Anda di halaman 1dari 13

CASE REPORT SESSION

DEBRIDEMENT DAN IMOBILISASI POSTERIOR


DENGAN ANESTESI REGIONAL
Penyusun
Tan Yung Kit

Edginov Demas FD

130112150010

Preceptor
Ricky Adiyta, dr., SpAn.
Osmond Muftilov, dr.,SpAn

BAGIAN ANESTESIOLOGI & TERAPI INTENSIF


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2016

I. Identitas Pasien
No. RM

: 000 1532 049

Nama

: Ny. I

Tanggal Lahir

: 27 Agustus 1973

Alamat

: Cibereum

Agama

: Islam

Pendidikan

: Sarjana Ekonomi

Pekerjaan

: Guru IPS

Asal Ruangan

: Emergensi

Tanggal Diperiksa

: 15 April 2016

II. Anamnesa
Keluhan Utama: Nyeri dan luka robek pada betis kiri
Anamnesis Khusus:
Pasien sedang mengendarai motor dengan kecepatan agak tinggi ketika jalanan sehabis
hujan, lalu ada truk melintas di depan pasien dan terjadilah tabrakan. Kaki pasien dan motornya
masuk ke dalam kolong truk dan terjepit di kolong truk. Kemudian pasien dibawa ke Puskesmas
terdekat, lalu dirujuk ke RSHS.
Riwayat penyakit asma ada. Riwayat tekanan darah tinggi, sakit jantung, batuk-batuk
lama atau kencing manis pada pasien atau keluarga pasien tidak ada. Riwayat anestesi dan
operasi sebelumnya tidak ada. Riwayat pengobatan saat ini tidak ada. Riwayat gatal-gatal, mual,
muntah atau sesak napas setelah memakan obat-obatan tidak ada. Pasien tidak merokok dan tidak
minum alkohol.
III.

Pemeriksaan Fisik

Status Generalis
Keadaan Umum

: Sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Status gizi

: Berat badan
Tinggi Badan
BMI

Tanda vital

: 59 kg
: 165 cm
: 21,69 kg/m2

Tensi darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 88 x/menit

Respirasi

: 20 x/menit

Suhu

: 35.4oC

Kepala
Mata

: Konjungtiva tidak anemis


Sklera tidak ikterik
Pupil isokor, RC ada/ada

Mulut : Terlihat pharyngeal pillars, seluruh palatum molle dan uvula


Leher

: JVP tidak meningkat


KGB tidak teraba membesar

Dada

: Bentuk dan gerak simetris, retraksi tidak ada/tidak ada


Pulmo : Sonor, VBS kiri = kanan, wheezing tidak ada/tidak ada, ronchi tidak ada/tidak
ada
Cor

Abdomen

: BJ murni regular, murmur (-)


: Datar lembut
BU (+) normal
Hepar dan lien sulit dinilai

Ektrimitas

: Edema tidak ada/tidak ada

Refleks : sulit dinilai


Status Fisik : II / E
IV.

Pemeriksaan penunjang
1.Laboratorium
Hb
Leukosit
Ht
Trombosit

2.Radiologi

: 10,3 gr/dl
: 10.000/mm3
: 32%
: 277.200/mm3

Ur/Cr
Na/K
PT
SGOT
AIb

: 22/0,48
: 137/3,7 mEq
: 10,3/0,88/22
: 28/20
: 4/6

Kesan

: Open fraktur pada Tibia Kiri Plateu Schaf type V

V. Diagnosis Kerja
STGO
VI.

Tindakan

SO + VC
VII. Rencana Anestesi
Anestesi Umum
Persiapan Prabedah:

Checklist Persiapan Anestesi:


Persetujuan Anestesi
Alat Monitoring
Obat-obatan Anestesi
Obat-obatan Emergensi
Tatalaksana Jalan Napas
Mesin Anestesi

ASA: tipe 2
Puasa mulai pukul 02.00 Tanggal 16/9/2016
Premedikasi: Paracetamol 1g, Ativan 1g
Timeout:
Masuk OK: 08.30; mulai anestesi: 08.45; insisi: 09.00; akhir anestesi 10.00

Monitor:
nibp
ekg
SpO2
Temp

Jalur Intravena dan Monitoring Masif:


IV #1 ukuran 18 sisi kiri letak manus
IV #2 ukuran 18 sisi kanan letak manus
Peralatan Lainnya: Kateter Foley No. 16

Durante Operasi

Metode anestesi

: Anestesi umum

Teknik

: Intravena

Waktu mulai

: 08.30

Suntikan pada pukul

: 08.45

Komplikasi:

: tidak ada

Hasil:

: blok (sempurna)

Terapi cairan
a. Normal maintenance cairan (Ringer Laktat) = 80 cc
Ditambah puasa preop 6 jam = 480 cc
IWL (insensible water loss) = 160 cc
1 jam I; ( x 480 cc ) + 80 cc + 160 = 480 cc/jam
1 jam II/III; (1/4 x 480 cc) + 80 cc + 160 = 360 cc/jam
Jam IV dan seterusnya = 240 cc
EBV = 2800 cc
ABL = 312 cc

Posisi Pasien Selama Operasi: Supine


Lengan: sudut <90o

Airway : spontan

Monitoring selama operasi

Jam

EKG

Temp

Urine

Blood

O2

Tekanan

Nadi

SpO2

(oC)

Output

lost

(L/m)

Darah

(x /

(%)

(ml)

(ml)

(mmHg)

menit)

120/70

82

99

50

90/50

85

99

100

105/70

98

99

08.30

SR

36.0

09.00

SR

36.0

09.30

SR

36.0

30

10.00

SR

36.0

VIII. Diagnosis Post Operatif


Tidak terdokumentasi
IX. Post operasi
Masuk ruang pemulihan jam 11.00

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan Darah

: 110/70mmHg

Nadi

: 80 x/menit

Respirasi

: 20 x/menit

Suhu

: afebris

Instruksi Pasca Operasi:


1. Observasi kesadaran setiap 15 menit
2. Obeservasi tanda-tanda vital setiap 15 menit
3.
Posisi: head up 30o
4. Pemeriksaan Penunjang: tidak ada
5. Lain-lain: tidak puasa
6. Terapi O2: 2L/menit via kanul binasal selama di RR
7. Mulai minum: 14.00 WIB perlahan
8. Terapi cairan rumatan: RL 500cc, 20 gtt/menit
9. Transfusi darah: bila Hb 8mg/dL
10. Manajemen Nyeri: analgetik intravena
11. Obat-obatan lain : Sesuai terapi Obgyn
12. Pemeriksaan penunjang dan peralatan lainnya : tidak ada

118/75

85

99

PEMBAHASAN
Penatalaksanaan Pre Operatif
ASA

Berdasarkan klasifikasi ASA, status fisik pasien termasuk dalam ASA II karena memiliki
penyakit sistemik ringan, asma namun tidak berpengaruh terhadap aktivitas sehari-hari.

Anastesi Regional
Anastesi regional atau neuraxial anesthesia merupakan jenis anastesi yang dapat menggantikan
anastesi umum. Anastesi regional dapat digunakan bersamaan dengan anastesi umum, atau
setelah anastesi umum untuk analgesik post operatif. Anastesi regional dapat diberikan melalui
injeksi tunggal, atau menggunakan kateter. Penggunaan anastesi regional sering dipakai untuk
analgesik persalinan, sectio caesaria, prosedur ortopedi, analgesik perioperatif, dan manajemen
nyeri kronis.
Anastesi regional memiliki keuntungan diantaranya menurunkan morbiditas dan mortalitas pasca
operasi, menurunkan insidensi trombosis vena dan emboli paru, menurunkan komplikasi jantung
pada pasien dengan risiko tinggi, hipoventilasi, pneumonia aspirasi, mengembalikan fungsi
saluran cerna dengan cepat pasca operasi, mempertahankan imunitas, menurunkan kemungkinan
delirium dan gangguan kognisi pada pasien geriatri, dan memungkinkan pasien obstetri untuk
melihat persalinan.
Anatomi Vertebra
Vertebra terdiri dari 7 segmen servikal, 12 segmen toraksik, 5 segmen
segmen sakral yang menyatu menjadi sakrum serta sedikit koksigeal
rudimenter. Pada setiap vertebra, terdapat satu pasang saraf yang keluar
sistem saraf pusat.

lumbar, 5
dari

Anatomi Korda Spinalis


Korda spinalis berada di dalam kanalis spinalis dan meninges, jaringan
lemak, dan pleksus vena. Meninges terdiri dari pia, arachnoid dan dura
mater. Pia mater menempel pada korda spinalis, sedangkan anatara pia dan
arachnoid mater terdapat ruang subarachnoid yang berisi caira
serebrospinalis. Ruang subdural memiliki batas yang tidak jelas,
sedangkan ruang epidural terlihat jelas dibatasi oleh dura dan ligamentum
flavum.
Korda spinalis memanjang sampai segmen L1 pada orang dewasa,
sedangkan pada anak-anak memanjang sampai segmen L3. Nerve root
posterior dan anterior menyatu dan keluar dari foramen intervertebra
membentuk saraf spinal C1 sampai S5. Mulai dari segmen C1, saraf spinal
dari atas segmen tulang belakang, sedangkan mulai dari segmen T1, saraf
spinal keluar dari bawah segmen tulang belakang. Karena korda
spinalis berakhir di segmen L1, maka saraf spinalis bagian bawah
memiliki jarak yang cukup panjang sebelum keluar dari foramen
intervertebra, yang dinamakan kauda ekuina.
Mekanisme Aksi

keluar

Target dari anastesi regional masih spekulatif, tapi diduga adalah pada nerve root. Pada anastesi
spinal, anastesi lokal diinjeksikan ke dalam ruang subarakhnoid, sedangkan pada anastesi
epidural dan kaudal diinjeksikan ke dalam ruang epidural. Anastesi epidural dan kaudal
membutuhkan dosis yang lebih banyak untuk dapat mencapai efek yang sama dengan anastesi
spinal.
Efek yang ditimbulkan dari anastesi regional adalah :
1. Efek Somatis
Anastesi regional dapat menghalangi impuls sensori aferen dan impuls motorik eferen yang
menuju ke otot rangka. Impuls sensori yang dihalangi meliputi somatik dan viseral. Efek dari
anastesi bergantung pada karakteristik, myelinasi, ukuran dan panjang saraf, serta konsentrasi
anastesi lokal. Oleh karena itu, efek simpatetik, sensori dan motorik pada anastesi regional
menjangkau batas segmen yang berbeda-beda. Efek simpatetik dihasilkan dua atau lebih segmen
diatas segmen sensori, dan efek sensori dihasilkan sampai beberapa segmen diatas segmen
motor.
2. Efek Autonom
Anastesi regional dapat menghalangi impuls autonom eferen pada sistem saraf simpatik yang
berada di segmen T1-L2. Efek fisiologis yang ditimbulkan berasal dari efek simpatik yang
ditekan atau tidak adanya penyeimbang dari efek parasimpatetik.
1. Efek pada jantung penurunan detak jantung dan vasodilatasi dapat menyebabkan
hipotensi.
2. Efek pada paru-paru minimal, hanya menyebabkan sedikit penurunan volume tidal.
3. Efek pada saluran cerna meningkatkan gerak peristaltik
4. Efek pada saluran kencing retensi urin pada kandung kemih
5. Efek pada sistem endokrin menekan respon stress neuroendokrin akibat operasi,
seperti peningkatan adrenocorticotropine, cortisol, ephinephrine, norepinephrine,
vasopressin, dan aktivasi RAAS.
Indikasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Operasi abdomen bagian bawah


Inguinal
Genital
Rektal
Ekstremitas bawah
Lumbal spinalis

Kontra indikasi
1.
2.
3.
4.

Pasien menolak
Kelainan perdarahan
Hipovolemia parah
Peningkatan tekanan intrakranial

5. Infeksi pada lokasi injeksi


6. Kelainan katup jantung
Jenis
Spinal

Lokasi
Subarachnoid, >L1
pada dewasa >L3
pada anak

Epidural

Epidural Lumbar,
toraks, servikal,
sakral

Kaudal (epidural
sakral)

Epidural S4-S5

Komplikasi

Indikasi

Anastesi operasi,
analgesik obstetri,
manajemen dan
kontrol nyeri
Pasien anak,
operasi anorectal

7. Gangguan
neurologis
dan
demyelinasi
8. Sepsis
atau
bakteremia
Jenis Anastesi Regional

Anastesi Regional Epidural


Merupakan teknik operasi yang banyak digunakan di berbagai macam
operasi, analgesik obstetri, manajemen nyeri kronis, dan kontrol nyeri
pasca operasi. Dapat digunakan melalui injeksi tunggal atau
menggunakan kateter untuk pemberian berselang atau berkelanjutan. Blok
saraf motorik dapat bervariasi mulai dari tidak ada sampai total, bergantung
pada pemilihan obat, konsentrasi, dosis, dan tinggi lokasi injeksi.
Anastesi epidural memiliki onset yang lebih lambat sekitar 10-20 menit
dibandingkan anastesi spinal, dan tidak terlalu pekat. Dapat memungkinkan
anastesi segmental karena efek yang diinginkan hanya terjadi di segmen yang
berada dengan lokasi injeksi.
Anastesi epidural banyak dilakukan pada segmen lumbar, untuk operasi yang
berada di bawah diafragma.
Faktor
1. Tinggi segmen blok yang diharapkan
Dosis yang diperlukan adalah 1-2 mL per segmen, dari segmen lokasi

injeksi

2. Umur
Dosis diturunkan dengan peningkatan usia pasien
3. Tinggi badan
1 mL untuk pasien bertinggi badan rendah
Agen Anastesi Epidural

Tata Laksana Post

Operatif

1.
Transpor
dari
ruangan
operasi
Pasien harus dipindahkan setelah dipastikan jalan napas yang paten, ventilasi adekuat, dan stabil
secara hemodinamik. Pasien dipindahkan dengan didampingi oleh anestesiologis, dengan akses
terhadap obat-obatan, monitoring, dan alat resusitasi.
2. Pemulihan pasca anastesi regional
Pasien yang mengalami pembiusan berat dan hemodinamika tidak stabil harus diberikan
suplementasi oksigen. Pemeriksaan sensori dan motorik serta tekanan darah harus dilakukan
secara rutin. Pemasangan kateter diperlukan untuk operasi di atas 4 jam.
3. Kontrol Nyeri
Nyeri sedang sampai berat pasca operasi dapat dikontrol dengan opioid oral atau parenteral.
Opioids dengan durasi sedang sampai panjang, seperti hydromorfon 0. 250.5 m g (0.0150.0 2
m g/k g pada anak) atau morfin 24 mg (0.0 250.05 m g/k g pada anak) merupakan jenis opioid
yang paling sering digunakan untuk manajemen nyeri sedang sampai berat pasca operasi bila
analgesik oral tidak memungkinkan. Apabila kateter epidural terpasang, dapat diberikan fentanyl
( 50100 mcg) atau sufentanil (2 03 0 mcg) dengan 510 mL 0.1% bupivacaine.
4. Agitasi
5. Mual dan muntah

6. Menggigil dan hipotermia


7. Kriteria Keluar dari Ruangan Operasi
Kriteria yang digunakan dan umumnya dinilai
adalah kesadaran, sirkulasi pernafasan, dan
aktivitas motorik seperti skor Aldrete (Aldrete and
Kroulik Index). Idelanya pasien baru boleh
dikeluarkan bila jumlah skor total adalah 10. Namun
bila skor total sudah di atas 8, pasien dapat keluar
dari ruang pemulihan.

Anda mungkin juga menyukai