadap pengetahuan, sikap dan
perilaku masyarakat tentang penyakit demam berdarah dengue.
1.4.2 Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini sebagai salah satu tugas dalam Program Dokter Internsip
Indonesia dan berguna untuk menambah wawasan serta pengalaman bagi peneliti
terhadap Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular (P3M) Demam
Berdarah Dengue.
1.4.3 Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai gambaran
pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat Kelurahan Sungai Malang sehingga dapat

menjadi pertimbangan bagi Puskesmas dalam mengembangkan P3M DBD di wilayah


kerjanya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1; Demam Berdarah Dengue


1; Pengertian

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit menular yang


disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang
ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas,
lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai dengan tanda-tanda perdarahan di
kulit berupa bintik perdarahan (petechia), ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan,
berak darah, muntah darah, kesadaran menurun dan bertendensi menimbulkan
renjatan (syok) dan kematian (Mubin, 2005).

2; Tanda Tanda Penyakit DBD

Pada hari pertama sakit, penderita panas mendadak secara terus-menerus dan
badan terasa lemah atau lesu. Pada hari kedua atau ketiga akan timbul bintik - bintik
perdarahan, lembam atau ruam pada kulit di muka, dada, lengan atau kaki dan nyeri
ulu hati serta kadang-kadang mimisan, berak darah atau muntah. Antara hari ketiga
sampai ketujuh, panas turun secara tiba-tiba. Kemungkinan yang selanjutnya adalah
penderita sembuh atau keadaan memburuk yang ditandai dengan gelisah, ujung
tangan dan kaki dingin dan banyak mengeluarkan keringat. Bila keadaan berlanjut,
akan terjadi renjatan (lemah lunglai, denyut nadi lemah atau tidak teraba). Kadang
kadang kesadarannya menurun (Mubin, 2005).

Pembesaran hati (hepatomegali) pada umumnya dapat ditemukan di


permulaan penyakit. Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan berat penyakit.
Biasanya nyeri tekan seringkali ditemukan tanpa disertai ikterus. Trombositopeni
yaitu jumlah trombosit di bawah 100.000/mm3 biasanya ditemukan diantara hari
ketiga sampai ketujuh sakit (Soedarmo, 2005).

3; Vektor Penularan

Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vektor penularan


virus Dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitan. Nyamuk Aedes
aegypti merupakan faktor penting di daerah perkotaan (daerah urban) sedangkan di
daerah pedesaan (daerah rural) kedua jenis spesies nyamuk Aedes tersebut berperan
dalam penularan. Nyamuk Aedes aegypti berkembang biak di tempat lembab dan
genangan air bersih. Sedangkan Aedes albopictus berkembang biak di lubang-lubang
pohon dalam potongan bambu, dalam lipatan daun dan dalam genangan air lainnya
(Soedarmo, 2005).
Tempat perkembangbiakan utama adalah tempat-tempat penyimpanan air di
dalam atau di sekitar rumah, atau di tempat-tempat umum, biasanya berjarak tidak
lebih 500 meter dari rumah. Nyamuk ini tidak dapat berkembangbiak di genangan air
yang berhubungan langsung dengan tanah (Soedarmo, 2005).
Jenis-jenis

tempat

perkembangbiakan

nyamuk

Aedes

aegypti

dapat

dikelompokkan sebagai berikut:


a; Tempat Penampungan Air (TPA) untuk keperluan sehari-hari seperti drum, tangki

air, tempayan, bak mandi/WC, ember dan lain-lain.

b; Tempat penampungan Air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat

minum burung, vas bunga, dan barang-barang bekas (ban, kaleng, botol, plastik
dan lain-lain).
c; Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu, pelepah

daun, tempurung kelapa, potongan bambu dan lain-lain.

4; Penularan Penyakit DBD

Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus Dengue merupakan


sumber penular penyakit DBD. Virus Dengue berada dalam darah selama 4-7 hari
mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka
virus dalam darah akan ikut terhisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya
virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk
termasuk dalam kelenjar liurnya (Depkes RI, 2005).
Virus Dengue di dalam tubuh manusia mengalami masa inkubasi selama 4-7
hari (viremia) yang disebut dengan masa inkubasi intrinsik. Di dalam tubuh nyamuk,
virus berkembang setelah 4-7 hari kemudian nyamuk siap untuk menularkan kepada
orang lain yang disebut masa inkubasi ekstrinsik. Virus ini akan tetap berada dalam
tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang
menghisap virus Dengue ini menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya.
Penularan terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit, sebelum menghisap darah
akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (probocis), agar darah yang
dihisap tidak membeku. Bersama air liur itulah virus Dengue dipindahkan dari
nyamuk ke orang lain. Nyamuk Aedes aegypti betina umurnya dapat mencapai 2-3
bulan (Depkes RI, 2005).

5; Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penularan DBD


a; Lingkungan

Lingkungan merupakan tempat interaksi vektor penular penyakit DBD


dengan manusia yang dapat mengakibatkan terjadinya penyakit DBD. Hal-hal
yang diperhatikan di lingkungan yang berkaitan dengan vektor penularan DBD
antara lain:
1; Sumber air yang digunakan

Air yang digunakan dan tidak berhubungan langsung dengan tanah merupakan
tempat perindukan yang potensial bagi vektor DBD.
2; Kualitas Tempat Penampungan Air (TPA)

Tempat penampungan air yang berjentik lebih besar kemungkinan terjadinya


DBD dibandingkan dengan tempat penampungan air yang tidak berjentik.
3; Kebersihan lingkungan

Kebersihan lingkungan dari kaleng/ban bekas, tempurung, dan lain-lain juga


merupakan faktor terbesar terjadinya DBD (Soegijanto, 2006: 247).

b; Pengetahuan dan Sikap Masyarakat

Analisis dari Green yang dikutip Notoatmodjo (2007: 178) menyatakan


bahwa kesehatan dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu, faktor perilaku
(behaviour causes) dan faktor non perilaku (non behaviour causes). Sedangkan
perilaku itu sendiri, khusus perilaku kesehatan dipengaruhi atau ditentukan oleh 3
(tiga) faktor yakni:
1; Faktor-faktor

predisposisi (predisposing factor), yaitu terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya dari


seseorang.

2; Faktor-faktor pendukung (enabling factor) yang terwujud dalam lingkungan

fisik.
3; Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan

perilaku petugas kesehatan dan petugas-petugas lainnya termasuk di dalamnya


keluarga dan teman sebaya.

2.2; Upaya Pencegahan DBD


1; Partisipasi Masyarakat

Upaya masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD dapat dilakukan secara


individu atau perorangan dengan jalan meniadakan sarang nyamuk dalam rumah.
Cara terbaik adalah pemasangan kasa penolak nyamuk. Cara lain yang dapat
dilakukan ialah (a) menggunakan mosquito repellent (anti nyamuk oles) dan
insektisida dalam bentuk spray, (b) menuangkan air panas pada saat bak mandi berisi
air sedikit, (c) memberikan cahaya matahari langsung lebih banyak kedalam rumah
(Soedarmo, 2005).
Peningkatan partisipasi masyarakat adalah suatu proses di mana individu,
keluarga,

dan masyarakat dilibatkan dalam perencanaan

pemberantasan

vektor

di

rumahnya.

Peningkatan

dan pelaksanaan

partisipasi

masyarakat

menumbuhkan berbagai peluang yang memungkinkan seluruh anggota masyarakat


secara aktif berkontribusi dalam pembangunan (Depkes RI, 2005). Partisipasi
masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan
permasalahan-permasalahan masyarakat tersebut. Partisipasi masyarakat di bidang
kesehatan berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan
masalah kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2005). Peningkatan partisipasi
masyarakat dapat dilakukan dengan menunjukkan perhatian dan kepedulian kepada

10

masyarakat, memprakarsai dialog lintas sektoral secara berkelanjutan, menciptakan


rasa memiliki terhadap program yang sedang berjalan, penyuluhan kesehatan dan
memobilisasi serta membuat suatu mekanisme yang mendukung kegiatan masyarakat
(Depkes RI, 2005).
Partisipasi masyarakat dalam tingkat individu dapat dilakukan dengan
mendorong atau menganjurkan dalam kegiatan PSN dan perlindungan diri secara
memadai. Pelaksanaan kampanye kebersihan yang intensif dengan berbagai cara
merupakan upaya di tingkat masyarakat. Memperkenalkan program pemberantasan
DBD pada anak sekolah dan orang tua, mengajak sektor swasta dalam program
pemberantasan virus dengue, menggabungkan kegiatan pemberantasan berbagai jenis
penyakit yang disebabkan serangga dengan program pemberantasan DBD agar
memperoleh hasil yang maksimal. Selain itu peran partisipasi masyarakat dapat
ditingkatkan dengan pemberian insentif seperti pemberian kelambu atau bubuk abate
secara gratis bagi yang berperan aktif (Soegijanto, 2006).

2; Kebijakan Pemerintah

Bila dilihat dari aspek sistem kebijakan dalam peningkatan derajat kesehatan
melalui pemberantasan penyakit DBD maka ada tiga elemen, bahkan ada empat
elemen yang mencakup hubungan timbal balik dan mempunyai andil di dalam
kebijakan karena memang mempengaruhi dan saling dipengaruhi oleh suatu
keputusan (Koban, 2005). Adapun elemen tersebut antara lain adalah:
a; Kebijakan publik (Undang-Undang/Peraturan, Keputusan yang dibuat oleh Badan

Pejabat Pemerintah).

11

b; Pelaku kebijakan (kelompok warga negara, partai politik, agen-agen pemerintah,

pemimpin terpilih).
c; Lingkungan kebijakan (geografi, budaya, politik, struktural sosial dan ekonomi).
d; Sasaran kebijakan (masyarakat).

Elemen-elemen tersebut secara skematis dapat dilihat pada gambar di


bawah ini:

Gambar 2.1. Hubungan timbal balik antarelemen dalam pembuatan kebijakan


Sejalan dengan teori sistem kebijakan maka keberhasilan program
pemberantasan virus Dengue sangat didukung dengan pembuatan peraturan
perundang-undangan tentang penyakit menular dan wabah. Perundang-undangan ini
memberikan wewenang kepada petugas kesehatan untuk mengambil tindakan yang
diperlukan saat terjadi wabah atau KLB di masyarakat (Koban, 2005). Penyusunan
undang-undang harus mempertimbangkan komponen penting dalam program
pencegahan dan pengawasan virus Dengue dan nyamuk Aedes aegypti, yaitu
mengkaji

ulang

dan

mengevaluasi

efektifitas

undang-undang,

dirumuskan

berdasarkan perundang-undangan sanitasi yang telah diatur oleh Departemen


Kesehatan, menggabungkan kewenangan daerah sebagai pelaksana, mencerminkan

12

koordinasi lintas sektor, mencakup seluruh aspek sanitasi lingkungan, mencerminkan


kerangka administrasi hukum yang ada dalam konteks administrasi secara nasional
dan sosialisasi undang-undang kepada masyarakat. Di Indonesia kelompok kerja
pemberantasan DBD disebut dengan POKJANAL DBD dan POKJA DBD tingkat
Desa/Kelurahan (Koban, 2005).
Diharapkan perilaku masyarakat akan berubah jika ada peraturan dan
kepastian hukum (law enforcement) yang mengikat dan mewajibkan setiap anggota
masyarakat untuk melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit DBD di lingkungan
keluarga dan masyarakat. Apabila dilanggar akan dikenakan sanksi/hukuman yang
sesuai dengan peraturan yang berlaku (Koban, 2005).

3; Pemberantasan Vektor

Pemberantasan vektor dapat dilakukan terhadap nyamuk dewasa dan


jentiknya. Menurut Soedamo (2005) jenis kegiatan pemberantasan nyamuk penularan
DBD meliputi:
a; Pemberantasan Nyamuk Dewasa

Pemberantasan

terhadap

nyamuk

dewasa,

dilakukan

dengan

cara

penyemprotan (pengasapan/fogging) dengan insektisida. Hal ini dilakukan mengingat


kebiasaan nyamuk yang hinggap pada benda-benda tergantung, karena itu tidak
dilakukan penyemprotan di dinding rumah seperti pada pemberantasan nyamuk
penular malaria. Insektisida yang dapat digunakan adalah insektisida golongan
organophosphat, misalnya malathion, fenitrothion, dan pyretroid, sintetik misalnya
lambda sihalotrin dan permetin (Soedarmo, 2005).

13

Penyemprotan insektisida ini dalam waktu singkat dapat membatasi penularan,


akan tetapi tindakan ini perlu diikuti dengan pemberantasan jentiknya agarpopulasi
nyamuk penular tetap dapat ditekan serendah-rendahnya. Sehingga apabila ada
penderita DBD tidak dapat menular kepada orang lain (Soedarmo, 2005).

b; Pemberantasan Larva (Jentik)

Pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan istilah


Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dilakukan dengan cara (Depkes RI, 2005):
1; Kimia, yaitu dengan cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan menggunakan

insektisida pembasmi jentik (larvasida). Ini dikenal dengan istilah larvasidasi.


Larvasida yang biasa digunakan adalah temephos. Formulasi temephos yang
digunakan adalah granules (sand granules). Dosis yang digunakan 1 ppm atau 10
gr ( 1 sendok makan rata) untuk setiap 100 liter air. Larvasida dengan temephos
ini mempunyai efek residu 3 bulan. Selain itu dapatpula digunakan golonga insect
growth regulator.
2; Biologi, yaitu dengan memelihara ikan pemakan larva yaitu ikan nila merah

(Oreochromosis niloticus gambusia sp.), ikan guppy (Poecillia reticulata), dan


ikan grass carp (Etenopharyngodonidla). Selain itu dapat digunakan pula Bacillus
Thuringiensis var Israeliensis (BTI) atau golongan insect growth regulator.
3; Fisik, yaitu dengan kegiatan 3M (Menguras, Menutup, Mengubur). Menguras bak

mandi, bak WC, menutup tempat penampungan air rumah tangga (tempayan,drum
dll), mengubur atau memusnahkan barang-barang bekas (kaleng, ban dll).
Pengurasan tempat-tempat penampungan air perlu dilakukan secara teratur
sekurang-kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembang biak di
tempat itu. Apabila PSN ini dilaksanakan oleh seluruh masyarakat maka

14

diharapkan nyamuk Aedes aegypti dapat dikurangi sehingga tidak menyebabkan


penularan penyakit. Untuk itu diperlukan usaha penyuluhan dan motivasi kepada
masyarakat secara terus-menerus dalam jangka waktu lama, karena keberadaan
jentik nyamuk tersebut berkaitan erat dengan perilaku masyarakat (Depkes RI,
2005).

2.3; Pemantauan Jentik Berkala

Pemantauan Jentik Berkala yang dilakukan setiap 3 bulan di rumah dan di tempat
umum. Untuk pemantauan jentik berkala di rumah dilakukan pemeriksaan sebanyak 100
rumah sebagai sampel untuk setiap desa/kelurahan (15). Dalam pelaksanaannya dapat
dilakukan dengan menggunakan 2 cara, yaitu
1. Metode Single Larva
Survei ini dilakukan dengan cara mengambil satu jentik di setiap tempat-tempat yang
menampung air yang ditemukan jentik untuk selanjutnya dilakukan identifikasi lebih
lanjut mengenai jenis jentiknya.
2. Metode Visual
Survei ini dilakukan dengan melihat ada tidaknya larva di setiap tempat penampungan
air tanpa mengambil larvanya.
Setelah dilakukan survei dengan metode di atas, pada survei jentik nyamuk
Aedes aegypti akan dilanjutkan dengan pemeriksaan kepadatan jentik dengan ukuran
sebagai berikut:
1. House Index (HI) adalah jumlah rumah positif jentik dari seluruh rumah yang
diperiksa.

15

HI = Jumlah rumah yang positif jentik x 100%


Jumlah rumah yang diperiksa
2. Container Index (CI) adalah jumlah kontainer yang ditemukan larva dari seluruh
kontainer yang diperiksa
CI = Jumlah kontainer yang positif jentik x 100%
Jumlah kontainer yang diperiksa
3. Breteeau Index (BI) adalah jumlah kontainer dengan larva dalam seratus rumah
BI = Jumlah kontainer yang positif jentik x 100%
100 rumah yang diperiksa
Density figure (DF) adalah kepadatan jentik Aedes aegypti yang merupakan
gabungan dari HI, CI dan BI yang dinyatakan dengan skala 1-9 seperti tabel menurut
WHO Tahun 1972 di bawah ini :
Tabel 2.1 Indeks Larva Menurut WHO 1972
Density figure (DF)
1
2
3
4
5
6
7
8
9

House Index (HI) Container Index(CI) Breteau Index(BI)


13
12
14
47
35
59
8 17
69
10 19
18 28
10 -1 4
20 34
29 37
15 20
35 -49
38 49
21 27
50 74
50 -59
28 31
75 99
60 76
32 40
100 199
>77
>41
>200

Keterangan Tabel :
DF = 1

= kepadatan rendah

DF = 2-5 = kepadatan sedang


DF = 6-9 = kepadatan tinggi.

16

Berdasarkan hasil survei larva dapat ditentukan Density Figure. Density Figure
ditentukan setelah menghitung hasil HI, CI, BI kemudian dibandingkan dengan tabel
Indeks Larva. Apabila angka DF kurang dari 2 menunjukan risiko penularan rendah, 2-5
resiko penularan sedang dan diatas 5 risiko penularan tinggi. Selain itu, keberhasilan
terhadap kegiatan PSN dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ). Apabila ABJ
lebih dari atau sama dengan 95% diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau
dikurangi.
2.4; Pengetahuan
1; Pengertian pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang
melakukan pengideraan suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca
indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan
perabaan. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui penglihatan dan
pendengaran. Pengetahuan merupakan dasar untuk terbentuknya tindakan seseorang
(Notoatmodjo, 2005).
Pengetahuan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti segala sesuatu
yang diketahui kepandaiannya yang berkenaan dengan sesuatu hal. Pengetahuan
berasal dari kata tahu yang berarti seseorang mempunyai pengetahuan tentang
suatu cakrawala tertentu, bisa didapat dari pendidikan formal, nonformal dan
informal (Purwodarminto, 1984).
a; Sumber Pengetahuan

Pengetahuan

seseorang

diperoleh

dari

pengalaman,

informasi

yang

disampaikan guru, orang tua, teman sebaya, media masa, buku, petugas kesehatan

17

dan lain sebagainya. Pengetahuan ini sangat berhubungan dengan pendidikan,


sedangkan pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang sangat
dibutuhkan untuk mengembangkan diri. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin
mudah menerima dan mengembangkan pengetahuan dan teknologi, sehingga semakin
meningkatkan produktifitas dan kesejahteraan keluarga (Notoatmodjo, 2005).
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Untuk mengetahui kedalaman pengetahuan dari responden dapat
disesuaikan dengan melihat tingkatannya yang sebelumnya telah dijelaskan.

b; Faktor- faktor yang mempengaruhi pengetahuan(Notoatmodjo, 2005).


1; Tingkat pendidikan

Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan, sehingga terjadi


perubahan perilaku positif yang meningkat.
2; Informasi

Seseorang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan mempunyai


pengetahuan yang lebih luas.
3; Budaya

Tingkah laku manusia atau kelompok masyarakat dalam memenuhi kebutuhan


yang meliputi sikap dan kepercayaan.
4; Pengalaman

Sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah pengetahuan tentang


sesuatu yang sifatnya nonformal.
5; Sosial Ekonomi

Tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup.

18

2.5; Perilaku

Perilaku manusia merupakan hasil dari pengalaman serta interaksi manusia


dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan.
Sehingga, dapat dikatakan bahwa ada respon individu terhadap stimulus yang berasal
dari luar maupun dalam dirinya (Sarwono, 2004).
Perilaku kesehatan adalah suatu proses seseorang terhadap stimulus yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan makanan serta
lingkungan. Klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan sebagai berikut:
1; Perilaku kesehatan yaitu hal-hal yang berhunbungan dengsan tindakan atau kegiatan

seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannnya.


2; Perilaku sakit yakni segala tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang merasa sakit

untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit.


3; Perilaku peran sakit yakni segala tindakan yang dilakukan oleh individu yang sedang

sakit untuk memperoleh kesembuhan.


Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan metode
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau
bulan yang lalu. Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung yaitu dengan
melakukan observasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo 2005).

19

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1; Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah metode survei yang bersifat deskriptif
mengenai pengetahuan dan perilaku masyarakat terhadap P3M (Program Pemberantasan
Penyakit Menular) dalam pencegahan DBD di Kelurahan Sungai Malang RT 001 010.

3.2; Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada Sabtu, 12 Desember Minggu, 13 Desember 2015 di


Kelurahan Sungai Malang RT 001 - 010.

3.3; Sumber Data

Sumber data terdiri dari data primer yang diambil dari pengisian kuesioner oleh
masyarakat Kelurahan Sungai Malang RT 001-010 laki-laki dan perempuan.

3.4; Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang berada di Kelurahan


Sungai Malang RT 001-010, yang memenuhi kriteria inklusi dan eklusi.

3.5; Sampel

20

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah anggota masyarakat Kelurahan Sungai
Malang RT 001-010 yang berusia 15 - 60 tahun dan bersedia diwawancara. Sedangkan
kriteria ekslusinya adalah tidak dapat berkomunikasi, tuli atau mengalami gangguan
mental.
Besar sampel diambil 100 rumah dari seluruh masyarakat Kelurahan Sungai
Malang RT 001-010. Dari 100 rumah diambil satu orang dari setiap rumah untuk
diwawancara.

3.6

Cara Kerja
1; Menentukan program dan judul yang akan diteliti.
2; Meminta ijin kepada Kepala Kelurahan Sungai Malang untuk melakukan

penelitian.
3; Mengumpulkan bahan ilmiah dan merencanakan desain penelitian.
4; Membuat kuesioner sebagai instrumen pengumpulan data.
5; Melakukan pengumpulan data lainnya dengan pembagian kuesioner kepada 100

orang anggota keluarga dari 100 rumah di Kelurahan Sungai Malang RT 001 010 yang diteliti untuk diberikan kepada responden.
6; Melakukan pengolahan, analisis dan interpretasi data.
7; Penulisan laporan penelitian.
8; Presentasi laporan penelitian.

3.7. Manajemen dan Analisis Data


3.7.1 Pengumpulan Data

21

Data primer dikumpulkan dari subjek penelitian dengan menggunakan kuesioner.


3.7.2 Pengolahan Data
Terhadap data-data yang telah dikumpulkan dilakukan pengolahan berupa proses
pengolahan rekapitulasi hasil kuisoner yang dijawab oleh responden.
3.7.3

Penyajian Data
Data yang didapat disajikan secara tekstular dan tabular serta diagram

3.7.4; Pelaporan Data

Data disusun dalam bentuk pelaporan penelitian yang selanjutnya akan


dipresentasikan di hadapan petugas Puskesmas Sungai Malang.

3.8; Definisi Operasional

3.8.1 Data Umum


3.8.1.1; Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah semua laki-laki atau perempuan, dapat berkomunikasi


dan merupakan warga Kelurahan Sungai Malang RT 001-010.
3.8.2 Data Khusus
3.8.2.1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah kemampuan masyarakat untuk mengetahui segala sesuatu
tentang program pencegahan dan pemberantasan demam berdarah, serta gejala dan cara
penularan penyakit. Skala ordinal kategori tingkat pengetahuan responden sebagai
berikut :
a; Baik

22

Apabila responden mengetahui sebagian besar atau seluruh pertanyaan tentang


demam berdarah dengan responden menjawab benar > 50% dari seluruh kuesioner.
b; Kurang

Apabila responden mengetahui sebagian kecil pertanyaan tentang demam


berdarah dengan responden menjawab benar <50% dari seluruh kuesioner.

3.8.2.2. Perilaku
Perilaku merupakan tingkah laku masyarakat dalam melakukan upaya-upaya
pencegahan demam berdarah serta pemberantasan nyamuk Aedes aegypti. Skala ordinal
kategori tingkat perilaku responden sebagai berikut :
a;

Baik
Apabila responden menjawab benar >50% dari seluruh kuesioner.

b;

Kurang
Apabila responden menjawab benar <50% dari seluruh kuesioner.

23

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Wilayah dan Penduduk


4.1.1 Karakteristik Wilayah Kelurahan Sungai Malang
Kelurahan Sungai Malang adalah salah satu kelurahan di wilayah kerja
Puskesmas Sungai Malang. Kelurahan Sungai Malang memiliki luas wilayah 279.74
ha/m2 dengan batas wilayah sebagai berikut:
Utara
Selatan
Timur
Barat

:
:
:
:

Desa Bayur dan Kecamatan Haur gading


Desa Jumba dan Kecamatan Amuntai Selatan
Paliwara dan Kecamatan Amuntai Tengah
Tigarun dan Kecamatan Amuntai Selatan

Gambar 4.1 Peta Wilayah Kelurahan Sungai Malang


4.1.2 Karakteristik Penduduk Kelurahan Sungai Malang

24

Kelurahan Sungai Malang terdiri atas 21 RT dengan jumlah penduduk berjumlah


5.111 jiwa. Terdiri atas 2467 penduduk laki-laki dan 2644 penduduk perempuan.
Terdapat 1552 kepala keluarga.

Tabel 4.1 Karakteristik Penduduk Kelurahan Sungai Malang berdasarkan Jumlah


Rumah, Kepala Keluarga dan Jenis Kelamin tahun 2015
Jumlah
RT
KK
Penduduk
Laki-laki
Perempuan
RT 001

69

124

56

68

RT 002

58

200

100

100

RT 003

65

233

126

107

RT 004

31

114

57

57

RT 005

45

165

82

83

RT 006

49

105

49

56

RT 007

55

213

81

132

RT 008

59

193

98

95

RT 009

60

209

99

110

RT 010

79

266

133

133

RT 011

138

486

245

241

RT 012

114

341

170

171

RT 013

100

337

148

189

RT 014

79

239

97

142

RT 015

65

189

92

97

RT 016

45

149

72

77

RT 017

60

217

104

113

RT 018

110

404

204

200

RT 019

48

104

47

57

RT 020

95

322

157

165

RT 021

128

501

250

251

TOTAL

1552

5111

2467

2644

Tabel 4.2 Karakteristik Penduduk Kelurahan Sungai Malang berdasarkan

25

No.

Tingkatan Usia tahun 2012


Tingkatan Usia

Jumlah

0-12 bulan

104

>1 - <5 tahun

485

>5 - <7 tahun

357

>7 - <15 tahun

1065

>15 - <56 tahun

4629

>56 - <90 tahun

444

Tabel 4.3 Karakteristik Penduduk Kelurahan Sungai Malang berdasarkan Tingkat


Pendidikan tahun 2012
Tingkat Pendidikan
Jumlah
Yang tidak pernah/putus sekolah/belum masuk TK

2455

TK/Playgroup

222

Tamat SD sederajat

1302

Tamat SMP/sederajat

1373

Tamat SMA/sederajat

1209

Tamat D-1/sederajat

23

Tamat D-2/sederajat

75

Tamat D-3/sederajat

41

Tamat S-1/sederajat

298

Tamat S-2/sederajat

86
TOTAL

7084

Tabel 4.4 Karakteristik Penduduk Kelurahan Sungai Malang berdasarkan


Mata Pencaharian Pokok tahun 2012
Jenis Pekerjaan
Jumlah
Petani
Buruh Tani
Buruh migran perempuan
Buruh migran laki-laki
Pegawai Negeri Sipil
Pengrajin Industri Rumah Tangga

35
156
121
210
387
26

26

Pedagang
Peternak
Nelayan
Transportasi
Swasta
Montir
Dokter swasta
Bidan Swasta
Perawat Swasta
Pembantu Rumah Tangga
TNI
POLRI
Pensiunan PNS/TNI/POLRI
Pengacara
Notaris
Dosen Swasta
Arsitektur
Seniman/Artis
TOTAL

41
104
0
24
149
49
8
2
0
0
50
21
15
0
0
0
0
0
1389

4.2 Hasil Penelitian


4.2.1 Karakteristik Responden
Penelitian dilakukan pada 100 rumah di Kelurahan Sungai Malang RT 001-010,
dengan pembagian diambil 10 rumah dari setiap RT. Responden yang di ambil dari
setiap rumah adalah reponden yang memenuhi kriteria inklusi.
Berdasarkan umur, jumlah responden terbanyak adalah penduduk berusia 36-50
tahun baik disetiap RT maupun jumlah total responden (41%). Hal ini disebabkan
kelompok usia ini adalah usia penduduk ini lebih sering berada di rumah dibanding
kelompok usia lain. Kelompok usia <20 tahun lebih banyak berada di sekolah saat
dilakukannya penelitian, sementara usia 21-35 tahun bekerja di luar rumah.
Jika ditinjau menurut jenis kelamin, responden seluruh RT sebagian besar adalah
perempuan (73%). Hal ini disebabkan perempuan lebih sering berada di rumah dan lebih
27

mudah untuk memberikan penjelasan mengenai pertanyaan-pertanyaan yang diajukan di


dalam kuisioner. Sedangkan ditinjau dari tingkat pendidikan, responden paling banyak
adalah tamat SMA (37%).
Ditinjau dari segi pekerjaan, ibu rumah tangga adalah responden terbanyak
(36%). Hal ini disebabkan ibu rumah tangga lebih sering berada di rumah karena tidak
bekerja. Distribusi responden berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan dan
pekerjaan dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

TABEL 4.5 & 4.6

28

TABEL 4.7

29

TABEL 4.8

30

4.2.2 Karakteristik Pengetahuan dan Perilaku


Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan dan perilaku
responden sudah baik. Dalam kuisioner mengenai pengetahuan, 85% telah memiliki
pengetahuan yang baik mengenai program pencegahan demam berdarah. Dalam tinjauan
perilaku, sebanyak 89% responden berperilaku baik dalam program pencegahan demam
berdarah. Hasil penelitian pengetahuan dan sikap dapat dilihat dalam tabel 4.9.

Tabel 4.9 Hasil Penelitian Pengetahuan dan Perilaku Responden terhadap P3M dalam
pencegahan DBD di Kelurahan Sungai Malang RT 001-010
Baik

Pengetahuan
Kurang

31

Perilaku
Baik

Kurang

RT 001
RT 002
RT 003
RT 004
RT 005
RT 006
RT 007
RT 008
RT 009
RT 010
Kel. Sungai Malang

Jumlah
8
9
9
7
10
10
9
7
8
8
85

%
80
90
90
70
100
100
90
70
80
80
85%

Jumlah
2
1
1
3
0
0
1
3
2
2
15

%
20
10
10
30
0
0
10
30
20
20
15%

Jumlah
8
10
9
7
10
10
10
7
10
8
89

%
80
100
90
70
100
100
100
70
100
80
89%

Jumlah
2
0
1
3
0
0
0
3
0
2
11

%
20
0
10
30
0
0
0
30
0
20
11%

Jika pengetahuan setiap RT dibandingkan, RT 004 dan RT 008 memiliki jumlah


responden dengan pengetahuan kurang terbanyak yaitu 3 orang dari 10 responden.
Begitupula jika ditinjau dari segi perilaku, responden yang memiliki perilaku kurang
terbanyak berasal dari RT 004 dan RT 008. Perbandingan pengetahuan dan perilaku
masing-masing RT dapat dilihat pada gambar 4.2 dan 4.3.

Gambar 4.2 Perbandingan hasil penelitian mengenai pengetahuan responden terhadap


P3M dalam pencegahan DBD di Kelurahan Sungai Malang RT 001-010.

32

Gambar 4.3 Perbandingan hasil penelitian mengenai perilaku responden terhadap P3M
dalam pencegahan DBD di di Kelurahan Sungai Malang RT 001-010.
4.3 Indeks Larva Rumah Responden

TABEL 4.10

33

Selain dilakukan penilaian mengenai pengetahuan dan perilaku masyarakat


terhadap P3M dalam pencegahan DBD, peneliti juga melakukan pemantauan jentik di
setiap rumah. Hasil penelitian pada 100 rumah, terdapat 304 kontainer. Terdapat 36
kontainer di dalam 27 rumah yang mengandung jentik nyamuk Aedes.
Dari sepuluh RT di Kelurahan Sungai Malang (RT 001-010) yang diperiksa,
diketahui bahwa sebagian besar rumah dengan jentik positif berada pada RT 004, yaitu
sebanyak 5 rumah. Sedangkan, berdasarkan angka kepadatan jentik didapatkan bahwa
RT 004 dan RT 008 memiliki status kepadatan jentik tinggi (DF=6). Hal ini
menunjukkan bahwa kedua RT tersebut memiliki resiko tinggi untuk terjadinya wabah
DBD. Density figure ditentukan

34

Berdasarkan hasil keseluruhan, dari 304 kontainer yang diperiksa, 36 kontainer


positif jentik (CI=11,84%). Angka HI mencapai 27%, jauh lebih tinggi dari HI normal di
Indonesia yaitu 5%. Sedangkan dari perhitungan didapati angka Breeteau Index (BI)
36%. Dari ketiga indeks larva tersebut dapat dibuat parameter density figure (kepadatan
jentik). Nilai DF diperoleh 4,33 yang berarti kepadatan populasi jentik di Kelurahan
Sungai malang adalah kepadatan sedang.
Tingginya kepadatan populasi nyamuk mempengaruhi distribusi penyebaran
penyakit DBD. Dikhawatirkan dengan cukup tingginya populasi nyamuk Aedes di
Kelurahan Sungai Malang akan mempercepat penularan kasus DBD. Hal ini karena ada
asumsi bahwa sekitar 5% dari suatu populasi nyamuk yang ada pada musim penularan
akan menjadi vektor.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa angka bebas jentik (ABJ) Kelurahan
Sungai malang RT 001-010 sebesar 73%. Angka tersebut menunjukkan bahwa ABJ di
Kelurahan Sungai Malang RT 001-010 masih dibawah standar normal yaitu 95%.

4.4 Analisis Data


4.4.1 Hubungan Usia dengan Pengetahuan dan Perilaku Responden
Usia mempengaruhi pengetahuan dan perilaku seseorang. Menurut penelitian
Dian (2013), pada umumnya taraf berfikir keluarga yang berumur 20-35 tahun semakin
matang dan dewasa sehingga keluarga sadar akan pentingnya pengetahuan pencegahan
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) dengan pemberantasan sarang nyamuk. Begitupula
dalam hal perilaku, usia juga dapat mempengaruhi baik/buruknya perilaku seseorang.
Dengan semakin matangnya usia membuat mereka dapat memilih perilaku yang terbaik
35

untuk mencapai tujuan yang baik pula. Mereka menganggap bahwa memberantas sarang
nyamuk adalah merupakan hal yang baik karena dapat mencegah terjadinya penyakit
demam berdarah. Selain itu mereka juga takut apabila suatu saat terdapat anggota
keluarga yang terkena demam berdarah sehingga berusaha semaksimal mungkin untuk
berupaya memberantas sarang nyamuk.
Namun, penelitian ini mendapatkan hasil yang berbeda dibanding penelitian
Dian (2013). Hubungan usia dengan pengetahuan dan perilaku masyarakat terhadap
P3M dalam pencegahan DBD dapat dilihat pada tabel 4.11.

Tabel 4.11 Hubungan usia dengan pengetahuan dan perilaku masyarakat terhadap P3M
dalam pencegahan DBD di Kelurahan Sungai Malang RT 001-010
Pengetahuan
Perilaku
Kurang
Baik
Kurang
Baik
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
< 20 tahun
0
0,00 2
0
0,00 2
2,35
2,25
21-35 tahun
4
40,00 3
26,67 34
27,27 35
39,33
36-50 tahun
3
20,00 37
43,53 2
18,18 38
42,70
51-65 tahun
8
53,33 12
14,12 6
54,55 14
15,72

36

Gambar 4.4 Gambaran Pekerjaan Responden dengan Pengetahuan terhadap P3M dalam
pencegahan DBD di Kelurahan Sungai Malang RT 001-010.

Gambar 4.5 Gambaran Pekerjaan Responden dengan Perilaku terhadap P3M dalam
pencegahan DBD di Kelurahan Sungai Malang RT 001-010.
Jika dilihat pada tabel 4.11 dan gambar 4.4, sebagian besar responden dengan
hasil pengetahuan kurang terbanyak berada pada rentang usia 51-65 tahun sebanyak 8
responden (53,33%). Responden dengan pengetahuan baik terbanyak berasal dari
rentang usia 36-50 tahun sebanyak 37 orang (43,43%). Dari segi perilaku, sebagian
responden dengan perilaku kurang berada pada usia 51-65 tahun sebanyak 6 responden
(54,55%). Responden dengan perilaku baik terbanyak berasal dari rentang usia 36-50
tahun sebanyak 38 orang (42,70%)

4.4.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Pengetahuan dan Perilaku Responden


Jika dibandingkan menurut jenis kelamin, sebagian besar responden pengetahuan
kurang adalah perempuan (60,00%). Dari hasil tinjauan perilaku, responden perempuan
juga lebih banyak memiliki perilaku kurang dibanding laki-laki (54,55%). Hubungan
jenis kelamin dengan pengetahuan dan perilaku responden dapat dilihat pada tabel 4.12.

37

Tabel 4.12 Gambaran jenis kelamin dengan pengetahuan dan perilaku masyarakat
terhadap P3M dalam pencegahan DBD di Kelurahan Sungai Malang RT
001-010
Pengetahuan
Perilaku
Kurang
Baik
Kurang
Baik
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
Laki-Laki
6
40,00 21
24,71 5
45,45 22
24,72
Perempuan
9
60,00 64
75,29 6
54,55 67
75,28

Gambar 4.6 Gambaran Jenis Kelamin Responden dengan Pengetahuan terhadap P3M
dalam pencegahan DBD di Kelurahan Sungai Malang RT 001-010.

Gambar 4.7 Gambaran Jenis Kelamin Responden dengan Perilaku terhadap P3M dalam
pencegahan DBD di Kelurahan Sungai Malang RT 001-010.
4.4.3 Hubungan Pendidikan dengan Pengetahuan dan Perilaku Responden

38

Tingkat pendidikan mempengaruhi pola pikir dan pengetahuan seseorang.


Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin baik pula pengetahuan dan perilaku
seseorang. Tabel 4.10 menunjukkan bahwa sebagian besar responden dengan tingkat
pengetahuan kurang adalah responden yang tamat SD. Dari hasil tinjauan perilaku,
responden dengan perilaku kurang paling banyak adalah responden yang tamat SD.
Tabel 4.13 Gambaran pendidikan dengan pengetahuan dan perilaku masyarakat terhadap
P3M dalam pencegahan DBD di Kelurahan Sungai Malang RT 001-010
Pengetahuan
Perilaku
Kurang
Baik
Kurang
Baik
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
Tidak Tamat
1
6,67 1
1,18 1
9,10
1
1,12
SD
Tamat SD
10
66,67 5
5,88 7
63,63
8
8,98
0,00
19,10
Tamat SMP 1
6,66 16
18,82 0
17
20,00 34
Tamat SMA 3
40,00 3
27,27
34
38,20
0
0,00 29
0,00
32,60
Sarjana
34,12 0
29
Untuk mengetahui hubungan pendidikan dan pengetahuan masyarakat terhadap
DBD, dibandingkan dengan jumlah responden dengan pendidikan setara, dapat dilihat
pada gambar 4.8

39

Gambar 4.8 Gambaran Pendidikan dan Responden dengan Pengetahuan terhadap P3M
dalam pencegahan DBD di Kelurahan Sungai Malang RT 001-010
Sedangkan untuk mengetahui hubungan pendidikan dan perilaku masyarakat
terhadap DBD, dibandingkan dengan jumlah responden dengan pendidikan setara, dapat
dilihat pada gambar 4.9

Gambar 4.9 Gambaran Pendidikan dan Responden dengan Perilaku terhadap P3M dalam
pencegahan DBD di Kelurahan Sungai Malang RT 001-010
40

4.4.4 Hubungan Pekerjaan dengan Pengetahuan dan Perilaku Responden


Tabel 4.14 menunjukkan bahwa responden yang bekerja sebagai ibu rumah
tangga memiliki pengetahuan yang kurang jika dibandingkan dengan jenis pekerjaan
lain. Dari segi perilaku, responden yang bekerja sebagai ibu rumah tangga juga paling
banyak memiliki perilaku yang kurang.
Untuk mengetahui perbandingan pekerjaan dan responden dengan pengetahuan
yang kurang/baik dapat dilihat pada gambar 4.10. Sedangkan untuk mengetahui
perbandingan pekerjaan dan responden dengan perilaku yang kurang/baik dapat dilihat
pada gambar 4.11.
Tabel 4.14 Gambaran pekerjaan dengan pengetahuan dan perilaku masyarakat terhadap
P3M dalam pencegahan DBD di Kelurahan sungai malang RT 001-010.
Pengetahuan
Perilaku
Kurang
Baik
Kurang
Baik
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah %
Buruh
3
0,00 3
0,00
20,00 0
27,27 0
Petani
0
0,00 0
0,00 0
0,00 0
0,00
Wiraswasta
1
6,67
5
5,88
1
9,1
5
5,62
Pensiunan
0
0,00 2
0
0,00 2
2,35
2,25
Pelajar
0
0,00 1
0
0,00 1
1,18
1,12
Pegawai
3
20,00 24
28,24 1
9,1
26
29,21
Swasta
PNS
2
13,33 21
24,71 2
18,18 21
23,60
Ibu Rumah
6
40,00 32
37,64 4
36,35 34
38,20
Tangga

41

Gambar 4.10 Gambaran Pekerjaan dan Responden dengan Pengetahuan terhadap P3M
dalam pencegahan DBD di Kelurahan Sungai Malang RT 001-010

Gambar 4.11 Gambaran Pekerjaan Responden dengan Perilaku terhadap P3M dalam
pencegahan DBD di Kelurahan Sungai Malang RT 001-010.

42

4.4.5 Gambaran Pengetahuan dan Perilaku Responden dengan Ada/Tidaknya


Jentik Nyamuk
Tabel 4.15 menunjukkan gambaran pengetahuan dan perilaku responden dengan
penemuan jentik nyamuk pada rumah. Sebagian besar responden dengan pengetahuan
dan perilaku kurang memiliki jentik di tempat penampungan air di rumahnya. Hal ini
sesuai dengan teori Notoatmodjo yang menyatakan bahwa Perilaku dipengaruhi oleh 2
faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern mencakup: pengetahuan,
kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah
rangsangan dari luar. Sedangkan faktor ekstern meliputi lingkungan sekitar, baik fisik
maupun non fisik seperti: iklim, manusia, sosial-ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya.
Dari teori tersebut dapat diketahui bahwa pengetahuan yang baik akan menghasilkan
perilaku yang baik dalam pencegahan DBD, sehingga dengan perilaku yang baik akan
mengurangi jentik yang ada di dalam maupun luar rumah.

Tabel 4.15 Gambaran Pengetahuan dan Perilaku Responden dengan Ada/Tidaknya Jentik
Nyamuk di Kelurahan Sungai Malang RT 001-010
Jentik (+)
Jentik (-)
Parameter
Jumlah
%
Jumlah
%
Pengetahuan Kurang
14
51,85
1
1,37
Baik
13
48,15
72
98,63
Perilaku
Kurang
10
37,04
1
1,37
Baik
17
62,96
72
98,63

43

Gambar 4.12 Gambaran Ada/tidaknya jentik dan Responden dengan Pengetahuan


Kurang terhadap P3M dalam pencegahan DBD di Kelurahan Sungai
Malang RT 001-010

Gambar 4.13 Gambaran Ada/tidaknya jentik dan Responden dengan Perilaku Kurang
terhadap P3M dalam pencegahan DBD di Kelurahan Sungai Malang RT
001-010.

44

Anda mungkin juga menyukai