Anda di halaman 1dari 8

ANAFILAKSIS

Malcom M Fisher
Anafilaksis merupakan suatu masalah berupa gejala yang menyertai reaksi
akut terhadap bahan kimia yang dianggap berbahaya.Pada reaksi yang klasik
(yang khas) pasien telah disensitisasi sebelumnya (immediate hypersensitivity
atau hipersensitifitas tipe 1), meskipun zat yang mensensitisasi tidak
diketahui.Istilah reaksi anafilaktoid digunakan untuk mendeskripsikan reaksi
secara klinis sulit dibedakan dengan reaksi anafilaksis, dimana mekanismenya
bukan imunologis, atau tidak diketahui. Pertemuan konsensus terkini mencetuskan
pengehntian penggunaan istilah anafilaktoid dan menggunakan istilah anafilaksis
untuk mendeskripsikan masalah gejala yang mungkin akibat reaksi bukan imun
atau reaksi imun1, tapi istilah baru ini belum diterima secara umum. Gejala klinis
anafilaksis dapat diakibatkan oleh efek langsung obat, faktor fisik atau aktifitas,
dan bahan penyebabnya tidak selalu dapat diketahui. Mediator yang terlibat sama
dengan kondisi radang akut seperti sepsis, tapi kecepatan pelepasan mediatornya
lebih cepat dan durasinya lebih singkat.
ETIOLOGI
Reaksi anafilaksis di rumah sakit biasanya terjadi setelah pemberian
injeksi obat, bahan daraha, substitusi plasma, bahan kontras, atau terpajan bahan
lateks atau chlorhexidine. Di luar rumah sakit, anafilaksis yang terjadi karena
makan makanan atau bahan tambahan (khususnya bahan berasal dari kacangkacangan) atau sengatan serangga lebih sering terjadi dibandingkan penyebab
obat.
Neugut et al2 memperkirakan sebanyak 14001500 kematian per tahun di
Amerika dan antara 3.3 dan 40.9 juta pasien berisiko. Mereka memperkirakan
bahan radio kontras dan penisilin sebagai penyebab terbanyak kematian, dan
selanjutnya akibat makanan dan sengatan.Sebaliknya dalam sebuah studi

postmortem dari 56 kasus kematian di Inggris ada, 19 karena bisa(venom), 16


karena makanan dan 19 akibat obat dan bahan radio kontras.
Pada reaksi anafilaksis, sensitisasi terjadi setelah terpajan bahan bersifat
alergen, yang secara sendiri-sendiri atau bersamaan dengan adanya protein atau
hapten, merangsang sintesisi immunoglobulin E (IgE). Beberapa IgE berikatan
pada permukaan sel mast dan basofil.Selanjutnya, pajanan ulang terhadap antigen
yang sama mengakibatkan interaksi antigen-antibodi IgE dimana dua molekul IgE
saling melekat. Menyebabkan degranulasi sel mast, dan pelepasan histamine dan
mediator lainnya, termasuk interleukin, prostaglandin dan platelet-activating
factor. Histamin menyebabkan gejala dan tanda awal, tapi cepat menghilang dari
plasma. Efek mediator secara umum akan menyebabkan vasodilatasi, kontraksi
otot polos, peningkatan sekresis kelenjar dan peningkatan permeabilitas kapiler.
Mediator berperan baik secara lokal maupun pada target organ.
Reaksi anafilaktoid dapat akibat dari efek langsung pelepasan histamin
suatu obat atau pencetus lainnya pada basofil dan sel mast.Masalah gejala juga
dapat diakibatkan oleh mekanisme lainnya.Beberapa obat intravena dan bahan
media kontras dapat mengaktivasi sistem komplemen.Reaksi protein plasma dan
serum albumin manusia dapat dicetuskan oleh agregasi albumin atau molekul
albumin yang bersifat menstabilkan.Reaksi lainnya, termasuk terhadap dextran
dan sediaan gelatin, dapat diaktivasi oleh antibodi non-IgE yang sudah ada dalam
plasma atau bahan osmotik (dextrose, mannitol).
Efek langsung pelepasan histamin beberapa obat dapat menghasilkan
reaksi akibat efek dari histamine itu sendiri, dan reaksi tersebut berkaitan dengan
volume, kecepatan dan jumlah (obat) yang diberikan.Penelitian terkini
mencetuskan bahwa lokasi pelepasan histamin mungkin penting pada gejala
klinisnya. Obat-obatan seperti morfin dan Haemaccel melepaskan histamin dari
kulit saja4, dan kecil kemungkinannya menghasilkan gejala seperti bronkospasme,
dimana obat-obatan yang melepaskan histamin dari sel mast paru (contohnya
atracurium, vecuronium dan propofol) lebih besar kemungkinannya menyebabkan
bronkospasme.5Pelepasan histamin langsung biasanya bersifat sementara, namun

pada beberapa pasien dapat terjadi manifestasi yang berat, khususnya pada
penggunaan Haemaccel dan vancomycin.
Reaksi anafilaktik biasanya terlihat pada pasien yang sehat. Sepertinya
respon adrenal terhadap stress akan menjadi pengobatan pendahuluan bagi pasien,
dan menghambat pelepasan dan efek dari mediator anafilaktik. Pengecualian pada
pasien yang mengalami asma, dimana dapat terjadi reaksi terhadap bahan
tambahan dalam steroid dan aminofilin, dan hal ini dapat berkaitan dengan
respons penurunan kadar katekolamin pada pasien asma6. Pasien yang
mengonsumsi beta blocker dan dengan blokade epidurale sepertinya lebih besar
kemungkinannya mengalami respons yang berlawanan akibat pelepasan
histamine, dan hal ini juga dapat berkaitan dengan menurunnya respon
katekolamin.Reaksi yang terjadi dalam kelompok ini lebih sulit untuk ditangani.
GEJALA KLINIS
Periode laten antara terpajan dan munculnya gejala bervariasi, namun
biasanya terjadi dalam 5 menit apabila bahan pencetus diberikan secara parenteral.
Reaksinya dapat bersifat sementara atau berlanjut (hingga beberapa hari), dan
dapat bervariasi tingkat keparahannya dari ringan hingga sangat berat.Anafilaksis
rekuren dideskripsikan, dengan manifestasi kulit, kardiovaskular, respirasi atau
gastrointestinal yang dapat terjadi sendiri-sendiri atau secara kombinasi. Gejala
kulit termasuk piloereksi, eritematosa flush, urtikaria generalisata atau terlokalisir,
edema angioneurotik, injeksi konjungtiva, pucat dan sianosis. Pasien yang sadar
dapat mengalami aura, sebagai peringatan akan terjadinya reaksi. Keterlibatan
sistem kardiovaskular merupakan yang paling umum terjadi dan dapat terjadi
sebagai manifestasi klinis tunggal7.Ditandai dengan bradikardi diawal kemudian
menjadi sinus takikardi, hipotensi dan perkembangan menjadi syok.
Pada pasien yang mengalami reaksi akibat desensitisasi bisa, dapat terjadi
bradikardi yang berat dan memerlukan penanganan8.Manifestasi respirasi
termasuk rhinitis, bronkospasmdan obstruksi laring.Gejala gastrointestinal dapat
berupa mual, muntah, nyeri perut dan diare.Gejala lainnya termasuk, kecemasan,
mengeluh rasa logam (metallic taste), sensasi tersedak, batuk, parestesi, artralgia,

kejang, gangguan pembekuan dan kehilangan kesadaran.Edema paru merupakan


tanda yang jarang ditemukan.Meskipun jarang namun beberapa wanita mengalami
keluarnya duh vagina yang cair dan banyak selama 3-5 hari setelah reaksi
anafilaksis.Gejala ini sembuh sendiri.
Anafilaksis jarang ditemukan di intensive care unit (ICU), mungkin karena
efek

proteksi

dari

respon

adrenal

terhadap

stres.Meskipun

demikian,

penggunaanmast cell tryptase assay (lihat dibawah) dapat mendeteksi anafilaksis


sebagai penyebab syok yang tidak dicurigai di ICU.Pada anafilaksis biasanya
menunjukkan jantung yang secara normal berdenyut tapi kosong.Troponin
meningkat setelah reaksi anafilaksis, namun peningkatan ini tidak dapat
memprediksi dengan normal penyakit jantung koroner yang memerlukan
intervensi. Penelitian terkini mengenai pasien yang mengalami reaksi anafilaksi
selama desensitisasi bisa menunjukkan bradikardi yang memerlukan penanganan
merupakan temuan yang umum.8Dua (kasus) reaksi anafilaksis pernah dilaporkan
pada pasien yang tidak ada riwayat penyakit jantung sebelumnya, dimana
manifestasi yang utama adalah disfungsi miokard yang berkepanjangan, dan
penggunaan balloon counterpulsator dapat menyelamatkan nyawanya.9
Tidak ada uji coba kontrol acak pada penanganan anafilaksis, dan karena
onset yang tidak terduga, cepat dan respon yang cepat terhadap penanganan
menghalangi dilakukannya uji coba tersebut.Rekomendasi penanganan dibuat
berdasarkan pengalaman, laporan kasus, rangkaian kasus dan adanya hewan coba.
OKSIGEN
Oksigen diberikan melalui sungkup oksigen.Intubasi endotrakeal mungkin
dibutuhkan untuk memfasilitasi ventilasi, terutama jika terjadi angioedema atau
edema laring.Edema pada jalan nafas bagian atas lebih umum terjadi ketika reaksi
anafilaksis disebabkan oleh makanan dibandingkan oleh obat-obatan.3Ventilasi
mekanik diindikasikan pada kasus bronkospasme berat, apnea, atau henti jantung.

EPINEFRIN (ADRENALIN)
Secara universal, epinefrin direkomendasikan sebagai obat pilihan bagi
beberapa reaksi yang berat.Di dalam komunitas, epinefrin dapat diberikan via
intramuskuler

dengan

dosis

0.3-1.0mg

pada

awal

reaksi

anafilaksis

terjadi.Epinerin yang diberikan secara intramuskuler lebih awal pada pasien


dengan alergi yang stabil memiliki kadar yang lebih tinggi dalam tubuh
dibandingkan jika diberikan secara subkutaneus.10Pada syok berat atau pada
pasien-pasien dengan aliran darah otot yang diperkirakan terganggu karena
adanya syok, injeksi epinefrin 1:10000 secara intravena dengan dosis 3-5 ml dapat
diberikan.Pemberian dosis kedua dibutuhkan pada 35%11pasien dan pemberian
infus dibutuhkan pada 10% pasien.
Epinefrin dapat menghambat pelepasan histamin lebih lanjut dengan
meningkatkan kadar cyclic adenosine monophosphate (cAMP) intraseluler dalam
leukosit dan sel mast. Obat ini memiliki manfaat yang baik pada kontraktilitas
jantung,tonus vaskuler perifer,dan dapat menstabilisasi sel mast.Kesalahan
penanganan yang umum adalah tidak memulai pijat jantung eksternal / external
cardiac massage (ECM) karena aritmia yang terjadi bersifat benigna.Jika tidak
ditemukan nadi pada pasien, ECMharus dimulai tanpa memerhatolan irama
jantung, meskipun belum terdapat bukti yang pasti mengenai efektivitas metode
ini.
Cara terbaik pemberian epinefrin di luar rumah sakit masih merupakan
kontroversi.Baik laporan kasus maupun pasien yang menginjeksi obatnya sendiri
menunjukkan

efektivitas

epinefrin

intramuskuler

ketika

diberikan

lebih

awal.Epinefrin intravena jarang menyebabkan aritmia dan infark miokard,


terutama pada pasien-pasien yang tidak dimonitor.Dalam observasi kami,
diagnosis anafilaksis yang tidak tepat tampak lebih membahayakan.Rekomendasirekomendasi terbaru mendukung pemberian epinefrin intramuskuler.12
OBAT-OBATAN SIMPATOMIMETIK LAINNYA
Obat-obatan simpatomimetik lainnya dapat memperbaiki gejala,namun
tampak (meskipun tidak dibuktikan dalam percobaan random manapun) kurang

efektif dibandingkan dengan epinefrin.Pemberian norepinefrinvia infus dapat


menyelamatkan nyawa pasien saat pasien tidak memberikan respon terhadap
pemberian cairan dan epinefrin.Metoksamin dan fenilefrin telah berhasil
digunakan untuk menangani hipotensi anafilaktik sebagai terapi lini pertama dan
sebagai terapi penyelamatan ketika epinefrin tampaknya tidak efektif.Laporan
kasus yang lebih terkini menunjukkan bahwa vasopressin dan methylene
blueefektif dalam menangani kasus-kasus hipotensi yang sulit ditangani.
KOLOID
Ekspander plasma diberikan secara cepat untuk mengoreksi hipovolemia
yang disebabkan oleh vasodilatasi akut dan kebocoran cairan dari ruang
intravaskuler.13Penulis lebih menyukai pemberian larutan protein plasma atau
preparat gelatin dibandingkan dengan kristaloid, karena keduanya dapat bertahan
di dalam kompartemen vaskuler lebih cepat dan lebih lama.Namun demikian,
tidak ada data yang menunjukkan luaran yang lebih baik dari pemberian koloid
dibandingkan dengan pemberian kristaloid, dan banyak pasien yang berhasil
diselamatkan dengan pemberian kristaloid saja.Volume kristaloid yang lebih besar
dibutuhkan dan pada keadaan tertentu, volume cairan yang sangat besar kadang
dibutuhkan.Pemantauan tekanan vena sentral dan pengukuran hematokrit
bermanfaat dalam kasus ini.
BRONKOSPASME
Dalam

kasus

bronkospasme,

epinefrin

harus

diberikan.Nebulisasi

salbutamol harus diberikan pada kasus asthma berat.Aminofilin 5-6 mg/kg via
intravena dapat diberikan lebih dari 30 menit,jika bronkospasme tidak
memberikan respon terhadap pemberian epinefrin secara tunggal.Aminofilin
meningkatkan cAMP intraseluler dengan cara menghambat fosfodiesterase, dan
efeknya dalam menghambat pelepasan histamin dan interleukin secara teoretis
bersifat tambahan bagi efek yang sama oleh epinefrin. Kami belum pernah
menemukan adanya respon yang buruk, namun suatu tinjauan komprehensif
terbaru14mengungkapkan bahwa pemberian obat-obatan yang lebih aman dengan

efektivitas yang telah terbukti harus diutamakan.Anestesi volatil, ketamine, dan


magnesium sulfat dapat menghasilkan perbaikan pada beberapa pasien dengan
asthma berat.
KORTIKOSTEROID
Pemberian steroid belum terbukti memberikan manfaat bagi pasien,
terutama di awal reaksi, dan harus disediakan untuk kasus bronkospasme yang
sulit diatasi (refrakter).Sebaliknya,steroid sering diberikan dan tidak terbukti
merugikan pasien.
ANTIHISTAMIN
Antihistaminmerupakan terapi pilihan pada kasus reaksi lokal yang ringan.
Pada reaksi yang berat, antihistamin hanya diindikasikan pada kasus yang
berkepanjangan atau pada pasien-pasien dengan edema angioneurotik, yang dapat
terjadi kembali.Data mengenai antihistamin masih belum meyakinkan, namun
pada reaksi anafilaksis yang berkepanjangan,di mana perbaikan sering dicapai
dengan pemberian penghambat reseptor H2.Suatu tinjauan komprehensif
mengenai bukti efektivitas dan rekomendasi yang berdasarkan pada bukti ilmiah
baru-baru ini dikeluarkan oleh World Allergy Organisation.15
Kemajuan yang paling penting dalam diagnosis reaksi anafilaksis telah
menjadi pengenalan dari sebuah pemeriksaan tryptase sel mast.Enzim sel mast
mengalami peningkatan 1 jam setelah reaksi dimulai, dan peningkatan tersebut
dapat bertahan hingga 4 jam.Peningkatan tersebut dapat memberikan manfaat
dalam diagnosisanafilaksis dari spesimen postmortem.16Pemeriksaan ini sangat
spesifik dan sensitif bagi kasus anafilaksis,meskipun peningkatan juga ditemukan
dengan pelepasan histamin secara langsung, dan pada spesimen postmortem pada
pasien-pasien dengan infark miokard.Hasil negatif pada pemeriksaan tryptase sel
mast tidak menyingkirkan kemungkinan terjadinya anafilaksis.Tryptase sel mast
telah digunakan untuk menegakkan diagnosis anafilaksis postmortem.
Setelah kondisi akut berhasil ditangani, obat atau agen yang diberikan
harus diperiksa secara in vitro atau in vivo jika memungkinkan.Hiposensitisasi

harus dipertimbangkan dalam kasus alergi makanan, serbuk sari bunga, dan racun
lebah.Gelang kewaspadaan medis harus dikenakan dan pasien harus mendapatkan
dokumen yang menyatakan sifat reaksi terhadap agen kausatif tertentu.Jika
paparan ulang cenderung terjadi di rumah,pasien atau sanak keluarganya harus
diinstruksikan

untuk

menggunakan

epinefrin,

inhalasi

salbutamol,

dan

antihistamin.Anafilaksis klinis dapat diringankan dengan memberikan pra-terapi


berupa disodium kromoglikat, kortikosteroid,antihistamin, salbutamol, dan
isoprenalin.Pada pasien-pasien dengan anafilaksis rekuren dengan penyebab yang
tidak dapat ditemukan, pemberian kortikosteroid secara berselang-seling
menurunkan insidensi dan tingkat keparahan serangan.

Anda mungkin juga menyukai