Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1

Solid Lipid Nanopartikel

Solid lipid nanopartikel (SLN) adalah partikel yang dibuat dari lipid padat dengan diameter
rata-rata antara 50-1000 nm. Keunggulan utama SLN sebagai pembawa suatu zat aktif
dibandingkan polimer nanopartikel adalah matriks lipidnya dibuat dari lipid fisiologis yang
menurunkan bahaya toksisitas akut dan kronis. Dalam pembuatannya SLN dapat dibuat
dengan beberapa teknik yang akan diuraikan di bawah ini (Muller et al., 2000).

1.1.1

Metode Pembuatan

Berbagai metode teknik pembuatan SLN telah dikembangkan. Masing-masing metode


memiliki keunggulan dan kekurangannya Pemilihan metode dapat disesuaikan dengan
kebutuhan.
a. Teknik homogenisasi bertekanan tinggi
Ada dua teknik utama yang digunakan yaitu homogenisasi panas dan homogenisasi dingin.
Pada kedua teknik tersebut dilakukan pelarutan bahan aktif dalam lipid yang dileburkan
kira-kira 5-10C di atas suhu leburnya.
Untuk teknik homogenisasi panas leburan bahan aktif didispersikan dan diaduk dalam
larutan surfaktan panas dengan temperatur yang sama. Kemudian pre-emulsi ini
dihomogenisasi dengan alat homogenisasi jenis piston-gap, yang memproduksi nanoemulsi
panas yang kemudian didinginkan sampai terbentuk SLN.
Untuk teknik homogenisasi dingin leburan bahan aktif didinginkan sehingga terbentuk
lipid mikropartikel yang lalu didispersikan dalam larutan surfaktan dingin membentuk
presuspensi. Presuspensi ini kemudian dihomogenisasi pada atau di bawah suhu kamar
dengan tekanan yang cukup untuk memecah lipil mikropartikel menjadi SLN. Tekanan

3
yang dipakai dapat bervariasi mulai dari 100-1500 bar. Pemberian tekanan tinggi kepada
bahan dilakukan dalam beberapa siklus yang dihentikan setiap siklus selesai
Teknik homogenisasi panas baik digunakan untuk bahan yang sensitif terhadap suhu tinggi
karena pemaparan terhadap temperatur yang meningkat relatif singkat. Teknik
homogenisasi dingin dapat digunakan untuk bahan yang sangat sensitif terhadap panas dan
bahan hidrofililk karena bahan tersebut akan terpartisi di antara leburan lipid dan fasa air
selama proses homogenisasi panas (Muller et al., 2000).
b. Teknik homogenisasi kecepatan tinggi dan dispersi ultrasound
Teknik homogenisasi dilakukan dengan melelehkan lipid padat lalu dilakukan pengadukan
dengan kecepatan tinggi. Pengadukan dapat dilakukan dengan kecepatan 2000 putaran per
menit selama beberapa menit. Larutan yang terbentuk diemulsifikasi dengan alat
ultrasound.
SLN akan terbentuk dengan pendinginan emulsi pada suhu kamar yang diikuti
pengadukkan dengan kecepatan lebih tinggi (Muller et al., 2000).
c. Teknik mikroemulsi
Mikroemulsi adalah larutan bening yang dibuat dari campuran fasa lipofil, surfaktan, kosurfaktan dan air. Mikroemulsi dianggap bukan lagi sebagai emulsi yang sebenarnya
namun sebagai larutan kritis. Pendispersian mikroemulsi ini ke dalam air akan
menimbulkan presipitasi fasa lipid dan membentuk partikel-partikel halus. Efek ini yang
digunakan dalam metode pembuatan SLN dengan teknik mikroemulsi.
Untuk membuat mikroemulsi dari lipid yang padat pada suhu kamar, mikroemulsi harus
dibuat pada temperatur di atas titik lebur lipid. Lipid yang digunakan dileburkan.
Campuran air, ko-surfaktan dan surfaktan dipanaskan sehingga mencapai temperatur yang
sama dengan lipid kemudian campuran ditambahkan ke dalam leburan lipid dan diaduk.
Mikroemulsi yang terjadi didispersikan ke media campuran dingin (2-3C) dengan
pengadukkan dan pastikan bahwa ukuran partikel kecil yang terbentuk adalah akibat dari
presipitasi bukan akibat dari proses pengadukan (Muller et al., 2000).

4
d. Teknik emulsifikasi dan difusi pelarut
Pada teknik ini dilakukan pelarutan lipid dalam pelarut organik yang larut dalam air,
misalnya kloroform yang diemulsifikasi dalam bentuk larutan. Pelarut yang digunakan
kemudian diuapkan dengan menurunkan tekanan dan dispersi nanopartikel terjadi karena
adanya presipitasi lipid dalam larutan tersebut. Kelebihan dari teknik ini adalah tidak
digunakannya panas pada proses pembuatan. Sedangkan kekurangan yang paling utama
dari teknik ini adalah digunakannya pelarut organik dalam proses pembuatan yang dapat
meningkatkan toksisitas (Muller et al., 2000).

1.1.2

Karakterisasi SLN

Karakterisasi SLN yang dihasilkan sangat penting dan diperlukan untuk mengontrol
kualitas dari produk. Karakterisasi SLN sulit untuk dilakukan karena ukuran partikel yang
kecil serta sistem yang kompleks. Ada beberapa parameter yang perlu ditinjau yang
berpengaruh langsung terhadap stabilitas dan kinetika pelepasan suatu zat aktif dari SLN.
a. Ukuran partikel
Ukuran partikel adalah parameter penting untuk mengetahui kualitas SLN yang diproduksi.
Beberapa alat yang dapat digunakan untuk mengevaluasi ukuran partikel: (1) Laser
Diffractometry (LD) yang prinsip metodenya didasarkan pada hubungan sudut difraksi
pada radius partikel yaitu partikel yang berukuran lebih kecil meyebabkan penghamburan
cahaya yang lebih intensif pada sudut yang lebih besar dibandingkan dengan partikel besar;
dan (2) Photon Correlation Spectrometry (PCS) yang prinsip metodenya adalah mengukur
fluktuasi dari intensitas penghamburan cahaya yang disebabkan oleh pergerakan partikel.
Kedua alat di atas tidak dapat mengetahui ukuran partikel secara langsung. Hasil
pengukuran intensitas penghamburan cahaya akan dikonversikan menjadi ukuran partikel.
Kesulitan akan muncul ketika sampel mengandung partikel-partikel dengan bentuk yang
tidak sferis atau dengan ukuran yang berbeda-beda sehingga hasil pengukuran partikel
yang diperoleh mungkin tidak tepat.
Untuk mengurangi ketidaktepatan hasil dapat digunakan metode pengukuran tambahan
yaitu dengan menggunakan mikroskop cahaya sehingga dapat diketahui bentuk partikel
yang telah diproduksi (Muller et al., 2000).

5
b. Morfologi partikel
Tinjauan tentang morfologi partikel sangat penting untuk mengetahui bentuk partikel yang
telah diproduksi. Partikel SLN yang terbentuk harus berbentuk sferis. Beberapa alat yang
dapat digunakan untuk mengevaluasi morfologi partikel yaitu Scanning Elektron
Microscopy (SEM) atau X-Ray Diffraction (Muller et al., 2000).

1.2

Kulit

Dalam penelitian ini vitamin E asetat yang dibuat menjadi SLN adalah untuk tujuan
penggunaan topikal. Untuk itu diperlukan tinjauan pustaka mengenai struktur dan fungsi
kulit.

1.2.1

Fungsi Kulit

Kulit adalah bagian dari sistem integumen dan merupakan organ tubuh yang paling luas
dan paling luar pada manusia serta menutupi seluruh permukaan tubuh. Luas permukaan
kulit manusia dewasa adalah 2 m2 (Martini, 2001).
Fungsi utama kulit adalah: (1) proteksi jaringan serta organ-organ di bawahnya dari
tekanan, goresan dan pengaruh senyawa kimia; (2) ekskresi garam, air dan buangan
organik dari kelenjar integument; (3) menjaga kestabilan temperatur normal tubuh; (4)
sintesis vitamin D3, sebuah steroid yang akan diubah menjadi hormone calcitrol yang
penting untuk mrtabolisme kalsium; (5) penyimpanan nutrient, yaitu lipid yang disimpan di
adiposit pada dermis serta pada jaringan adipose pada lapisan subkutan; dan (6) deteksi
stimulant sentuhan, tekanan, rasa sakit serta temperatur dan mentransmisikan informasi ke
system saraf (Martini, 2001).
Kulit menerima sekitar satu pertiga peredaran darah dalam tubuh dan terdiri dari lapisanlapisan sel yang berbeda-beda dan tersusun paralel ke permukaan. Lapisan-lapisan
penyusun kulit adalah epidermis, dermis dan subkutan (Martini, 2001).

1.2.2

Lapisan-lapisan penyusun kulit

a. Epidermis
Epidermis terdiri dari squamus epithelium. Lapisan ini memberikan proteksi mekanis dan
membantu menjaga agar mikroorganisme tetap berada di luar tubuh.

6
Sel epitel yang paling banyak adalah sel keratinosit yang membentuk beberapa lapisan.
Keratinisasi adalah dibentuknya protein keratin oleh sel keratinosit yang membantu
menahan air, melindungi kulit dan jaringan di bawah kulit serta berperan dalam imunitas.
Epidermis dibentuk oleh beberapa lapisan, dari yang paling dalam sampai paling luar
(Martini, 2001).
Stratum germinativum disebut juga stratum basale yang merupakan lapisan tunggal dari
sel-sel berbentuk kubus. Sel-sel basal adalah jenis sel yang paling banyak terdapat di
lapisan ini yang merupakan stem sel yang akan terus membelah secara kontinu. Stem sel
yang membelah akan menggantikan sel keratinosit yang hilang di permukaan epitel
(Martini, 2001). Hemidesmosom adalah yang menghubungkan sel-sel dari lapisan ini ke
bagian paling bawah membran yang memisahkan epidermis serta dermis. Pada stratum
germinativum terdapat melanosit. Fungsi utama dari sel melanosit ini adalah memproduksi
melanin yang akan memberi warna pada kulit. Melanosit merupakan organel sitoplasmik
yang dikenal sebagai melanosom di mana melanin dibentuk oleh aktivitas enzim tirosinase
(Martini, 2001).
Stratum spinosum terdiri dari 8-10 baris sel. Setiap kali stem sel membelah, satu sel hasil
pembelahannya akan terdorong ke stratum spinosum. Di lapisan ini terdapat jembatan antar
sel yang disebut desmosom yang menghubungkan sel keratinosit. Stratum spinosum juga
mengandung sel Langerhans yang berperan dalam respons imun tubuh. Sel-sel Langerhans
ini bertanggung jawab untuk menstimulasi pertahanan terhadap mikroorganisme yang
mampu berpenetrasi sampai ke lapisan dalam epidermis serta kanker kulit di permukaan
(Martini, 2001).
Stratum granulosum terdiri dari 3-5 lapisan keratinosit yang direlokasi dari stratum
spinosum. Ketika sel telah mencapai lapisan ini sel tersebut akan berhenti membelah. Selsel ini juga memproduksi banyak protein keratin dan keratohyalin. Pada manusia, protein
keratin yang berserat adalah struktur dasar dari kulit dan rambut. Seiring dengan
pembentukan serat keratin, sel yang terbentuk menjadi lebih pipih, membran sel menebal
dan kurang permeabel. Keratohyalin akan membentuk granul rapat pada sitoplasma yang
mendukung dehidrasi sel serta membentuk agregasi dan cross-linking dari serat keratin
(Martini, 2001).

7
Straturatm ludisum terdiri dari 3-4 baris sel yang mengandung eleidin, yang terbentuk dari
keratohyalin yang ditransformasi menjadi keratin. Stratum lusidum merupakan lapisan
transparan dengan kandungan hialin minimum (Martini, 2001).
Stratum corneum adalah lapisan yang paling terpapar pada kulit. Biasanya lapisan ini
terdiri atas 15-30 lapisan sel yang terkeratinisasi. Penetrasi perkutan sangat ditentukan oleh
lapisan stratum corneum yang merupakan lapisan kulit terluar. Stratum corneum terdiri
dari beberapa lapis sel yang kompak, rata, kering dan mengandung keratin. Sel-sel lapisan
stratum corneum secara fisiologi tidak aktif dan akan selalu digantikan oleh lapisan
epidermis di bawahnya. Kadar air lapisan stratum corneum hanya sekitar 20%
dibandingkan kadar air normal standar fisiologi yang sebanyak 70% pada stratum lusidum
yang aktif dan merupakan lapisan regeneratif dari lapisan epidermis keseluruhan (Martini,
2001).
Kulit manusia terdiri dari 10-70 folikel rambut dan 200-250 kelenjar keringat untuk setiap
cm2 luas permukaan tubuh. Bagian kulit yang mengandung komponen folikel rambut dan
kelenjar keringat hanya 0,1% dari total luas kulit manusia, walaupun demikian zat asing
terutama yang larut dalam air kemungkinan dapat terpenetrasi ke dalam kulit melalui
bagian kulit tersebut lebih cepat dibandingkan kontak dengan stratum corneum (Martini,
2001).
Fungsi stratum corneum sebagai barier ditentukan oleh tiga faktor. Faktor pertama adalah
lokalisasi dari barier tersebut. Secara topikal penetrasi terjadi pada lapisan perifer dari
stratum corneum, kemudian melalui subepitel epidermis dan seterusnya berhenti pada
lapisan terakhir stratum corneum. Faktor kedua adalah model dua kompartemen stratum
corneum, dapat diterangkan dengan adanya sel korneosit yang kaya keratin dikelilingi oleh
fase lemak yang berkesinambungan. Permeabilitas lapisan stratum corneum terhadap
bahan yang terpenetrasi dapat diterangkan dengan model tersebut dengan menentukan
kelarutannya dalam air dan koefisien partisi antara minyak dan air. Faktor ketiga adalah
hubungan antara struktur lemak dan fungsi barier, di mana membran stratum corneum
terdiri dari fosfolipida dengan komposisi utama kolesterol, asam lemak dan seramida.
Seramida merupakan komponen terpenting pada lapisan barier yang berfungsi
menstabilkan lapisan multilamelar (Martini, 2001).

8
Gangguan pada stratum corneum yang disebabkan antara lain oleh defisiensi asam lemak
esensial, kulit yang kering dan penyakit pada lapisan epidermis dapat mengganggu
penetrasi obat melalui kulit. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa stratum corneum
mempunyai komposisi struktur mekanis yang unik dan fungsinya sebagai lapisan barier
merupakan unsur yang penting dalam sediaan transdermal maupun sediaan topikal yang
lain (Martini, 2001).
b. Dermis
Dermis terdiri dari jaringan penghubung yang mengandung kolagen dan serabut elastis
sekitar 70%. Bagian atas dari dermis dinamakan lapisan papilari yang permukaan atasnya
disebut demal papilla yang mengandung kapiler dan korpuskel Meisner. Bagian bawah
dermis disebut daerah retikular yang terdiri dari kolagen, serabut elastis, jaringan adipose,
folikel rambut, saraf, kelenjar minyak dan keringat. Sel utama yang terdapat pada dermis
adalah fibroblast yang memproduksi kolagen, fibronektin dan vitronektin; sel mast yang
berperan dalam sistem imun serta respon peradangan; dan melanosit (Martini, 2001).
c. Hipodermis atau Subkutan
Hipodermis atau subkutan merupakan lapisan yang terletak di bawah dermis. Lapisan ini
terdiri dari jaringan serabut-serabut longgar dan mengandung sel lemak serta mengandung
banyak jaringan adipose yang membentuk ikatan yang lentur antara struktur kulit di dalam
dengan struktur kulit pada permukaan kulit. Fungsi lapisan hipodermis adalah sebagai
sumber energi, pelindung bagi struktur vital di bawahnya, menopang saraf Pacini, kelenjar
dan pembuluh darah serta menjadi konduktor panas dan mencegah kehilangan panas yang
berlebihan dari tubuh (Martini, 2001).

1.3

Absorpsi Perkutan

Absorpsi perkutan adalah masuknya obat atau zat aktif dari luar kulit ke dalam jaringan
kulit dengan melewati membran sebagai pembatas. Membran pembatas ini adalah stratum
corneum yang bersifat tidak permeabel terutama terhadap zat larut air, dibandingkan
terhadap zat yang larut dalam lemak. Penetrasi melintasi stratum corneum dapat terjadi
karena adanya proses difusi melalui dua mekanisme yaitu transepidermal dan
transappendageal.

Anda mungkin juga menyukai