Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga.

Selain sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai


generasi penerus bangsa. Oleh karena itu tidak satupun orang tua
yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya
mengalami kejang demam.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling
sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh
proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi
saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan.
(Ngastiyah, 1997; 229).
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak
umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di
bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih
sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut
disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang
lebih cepat dibandingkan laki-laki. (ME. Sumijati, 2000;72-73)
Bangkitan kejang berulang atau kejang yang lama

akan

mengakibatkan kerusakan sel-sel otak kurang menyenangkan di


kemudian hari, terutama adanya cacat baik secara fisik, mental atau
sosial yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.
(Iskandar Wahidiyah, 1985 : 858) .
Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan
pertolongan segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat
sangat diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang
diakibatkan

bangkitan

kejang

yang

sering.

Untuk

itu

tenaga

perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi


keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan
kepada

keluarga

preventif,

kuratif

dan

penderita, yang meliputi aspek

dan

rehabilitatif

secara

promotif,

terpadu

dan

berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan

yang

utuh

secara

bio-psiko-sosial-spiritual.

Prioritas

asuhan

keperawatan pada kejang demam adalah mencegah/mengendalikan


aktivitas kejang, melindungi pasien dari trauma, mempertahankan
jalan napas, meningkatkan harga diri yang positif, memberikan
informasi kepada keluarga tentang proses penyakit, prognosis dan
kebutuhan penanganannya. (I Made Kariasa, 1999; 262).
1.2
1.2.1
1.2.2
1.2.3
1.2.4
1.2.5
1.2.6
1.2.7
1.2.8

Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan kejang demam ?
Apa etiologi dari kejang demam ?
Bagaimana patofisiologi dari kejang demam ?
Bagaimana manifestasi klinis dari kejang demam ?
Bagaimana pemeriksaan fisik dari kejang demam ?
Bagaimana pemeriksaan penunjang dari kejang demam ?
Bagaimana penatalaksanaan dari kejang demam ?
Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan kejang

demam ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan anak kejang
demam dengan masalah resiko kejang berulang berhubungan
dengan peningkatan suhu tubuh
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami definisi dari kejang demam
2. Mengetahui dan memahami etiologi dari kejang demam
3. Mengetahui dan memahami patofisiologi dari kejang demam
4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari kejang
demam
5. Mengetahui dan memahami pemeriksaan fisik dari kejang
demam
6. Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang dari kejag
demam
7. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari kejang
demam
8. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada anak
dengan kejang demam

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang

yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 oC)
yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997:229).
Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi dan anak
biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan
dengan

demam

tetapi

tidak

pernah

terbukti

adanya

infeksi

intrakronial atau penyebab tertentu (Mansjoer Arief, 2000).


Jadi kejang demam merupakan akibat dari pembebasanlistrik
yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang ditandai
dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran ringan,
aktifitas motorik atau gangguan fenomena sensori. (Doenges,
2000).
2.2

Etiologi
Menurut Mansjoer, dkk (2000: 434) Lumban Tobing (1995: 18-19)

dan Whaley and Wong (1995: 1929) :


1. Demam itu sendiri. Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran
pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan
infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul pada suhu yang
2.
3.
4.
5.

tinggi.
Efek produk toksik daripada mikroorganisme
Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak
diketahui atau enselofati toksik sepintas.
Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50),

faktor presipitasi kejang demam : cenderung timbul 24 jam pertama


pada waktu sakit demam atau dimana demam mendadak tinggi
karena

infeksi

pernafasan

bagian

atas. Demam lebih

disebabkan oleh virus daripada bakterial.


2.3

Patofisiologi

sering

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel/organ otak


diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yaitu glukosa sifat proses ini adalah oksidasi
dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak
melalui sistem kardiovaskuler.
Dari uraian di atas, diketahui bahwa sumber energi otak adalah
glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel yang dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan
normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit oleh natrium (Na+) dan elektrolit
lainnya kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konentrasi K+ dalam sel
neuron tinggi dan ion Na+ rendah, sedang di luar sel neuron
terdapat keadaan sebaliknya. Karena keadaan tersebut, maka
terjadi

perbedaan

potensial

membran

yang

disebut

potesial

membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial


membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na - K Atp ase
yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran

ini

dapat

diubah

oleh

perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang


datangnya mendadak seperti mekanis, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya dan perubahan patofisiologi dan membran sendiri
karena penyakit atau keturunan.
Pada demam, kenaikan suhu 1 C akan mengakibatkan kenaikan
suhu 1 C akan mengakibatkan metabolisme basal 10 - 15 % dan
kebutuhan O2 meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun
sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan
dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan suhu
tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron
dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium
melalui membran listrik. Ini demikian besarnya sehingga meluas
dengan seluruh sel dan membran sel sekitarnya dengan bantuan
bahan

yang

tersebut

neurotransmitter

dan

terjadi

kejang.

Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat

terjadi pada suhu 38 C dan anak dengan ambang kejang tinggi,


kejang baru terjadi pada suhu 40 C atau lebih, kejang yang
berlangsung

lama

(>15

menit)

biasanya

disertai

apnea.

Meningkatnya kebutuhan O2 dan untuk kontraksi otot skelet yang


akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, denyut jantung yang tidak
teratur dan makin meningkatnya suhu tubuh karena tingginya
aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otek
meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah
yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas
kapiler dan timbul oedema otak yang mengakibatkan kerusakan sel
neuron otak (Hasan dan Alatas, 1985: 847 dan Ngastiyah, 1997:
229).
2.4
Manifestasi Klinik
Kebanyakan kejang demam

berlangsung

singkat,

bilateral,

serangan berupa klonik atau tonik-klonik. Umumnya kejang berhenti


sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun
untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak
terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf. Kejang
demam dapat berlangsung lama dan atau parsial. Pada kejang yang
unilateral kadang-kadang diikuti oleh hemiplegi sementara (Todds
hemiplegia) yang berlangsung beberapa jam atau bebarapa hari.
Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiplegi yang
menetap (Lumbantobing, SM. 1989:43).
Menurut Behman (2000 : 843) kejang demam terkait dengan
kenaikan suhu yang tinggi dan biasanya berkembang bila suhu
tubuh mencapai 39 C atau lebih ditandai dengan adanya kejang
khas menyeluruh tionik klonik lama beberapa detik sampai 10
menit. Kejang demam yang menetap >15 menit menunjukkan
penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik selain itu juga
dapat terjadi mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan dan
kelemahan

serta

gerakan

sentakan

terulang.

2.5
Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)
1. Kepala
Tanda-tanda mikro atau makrosepali. Dispersi bentuk kepala.

Tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial yaitu ubun-ubun


besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup
atau belum.
2. Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain
rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai
rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan
mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
3. Muka/Wajah
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah : sisi yang paresis
tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah
tertarik

ke

sisi

sehat.

Adakah

tanda

rhisus

sardonicus,

opistotonus, atau trimus. Ada tidaknya gangguan nervus cranial.


4. Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa
pupil

dan

ketajaman

penglihatan.

Keadaan

sklera

dan

konjungtiva.
5. Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda
adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah
belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya
pendengaran.
6. Hidung
Adanya cuping hidung, polip yang menyumbat jalan napas, ada
tidaknya pengeluaran sekret dan komsistensinya.
7. Mulut
Ada tidaknya tanda-tanda sardonicus dan cyanosis. Keadaan
lidah, ada tidaknya stomatitis.

8. Tenggorokan
Apakah ada tanda-tanda peradangan tonsil. Adanya tanda-tanda
infeksi faring, cairan eksudat.
9. Leher
Tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid.

Adanya

pembesaran vena jugulans.


10. Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak
pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi
intercostale. Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan.
11. Jantung
Keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya. Adakah bunyi
tambahan. Adakah bradicardi atau tachycardia.
12. Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen.
Keadaan turgor kulit dan peristaltik usus. Tanda meteorismus
serta ada tidaknya pembesaran lien dan hepar.
13. Kulit
Keadaan

dan

warna

kulit.

Ada

tidaknya

oedema

atau

hemangioma serta keadaan kulit.


14. Ekstremitas
Oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang. Suhu
pada daerah akral.
15. Genetalia
Ada tidaknya tanda-tanda infeksi, keluarnya sekret dari vagina.
2.6

Pemeriksaan Penunjang

1. Darah

a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang N


<>BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
b. Elektrolit : K, Na Ketidakseimbangan elektrolit merupakan
predisposisi kejang Kalium (N 3,80 5,00 meq/dl) Natrium (N
135 144 meq/dl).
2. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS
tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang.
3. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang
dan adanya lesi.
4. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB
masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu
khusus untuk transiluminasi kepala.
5. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui
tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang,
hasil biasanya normal.
6. CT Scan : Untuk mengidentifikasi lesi cerebral infaik hematoma,
cerebral oedem, trauma, abses, tumor dengan atau tanpa
kontras.
2.7
Penatalaksanaan
Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu
dikerjakan, yaitu :
1. Pemberantasan kejang secepat mungkin
Pemberantasan kejang di Sub bagian Saraf Anak, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI sebagai berikut :
a. Apabila seorang anak datang dalam keadaan kejang, maka
segera diberikan diazepam intravena

dosis rata-rata 0,3

mg/kg Atau diazepam rectal 10 kg : 5 mg bila kejang


tidak berhenti 10 kg : 10 mg tunggu 15 menit dapat diulang
dengan cara/dosis yang sama kejang berhenti berikan dosis
awal fenobarbital dosis :

1. Neonatus

: 30 mg I.M

2. 1 bulan 1 tahun

: 50 mg I.M

3. 1 tahun

: 75 mg I.M

b. Bila diazepam tidak tersedia, langsung memakai fenobarbital


dengan dosis awal dan selanjutnya diteruskan dengan dosis
rumat.
2. Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang saat serangan kejang, yaitu :
1. Semua pakaian ketat dibuka
2. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi
lambung
3. Usahakan agar jalan napas bebasuntuk menjamin kebutuhan
oksigen
4. Pengisapan

lendir

harus

dilakukan

secara

teratur

dan

diberikan oksigen
3. Pengobatan rumat
Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis
pada hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2
dosis pada hari berikutnya.
4. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab kejang demam adalah infeksi respiratorius bagian atas
dan astitis media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat untuk
mengobati penyakit tersebut. Pada pasien yang diketahui kejang
lama pemeriksaan lebih intensif seperti fungsi lumbal, kalium,
magnesium, kalsium, natrium dan faal hati. Bila perlu rontgen
foto tengkorak, EEG, ensefalografi, dll.

BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1.
Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur dan jenis kelamin.
Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status
sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan,
2.

pekerjaan, penghasilan dan alamat.


Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Dipastikan apakah ada kejang. Ibu atau keluarga dianjurkan
menirukan gerakan kejang anak. Memastikan apakah kejang
disertai demam atau tidak, jadi dapat diketaui indikasi dari
infeksi serta dapat dihitung jarak antara timbulnya kejang
dengan

demam.

mengetahui
pengobatan.

Lama

bangkitan

kemungkinan
Pola

respon

serangan,

kejang

sehingga

terhadap

frekuensi

prognosa

serangan,

sebelum, selam dan sesudah serangan.

dapat
dan

keadaan

Riwayat penyakit

sekarang yang menyertai, seperti muntah, diare, truma kepala,


gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal,
kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, morbili dan lain-lain.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami kejang sebelumnya. Adanya

riwayat

trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA dan lain-lain.


c. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, ibu pernah
mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat
trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan
obat-obatan maupun jamu selama hamil.
Riwayat persalinan sukar, spontan atau dengan tindakan
(forcep/vakum), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain.
Keadaan selama neonatal bayi panas, diare, muntah, tidak mau
menetek, dan kejang-kejang.
d. Riwayat Imunisasi
Karena pada umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek
sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.

e. Riwayat Perkembangan
1.

Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) :


berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi,
dan berinteraksi dengan lingkungannya.

2.

Gerakan motorik halus : berhubungan dengan


kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan
gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja
dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi
yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu
benda, dan lain-lain.

3.

Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan


pergerakan dan sikap tubuh.

4.

Bahasa

kemampuan

memberikan

respon

terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan.


f. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 %
penderita kejang demam mempunyai faktor turunan), menderita
penyakit syaraf atau lainnya, menderita penyakit seperti ISPA,
diare

atau

penyakit

infeksi

menular

yang

mencetuskan

terjadinya kejang demam.


g. Riwayat Sosial
Perilaku anak dan keadaan emosionalnya, perilaku pengasuh
anak dan hubungan dengan anggota keluarga dan teman
sebaya.
3.

Pola Kebiasaan dan Fungsi Kesehatan


a.

Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat


Gaya

hidup

yang

berkaitan

dengan

kesehatan,

pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan


pada

setiap

perawatan

dan

tindakan

medis.

Pandangan

terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang

diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit


dan penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
b.

Pola Nutrisi
Asupan kebutuhan gizi anak. Kualitas dan kuantitas dari
makanan yang dikonsumsi oleh anak. Makanan yang disukai
dan yang tidak, selera makan. Jenis, sering dan jumlah minum
per hari.

c.

Pola Eliminasi
BAK : frekuensi, jumlah, secara makroskopis warna, bau,
terdapat darah. Disertai nyeri saat anak kencing.
BAB

waktu

BAB,

teratur

atau

tidak.

Konsistensi

lunak,keras,cair atau berlendir.


d.

Pola Aktivitas dan Latihan


Perlu diketahui kesenangan anak dalam bermain (sendiri atau
dengan teman sebayanya), berkumpul dengan keluarga berapa
jam dalam sehari serta aktivitas anak.

e.

Pola Tidur/Istirahat
Lama

tidur,

mulai

tidur

dan bangun pukul

berapa.

Kebiasaan sebelum tidur dan adanya kebiasaan untuk tidur


siang.
4.

Pemeriksaan Umum
Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi
sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti

sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.


5.
Pemeriksaan Fisik
b.
Kepala
Tanda-tanda mikro atau makrosepali, dispersi bentuk kepala,
tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun
besar cembung serta keadaan ubun-ubun besar menutup atau
belum.
c.

Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain
rambut. Klien dengan malnutrisi energi protein mempunyai

rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan


mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
d.

Muka/Wajah
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah : sisi yang paresis
tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah
tertarik ke sisi sehat, tanda rhisus sardonicus, opistotonus,
trimus dan gangguan nervus cranial.

e.

Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil.

f.

Telinga
Fungsi telinga, kebersihan telinga, tanda-tanda adanya infeksi
seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga,
keluar cairan dari telinga serta berkurangnya pendengaran.

g.

Hidung
Ada pernapasan cuping hidung, polip yang menyumbat jalan
napas dan keluar sekret.

h.

Mulut
Sardonicus, cyanosis, lidah stomatitis dan adanya caries gigi.

i.

Tenggorokan
Peradangan tonsil, infeksi faring dan cairan eksudat.

j.

Leher
Kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid dan pembesaran vena
jugulans.

k.

Thorax
Pada

infeksi,

bentuk

dada

klien,

gerak

pernapasan,

frekwensinya, irama, kedalaman, adanya retraksi intercostale.


Saat auskultasi, ada suara napas tambahan.

l.

Jantung
Saat diperiksa keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya,
adanaya bunyi tambahan, bradicardi atau tachycardia.

m.

Abdomen
Distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen. Pada
turgor kulit dan peristaltik usus, adanya tanda meteorismus dan
pembesaran lien serta hepar.

n.

Kulit
Pada keadaan kulit, kebersihan maupun warnanya adanaya
oedema, hemangioma.

o.

Ekstremitas
Terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi
kejang.

p.

Genetalia
Kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tandatanda infeksi

3.2 Diagnosa Keperawatan


Potensial terjadi kejang berulang berhubungan dengan peningkatan
suhu tubuh.
3.3 Intervensi
1.

Diagnosa

: Potensial terjadi kejang berulang

berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh.


2.
Tujuan
:
Setelah
dilakukan

tindakan

keperawatan selama x 24 jam klien tidak mengalami kejang


selama berhubungan dengan hiperthermi.
3. Kriteria hasil

a. Tidak terjadi serangan kejang ulang


b. Suhu 36,5 37,5 C (bayi), 36 37,5 C (anak)
c. Nadi 110 120 x/menit (bayi), 100-110 x/menit (anak)
d. Respirasi 30 40 x/menit (bayi), 24 28 x/menit (anak)

e. Kesadaran composmentis
4. Rencana Tindakan :
a.

Longgarkan

pakaian,

berikan

pakaian

tipis

yang

mudah

menyerap keringat
Rasional : proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang
ketat dan tidak menyerap keringat
b.

Berikan kompres dingin


Rasional :

c.

perpindahan panas secara konduksi

Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll)


Rasional :

saat

demam

kebutuhan

akan

cairan

tubuh

meningkat
d.

Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam


Rasional :

pemantauan yang teratur menentukan tindakan

yang akan dilakukan


e.

Batasi aktivitas selama anak panas


Rasional :

aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan

meningkatkan panas
f.

Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis


Rasional :

menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan

sebagai propilaksis
3.4 Implementasi
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan
kegiatan

dapat

bersifat

mandiri

dan

kolaboratif.

Selama

melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan


kesehatan klien.
3.5 Evaluasi Keperawatan
Tahap penilaian atau

evaluasi

adalah

perbandingan

yang

sistematik dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan


yang telah ditetapkan dilakukan dengan cara berkesinambungan
dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Penilaian
dalam

keperawatan

merupakan

kegiatan

dalam

melaksanakan

rencana kegiatan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan.
Penilaian keperawatan

adalah

mengukur

keberhasilan

dari

rencana dan pelaksanaan tindakan perawatan yang dilakukan dalam


memenuhi kebutuhan klien.

Evaluasi dapat berupa : masalah

teratasi dan masalah teratasi sebagian

BAB 4
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Penyakit kejang demam merupakan penyakit yang paling sering
menyerang pada bayi dan balita dan lebih banyak menyerang pada
anak laki-laki. Yang jika tidak diobati dengan cepat dan baik akan
meyebabkan gangguan pada syaraf dan berakibat pada terganggunya
pertumbuhan dan perkembangan pada bayi dan balita.
Penyebab kejang demam belum diketahui dengan pasti. Demam
sering disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, otitis media,
pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.
Penanganan kejang pada anak dimulai dengan memastikan adanya
kejang. Kejang dapat berhenti sendiri, atau memerlukan pengobatan
saat kejang. Tatalaksana kejang yang adekuat dibutuhkan untuk
mencegah kejang menjadi status konvulsivus. Setelah kejang teratasi
dilakukan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis, dan pemeriksaan
penunjang sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang.

4.2. Saran
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan demam
kejang, harus diperhatikan penyebab kejang. Dengan diketahui
penyebab kejang yang jelas diharapkan pemberian terapi dalam
asuhan keperawatan dapat meminimalkan kejang kembali terulang.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawaan Edisi III.
Jakarta : EGC.
Lumbantobing, SM. 1989. Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak,
Gaya Baru. Jakarta.
Lynda Juall C. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan,
Penerjemah Monica Ester. Jakarta : EGC.
Mansjoer,

Arief.

2000.

Kapita

Selekta

Kedokteran,

Jilid

II,

Media

Aesculapius FKUI. Jakarta.


Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.
Sumijati M.E, dkk. 2000. Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang
Lazim Terjadi Pada Anak. Surabaya : PERKANI.
Wahidiyat, Iskandar. 1985. Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 2. Jakarta : Info
Medika.

Anda mungkin juga menyukai