Proposal Upaya Menurunkan Angka Kematian Ibu
Proposal Upaya Menurunkan Angka Kematian Ibu
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Indonesia dewasa ini menghadapi era globalisasi yang sangat dahsyat.
Masyarakat menjadi makin urban dan modern. Kalau tigapuluh tahun yang lalu
masyarakat urban baru mencapai sekitar 20 persen dari seluruh penduduk
Indonesia, dewasa ini sudah mendekati 50 persen. Namun, Indonesia masih sangat
terkenal dengan sebutan negara dengan tingkat kematian ibu hamil dan
melahirkan paling tinggi di dunia. Salah satu sebabnya adalah karena masyarakat
masih miskin dan tingkat pendidikannya rendah.1
Tingkah laku masyarakat umumnya dicerminkan oleh keadaan sumber
daya manusia yang rendah mutunya itu. Untuk beberapa lama telah dikembangkan
upaya besar untuk menurunkan angka kematian ibu hamil dan melahirkan itu.
Biarpun telah dicapai hasil yang memadai, tetapi dirasakan masih kurang cepat
dibandingkan dengan tuntutan masyarakat yang makin luas. Melihat hal itu
berlalu tanpa upaya pencegahan yang berarti, para ahli kebidanan dan penyakit
kandungan serta kelompok peduli lain tergerak hatinya dan melakukan langkahlangkah awal yang signifikan.2
Mereka menyatu, bertekad dan berusaha membantu para ibu dan
keluarganya dengan advokasi dan upaya peningkatan pengetahuan ibu-ibu tentang
reproduksi sehat. Kelompok itu berusaha memberikan pelayanan kebidanan yang
makin meluas di masyarakat. Gerakan itu dimulai sekitar tahun 1950-1960 yang
sekaligus merupakan awal dari upaya besar-besaran menolong keluarga Indonesia
menyelamatkan para ibu dan keluarganya melalui program KB.2
Oleh karena itu, dibutuhkan lebih banyak dan lebih digencarkan lagi
program-program dan upaya-upaya untuk menurunkan angka kematian ibu agar
tercapai angka yang diharapkan, sebagaimana dicanangkan pada MDG.
II.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana membuat perencanaan Program Pendidikan dan Promosi
Penurunan Angka Kematian Ibu?
2. Program-program apa saja yang harus dilakukan untuk menurunkan
Angka Kematian Ibu?
3. Tujuan Program Pendidikan dan Promosi Penuruan Angka Kematian
Ibu?
4. Sasaran Program Pendidikan dan Promosi Penurunan Angka Kematian
Ibu ?
5. Isi Program Pendidikan dan Promosi Penurunan Angka Kematian Ibu?
6. Implementasi Program Pendidikan dan Promosi Penurunan Angka
Kematian Ibu?
7. Bagaimana Pemantauan dan Evaluasi Program?
III.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
Angka kematian ibu. Indonesia belum memiliki data statistik vital yang
langsung dapat menghitung angka Kematian Ibu (AKI). Estimasi AKI dalam
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) diperoleh dengan
mengumpulkan informasi dari saudara perempuan yang meninggal semasa
kehamilan, persalinan, atau setelah melahirkan. Tahun 1991, angka kematian ibu
di Indonesia sebesar 390 per 100.000 kelahiran hidup. 1 Meskipun hasil survei
menunjukkan bahwa AKI di Indonesia telah turun menjadi 307 per 100.000
kelahiran hidup antara 199820021, hal itu perlu ditafsirkan secara hati-hati
mengingat keterbatasan metode penghitungan yang digunakan. Dari lima juta
kelahiran yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya, diperkirakan 20.000 ibu
meninggal akibat komplikasi kehamilan atau persalinan.2
AKI Kota Palembang berdasarkan Laporan Indikator Database 2005
UNFPA 6th Country Programme adalah 317 per 100.000 kelahiran, lebih rendah
dari AKI Propinsi Sumsel sebesar 467 per 100.000 kelahiran. Jumlah kematian
ibu tahun 2009 di Kota palembang sebanyak 6 orang dengan penyebabnya yaitu
preeklamsi dan pendarahan. (sumber data Bidang Pelayanan Kesehatan Kota
Palembang, 2009). Sedangkan yang diharapkan tahun 2010 adalah 125/100.000
kelahiran hidup (sumber data Depkes).3
Dengan kecenderungan seperti ini, pencapaian target MDG untuk menurunkan
AKI akan sulit bisa terwujud kecuali apabila dilakukan upaya yang lebih intensif
untuk mempercepat laju penurunannya.
AKI di negara lain. AKI di Indonesia masih relatif lebih tinggi jika dibandingkan
dengan negara negara anggota ASEAN. Risiko kematian ibu karena melahirkan di
Indonesia adalah 1 dari 65, dibandingkan dengan 1 dari 1.100 di Thailand.4
Disparitas. Seperti indikator kesehatan lain pada umumnya, terdapat perbedaan
AKI antarwilayah di Indonesia. Estimasi AKI menggunakan pendekatan PMDF
(proportion of maternal deaths of female reproductive age) tahun 1995 di lima
provinsi menunjukkan bahwa Jawa Tengah mempunyai AKI yang lebih rendah,
yaitu 248, dibandingkan adalah Papua sebesar 1.025, Maluku sebesar 796, Jawa
Barat sebesar 686, dan NTT sebesar 554 per 100.000 kelahiran hidup.3
Aborsi yang tidak aman. Bertanggung jawab ter hadap 11 persen kematian ibu
di Indonesia (ratarata dunia 13 persen). Kematian ini sebenarnya dapat dicegah
jika perempuan mempunyai akses terhadap informasi dan pelayanan kontrasepsi
serta perawatan terhadap komplikasi aborsi. Data dari SDKI 20022003
menunjukkan bahwa 7,2 persen kelahiran tidak diinginkan.4
Prevalensi pemakai alat kontrasepsi. Kontrasepsi modern memainkan peran
penting untuk menurunkan kehamilan yang tidak diinginkan. SDKI 20022003
menunjukkan bahwa kebutuhan yang tak terpenuhi (unmet need) dalam
pemakaian kontrasepsi masih tinggi, yaitu sembilan persen dan tidak mengalami
banyak perubahan sejak 1997. Angka pemakaian kontrasepsi (Contraceptive
Prevalence Rate) di Indonesia naik dari 50,5 persen pada 1992 menjadi 54,2
persen pada 20026 (Gambar 2 dan Tabel 1). Untuk indikator yang sama, SDKI
20022003 menunjukkan angka 60.3 persen.4
Pertolongan persalinan oleh petugas kesehatan terlatih. Pola penyebab
kematian di atas menunjukkan bahwa pelayanan obstetrik dan neonatal darurat
serta pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih menjadi sangat penting
dalam upaya penurunan kematian ibu. Walaupun sebagian besar perempuan
bersalin di rumah, tenaga terlatih dapat membantu mengenali kegawatan medis
dan membantu keluarga untuk mencari perawatan darurat. Proporsi persalinan
yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih terus meningkat dari 40,7 persen
pada 1992 menjadi 68,4 persen pada 2002.7 Akan tetapi, proporsi ini bervariasi
antarprovinsi dengan Sulawesi Tenggara sebagai yang terendah, yaitu 35 persen,
dan DKI Jakarta yang tertinggi, yaitu 96 persen, pada 2002 8 (Tabel 2 dan 3).
Proporsi ini juga berbeda cukup jauh mengikuti tingkat pendapatan. Pada ibu
dengan dengan pendapatan lebih tinggi, 89,2 persen kelahiran ditolong oleh
tenaga kesehatan, sementara pada golongan berpendapatan rendah hanya 21,39
persen. Hal ini menunjukkan tidak meratanya akses finansial terhadap pelayanan
kesehatan dan tidak meratanya distribusi tenaga terlatih terutama bidan.
Penyebab tidak langsung. Risiko kematian ibu dapat diperparah oleh adanya
anemia dan penyakit menular seperti malaria, tuberkulosis (TB), hepatitis, dan
HIV/AIDS. Pada 1995, misalnya, prevalensi anemia pada ibu hamil masih sangat
tinggi, yaitu 51 persen, dan pada ibu nifas 45 persen. 10 Anemia pada ibu hamil
mempuyai dampak kesehatan terhadap ibu dan anak dalam kandungan,
meningkatkan risiko keguguran, kelahiran prematur, bayi dengan berat lahir
rendah, serta sering menyebabkan kematian ibu dan bayi baru lahir. Faktor lain
yang berkontribusi adalah kekurangan energi kronik (KEK). Pada 2002, 17,6
persen wanita usia subur (WUS) men derita KEK.11 Tingkat sosial ekonomi,
tingkat pendidikan, faktor budaya, dan akses terhadap sarana kesehatan dan
transportasi juga berkontribusi secara tidak langsung terhadap kematian dan
kesakitan ibu. Situasi ini diidentifikasi sebagai 3 T (terlambat). Yang pertama
adalah terlambat deteksi bahaya dini selama kehamilan, persalinan, dan nifas,
serta dalam mengambil keputusan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ibu
dan neonatal. Kedua, terlambat merujuk ke fasilitas kesehatan karena kondisi
geografis dan sulitnya transportasi. Ketiga, terlambat mendapat pelayanan
kesehatan yang memadai di tempat rujukan.
II.
Tantangan
keuangan
yang
rendah
akan
mengalami
kesulitan
untuk
krusial
untuk
menghindari
terjadinya
tumpang
tindih
dan
Reproduksi,
yang
menunjukkan
komitmen
Indonesia
untuk
KB
PELAYANAN
OB
ASUHAN
PERSALINAN BERSIH
DAN AMA
ANTE
SAFE MOTHE
NATAL
PEMBERDAYAAN WANITA
tinggi
dan
komplikasi
tersedia
bagi
ibu
hamil
yang
membutuhkannya.
10
11
Dewasa ini, program keluarga berencana sebagai pilar pertama telah dianggap
berhasil. Namun, untuk mendukung upaya mempercepat penurunan AKI,
diperlukan penajaman sasaran agar kejadian 4 terlalu dan kehamilan yang tak
diinginkan dapat ditekan serendah mungkin. Akses terhadap pelayanan antenatal
sebagai pilar kedua cukup baik, yaitu 87% pada tahun 1997; namun mutunya
masih perlu ditingkatkan terus.. persalinan yang aman sebagai pilar ketiga yang dikategorikan sebagai pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, pada
tahun 1997 baru mempunyai 60%.
Untuk mencapai AKI sekitar 200 per 100.000 kelahiran hidup diperlukan
cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan sekitar angka 80%. Cakupan pelayanan
obstetrik esensial sebagai pilar keempat masih sangat rendah, dan mutunya
belum optimal. Mengingat kira-kira 90% kematian ibu terjadi di saat sekitar
persalinan dan kira-kira 95% penyebab kematian ibu adalah komplikasi obstetrik
yang sering tak dapat diperkirakan sebelumnya, maka kebijaksanaan Departemen
Kesehatan untuk mempercepat penurunan AKI adalah mengupayakan agar setiap
persalinan ditolong atau minimal didampingi oleh bidan, dan pelayanan obstetrik
sedekat mungkin kepada semua ibu hamil.
Salah satu upaya terobosan yang cukup mencolok untuk mencapai keadaan
tersebut adalah pendidikan sejumlah 54.120 bidan ditempatkan di desa selama
1989/1990 sampai 1996/1997. Dalam pelaksanaan operasional, sejak tahun 1994
diterapkan strategi berikut :
a. Penggerakan Tim Dati II ( Dinas Kesehatan dan seluruh jajarannya sampai ke
tingkat kecamatan dan desa, RS Dati II dan pihak terkait ) dalam upaya
mempercepat penurunan AKI sesuai dengan peran dan fungsinya masingmasing.
b. Pembinaan daerah yang intensif di setiap Dati II, sehingga pada akhir Pelita
VII :
- Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan mencapai 80% atau lebih.
- Cakupan penanganan kasus obstetrik ( resiko tinggi dan komplikasi
obstetrik ) minimal meliputi 10% seluruh persalinan.
12
13
14
Indikator gabungan tersebut akan lebih banyak digunakan dalam Repelita VII,
agar pemantauan dan evaluasi terhadap upaya penurunan AKI lebih tajam.
IV.
Antenatal Care
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan
untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar
pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan
(SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi anamnesis, pemeriksaan
fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta
15
wicara (konseling),
termasuk
Perencanaan Persalinan
dan
16
menjamin perlindungan kepada ibu hamil, berupa deteksi dini faktor risiko,
pencegahan dan penanganan komplikasi.
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan
antenatal kepada Ibu hamil adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan
dan perawat.
Pertolongan Persalinan
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan
persalinan yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten.
Pada kenyataan di lapangan, masih terdapat penolong persalinan yang bukan
tenaga kesehatan dan dilakukan di luar fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh
karena itu secara bertahap seluruh persalinan akan ditolong oleh tenaga
kesehatan kompeten dan diarahkan ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
1. Pencegahan infeksi
2. Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar.
3. Manajemen aktif kala III
17
4. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke tingkat pelayanan yang lebih
tinggi.
5. Melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
6. Memberikan Injeksi Vit K 1 dan salep mata pada bayi baru lahir.
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan
pertolongan persalinan adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter dan
bidan.
V.
melahirkan
juga
ditentukan
oleh
kesiapan
fisik,
kesiapan
18
satu pasangan & tidak bersifat komersil. > 60% telah menggunakan kegiatan
seks berpasangan dan 12% nya menggunakan metode coitus interuptus & alat
kontrasepsi yang dijual bebas di pasaran. Sementara itu, penelitian PKBI
92005 ) di 5 kota besar terdapat 16,35% remaja telah melakukan hubungan
seks pra nikah, 40,1% menggunakan kontrasepse dan 33,79% siap melakukan
aborsi. 20
Penelitian BKKB di Jawa Barat (2002) di 6 kabupaten mendapatkan
29,6% remaja telah melakukan hubungan seks pra nikah dan 57,3% mengenal
dan bias melihat pronografi. Penelitian BKKBN-LDFEUI (2000) menyatakan
2,4 juta aborsi per tahun (21% 700-800 ribu pada remaja ), 11% kelahiran
terjadi pada usia remaja ( 43% wanita melahirkan anak pertama dengan usia
pernikahan < 9 bulan ). Menurut pemerintah Jawa Barat ( Desember 2001 )
angka PMS pada remaja didapatkan 4,18% dan 50% HIV/AIDS yang ada di
Jawa Barat terjadi pada usia 15-29 tahun.
Ada beberapa alasan remaja ini melakukan hubungan seks diantaranya
adanya tekanan pasangan, merasa sudah siap melakukan hubungan seks,
keinginan dicintai, tidak ingin diejek masih perawan, adanya film, tayangan
TV, media massa menampakkan bahwa normal bagi remaja untuk melakukan
hubungan seks, dan masih banyak alasan lain.
Studi Magill & Wilcox (2007 ) menyatakan bahwa kehamilan pada
remaja usia 13-19 tahun berkaitan dengan meningkatnya resiko komplikasi
maternal selama kehamilan dan persalinan dan juga pada janin dan neonates.
Komplikasi yang dapat timbul antara lain persalinan premature, BBLR,
kematian bayi. Sementara itu studi Gilbert et al (2004) mendapatkan
kehamilan pada usia remaja antara 11-19 tahun dapat menimbulkan
komplikasi seperti persalinan premature, IUGR, BBLR dan kematian
perinatal. Kesemua komplikasi ini dapat meningkatkan resiko kematian ibu.20
Selain terkait dengan kehamilan dan persalinan, pernikahan pada usia
remaja meningkatkan angka perceraian, angka putus sekolah meningkat,
19
mengembangkan
kemampuan,
mempertimbangkan
sisi
BAB III
PEMBAHASAN
I.
Prioritas nasional. Menurunkan kesakitan dan kematian ibu telah menjadi salah
satu prioritas utama dalam pembangunan sektor kesehatan sebagaimana tercantum
dalam Propenas. Kegiatan-kegiatan yang mendukung upaya ini antara lain
21
22
Gambar 5. Angka kematian ibu maternal per 100.000 kelahiran hidup di Indonesia hasil
SDKI & SKRT 1982-2007 ( http://dinkes-sulsel.go.id/new/images/mnur/policy%20brief
%20kes%20ibu%20ok.pdf )
23
a.
b.
24
berbeda
pendapat
tentang
masalah
ini.
Peta
yang
25
mempergunakan
mass
media
secara
luas
untuk
mengembangkan keuntungan dan kerugian apabila daerahdaerah itu tidak mau atau tidak mempunyai komitmen untuk ikut
terjun dalam penyelenggaraan kegiatan peningkatan upaya
untuk menurunkan AKI. 15
Media harus menjadi pendorong dan advokator dari
daerah-daerah yang dijadikan prioritas itu untuk ikut aktif.
Dengan advokasi yang positip dapat diberikan gambaran dan
citra yang baik kalau daerah itu melaksanakannya, yaitu dengan
memberikan
komitmen
dan
perhatian
yang
berkelanjutan.
keluarga
yang
melahirkan
anak-anaknya
tanpa
sedemikian rupa
untuk
tidak
menakutkan,
tetapi
mengembangkan
jaringan
KIE
dan
pelayanan
yang
kekuatan
harus
aktif
untuk
mencari
dan
27
itu
harus
disertai
dengan
mempertontonkan
reproduksi kepada calon ibu, pelayanan reproduksi kepada ibu hamil dan
melahirkan, hampir tidak dapat dipisahkan. Bahkan program KB, atau kegiatan
KB, pada awal kelahirannya di Indonesia akhir tahun 1950 itu hampir indentik
dengan dokter, khususnya dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan. Dalam
suasana seperti ini kita harus mengembangkan strategi komunikasi yang jitu untuk
lebih lanjut menurunkan tingkat kematian ibu mengandung dan melahirkan yang
masih tinggi itu.1
Pendekatan ini mempunyai implikasi yang luas karena kita menangani
kasus kematian karena kehamilan dan kelahiran. Kasus kematian ini adalah
sesuatu rare cases atau kasus yang jarang terjadi biarpun dalam ukuran angka
kematian ibu (AKI) dunia, kita, Indonesia, berada pada posisi yang sangat tinggi.1
Perlu dibangkitkan semangat kebersamaan dengan mengangkat keberhasilan
selama ini. Dalam tigapuluh tahun terakhir ini kita telah berhasil menurunkan
tingkat kematian ibu dengan cukup mengesankan.1
Biasanya angka AKI adalah diatas 600 per 100.000 kelahiran. Keadaan
sekarang angkanya berada dibawah 300 per 100.000 kelahiran. 1 Ini suatu prestasi
yang selama ini tidak pernah diakui dan tidak pernah diangkat kepermukaan
dengan baik. Sebab-sebab penurunan AKI itu banyak sekali. Antara lain karena
keberhasilan program KB yang memungkinkan ibu yang mempunyai resiko
kelahiran dengan resiko kematian ibunya tidak jadi melahirkan karena ikut KB.1
28
29
II.
1. Safe motherhood
2. Antenatal care
3. Kesehatan reproduksi remaja
30
BAB IV
PENYELESAIAN MASALAH
I.
dan
melindungi
kesehatannya
melalui
peningkatan
telah
dirancang
menggunakan
PRECEDE.
Model
PRECEDE-
31
lingkungan
yang
memengaruhinya,
dan
faktor-faktor
yang
mengarahkan pada perubahan perilaku dan lingkungan. Data ini juga dapat
menunjukkan bagaimana program dapat dimodifikasi untuk semakin
mendekati tujuan dan target yang diinginkan.13
Dalam penyusunan proposal program pendidikan dan promosi untuk
mencegah gizi buruk ini, penulis mendiagnosis masalah gizi yang masih ada
di di Kecamatan Dempo dan menyusun program-program kesehatan di tingkat
Puskesmas untuk kemudian dijalankan dengan harapan dapat menjadi solusi
dari permasalahan gizi di Kecamatan Dempo Utara.
Diagnosis Masalah
32
dan
memiliki 2 Puskesmas
33
kematian
ibu
akibat
perdarahan
sehingga
dan
dalam
Perumusan Masalah
Permasalahan
Peningkatan angka kematian ibu akibat perdarahan di kecamatan
Dempo Utara dikarenakan adanya masalah-masalah sebagai berikut:
Kurangnya pengetahuan ibu-ibu pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya mengenai pentingnya pemeriksaan kehamilan secara rutin,
perdarahan pada kehamilan dan persalinan, faktor-faktor penyebabnya,
apa akibatnya, bagaimana pencegahannya.
34
Urgency
7
Seriousness
6
Growth
7
35
Hasil
20
11
2
1
1
2
1
2
1
2
2
5
4
5
C
5
3
A
5
4
R
5
4
L
4
4
hasil
500
192
4
3
3
4
4
4
3
3
3
3
3
3
144
108
108
36
Intervensi
Beberapa program yang akan dilakukan sebagai alternatif pemecahan
prioritas masalah di atas adalah:
Tabel 4. Alternatif Pemecahan Masalah
Prioritas
Mudah
Sulit
Penting
Kurang penting
1. Melakukan
penyuluhan 1. Melakukan penyuluhan
mengenai
pentingnya
tentang reproduksi
pemeriksaan kehamilan secara
remaja
rutin,
perdarahan
pada
kehamilan dan persalinan serta
faktor penyebab dan apa akibat
yang
ditimbulkan,
cara
pencegahan dan penanganan
yang tepat kepada masyarakat
kecamatan
Dempo
Utara
khususnya para ibu-ibu.
2. Melakukan pemasangan poster
di setiap puskesmas serta jalanjalan utama dan penyebaran
pamflet mengenai antenatal care
dan manfaatnya bagi ibu hamil.
3. Melakukan konseling KB
1. Melakukan
pendataan
dan 1 Melakukan penyuluhan
konseling kepada ibu-ibu hamil
tentang aktivitas
tentang pentingnya antenatal
pengembangan kreativitas,
care dengan cara mendatangi
pelatihan kerja
rumah-rumah penduduk yang
berisi ibu hamil di dalamnya.
Tujuan program
Tujuan umum
Tujuan umum program ini menurunkan AKI akibat perdarahan di
kecamatan Dempo Utara
Tujuan khusus
Meningkatkan pengetahuan ibu hamil dan masyarakat secara
umum mengenai kematian ibu akibat perdarahan, faktor-faktor
risiko dan penyebab perdarahan, serta pencegahan dan penanganan
yang tepat.
Menggiatkan partisipasi ibu hamil dalam melakukan pemeriksaan
kehamilan
Sasaran program
37
Metode
Metode yang digunakan adalah metode penyuluhan kepada masyarakat
umum khususnya ibu hamil dan penyediaan alat-alat kebidanan.
Media
Melalui media komunikasi secara individual dan komunitas
Implementasi program
Rencana dan jadwal kegiatan
Rencana Kegiatan Persiapan
Penyusunan proposal, perencanaan anggaran biaya, mengurus izin ke
Dinas Kesehatan Kota Pagar Alam.
Melakukan audiensi kepada pihak pemerintah setempat, instansi
swasta, dan tokoh masyarakat dalam usaha mencari dukungan baik
dana maupun legalitas.
Persiapan materi penyuluhan dan pembicara.
Persiapan tempat, peralatan dan waktu kuliah.
Kegiatan publikasi meliputi penyebaran undangan ke seluruh
puskesmas yang ada di Kota Pagar Alam.
38
Melakukan
pendataan dan
konseling
Penyuluhan
kepada
masyarakat
tentang
kehamilan dan
persalinan aman
Melakukan
Advokasi
JUNI
JULI
AGUSTUS
Evaluasi Program 3
DESEMBER
pendataan Konseling
NOVEMBER
JANUARI
FEBRUARI
APRIL
MEI
Evaluasi program 6
39
Melakukan
perencanaan
program ulang
atas program
yang telah
dilakukan
Waktu
Kegiatan
Review
40
Rencana pembiayaan
1. Sumber dana
Sumber dana dalam penyelenggaraan kegiatan ini diharapkan
diperoleh melalui:
a. Kas Puskesmas
b. Swadaya masyarakat
c. Instansi-instansi terkait
d. Para donator/dermawan
2. Estimasi Dana
Terlampir di lampiran
Tim pelaksana
Penanggung Jawab
Ketua pelaksana
Administrasi & Keuangan
Pelaksana Lapangan
Supporting Program
Supervisor
Evaluasi
Evaluasi program
Evaluasi program dilaksanakan tiap bulan pada akhir bulan.
Evaluasi dilakukan dengan tujuan apakah program telah berjalan baik
dengan dilihat faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat serta
kekurangan program pada bulan tersebut, sehingga faktor tersebut dapat
dihindari atau dihilangkan pada bulan berikutnya. Evaluasi dilakukan
dengan cara mengadakan rapat anggota tiap akhir bulan di kantor camat.
Di sini para anggota menjelaskan apa saja yang menjadi hambatan pada
saat kegiatan berlangsung dan penilaian mereka atas kegiatan pada bulan
tersebut.
Evaluasi akhir
Evaluasi akhir dilakukan setiap 3 bulan pada akhir program atau
akhir bulan ketiga dari masing-program dan dilakukan dengan cara
41
Tahap
Realisasi Aktifitas
Indikator Keberhasilan
Tahapan
Perencanaan
a. Pembuatan proposal
b. Pengumpulan data
lapangan daerah sasaran
c. Survey lokasi sasaran
2.
Tahapan
Persiapan
3.
Realisasi
Program
a. Tersedianya data
sekunder dan primer
lapangan.
b. Diterimanya proposal
sesuai standar Donor
c. Ditandatanganinya
MoU
a. Terjalin kerjasama
dengan pemerintah
setempat
b. Tersedianya media
penyuluhan
c. Tersedianya sarana
tersebut
a. Peningkatan
pengetahuan
masyarakat &
perubahan prilaku
b. Banyaknya ibu hamil
yang melakukan ante
natal care.
42
b.
c.
d.
e.
f.
g.
4.
5.
Tahap
evaluasi
keberlanjuta
n
program
a.
Tahap
Monitoring
b.
Laporan perkembangan
program
dilakukan setiap 3
bulanan.
43
Waktu
Tabel 8. Jadwal Program Perencanaan (Gannt Chart)
N
o
Kegiatan
1.
2.
3.
Menyusun proposal
Pencarian dana dan sponsor
Pengadaan sarana dan
prasarana kegiatan
Penyebaran undangan
Pelaksanaan
kegiatan
penyuluhan
dan
penyebaran poster
Evaluasi kegiatan
Pemantauan
4.
5.
6.
7.
II
II
I
Pekan
IV V
VI
kelahiran hidup.
44
BAB V
KESIMPULAN
Masalah angka kematian ibu yang meningkat merupakan hal serius yang
menjadi masalah bagi semua pihak dan mempunyai dampak yang sangat luas,
baik bagi negara maupun masyarakat. Untuk negara, angka kematian ibu yang
meningkat ini menggambarkan buruknya status kesehatan nasional. Sementara itu,
untuk masyarakat, meningkatnya angka kematian ibu ini menggambarkan perilaku
masyarakat yang kurang mengerti. Kematian ibu sendiri dapat berakibat secara
psikologis, bagi si anak karena kurangnya kasih sayang ibu dan bagi keluarga.
Dilihat dari penyebabnya, angka kematian ibu yang tinggi berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan, penyakit yang diderita selama kehamilan serta kurangnya
tenaga kesehatan di desa-desa atau kabupaten.
Dalam rangka mencapai MDG ( Millenium Developmental Goals )2015,
banyak upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah kematian ibu di
Indonesia. Data menunjukkan, angka kematian ibu mengalami penurunan sedikit
dari 228 per 100.000 kelahiran pada 2007 menjadi 226 per 100.000 kelahiran pada
tahun 2010. Namun demikian, upaya tersebut harus terus dilakukan, karena pada
tahun 2015 kita harus dapat menekan angka kematian ibu sampai 102 per 100.000
kelahiran jika target MDGs hendak dicapai.
Demikian proposal ini penulis susun, dengan harapan dapat menjadi
pertimbangan serta memperoleh tanggapan dari berbagai pihak yang turut peduli
45
LAMPIRAN
ANGGARAN PEMBIAYAAN PROGRAM
Jumlah dana yang dibutukan untuk menlakukan program-program yang telah
direncanakan :
1. Penyuluhan tentang kehamilan dan perdarahan selama kehamilan serta
penangannya
No
1
2
4
Kegiatan
Pembuatan proposal
Undangan
Sewa peralatan
Biaya
Rp
500.000,Rp. 500.000,Rp. 8.000.000,-
Perbanyakan makalah
Rp.
2.000.000,-
Honor
2
orang Rp.
pembicara
@
Rp.
1.000.000,Konsumsi 1000 orang Rp.
peserta @ Rp. 5.000,-
2.000.000,-
Doorprize
Rp.
1.500.000,-
Dokumentasi
Rp.
500.000,-
5.000.000,-
Sumber Dana
Kas organisasi
Kas organisasi
Dana
bantuan
dari
pemerintah / instansi swasta /
tokoh masyarakat
Dana
bantuan
dari
pemerintah / instansi swasta /
tokoh masyarakat
Dana
bantuan
dari
pemerintah/instansi
swasta/tokoh masyarakat
Dana
bantuan
dari
pemerintah/instansi
swasta/tokoh masyarakat
Dana
bantuan
dari
pemerintah/instansi
swasta/tokoh masyarakat
Dana
bantuan
dari
pemerintah/instansi
swasta/tokoh masyarakat
46
Transportasi
Rp.
500.000,-
10
Keamanan
Rp.
500.000,-
11
10.000.000
Dana
bantuan
pemerintah/instansi
swasta/tokoh masyarakat
Dana
bantuan
pemerintah/instansi
swasta/tokoh masyarakat
Dana
bantuan
pemerintah/instansi
swasta/tokoh masyarakat
: 6 x Rp 31.000.000,00 = Rp 186.000.000,00
: 6 x Rp 10.400.000,00 = Rp 62.400.000,00
3. Penyuluhan tentang persalinan yang aman kepada bidan dan dukun beranak
- Biaya manekin ( 2 buah )
2 x Rp 30.000.000,00 = Rp 60.000.000,00
- Biaya cetak leaflet
600 x Rp 150,00
= Rp
90.000,00
- Biaya listrik
= Rp 100.000,00
- Biaya konsumsi
2000 x Rp 5000,000 = Rp 10.000.000,00
- Biaya pembicara ( SpOG )
= Rp 250.000,00
Rp 70.440.000,00
Hal ini dilakukan sebanyak 6 kali selama 12 bulan
47
dari
dari
dari
: 1 x Rp 300.000.000,00
48
: 50 x Rp 10.000,00
: 50 x Rp 50.000,00
: 100 x Rp 5.000,00
= Rp 500.000,00
= Rp 2.500.000,00
= Rp 500.000,00
Rp 3.500.000,00
Hal ini dilakukan selama 24 bulan, jadi dana yang dibutuhkan sebanyak
= 12 x Rp 3.500.000,00 = Rp 42.000.000,00
9. Penyuluhan mengenai kesehatan reproduksi
- Biaya cetak leaflet
2000 x Rp 150,00 = Rp
300.000,00
- Biaya listrik
= Rp
100.000,00
- Biaya konsumsi
2000 x Rp 5000,00 = Rp 10.000.000,00
Rp 10.400.000,00
Hal ini dilakukan sebanyak 6 kali selama 12 bulan
Jadi 6 x Rp 10.400.000,00 = Rp 62.400.000,00
10. Penyuluhan mengenai kehamilan yang tidak diinginkan dan resiko-resikonya
- Biaya cetak leaflet
2000 x Rp 150,00 = Rp
300.000,00
- Biaya listrik
= Rp
100.000,00
- Biaya konsumsi
2000 x Rp 5000,00 = Rp 10.000.000,00
Rp 10.400.000,00
Hal ini dilakukan sebanyak 6 kali selama 12 bulan
Jadi 6 x Rp 10.400.000,00 = Rp 62.400.000,00
11. Aktifitas pengembangan pemuda (tutoring/ mentoring, kegiatan setelah
sekolah, kerja sukarelawan)
- Gaji tutor
: 30 x Rp 1.000.000,00
= Rp 30.000.000,00/bulan
49
: 2 x Rp 500.000,00
= Rp 1.000.000,00
= Rp 100.000,00
: 2000 x Rp 5.000,00 = Rp 10.000.000,00
= Rp 11.100.000,00
Hal ini dilakukan sebanyak 24 kali selama 24 bulan, jadi dana yang
dibutuhkan
= 12 x Rp 11.100.000,00 = Rp 133.200.000,00
Jadi seluruh biaya yang direncanakan berjumlah : Rp 2.433.040.000,00
50