Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR


EPIDEMIOLOGI KANKER PAYUDARA DAN KANKER LEHER RAHIM

OLEH :
RIKA MARTA
SABILA PANCA DIKA
MIYA RATIKA
SYURA NILLAH
SHELLY MAYA LOVA

1411212004
1411212010
1411212061
1411212065
1411212068

IV / A.2

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas rahmat ALLAH SWT yang telah memberikan
kami kesehatan dan kesempatan sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah
ini dengan baik. Makalah ini ditulis sebagai tugas mata kuliah Epidemiologi Penyakit
Tidak Menular di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas.
Penyusun telah menyelesaikan makalah dengan segenap kemampuan dan
pikiran, namun kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih belum
sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca agar makalah yang telah kami susun dapat mencapai kesempurnaan
dan dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penyusun berharap makalah ini bermanfaat bagi semua orang sehingga
mampu menambah pengetahuan bagi para pembaca. Penyusun mohon maaf jika
dalam penulisan makalah terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, segala kritik dan
saran yang membangun akan senantiasa penyusun terima dengan lapang hati.

Padang, Februari 2016

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
BAB 1 : PENDAHULUAN..........................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................1
1.3 Tujuan.................................................................................................................2
BAB 2 : PEMBAHASAN............................................................................................3
2.1 Pengertian Kanker Payudara...............................................................................3
2.2 Gejala-Gejala pada Kanker Payudara.................................................................3
2.2.1 Gejala-Gejala...............................................................................................3
2.2.2 Stadium Kanker Payudara...........................................................................4
2.3 Faktor Resiko dari Kanker Payudara..................................................................6
2.4 Epidemiologi Kanker Payudara..........................................................................8
2.5 Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kanker Payudara.............................11
2.5.1 Upaya Pencegahan.....................................................................................11
2.5.2 Upaya Penanggulangan.............................................................................15
2.6 Pengertian Kanker Leher Rahim......................................................................16
2.7 Gejala-Gejala pada Kanker Leher Rahim.........................................................17
2.8 Faktor Resiko dari Kanker Leher Rahim..........................................................17
2.9 Epidemiologi Kanker Leher Rahim..................................................................20
2.10 Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kanker Leher Rahim.....................20
2.10.1 Upaya Pencegahan...................................................................................20
2.10.2 Upaya Penanggulangan dengan Deteksi Dini Kanker Serviks................23
BAB 3 : PENUTUP....................................................................................................25
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................25
3.2 Saran.................................................................................................................27

ii

BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sampai saat ini penyakit kanker masih menjadi ancaman kehidupan manusia
di dunia. Kanker termasuk penyakit yang dihindari dan ditakuti. Hal tersebut karena
obat kanker yang sangat sulit ditemukan, bahkan banyak kematian yang disebabkan
oleh kanker.
Kanker merupakan pertumbuhan sel-sel tubuh yang abnormal. Sel-sel
tersebut tidak terkendali dan tidak diketahui secara pasti penyebabnya. Penyakit
kanker merupakan penyakit kedua terbesar di dunia setelah sakit jantung, sedangkan
di Indonesia urutan keenam.
Kanker payudara merupakan kanker yang banyak menyebabkan kematian
pada wanita di dunia. Di Indonesia dari 10 jenis kanker, kanker payudara menduduki
peringkat kedua yang paling sering dialami wanita setelah kanker mulut rahim/leher
rahim.
Kanker leher rahim menempati urutan kedua di dunia setelah kanker
payudara dan urutan pertama di Indonesia. Kanker leher rahim sering ditemukan
pada Negara berkembang. Kanker leher rahim menyerang wanita dengan usia 35-55
tahun. 90% dari kanker leher rahim berasal dari sel skuamosa yang melapisi rahim
dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir
Menurut Direktur Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Kementrian Kesehatan, kanker payudara dan leher rahim adalah kanker yang sering
terjadi di Indonesia. jumlah penderita kanker terus mengalami peningkatan setiap
tahunnya.
Hal terpenting menghadapi kanker payudara dan kanker leher rahim adalah
menegakkan diagnosis sedini mungkin. Misalnya melakukan SADARI untuk
mendeteksi adanya kanker payudara. Selain itu kanker payudra juga bisa dideteksi
dengan metode pop-smear. Kanker leher rahim bisa dideteksi dengan melakukan
terapi atau kemoterapi. Saat ini pilihan terapi sangat tergantung pada luasnya
penyebaran penyakit secara anatomis dan senantiasa berubah sesuai dengan
kemajuan teknologi kedokteran.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kanker payudara dan kanker leher rahim?
1

2. Apa gejala dari kanker payudara dan kanker leher rahim?


3. Apa saja faktor resiko dari kanker payudara dan kanker leher rahim?
4. Bagaimana epidemiologi dari kanker payudara dan kanker leher rahim?
5. Bagaimana upaya pencegahan dan penanggulangan dari kanker payudara dan
kanker leher rahim?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang kanker payudara dan kanker leher rahim.
2. Untuk mengetahui gejala yang terjadi pada kanker payudara dan kanker leher
rahim.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor resiko dari kanker payudara dan kanker leher
rahim.
4. Untuk mengetahui gambaran epidemiologi dari kanker payudara dan kanker
leher rahim.
5. Untuk mengetahui upaya pencegahan dan penanggulangan dari kanker
payudara dan kanker leher rahim.

BAB 2 : PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kanker Payudara
Kanker payudara adalah tumor ganas yang berasal dari kelenjar payudara.
Termasuk saluran kelenjar air susu dan jaringan penunjangnya yang tumbuh
infiltratif, destruktif, serta dapat bermetastase (Suryana, 2008).
Menurut Luwia (2003), kanker payudara merupakan kanker yang berasal dari
kelenjar, saluran kelenjar dan jaringan penunjang payudara. Ketika sejumlah sel di
dalam payudara tumbuh dan berkembang dengan tidak terkendali inilah yang disebut
kanker payudara. Kumpulan besar dari jaringan yang tidak terkontrol ini disebut
tumor atau benjolan. Akan tetapi tidak semua tumor adalah kanker, karena sifatnya
yang tidak menyebar ke seluruh tubuh. Tumor yang dapat menyebar ke seluruh tubuh
atau menyebar jaringan sekitar disebut kanker atau tumor ganas.
Kanker payudara muncul sebagai akibat sel-sel yang abnormal terbentuk pada
payudara dengan kecepatan tidak terkontrol dan tidak beraturan. Sel-sel tersebut
merupakan hasil mutasi gen dengan perubahan-perubahan bentuk, ukuran maupun
fungsinya. Kanker payudara dapat menyebar ke organ lain seperti paru-paru, hati,
dan otak melalui pembuluh darah. Kelenjar getah bening aksila ataupun
supraklavikula membesar akibat dari penyebaran kanker payudara melalui pembuluh
getah bening dan tumbuh di kelenjar getah bening.
Kanker payudara dikenal sebagai salah satu kanker yang paling sering
menyerang kaum wanita. Kematian kanker payudara masih tinggi. Hal tersebut
dikarenakan keterlambatan diagnosis dan keterlambatan pengobatan. Semua ini pada
gilirannya menyebabkan masalah kanker sebagai suatu masalah kesehatan yang
membawa biaya yang mahal.
2.2 Gejala-Gejala pada Kanker Payudara
2.2.1 Gejala-Gejala
Gejala dan pertumbuhan kanker payudara tidak mudah dideteksi karena awal
pertumbuhan sel kanker payudara tidak dapat diketahui dengan mudah. Gejala
umumnya baru diketahui setelah stadium kanker berkembang agak lanjut, karena
pada tahap dini biasanya tidak menimbulkan keluhan. Penderita merasa sehat, tidak
merasa nyeri, dan tidak mengganggu aktivitas. Gejala-gejala kanker payudara yang
tidak disadari dan tidak dirasakan pada stadium dini menyebabkan banyak penderita
3

yang berobat dalam kondisi kanker stadium lanjut. Hal tersebut akan mempersulit
penyembuhan dan semakin kecil peluang untuk disembuhkan. Bila kanker payudara
dapat diketahui secara dini maka akan lebih mudah dilakukan pengobatan. Tanda
yang mungkin muncul pada stadium dini adalah teraba benjolan kecil di payudara
yang tidak terasa nyeri. Gejala yang timbul saat penyakit memasuki stadium lanjut
semakin banyak, seperti:
1. Timbul benjolan pada payudara yang dapat diraba dengan tangan, makin
lama benjolan ini makin mengeras dan bentuknya tidak beraturan.
2. Saat benjolan mulai membesar, barulah menimbulkan rasa sakit (nyeri) saat
payudara ditekan karena terbentuk penebalan pada kulit payudara.
3. Bentuk, ukuran atau berat salah satu payudara berubah kerena terjadi
pembengkakan.
4. Pembesaran kelenjar getah bening di ketiak atau timbul benjolan kecil
dibawah ketiak.
5. Bentuk atau arah puting berubah, misalnya puting susu tertarik ke dalam dan
yang tadinya berwarna merah muda dan akhirnya menjadi kecoklatan.
6.

Keluar darah, nanah, atau cairan encer dari puting susu pada wanita yang
sedang tidak hamil. Eksim pada puting susu dan sekitarnya sudah lama tidak
sembuh walau sudah diobati.

7. Luka pada payudara sudah lama tidak sembuh walau sudah diobati
8. Kulit payudara mengerut seperti kulit jeruk (peau dorange) akibat dari
neoplasma menyekat drainase limfatik sehingga terjadi edema dan pitting
kulit. Payudara yang mengalami peau dorange
Gejala kanker payudara pada pria sama seperti kanker payudara yang dialami wanita,
mulanya hanya benjolan. Umumnya benjolah hanya dialami di satu payudara, dan
bila diraba terasa keras dan menggerenjil. Bila stadium kanker sudah lanjut, ada
perubahan pada puting dan daerah hitam di sekitar puting. Kulit putingnya
bertambah merah, mengerut, tertarik ke dalam, atau puting mengeluarkan cairan.
Perbedaan penderita kanker payudara pada pria dan wanita.
2.2.2 Stadium Kanker Payudara
Pembagian stadium menurut Portmann yang disesuaikan dengan aplikasi klinik
yaitu:

Stadium I

: Tumor terbatas dalam payudara, bebas dari jaringan


sekitarnya, tidak ada fiksasi/infiltrasi ke kulit dan jaringan
yang di bawahnya (otot) . Besar tumor 1 - 2 cm dan tidak dapat
terdeteksi dari luar. Kelenjar getah bening regional belum
teraba. Perawatan yang sangat sistematis diberikan tujuannya
adalah agar sel kanker tidak dapat menyebar dan tidak
berlanjut pada stadium selanjutnya Pada stadium ini,
kemungkinan penyembuhan pada penderita adalah 70%.

Stadium II

: Tumor terbebas dalam payudara, besar tumor 2,5 - 5 cm,


sudah ada satu atau beberapa kelenjar getah bening aksila yang
masih bebas dengan diameter kurang dari 2 cm. Untuk
mengangkat sel-sel kanker biasanya dilakukan operasi dan
setelah operasi dilakukan penyinaran untuk memastikan tidak
ada lagi sel-sel kanker yang tertinggal. Pada stadium ini,
kemungkinan sembuh penderita adalah 30 - 40 %.

Stadium III A

: Tumor sudah meluas dalam payudara, besar tumor 5 - 10


cm, tapi masih bebas di jaringan sekitarnya, kelenjar getah
bening aksila masih bebas satu sama lain. Menurut data dari
Depkes, 87% kanker payudara ditemukan pada stadium ini.

Stadium III B : Tumor melekat pada kulit atau dinding dada, kulit merah dan
ada edema (lebih dari sepertiga permukaan kulit payudara),
ulserasi, kelenjar getah bening aksila melekat satu sama lain
atau ke jaringan sekitarnya dengan diameter 2 - 5 cm. Kanker
sudah menyebar ke seluruh bagian payudara, bahkan mencapai
kulit, dinding dada, tulang rusuk dan otot dada.
Stadium IV

: Tumor seperti pada yang lain (stadium I, II, dan III). Tapi
sudah disertai dengan kelenjar getah bening aksila supraklavikula dan Metastasis jauh. Sel-sel kanker sudah merembet
menyerang bagian tubuh lainnya, biasanya tulang, paru-paru,
hati, otak, kulit, kelenjar limfa yang ada di dalam batang leher.
Tindakan yang harus dilakukan adalah pengangkatan payudara.
Tujuan pengobatan pada stadium ini adalah palliatif bukan lagi
kuratif (menyembuhkan).

2.3 Faktor Resiko dari Kanker Payudara


Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan faktor risiko tertentu
lebih sering untuk berkembang menjadi kanker payudara dibandingkan yang tidak
memiliki beberapa faktor risiko tersebut. Beberapa faktor risiko tersebut:
1. Umur
Kemungkinan untuk menjadi kanker payudara semakin meningkat seiring
bertambahnya umur seorang wanita. Angka kejadian kanker payudara rata rata pada
wanita usia 45 tahun ke atas. Kanker jarang timbul sebelum menopouse. Kanker
dapat didiagnosis pada wanita premenopause atau sebelum usia 35 tahun, tetapi
kankernya cenderung lebih agresif, derajat tumor yang lebih tinggi, dan stadiumnya
lebih lanjut, sehingga survival rates-nya lebih rendah.
2. Riwayat kanker payudara
Wanita dengan riwayat pernah mempunyai kanker pada satu payudara mempunyai
risiko untuk berkembang menjadi kanker pada payudara yang lainnya.
3. Riwayat Keluarga
Risiko untuk menjadi kanker lebih tinggi pada wanita yang ibunya atau saudara
perempuan kandungnya memiliki kanker payudara. Risiko lebih tinggi jika anggota
keluarganya menderita kanker payudara sebelum usia 40tahun. Risiko juga
meningkat bila terdapat kerabat/saudara (baik dari keluarga ayah atau ibu) yang
menderita kanker payudara.
4. Perubahan payudara tertentu
Beberapa wanita mempunyai sel-sel dari jaringan payudaranya yang terlihat
abnormal pada pemeriksaan mikroskopik. Risiko kanker akan meningkat bila
memiliki tipe-tipe sel abnormal tertentu, seperti atypical hyperplasia dan lobular
carcinoma in situ [LCIS].
5. Perubahan Genetik
Beberapa perubahan gen-gen tertentu akan meningkatkan risiko terjadinya kanker
payudara, antara lain BRCA1, BRCA2, dan beberapa gen lainnya. BRCA1 and
BRCA2 termasuk tumor supresor gen. Secara umum, gen BRCA-1 beruhubungan
dengan invasive ductal carcinoma,poorly differentiated, dan tidak mempunyai
reseptor hormon. Sedangkan BRCA-2 berhubungan dengan invasive ductal
carcinoma

yang

lebih

well

differentiated

dan

mengekspresikan

reseptor

hormon.Wanita yang memiliki gen BRCA1 dan BRCA2 akan mempunyai risiko

kanker payudara 40-85%. Wanita dengan gen BRCA1 yang abnormal cenderung
untuk berkembang menjadi kanker payudara pada usia yang lebih dini.
6. Riwayat reproduksi dan menstruasi
Meningkatnya paparan estrogen berhubungan dengan peningkatan risiko untuk
berkembangnya

kanker

payudara,

sedangkan

berkurangnya

paparan

justru

memberikan efek protektif. Beberapa faktor yang meningkatkan jumlah siklus


menstruasi seperti menarche dini (sebelum usia 12 tahun), nuliparitas, dan
menopause yang terlambat (di atas 55 tahun) berhubungan juga dengan peningkatan
risiko kanker. Diferensiasi akhir dari epitel payudara yang terjadi pada akhir
kehamilan akan memberi efek protektif, sehingga semakin tua
umur seorang wanita melahirkan anak pertamanya, risiko kanker meningkat. Wanita
yang

mendapatkan

menopausal

hormone

therapymemakai

estrogen,atau

mengkonsumsi estrogen ditambah progestin setelah menopause juga meningkatkan


risiko kanker.
7. Kepadatan jaringan payudara
Jaringan payudara dapat padat ataupun berlemak.Wanita yang pemeriksaan
mammogramnya menunjukkan jaringan payudara yang lebih padat, risiko untuk
menjadi kanker payudaranya meningkat.
8. Overweight atau Obese setelah menopause
Kemungkinan untuk mendapatkan kanker payudara setelah menopause meningkat
pada wanita yang overweight atau obese, karena sumber estrogen utama pada wanita
postmenopause berasal dari konversi androstenedione menjadi estrone yang berasal
dari jaringan lemak, dengan kata lain obesitas berhubungan dengan peningkatan
paparan estrogen jangka panjang.
9. Kurangnya aktivitas fisik
Wanita yang aktivitas fisik sepanjang hidupnyakurang, risiko untuk menjadi kanker
payudara meningkat. Dengan aktivitas fisik akan membantu mengurangi peningkatan
berat badan dan obesitas.
10. Diet
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita yang sering minum alkohol
mempunyai risiko kanker payudara yang lebih besar. Karena alkohol akan
meningkatkan kadar estriol serum. Sering mengkonsumsi banyak makan berlemak
dalam jangka panjang akan meningkatkan kadar estrogen serum,sehingga akan
meningkatkan risiko kanker.
7

Faktor risiko kanker payudara adalah:


1. Umur: umur tua lebih berisiko dari umur muda.
2. Status Negara: Negara Amerika dan Eropa lebih berisiko dibandingkan Asia
dan Afrika.
3. Status sosial ekonomi: orang kaya lebih berisiko
4. Status perkawinan: lebih berisiko pada yang tidak kawin.
5. Tempat tinggal: lebih berisiko pada orang perkotaan
6. Ras: lebih berisiko pada orang kulit putih.
7. Berat badan: lebih berisiko pada orang gemuk.
8. Umur menarche: lebih awal lebih berisiko
9. Umur menopause: jika telambat lebih berisiko.
10. Umur pertama melahirkan: lebih berisiko jika lambat (usia > 30 tahun)
11. Riwayat keluarga (terutama ibu atau saudara) dengan kanker payudara.
12. Oophorectomy: rendah risikonya jika sudah oophorectomy.
13. Penyinaran
2.4 Epidemiologi Kanker Payudara
Kanker payudara sering ditemukan di seluruh dunia dengan insidens relatif
tinggi dan cenderung meningkat yaitu 20% dari seluruh keganasan dan 99% terjadi
pada perempuan,sedangkan pada laki-laki hanya 1%, sehingga kanker payudara
masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama pada perempuan. Pada
pria, usia rata-rata untuk terdiagnosis kanker payudara adalah 60 tahun dan sebagian
besar kanker payudara pada laki-laki terdiagnosis pada tahap lanjut, kemungkinan
karena laki-laki tidak terlalu menyadari tentang benjolan payudara dibandingkan
wanita.
Menurut WHO (2008) dari 600.000 kasus kanker payudara baru yang
didiagnosis setiap tahunnya 350.000 kasus di antaranya ditemukan di negara maju,
sedangkan 250.000 di negara yang sedang berkembang.Di Amerika Serikat
diperkirakan setiap tahunnya 175.000 wanita didiagnosis menderita kanker payudara
dengan proporsi 32% dari seluruh jenis kanker yang menyerang wanita dan proporsi
umur tertinggi yaitu pada kelompok umur =50 tahun
dengan proporsi 65%. 150.000 penderita kanker payudara yang berobat ke rumah
sakit dan 44.000 penderita meninggal setiap tahunnya (CFR=29%). Di Kanada tahun

2005 jumlah penderita kanker payudara mencapai 21.600 wanita dan 5.300 wanita
meninggal dunia (CFR=24,54%).
Di Malaysia pada tahun 2006, kanker payudara menduduki urutan pertama dari
seluruh kanker yang menyerang wanita dengan proporsi 29,9% dan proporsi umur
tertinggi yaitu pada kelompok umur 50-59 tahun dengan proporsi 33,9%. Data
statistik Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) di Indonesia tahun 2006,
menunjukkan bahwa kanker payudara menempati urutan pertama dari seluruh kanker
dengan proporsi 19,64%. Pada tahun 2001, dari 447 kasus kanker payudara yang
berobat di RS Kanker Dharmais Jakarta 9,1% diantaranya adalah perempuan berusia
kurang dari 30 tahun. Menurut Penelitian Azamris (2006), proporsi umur tertinggi
penderita kanker payudara yang berobat di RSUP Dr. M. Djamil Padang yaitu pada
kelompok umur 40-44 tahun dengan proporsi 34,3%.
Identifikasi masalah secara epidemiologi digambarakan dengan melihat faktorfaktor:
-

Frekuensi atau prevalensi kanker payudara.


Kecenderungan frekuensi.
Kematian karena kanker payudara.
Kemungkinan tersedianya upaya pencegahan.
Pembiayaan atau dana untuk penanggulangan.

1. Frekuensi Kanker Payudara


Gambaran umum prevalensi kanker payudara di dunia dapat digambarkan
sebagai berikut:
a. Secara umum kanker payudara lebih banyak ditemukan di Negara maju
dibanding Negara berkembang. Hal ini terutama dikaitkan dengan tingkat
sosial dan gaya hidup masyarakat di masing-masing Negara yang
berbeda. Satu di antara 10 wanita Amerika terserang kanker payudara.
Kanker ini menempati urutan pertama banyaknya penderita kanker di AS.
b. Urutan kedudukan kanker payudara dibandingkan dengan jenis kanker
lainnya bervariasi antarnegara di dunia, juga bervariasi urutan dikalangan
Negara-negara Asia.
Masalah kanker payudara di Indonesia diperkirakan 18 per 100.000
penduduk. Di Indonesia kanker payudara menempati urutan kedua. Secara
regional mengalami variasi, misalnya kanker payudara menduduki nomor
satu di daerah Sulawesi Selatan.

Catatan rumah sakit menunjukkan tingginya proporsi pasien kanker


payudara dari pasien kanker yang masuk rumah sakit. Dari sepuluh jenis
kanker yang dilaporkan pada Bagian Patologi Anatomi di Indonesia tahun
1988, terdapat 15,6 % kanker payudara.
2. Kecenderungan Peningkatan Frekuensi
Selain prevalensi yang tinggi, ditemukan juga kecenderungan
peningkatannya dari tahun ke tahun. Kecenderungan peningkatan ini ditandai
dengan perubahan kedudukan (ranking) penyakit tidak menular dibanding
dengan penyakit infeksi menular.
3. Mortalitas masih tinggi
Tingginya kematian kanker payudara berhubungan dengan:
a. Keterlambatan diagnosis
Salah satu masalah yang perlu ditonjolkan di sini adalah kedatangan
pasien di rumah sakit pada stadium lanjut. Beberapa data menunjukkan
bahwa lebih dari 50% pasien datang pada saat stadium lanjut (stage III
atau IV).
b. Keterlambatan pengobatan
Tingginya mortalitas tidak hanya disebabkan oleh keterlambatan
kemampuan pengobatan yang dilakukan di rumah sakit tetapi lebih
disebabkan oleh faktor-faktor pasien itu sendiri seperti: keterlambatan
mendapatkan pengobatan, keterlambatan ekonomi (sosial ekonomi
rendah), serta pengetahuan yang rendah tentang kanker payudara.
c. Kematian biasanya tidak langsung disebabkan oleh kanker payudara
sendiri tetapi kanker payudara mempunyai metastasis yang cepat dan jauh
(quick metastasis), misalnya ke paru dan tulang. Di Amerika Serikat
sendiri dengan upaya pencegahan yang tinggi, masih ditemukan 70% live
year survival rate.

4. Preventable

10

Berbagai upaya pencegahan primer dapat dilakukan, mulai dari


SARARI (pemeriksaan payudara sendiri) sampai Mamografi.
5. Biaya Mahal
Biaya penanganan kanker payudara, mulai dari diagnosis sampai
pengobatan paliatif cukup mahal. Biaya yang tinggi selain dirasakan oleh
pasien juga oleh pihak pelayan kesehatan (provider) yang harus menyediakan
berbagai alat diagnostik dan treatment yang mahal.
2.5 Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kanker Payudara
2.5.1 Upaya Pencegahan
Pencegahan merupakan suatu usaha mencegah timbulnya kanker payudara atau
mencegah kerusakan lebih lanjut yang diakibatkan kanker payudara. Usaha
pencegahan dengan menghilangkan dan melindungi tubuh dari karsinogen dan
mengelola kanker dengan baik. Usaha pencegahan kanker payudara dapat berupa
pencegahan primordial, pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan
tertier.
2.5.1.1 Pencegahan Primordial
Pencegahan sangat dini atau sangat dasar ini ditujukan kepada orang sehat
yang belum memiliki faktor risiko dengan memberikan kondisi pada masyarakat
yang memungkinkan penyakit tidak berkembang yaitu dengan membiasakan pola
hidup sehat sejak dini dan menjauhi faktor risiko changeable (dapat diubah) kejadian
kanker payudara. Pencegahan primordial yang dapat dilakukan antara lain:
a. Perbanyak konsumsi buah dan sayuran yang banyak mengandung serat dan
vitamin

C,

mineral,

klorofil

yang

bersifat

antikarsinogenik

dan

radioprotektif, serta antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas


berbagai zat kimia dan logam berat serta melindungi tubuh dari bahaya
radiasi.
b. Perbanyak

konsumsi

kedelai

serta

olahannya

yang

mengandung

fitoestrogen yang dapat menurunkan risiko terkena kanker payudara.


c. Hindari makanan yang berkadar lemak tinggi karena dapat meningkatkan
berat badan menyebabkan kegemukan atau obesitas yang merupakan faktor
risiko kanker payudara.

11

d. Pengontrolan berat badan dengan berolah raga dan diet seimbang dapat
mengurangi risiko terkena kanker payudara.
e. Hindari alkohol, rokok, dan stress.
f.

Hindari keterpaparan radiasi yang berlebihan, wanita dan pria yang


bekerja di bagian radiasi menggunakan alat pelindung diri.

2.5.1.2 Pencegahaan Primer


Pencegahan primer adalah usaha mencegah timbulnya kanker pada orang sehat
yang memiliki risiko untuk terkena kanker payudara. Pencegahan primer dilakukan
terhadap individu yang memiliki risiko untuk terkena kanker payudara. Beberapa
usaha yang dapat dilakukan antara lain:
a. Penggunaan Obat-obatan Hormonal
1) Penggunaan obat-obatan hormonal harus sesuai dengan saran dokter.
2) Wanita yang mempunyai riwayat keluarga menderita kanker payudara
atau yang berhubungan, sebaiknya tidak menggunakan alat kontrasepsi
yang mengandung hormon seperti pil, suntikan, dan susuk KB.
b. Pemberian ASI
Memberikan ASI pada anak setelah melahirkan selama mungkin dapat
mengurangi risiko terkena kanker payudara. Hal ini di sebabkan selama proses
menyusui, tubuh akan memproduksi hormon oksitosin yang dapat mengurangi
produksi hormon estrogen. Hormon estrogen memegang peranan penting dalam
perkembangan sel kanker payudara.
c. Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI).
Semua wanita di atas umur 20 tahun sebaiknya melakukan SADARI setiap bulan
untuk menemukan ada tidaknya benjolan pada payudara. Sebaiknya SADARI
dilakukan pada waktu 5-7 hari setelah menstruasi terakhir ketika payudara sudah
tidak membengkak dan sudah menjadi lembut. Langkah-langkah pemeriksaan
payudara sendiri (SADARI) dapat di lakukan dengan 2 cara yaitu:
Tahap I Melihat Perubahan di Hadapan Cermin
1) Berdiri tegak dengan kedua tangan lurus ke bawah dan perhatikan apakah
ada kelainan lekukan, kerutan dalam, atau pembengkakan

pada kedua

payudara atau puting.


2) Kedua tangan diangkat ke atas kepala periksa payudara dari berbagai sudut.

12

3) Tegangkan otot-otot bagian dada dengan meletakkan kedua tangan di


pinggang. Perhatikan apakah ada kelainan pada kedua payudara atau
puting.
4) Pijat puting payudara kanan dan tekan payudara untuk melihat apakah ada
cairan atau darah yang keluar dari puting payudara. Lakukan hal yang sama
pada payudara kiri.
Tahap II Melihat Perubahan dengan Cara Berbaring
1) Letakkan bantal di bahu kanan dan letakkan tangan kanan di atas kepala.
Gunakan tangan kiri untuk memeriksa payudara kanan untuk memeriksa
benjolan atau penebalan.
2) Raba payudara dengan gerakan melingkar dari sisi luar payudara ke arah
puting Buat sekurang-kurangnya dua putaran kecil sampai ke puting
payudara.
3) Raba payudara dengan gerakan lurus dari sisi luar ke sisi dalam payudara.
Gunakan jari telunjuk,tengah, dan jari manis untuk merasakan perubahan.
Ulangi gerakan 1, 2, dan 3 untuk payudara kiri.
d. Pemeriksaan Mammografi
1) Letakkan bantal di bahu kanan dan letakkan tangan kanan di atas kepala.
Gunakan tangan kiri untuk memeriksa payudara kanan untuk memeriksa
benjolan atau penebalan.
2) Raba payudara dengan gerakan melingkar dari sisi luar payudara ke arah
puting Buat sekurang-kurangnya dua putaran kecil sampai ke puting
payudara.
3) Raba payudara dengan gerakan lurus dari sisi luar ke sisi dalam payudara.
Gunakan jari telunjuk,tengah, dan jari manis untuk merasakan perubahan.
Ulangi gerakan 1, 2, dan 3 untuk payudara kiri.
Pemeriksaan melalui mammografi memiliki akurasi tinggi yaitu sekitar 90%
dari semua penderita kanker payudara, tetapi keterpaparan terus-menerus pada
mammografi pada wanita yang sehat merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
kanker payudara. Karena hal tersebut, menurut American Cancer Society
mammografi dilaksanakan dengan beberapa pertimbangan antara lain:
i. Untuk perempuan berumur 35-39 tahun, cukup dilakukan 1 kali mammografi.
13

ii. Untuk perempuan berumur 40-50 tahun, mammografi dilakukan 1-2 tahun
sekali.
iii. Untuk perempuan berumur di atas 50 tahun, mammografi dilakukan setiap
tahun dan pemeriksaan rutin.
2.5.1.3 Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan diagnosis dini terhadap
penderita kanker payudara dan biasanya diarahkan pada individu yang telah positif
menderita kanker payudara agar dapat dilakukan pengobatan dan penanganan yang
tepat. Penanganan yang tepat pada penderita kanker payudara sesuai dengan
stadiumnya akan dapat mengurangi kecatatan, mencegah komplikasi penyakit, dan
memperpanjang harapan hidup penderita Pencegahan sekunder dapat dilakukan
dengan beberapa cara yaitu:
1. Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan klinis di mulai dengan mewawancarai penderita kanker payudara,
pemeriksaan klinis payudara, untuk mencari benjolan atau kelainan lainnya, insfeksi
payudara, palpasi,dan pemeriksaan kelenjar getah bening regional atau aksila.
Dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang dilakukan dengan menggunakan alat-alat
tertentu antara lain dengan termografi, ultrasonografi, scintimammografi, lalu
dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologis untuk mendiagnosis secara pasti
penderita kanker payudara.
2. Penatalaksanaan Medis yang Tepat
Semakin dini kanker payudara ditemukan maka penyembuhan akan semakin
mudah. Penatalaksanaan medis tergantung dari stadium kanker didiagnosis yaitu
dapat berupa operasi/pembedahan, radioterapi, kemoterapi, dan terapi homonal.
2.5.1.4 Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier dapat dilakukan dengan perawatan paliatif dengan tujuan
mempertahankan kualitas hidup penderita dan memperlambat progresifitas penyakit
dan mengurangi rasa nyeri dan keluhan lain serta perbaikan di bidang psikologis,
sosial, dan spritual. Untuk mengurangi ketidakmampuan dapat dikakukan
Rehabilitasi supaya penderita dapat melakukan aktivitasnya kembali. Upaya
rehabilitasi

dilakukan

baik

secara

fisik,

14

mental,

maupun

sosial,

seperti

menghilangkan rasa nyeri, harus mendapatkan asupan gizi yang baik, dukungan
moral dari orang-orang terdekat terhadap penderita pasca operasi.
2.5.2 Upaya Penanggulangan
Ada beberapa cara pengobatan kanker payudara yang penerapannya tergantung
pada stadium klinik kanker payudara. Pengobatan kanker payudara biasanya meliputi
pembedahan/operasi, radioterapi/penyinaran, kemoterapi, dan terapi hormonal.
Penatalaksanaan medis biasanya tidak dalam bentuk tunggal, tetapi beberapa
kombinasi.
2.5.2.1 Pembedahan/Operasi
Pembedahan dilakukan untuk mengangkat sebagian atau seluruh payudara yang
terserang kanker payudara. Pembedahan paling utama dilakukan pada kanker
payudara stadium I dan II. Pembedahan dapat bersifat kuratif (menyembuhkan)
maupun paliatif (menghilangkan gejala-gejala penyakit).Tindakan pembedahan atau
operasi kanker payudara dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu:
1. Mastektomi radikal (lumpektomi), yaitu operasi pengangkatan sebagian dari
payudara. Operasi ini selalu diikuti dengan pemberian radioterapi. Biasanya
lumpektomi direkomendasikan pada penderita yang besar tumornya kurang
dari 2 cm dan letaknya di pinggir payudara.
2. Mastektomi total (mastektomi), yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara
saja, tetapi bukan kelenjar di ketiak.
3. Modified Mastektomi radikal, yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara,
jaringan payudara di tulang dada, tulang selangka dan tulang iga, serta
benjolan di sekitar ketiak.
2.5.2.2 Radioterapi
Radioterapi yaitu proses penyinaran pada daerah yang terkena kanker dengan
menggunakan sinar X dan sinar gamma yang bertujuan membunuh sel kanker yang
masih tersisa di payudara setelah operasi. Tindakan ini mempunyai efek kurang baik
seperti tubuh menjadi lemah, nafsu makan berkurang, warna kulit di sekitar payudara
menjadi hitam, serta Hb dan leukosit cenderung menurun sebagai akibat dari radiasi.
Pengobatan ini biasanya diberikan bersamaan dengan lumpektomi atau masektomi.

15

2.5.2.3 Kemoterapi
Kemoterapi merupakan proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam bentuk
pil cair atau kapsul atau melalui infus yang bertujuan membunuh sel kanker. Sistem
ini diharapkan mencapai target pada pengobatan kanker yang kemungkinan telah
menyebar ke bagian tubuh lainnya. Dampak dari kemoterapi adalah pasien
mengalami mual dan muntah serta rambut rontok karena pengaruh obat-obatan yang
diberikan pada saat kemoterapi.
2.5.2.4 Terapi Hormonal
Pertumbuhan kanker payudara bergantung pada suplai hormon estrogen, oleh
karena itu tindakan mengurangi pembentukan hormon dapat menghambat laju
perkembangan sel kanker. Terapi hormonal disebut juga dengan therapy antiestrogen karena sistem kerjanya menghambat atau menghentikan kemampuan
hormon estrogen yang ada dalam menstimulus perkembangan kanker pada payudara
2.6 Pengertian Kanker Leher Rahim
Kanker merupakan

penyakit

tidak

menular

yang

disebabkan oleh

pertumbuhan sel jaringan tubuh yang tidak normal dan tidak terkendali. Sel kanker
bersifat ganas, tumbuh cepat serta dapat menyebar ke tempat lain dan menyebabkan
kematian bila tidak segera dicegah.
Pengertian kanker leher rahim adalah sebagai berikut :
1. Kanker leher rahim adalah keganasan yang terjadi pada leher rahim (serviks)
yang merupakan bagian terendah dari rahim yang menonjol ke puncak liang
senggama (vagina).
2. Kanker leher rahim merupakan kanker peringkat pertama angka kejadian
kanker di Indonesia.
Kanker serviks atau leher rahim adalah tumor ganas primer yang berasal dari
metaplasia epitel di daerah skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan mukosa
vagina dan mukosa kanalis servikalis. Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi
pada serviks atau leher rahim, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang
merupakan pintu masuk ke arah rahim, letaknya antara Rahim (uterus) dan liang
senggama atau vagina.
Kanker leher rahim biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun.
Sebanyak 90% dari kanker leher rahim berasal dari sel skuamosa yang melapisi
16

serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran
servikal yang menuju ke rahim.
2.7 Gejala-Gejala pada Kanker Leher Rahim
Adapun Gejala dari kanker leher rahim adalah Pada tahapan pra kanker/dini
sering tidak menimbulkan gejala. Bila ada gejala yang timbul, biasanya keluar
keputihan yang tidak khas.
Pada tahap selanjutnya dapat ditemukan gejala sebagai berikut :
1. Perdarahan sesudah senggama.
2. Keputihan/cairan encer berbau.
3. Perdarahan di luar siklus haid.
4. Perdarahan sesudah menopause.
5. Nyeri daerah panggul.
2.8 Faktor Resiko dari Kanker Leher Rahim
Menurut Diananda (2007), faktor yang mempengaruhi kanker serviks yaitu :
1. Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher rahim.
Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya
kanker laher rahim. Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia lanjut
merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu
pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem kekebalan
tubuh akibat usia.
2.

Usia pertama kali menikah. Menikah pada usia kurang 20 tahun dianggap
terlalu muda untuk melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena kanker
leher rahim 10-12 kali lebih besar daripada mereka yang menikah pada usia >
20 tahun. Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang wanita benarbenar matang.

Ukuran kematangan bukan hanya dilihat dari sudah

menstruasi atau belum.

Kematangan juga bergantung pada sel-sel mukosa

yang terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh. Umumnya sel-sel
mukosa baru matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas. Jadi, seorang
wanita yang menjalin hubungan seks pada usia remaja, paling rawan bila
dilakukan di bawah usia 16 tahun. Hal ini berkaitan dengan kematangan selsel mukosa pada serviks. Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum
matang.

Artinya, masih rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap


17

menerima rangsangan dari luar termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma.
Karena masih rentan, sel-sel mukosa bisa berubah sifat menjadi kanker. Sifat
sel kanker selalu berubah setiap saat yaitu mati dan tumbuh lagi. Dengan
adanya rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari sel yang mati, sehingga
perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya bisa berubah
sifat menjadi sel kanker. Lain halnya bila hubungan seks dilakukanpada usia
di atas 20 tahun, dimana sel-sel mukosa tidak lagi terlalu rentan terhadap
perubahan.
3. Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering berganti-ganti
pasangan. Berganti-ganti pasangan akan memungkinkan tertularnya penyakit
kelamin, salah satunya Human Papilloma Virus (HPV).

Virus ini akan

mengubah sel-sel di permukaan mukosa hingga membelah menjadi lebih


banyak sehingga tidak terkendali sehingga menjadi kanker.
4. Penggunaan antiseptik. Kebiasaan pencucian vagina dengan menggunakan
obat-obatan

antiseptik maupun deodoran akan mengakibatkan iritasi di

serviks yang merangsang terjadinya kanker.


5. Wanita yang merokok.Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar
terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok.
Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung
nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan
menurunkan daya tahan serviks di samping meropakan kokarsinogen infeksi
virus. Nikotin, mempermudah semua selaput lendir sel-sel tubuh bereaksi
atau menjadi terangsang, baik pada mukosa tenggorokan, paru-paru maupun
serviks. Namun tidak diketahui dengan pasti berapa banyak jumlah nikotin
yang dikonsumsi yang bisa menyebabkan kanker leher rahim.
6. Riwayat penyakit kelamin seperti kutil genitalia.

Wanita yang terkena

penyakit akibat hubungan seksual berisiko terkena virus HPV, karena virus
HPV diduga sebagai penyebab utama terjadinya kanker leher rahim sehingga
wanita yang mempunyai riwayat penyakit kelamin berisiko terkena kanker
leher rahim.
7. Paritas (jumlah kelahiran). Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak
anak, apalagi dengan jarak persalinan yang terlalu pendek. Dari berbagai
literatur yang ada, seorang perempuan yang sering melahirkan (banyak anak)
termasuk golongan risiko tinggi untuk terkena penyakit kanker leher rahim.
18

Dengan seringnya seorang ibu melahirkan, maka akan berdampak pada


seringnya terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya dampak
dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya Human Papilloma Virus
(HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker leher rahim.
8. Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama.

Penggunaan

kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka lama yaitu lebih dari 4 tahun
dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim 1,5-2,5 kali. Kontrasepsi oral
mungkin dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim karena jaringan leher
rahim merupakan salah satu sasaran yang disukai oleh hormon steroid
perempuan. Hingga tahun 2004, telah dilakukan studi epidemiologis tentang
hubungan antara kanker leher rahim dan penggunaan kontrasepsi oral.
Meskipun demikian, efek penggunaan kontrasepsi oral terhadap risiko kanker
leher rahim masih kontroversional. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan
oleh Khasbiyah (2004) dengan menggunakan studi kasus kontrol. Hasil studi
tidak menemukan adanya peningkatan risiko pada perempuan pengguna atau
mantan

pengguna

kontrasepsi

oral

karena

hasil

penelitian

tidak

memperlihatkan hubungan dengan nilai p>0,05.


Faktor-faktor yang dianggap sebagai faktor risiko terjadinya kanker serviks
adalah:
1. Usia perkawinan muda atau hubungan seks dini, yakni sebelum usia 20 tahun.
Faktor ini dianggap faktor risiko terpenting dan tertinggi.
2. Ganti-ganti mitra seks: wanita pekerja seks ditemukan 4 kali lebih sering
terserang kanker serviks, terlepas dari faktor halal dan haramnya dan lokasi
dilakukannya kegiatan seksual itu.
3. Higiene rendah yang memungkinkan infeksi kuman.
4. Paritas tinggi: lebih banyak ditemukan pada ibu dengan banyak anak.
5. Jumlah perkawinan: ibu dengan suami yang mempunyai lebih dari satu atau
banyak istri lebih berisiko kanker serviks.
6. Infeksi virus: terutama HPV.
Faktor lain yang dicurigai berperan (suspected risk factors) adalah:
1. Rokok, baik yang aktif maupun pasif.
2. Pil KB
19

2.9 Epidemiologi Kanker Leher Rahim


Kanker serviks merupakan jenis kanker terbanyak kedua pada wanita dan
menjadi penyebab lebih dari 250.000 kematian pada tahun 2005. Kurang lebih 80%
kematian tersebut terjadi di negara berkembang. Kanker serviks disebabkan oleh
infeksi yang terus menerus dari Human Papiloma Virus (HPV). Penularan penyakit
kanker ini dapat melalui hubungan seksual, ditemukan lebih tinggi pada perempuan
yang mulai berhubungan seksual sebelum usia 16 tahun (Bustan, 2007). Kanker
serviks merupakan penyebab kematian utama kanker pada wanita di negara
berkembang. Setiap tahun diperkirakan terdapat 500.000 kasus kanker serviks baru
diseluruh dunia, 77% berada dinegara berkembang (Syamsudin, 2001). Angka
prevalensi didunia mengenai kanker serviks adalah 99,7%, tanpa penatalaksanaan
yang adekuat, diperkirakan kematian akibat kanker serviks akan meningkat 25%
dalam 10 tahun mendatang (Rasyidi,2007).
Di Indonesia diperkirakan sekitar 90-100 kanker baru diantara 100.000
penduduk pertahunnya, atau sekitar 180.000 kasus baru pertahunnya, dengan kanker
serviks menempati urutan pertama diantara kanker pada wanita (Mustari, 2006).
Penyebab utama tingginya angka kejadian kanker serviks di negara berkembang
karena tidak adanya program skrining (deteksi dini) yang efektif bagi wanita dengan
sosial ekonomi rendah. Di Indonesia hambatan test skrining cukup besar, terutama
karena belum menjadi program wajib pelayanan kesehatan (Emilia, 2010). Secara
umum diseluruh dunia, baik insiden dan mortalitas kanker serviks berada pada
urutan kedua setelah kanker payudara, sedangkan pada negara berkembang kanker
serviks masih menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian pada wanita
(Sarjadi, 1995). Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan, angka
prevalensi kanker serviks pada tahun 2010 adalah 40 kasus, 60% berusia antara 3545 tahun.
2.10 Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kanker Leher Rahim
2.10.1 Upaya Pencegahan
Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas kanker serviks perlu upaya- upaya
pencegahan. Pencegahan terdiri dari beberapa tahap yaitu:

20

2.10.1.1 Pencegahan primer


Pencegahan primer adalah pencegahan awal kanker yang utama. Hal ini untuk
menghindarai faktor risiko yang dapat dikontrol. Cara-cara pencegahan primer
adalah sebagai berikut (Dalimartha, 2004) :
1. Tundalah berhubungan seksual sampai batas usia di atas remaja.
Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang perempuan benar-benar
matang. Ukuran kematangan bukan hanya dilihat dari ia sudah menstruasi atau
belum, tetapi juga tergantung pada kematangan sel-sel mukosa yang terdapat
di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh. Umumnya sel-sel mukosa baru
matang setelah perempuan berusia 20 tahun ke atas. Terutama untuk
perempuan yang masih di bawah 16 tahun memiliki risiko yang sangat tinggi
terkena kanker serviks bila telah melakukan hubungan seks.
2.

Batasi jumlah pasangan


Risiko terkena kanker serviks lebih tinggi pada perempuan yang berganti-ganti
pasangan seks daripada dengan yang tidak. Hal ini terkait dengan
kemungkinan tertularnya penyakit kelamin, salah satunya Human Papiloma
Virus (HPV).

3. Melakukan vaksinasi HPV


Vaksinasi dapat dilakukan sebelum remaja. Bisa diberikan pada wanita usia
12-14 tahun, melalui suntikan sebanyak tiga kali berturut-turut tiap 2 bulan
sekali dan dilakukan pengulangan satu kali lagi pada sepuluh tahun kemudian.
Hal ini dilakukan agar terhindar dari kanker yang mematikan ini. Untuk itu
telah dikembangkan vaksin HPV yang dapat memberikan mamfaat yang besar
dalam pencegahan penyakit ini.
4. Hindarilah rokok
Zat yang terkandung dalam nikotin yang ada pada rokok akan mempermudah
selaput sel lendir tubuh bereaksi. Sedangkan isi daerah serviks adalah lendir.
Dengan begitu risiko untuk berkembangnya sel yang abnormal akan semakin
mudah. Wanita perokok berisiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks
dibandingkan dengan wanita yang bukan perokok.
5. Makanlah makanan yang mengandung vitamin C, Beta Karoten dan Asam
Folat Vitamin C, beta karoten dan asam folat dapat memperbaiki atau
memperkuat mukosa serviks. Kekurangan vitamin C, beta karoten dan asam
folat bisa menyebabkan timbulnya kanker serviks.
21

6. Penggunaan kondom
Para ahli sebenarnya sudah lama meyakininya, tetapi kini mereka punya bukti
pendukung bahwa kondom benar-benar mengurangi risiko penularan virus
penyebab kutil kelamin (genital warts) dan banyak kasus kanker leher rahim.
Hasil pengkajian atas 82 orang yang dipublikasikan di New England Journal
of Medicine memperlihatkan bahwa wanita yang mengaku pasangannya selalu
menggunakan kondom saat berhubungan seksual kemungkinannya 70 persen
lebih kecil untuk terkena infeksi human papillomavirus (HPV) dibanding
wanita yang pasangannya sangat jarang (tak sampai 5 persen dari seluruh
jumlah

hubungan

seks)

menggunakan

kondom.

Hasil

penelitian

memperlihatkan efektivitas penggunaan kondom di Indonesia masih tergolong


rendah. Dari survei Demografi Kesehatan Indonesia pada 2003 (BPSBKKBN) diketahui bahwa ternyata penggunaan kondom pada pasangan usia
subur di negara ini masih sekitar 0,9 persen.
7. Sirkumsisi pada pria
Sebuah studi menunjukkan bahwa sirkumsisi pada pria berhubungan dengan
penurunan risiko infeksi HPV pada penis dan pada kasus seorang pria dengan
riwayat multiple sexual partners, terjadi penurunan risiko kanker serviks pada
pasangan wanita mereka yang sekarang.
2.10.1.2 Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya yang dilakukan untuk menentukan kasuskasus dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan, termasuk
deteksi dini dan pengobatan. Deteksi dini kanker serviks dapat memperoleh
keuntungan yaitu, memperbaiki prognosis pada sebagian penderita sehingga
terhindar dari kematian akibat kanker, tidak diperlukan pengobatan radikal untuk
mencapai kesembuhan, adanya perasaan tentram bagi mereka yang menunjukkan
hasil negatif dan penghematan biaya karena pengobatan yang relatif mahal.
2.10.1.3 Pencegahan Tertier
Pengobatan untuk mencegah komplikasi klinik dan kematian awal dengan cara :
1. Operasi sederhana dilakukan pada stadium awal (stadium 0 hingga 1A), dan
pada stadium 1B sampai 2B dilakukan histrektomi, seluruh Rahim diangkat
berikut sepertiga vagina.
22

2. Pengobatan dengan cara radiasi atau penyinaran dengan sinar x dilakukan


pada stadium 2B keatas (stadium lanjut).
3.

Pengobatan dengan cara kemoterapi karena radiasi sudah tidak


memungkinkan lagi.

2.10.2 Upaya Penanggulangan dengan Deteksi Dini Kanker Serviks


Cakupan deteksi dini terhadap kanker serviks baru dibawah 5% mengakibatkan
banyak kasus ini ditemukan sudah pada stadium lanjut yang sering kali
mengakibatkan kematian. Deteksi dini dilakukan untuk melacak adanya perubahan
sel kearah keganasan secara dini Kanker serviks sering terjadi pada usia diatas 40
tahun, displasia paling banyak terjadi pada perempuan usia sekitar 35 tahun. Oleh
karena itu, pada tempat dengan sumber daya terbatas, deteksi dini semestinya
difokuskan pada perempuan usia 30-40 tahun (Emilia, 2010). Dianjurkan sekali
setahun secara teratur seumur hidup. Bila pemeriksaan tahunan 3x berturutturut
hasilnya normal, pemeriksaan selanjutnya dapat dilakukan setiap 3 tahun
(Widyastuti, 2009).
Ada beberapa

metode untuk deteksi dini terhadap infeksi HPV (Human

Pappiloma Virus) dan kanker serviks seperti berikut:


1. IVA (Inspeksi Visual dengan Asam asetat)
Metode pemeriksaan dengan mengoles serviks atau leher rahim
dengan asam asetat,kemudian diamati apakah ada kelainan seperti area
berwarna putih. Jika tidak ada perubahan warna, maka dapat dianggap tidak
ada infeksi pada serviks.
2. Pap Smear
Papsmear adalah suatu metode dimana dilakukan pengambilan sel
dari mulut rahim kemudian diperiksa dibawah mikroskop. Metode test Pap
smear yang umum yaitu dokter menggunakan pengerik atau sikat untuk
mengambil sedikit sampel sel-sel serviks atau leher rahim. Kemudian sel-sel
tersebut akan di analisa di laboratorium. Tes itu dapat menyingkap apakah
ada infeksi, radang atau sel-sel abnormal. Menurut laporan sedunia, dengan
secara teratur melaukan test Pap smear telah mengurangi jumlah kematian
akibat kanker serviks. Setiap wanita yang telah berumur 18 tahun atau wanita
yang telah aktif secara seksual selayaknya mulai memeriksakan pap smear.
Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setiap tahun walaupun tidak ada gejala
23

kanker. Pemeriksaan dilakukan lebih dari setahun jika sudah mencapai usia
65 tahun atau tiga pemeriksaan sebelumnya menunjukkkan hasil normal
(Bustan, 2007).
3. Thin prep
Metode Thin prep lebih akurat dibanding Pap smear. Jika Pap smear
hanya mengambil sebagian dari sel-sel di servik atau leher rahim, maka Thin
prep akan memeriksa seluruh bagian serviks atau leher rahim, tentu hasilnya
akan lebih akurat dan tepat.
4. Kolposkopi
Jika semua hasil test pada metode sebelumnya menunjukkan adanya
infeksi atau kejanggalan, prosedur kolposkopi akan dilakukan dengan
menggunakan alat yang dilengkapi lensa pembesar untuk mengamati bagian
yang terinfeksi. Tujuannya untuk menentukan apakah ada lesi atau jaringan
yang tidak normal pada serviks atau leher rahim. Jika ada yang tidak normal,
biopsi(pengambilan sejumlah kecil jaringan dari tubuh) dapat dilakukan.
Kolposkopi dapat berperan sebagai alat deteksi awal, namun ketersediaan alat
ini tidak mudah, karena mahal maka alat ini lebih sering digunakan sebagai
prosedur pemeriksaan lanjut dari hasil test Pap abnormal.
5. Vikogravi
Pemeriksaan kelainan di portio dengan membuat foto pembesaran
portio setelah dipulas dengan asam asetat 3-5 % yang dapat dilakukan oleh
bidan hasil foto dikirim ke ahli kandungan.
6.

Papnet (komputerisasi)
Pada dasarnya pemeriksaan papnet berdasarkan pemeriksaan slide tes
pap, bedanya untuk mengidentifikasi sel abnormal dilakukan secara
komputerisasi. Slide hasil pap yang mengandung abnormal dievaluasi ulang
oleh ahli patologi/sitologi.

Menurut WHO Program skrining (deteksi dini) dilakukan :


1. Minimal 1x pada usia 35-40 tahun
2. Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55 tahun.
3. Kalau fasilitas tersedia lebih, lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun.
4. Yang ideal dan optimal dilakukan tiap 3 tahun pada wanita usia 25-60 tahun.

24

BAB 3 : PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kanker payudara adalah tumor ganas yang berasal dari kelenjar payudara.
Termasuk saluran kelenjar air susu dan jaringan penunjangnya yang tumbuh
infiltratif, destruktif, serta dapat bermetastase (Suryana, 2008).
Gejala dan pertumbuhan kanker payudara tidak mudah dideteksi karena awal
pertumbuhan sel kanker payudara tidak dapat diketahui dengan mudah. Gejala
umumnya baru diketahui setelah stadium kanker berkembang agak lanjut, karena
pada tahap dini biasanya tidak menimbulkan keluhan. Penderita merasa sehat, tidak
merasa nyeri, dan tidak mengganggu aktivitas. Gejala-gejala kanker payudara yang
tidak disadari dan tidak dirasakan pada stadium dini menyebabkan banyak penderita
yang berobat dalam kondisi kanker stadium lanjut. Hal tersebut akan mempersulit
penyembuhan dan semakin kecil peluang untuk disembuhkan. Bila kanker payudara
dapat diketahui secara dini maka akan lebih mudah dilakukan pengobatan. Tanda
yang mungkin muncul pada stadium dini adalah teraba benjolan kecil di payudara
yang tidak terasa nyeri.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan faktor risiko tertentu
lebih sering untuk berkembang menjadi kanker payudara dibandingkan yang tidak
memiliki beberapa faktor risiko tersebut. Beberapa faktor risiko tersebut:
1. Umur
2. Riwayat kanker payudara
3. Riwayat Keluarga
4. Perubahan payudara tertentu
5. Perubahan Genetik
6. Riwayat reproduksi dan menstruasi
7. Kepadatan jaringan payudara
8. Overweight atau Obese setelah menopause
9. Kurangnya aktivitas fisik
10. Diet
Pencegahan merupakan suatu usaha mencegah timbulnya kanker payudara atau
mencegah kerusakan lebih lanjut yang diakibatkan kanker payudara. Usaha
pencegahan dengan menghilangkan dan melindungi tubuh dari karsinogen dan
25

mengelola kanker dengan baik. Usaha pencegahan kanker payudara dapat berupa
pencegahan primordial, pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan
tertier.
Kanker merupakan

penyakit

tidak

menular

yang

disebabkan oleh

pertumbuhan sel jaringan tubuh yang tidak normal dan tidak terkendali. Sel kanker
bersifat ganas, tumbuh cepat serta dapat menyebar ke tempat lain dan menyebabkan
kematian bila tidak segera dicegah.
Faktor-faktor yang dianggap sebagai faktor risiko terjadinya kanker serviks
adalah:
1. Usia perkawinan muda atau hubungan seks dini, yakni sebelum usia 20 tahun.
Faktor ini dianggap faktor risiko terpenting dan tertinggi.
2. Ganti-ganti mitra seks: wanita pekerja seks ditemukan 4 kali lebih sering
terserang kanker serviks, terlepas dari faktor halal dan haramnya dan lokasi
dilakukannya kegiatan seksual itu.
3. Higiene rendah yang memungkinkan infeksi kuman.
4. Paritas tinggi: lebih banyak ditemukan pada ibu dengan banyak anak.
5. Jumlah perkawinan: ibu dengan suami yang mempunyai lebih dari satu atau
banyak istri lebih berisiko kanker serviks.
6. Infeksi virus: terutama HPV.
Faktor lain yang dicurigai berperan (suspected risk factors) adalah:
1. Rokok, baik yang aktif maupun pasif.
2. Pil KB
Cara-cara pencegahan primer adalah sebagai berikut (Dalimartha, 2004) :
1. Tundalah berhubungan seksual sampai batas usia di atas remaja.
2.

Batasi jumlah pasangan

3. Melakukan vaksinasi HPV


4. Hindarilah rokok
5. Makanlah makanan yang mengandung vitamin C, Beta Karoten dan Asam
Folat Vitamin C, beta karoten dan asam folat dapat memperbaiki atau
memperkuat mukosa serviks. Kekurangan vitamin C, beta karoten dan asam
6. folat bisa menyebabkan timbulnya kanker serviks.
7. Penggunaan kondom
8. Sirkumsisi pada pria
26

3.2 Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan saran yang membangun dari semua pihak, demi
kesempurnaan makalah ini.

27

DAFTAR PUSTAKA
Bustan, M.N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: PT Rineka Cipta
http://www.pppl.depkes.go.id/_asset/_download/bukusaku_kanker.pdf
http://www.kanker-serviks.net/wpcontent/downloads/547375398HGIHGJHGLH848740tiaojaJTAEF9FAJjoefjj9
9/eb_pand_ks.pdf
http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PNPKProstat.pdf

28

Anda mungkin juga menyukai