Anda di halaman 1dari 11

MENGENAL BUDAYA RUPA

NUSANTARA
NANGGROE ACEH DARUSSALAM

NAMA

: ARI AHMAD HABIBI

KELAS

: IV - C

1. RUMAH ADAT

Rumah adat provinsi NAD disebut


Rumoh Aceh. Bentuknya seragam, yakni
persegi empat memanjang dari timur ke
barat. Konon, letak yang memanjang itu
dipilih
untuk
memudahkan
penentuan arah kiblat. Dari segi ukirukiran,
rumoh
Aceh
di
tiap-tiap
kabupaten di Provinsi NAD tidaklah
sama. Masing-masing punya ragam
ukiran yang berbeda. Tampilan luar
rumah biasanya berwarna hitam pekat
diselingi ornament berwarna cerah khas Aceh. Komponen rumoh aceh :
Seuramou-keu (serambi depan) , yakni ruangan yang berfungsi
untuk menerima tamu laki-laki, dan terletak di bagian depan rumah.
Ruangan ini juga sekaligus menjadi tempat tidur dan tempat makan tamu
laki-laki.
Seuramou-likoot (serambi belakang), fungsi utama ruangan ini
adalah untuk menerima tamu perempuan. Letaknya di bagian belakang
rumah. Seperti serambi depan, serambi ini juga bisa sekaligus menjadi
tempat tidur dan ruang makan tamu perempuan.
Rumoh-Inong (rumah induk), letak ruangan ini di antara serambi
depan dan serambi belakang. Posisinya lebih tinggi dibanding kedua
serambi tersebut. Rumah induk ini terbagi menjadi dua kamar. Keduanya
dipisahkan gang atau disebut juga rambat yang menghubungkan serambi
depan dan serambi belakang.
Rumoh-dapu (dapur), biasanya letak dapur berdekatan atau
tersambung dengan serambi belakang. Lantai dapur sedikit lebih rendah
dibanding lantai serambi belakang.
Seulasa (teras), teras rumah terletak di bagian paling depan. Teras
menempel dengan serambi depan.
Kroong-padee (lumbung padi), berada terpisah dari bangunan
utama, tapi masih berada di pekarangan rumah. Letaknya bisa di
belakang, samping, atau bahkan di depan rumah.
Keupaleh (gerbang), sebenarnya ini tidak termasuk ciri umum
karena yang menggunakan gerbang pada umumnya rumah orang kaya
atau tokoh masyarakat. Gerbang itu terbuat dari kayu dan di atasnya
dipayungi bilik.
Tamee (tiang), kekuatan tiang merupakan tumpuan utama rumah
tradisional ini. Tiang berbentuk kayu bulat dengan diameter 20-35 cm
setinggi 150-170 cm itu bisa berjumlah 16, 20, 24, atau 28 batang.
Keberadaan tiang-tiang ini memudahkan proses pemindahan rumah tanpa
harus membongkarnya.
Salah satu bagian yang juga penting pada rumoh Aceh adalah tangga.
Biasanya, tangga rumah terletak di bawah rumah. Setiap orang harus
menyundul pintu dengan kepala supaya terbuka dan bisa masuk.Jumlah
anak tangganya, selalu ganjil. Satu lagi yang khas dari rumoh Aceh adalah
bangunan tersebut dibuat tanpa paku.Untuk mengaitkan balok kayu yang

satu dengan yang lain cukup digunakan pasak atau tali pengikat dari
rotan atau ijuk.

2. PAKAIAN PENGANTIN

Baju Adat Aceh. Foto: pgri32.8m.com


Pengantin laki-laki (linto baro) maupun
pengantin
perempuan
(dara
baro),
keduanya sama-sama menggunakan baju,
celana panjang dan sarung songket.
Bahan dasar pakaian pengantin ini dahulu
ditenun dengan benang sutera. Pada
masa sekarang bahan pakaian banyak
yang terbuat dari kain katun, nilon, planel
dan sebagainya. Bagi pengantin laki-laki baju dan celana berwarna
hitam, sedangkan pengantin perempuan baju berwarna merah atau
kuning dengan celana panjang hitam.

3. KAIN
Pakaian Adat Aceh

Kekayaan budaya Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam atau lebih dikenal dengan
julukan Serambi Mekah banyak dipengaruhi oleh budaya Islam. Dalam hal
Pakaian Adat, pengaruh budaya Islam juga sangat tampak. Seperti penjelasan
mengenai pakaian adat daerah Aceh berikut ini:

Pakaian Adat Tradisional Laki-laki Aceh (Linto Baro):

Pria memakai Baje Meukasah atau baju jas leher tertutup. Ada sulaman
keemasan menghiasi krah baju.

Jas ini dilengkapi celana panjang yang disebut Cekak Musang.

Kain sarung (Ija Lamgugap) dilipat di pinggang berkesan gagah. Kain


sarung ini terbuat dari sutra yang disongket.

Sebilah rencong atau Siwah berkepala emas/perak dan berhiaskan


permata diselipkan di ikat pinggang.

Bagian kepala ditutupi kopiah yang populer disebut Meukeutop.

Tutup kepala ini dililit oleh Tangkulok atau Tompok dari emas. Tangkulok ini
terbuat dari kain tenunan. Tompok ialah hiasan bintang persegi 8, bertingkat,
dan terbuat dari logam mulia

Baju Adat Perempuan Aceh (Dara Baro):

Wanita mengenakan baju kurung berlengan panjang hingga sepinggul.


Krah bajunya sangat unik menyerupai krah baju khas china.

Celana cekak musang dan sarung (Ija Pinggang) bercorak yang dilipat
sampai lutut. Corak pada sarung ini bersulam emas.

Perhiasan yang dipakai : kalung disebut Kula. Ada pula hiasan lain seperti :
Gelang tangan, Gelang kaki, Anting, dan ikat pinggang (Pending) berwarna
emas.

Bagian rembut ditarik ke atas membentuk sanggul kecil dengan hiasan


kecil bercorak bunga

Meski pada dasarnya kedua pakaian itu memiliki corak sama, namun dari segi
ragam dan atribut ataupun simbol-simbol yang digunakan ada perbedaan antara
pakaian yang digunakan laki-laki dan perempuan.

4. ALAT MUSIK

1. ARBAB
Arbab merupakan alat musik tradisional Aceh yang terbuat dari alam. Alat musik
arbab ini dibuat dari tempurung kelapa, kulit kambing, kayu dan dawai,
sementara busur penggeseknya terbuat dari kayu, rotan atau serat tumbuhan.
Terdiri dari 2 bagian, yaitu instrumen induk yang disebut arbab dan
penggeseknya yang disebut dengan Go Arbab.
Alat musik tradisional Aceh yang dibunyikan dengan cara digesek ini pernah
berkembang di daerah Pidie, Aceh Besar dan Aceh Barat. Diperkirakan alat musik
Arbab ada pada jaman Belanda. Akan tetapi sayangnya, saat ini alat musik
Arbab sudah jarang dan mungkin hampir punah dari Serambi Mekah. Wah..
bahaya nih kalo beneran sudah punah. Nah, biar enggak kehilangan jejak ini dia
penampakan dari Alat Musik Tradisional Arbab :

Alat musik Arbab pada zamannya biasa dimainkan untuk mengiringi lagu-lagu
tradisional, bersama Geundrang/Rapai dan sejumlah alat musik trandisional
lainnya, di mana Arbab berperan sebagai instrumen utama pembawa lagu.
Dalam tradisinya, musik Arbab biasa dimainkan dalam acara-acara keramaian
rakyat, seperti hiburan rakyat dan pasar malam.
Musik Arbab disajikan ke tengah penontonnya oleh dua kelompok, yakni pemusik
dan penyanyi. Kelompok penyanyi terdiri dari dua orang lelaki, di mana salah
seorang di antara mereka memerankan tokoh wanita, lengkap dengan busana
dan dandanan seperti wanita. Penyanyi yang memerankan perempuan tersebut
dikenal dengan sebutan Fatimah Abi.

Pada umumnya, mereka membawakan lagu-lagu hikayat dan lagu-lagu yang


mengandung muatan humor. Di antara lagu-lagu hikayat yang pernah dibawakan
dalam pertunjukan musik Arbab, tercatat salah satunya berjudul Hikayat Indra
Bangsawan. Beberapa literature menyebutkan bahwa alat musik Arbab pernah
hidup dan berkembang di daerah Pidie, Aceh Besar dan Aceh Barat. Dewasa ini,
kesenian Arbab sangat jarang dijumpai, dan diperkirakan mulai kehilangan
tempatnya.

2. BANGSI ALAS
Alat musik tradisional Aceh yang bernama Bangsi Alas adalah merupakan
instrumen tiup dari bambu yang dijumpai banyak dijumpai di daerah Alas,
Kabupeten Aceh Tenggara. Secara tradisional pembuatan Bangsi dikaitkan
dengan mistik, yaitu ketika ada orang meninggal dunia di kampung/desa tempat
Bangsi dibuat. Apabila diketahui ada seorang meninggal dunia, Bangsi yang
telah siap dibuat sengaja dihanyutkan disungai. Setelah diikuti terus sampai
Bangsi tersebut diambil oleh anak-anak, kemudian Bangsi yang telah di ambil
anak-anak tadi dirampas lagi oleh pembuatnya dari tangan anak-anak yang
mengambilnya. Bangsi inilah nantinya yang akan dipakai sebagai Bangsi yang
merdu suaranya.
Sangat sedikit informasi tentang alat musik Bansi Alas ini, mungkin
keberadaannya sudah langka dijaman ini. Ini dia ilustrasi dari alat musik Bansi
Alas :

3. CANANG
Canang adalah alat musik tradisional dari Aceh yang sering dijumpai pada
kelompok masyarakat Aceh, Gayo, Tamiang, dan Alas. Masyarakat Aceh
menyebutnya "Canang Trieng", di Tamiang disebut "Kecapi" dan di Alas
disebut dengan "Kecapi Olah".

Canang terbuat dari kuningan dan bentuknya menyerupai gong. Hampir semua
daerah di Aceh terdapat alat musik canang dan masing-masing memiliki
pengertian dan fungsi yang berbeda-beda pula.
Fungsi canang secara umum sebagai penggiring tarian-tarian tradisional. Canang
juga sebagai hiburan bagi anak-anak gadis yang sedang berkumpul. Biasanya
dimainkan setelah menyelesaikan pekerjaan di sawah ataupun pengisi waktu
senggang.

5. SENJATA
1. Senjata Tradisional Aceh - Rencong
Rencong adalah senjata tradisional milik masyarakat Aceh yang merupakan
simbol identitas diri, keberanian dan ketangguhan suku aceh. Rencong
merupakan senjata tradisional yang mulai dipakai pada zaman kesultanan Aceh,
yaitu sejak pemerintahan Sultan Ali Mughayat Syah (Sultan Pertama Aceh).
Rencong ini selalu ada dan diselipkan dipinggan Sultan Aceh, para Ulee Balang
dan masyarakatpun menggunakan Rencong sebagai senjata pertahanan diri.
Rencong dikenakan oleh Sultan dan para bangsawan lainnya, biasanya terbuat
dari emas dan sarungnya terbuat dari gading. Sedangkan rencong yang
digunakan oleh masyarakat biasa terbuat dari kuningan atau besi putih,
sedangkan sarungnya terbuat dari kayu atau tanduk kerbau.
Secara umum rencong sebagai senjata tradisional aceh terdiri dari 4 macam,
yaitu :

Rencong Meucugek (Meucungkek). Meucugek / Cugek merupakan istilah


perekat, bentuk gagang rencong yang dibuat penahan dan memiliki
perekat berfungsi untuk memudahkan penggunanya ketika menikankan
senjata tradisional ini kebadan lawan/musuh.

Rencong Meupucok. Rencong ini memiliki pucuk yang terbuat dari ukiran
logal emas diatas gagangnya. Rencong ini biasanya dipergunakan untuk
hiasan pada acara resmi yang berhubungan dengan adat dan kesenian.

Rencong pudoi, disebut pudoi karena rencong ini memiliki gagang yang
pendek dan lurus. Sehingga terkesan belum selesai. Pudoi di Aceh
merupakan istilah untuk sesuatu yang dianggap kurang sempurna.

Rencong Meukuree, yaitu rencong yang memiliki hiasan pada matanya.


Hiasan tersebut bisa berupa gambar ular, lipan, bunga dan lainnya.

2. Senjata Tradisional Aceh - Siwah


Senjata tradisional Aceh selanjutnya dikenal dengan nama Siwah. Siwah adalah
senjata tajam sejenis dengan rencong yang juga merupakan senjata untuk
menyerang. Bentuknya hampir sama dengan rencong, tetapi siwah ukurannya
(baik besar maupun panjang) melebihi dari rencong. Siwah sangat langka
ditemui, selain harganya mahal, juga merupakan bahagian dari perlengkapan
raja-raja atau ulebalang-ulebalang. Namun demikian untuk siwah yang telah
diberikan hiasan emas dan permata pada sarung dan gagangnya lebih berfungsi
sebagai perhiasan dari pada sebagai senjata.

Siwah
3. Senjata Tradisional Aceh - Peudeung.
Peudeung dalam bahasa Aceh berarti pedang. Peudeung sebagai senjata
tradisional Aceh digunakan sebagai senjata untuk menyerang. Jika rencong
digunakan untuk menikam, maka pedang digunakan beriringan dengan itu, yaitu
sebagai senjata untuk mentetak atau mencincang. Berdasarkan daerah asal
pedang, di Aceh dikenal beberapa macam pedang yaitu peudeung Habsyah (dari
Negara Abbesinia), Peudeung Poertugis (dari Eropa Barat), Peudeung Turki
berasal dari raja-raja Turki.

Senjata Tradisional Aceh ini memiliki macam-macam bentuk gagang yang


dibedakan menjadi :

Peudeung Tumpang Jingki (Gagang pedang yang menyerupai mulut


terbuka)
Peudeung Ulee Meu-apet, pada gagangnya terdapat apet atau penahan
untuk tidak mudah terlepas
Peudeueng Ulee Tapak Guda, gagangnya menyerupai telapak kaki kuda.

Anda mungkin juga menyukai