Anda di halaman 1dari 28

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Semua sel dan jaringan tubuh mausia terendam dalam cairan yang komposisinya
mirip dengan air laut, yang mencerminkan awal evolusi manusia. Agar fungsi sel berlangsung
normal komposisi cairan harus relatif konstan. Komposisi cairan tersebut terdiri dari air dan
zat terlarut baik yang termasuk elektrolit ataupun yang non elektrolit dimana keduanya
saling berhubungan dan saling menyeimbangkan.
Cairan dalam tubuh manusia terbagi manjadi cairan intraselular dan ekstraselular, dan
cairan ekstraselular dibagi menjadi cairan interstisial dan intravaskular. Semua pembagian ini
pada prinsipnya saling menyeimbangkan. Jika tubuh melewati batas kompensasinya maka
diperlukan sejumlah besar cairan intravena untuk mengkoreksi kekurangan cairan. Jika
kompensasi ini tidak terjadi atau tidak adanya penanganan yang adekuat maka akan
berdampak perfusi ke jaringan akan terganggu bahkan akan mengakibatkan kematian
jaringan.
2.1

Molaritas, Molalitas, dan Ekuivalen


Satu mol menyatakan berat molekul yang dinyatakan dalam gram. Satu milimol

1/1000 dari 1 mol, atau beratnya dinyatakan dalam miligram. Molaritas adalah jumlah mol
dari zat terlarut perliter larutan. Molalitas menyatakan mol dari zat terlarut per kilogram
pelarut. Ekuivalensi biasanya digunakan pada zat yang mengandung ion. Jumlah ekuivalen
dari sebuah ion dalam larutan adalah jumlah mol dikalikan dengan muatannya (valensi).6,9

2.2

Osmolaritas, Osmolalitas, dan Tonisitas


Osmosis adalah proses pergerakan dari air yang melewati membran semipermeabel

yang disebabakan oleh perbedaan konsentrasi. Proses pergerakan air ini dari yang konsentrasi
rendah ke konsentrasi tinggi. Tekanan osmotik adalah daya dorong air yang dihasilkan oleh
partikel-partikel zat terlarut didalamnya. Tekanan osmotik tergantung dari jumlah zat yang
tak terlarut didalamnya. Satu osmol sama dengan satu mol pada zat yang tidak dapat
dipisahkan. Perbedaan 1 mili osmol per liter antara dua larutan menghasilkan tekanan
osmotik sebesar 19,3 mmHg. Osmolaritas dari larutan adalah sama dengan jumlah osmol per

Universitas Sumatera Utara

liter larutan, dimana osmolalitas sama dengan jumlah osmol per kilogram pelarut.Tonisitas
adalah istilah yang sering dipertukarkan dengan osmolaritas dan osmolalitas. Sebenarnya,
tonisitas menggambarkan efek dari larutan terhadap volume sel. Larutan isotonik tidak
mempunyai efek terhadap volume sel, sedangkan larutan hipotonik dan hipertonik akan
meningkatkan dan menurunkan volume sel.6,9

2.3

Distribusi cairan tubuh


Komponen terbesar tunggal dari tubuh adalah air. Air bersifat pelarut bagi semua

yang terlarut. Air tubuh total atau total body water (TBW) adalah persentase dari berat air
dibandingkan dengan berat badan total, bervariasi menurut kelamin, umur, dan kandungan
lemak tubuh. Air membentuk sekitar 60% dari berat seorang pria dan sekitar 50% dari berat
badan wanita.1 Berikut ini adalah tabel persentase air (TBW) berdasarkan umur;
Tabel 2.3.1 Air tubuh total dalam presentase berat badan
Bayi baru lahir

75%

Dewasa
Pria (20-40 tahun)

60%

Wanita (20-40 tahun)

50%

Usia lanjut (60+ tahun)

45-50%

Jaringan lemak pada dasarnya bebas air. Oleh karena itu jika dibandingkan dengan
orang gemuk dengan kurus maka orang gemuk memiliki TBW yang relaif kecil. Jaringan
otot memiliki kandungan air yang tinggi. Maka jika wanita dibandingkan dengan pria, akan
ditemukan bahwa TBW pria lebih besar karena sedikit jaringan lemak dan banyaknya masa
otot.9
Air didistribusikan antara dua kompartemen yang dipisahkan oleh membran sel. Pada
orang dewasa kira-kira 40% berat badannya atau 2/3 dari TBWnya berada di cairan intrasel
atau intracellular fluid (ICF) dan sisanya 1/3 dari TBW atau 20% berada cairan ekstra sel
atau extraxellular fluid (ECF). Cairan ekstrasel terbagi lagi kedalam kompartemen cairan

Universitas Sumatera Utara

intravaskular (IVF) sebesar 5% dari TBW dan cairan interstisial (ISF) sebesar 15%. Sebesar
1-2% tergolong kedalam cairan transeluler seperti cairan serebrospinal, intraokular dan
sekresi saluran cerna dan kesemua bagian ini memiliki komposisi elektrolit masing-masing.6,9
Zat terlarut yang ada dalam cairan tubuh terdiri dari elektrolit dan non elektrolit. Non
elektrolit adalah zat terlarut yang tidak terlarut dan tidak bermuatan lisrtrik yang terdiri dari
protein, urea, glukosa, oksigen, kardondioksida dan asam-asam organik. Garam yang terurai
didalam air menjadi satu atau lebih partikel-partikel bermuatan disebut ion atau elektrolit.
Elektrolit tubuh terdiri dari natrium (Na+), kalium (K+), kalsium (Ca2+), magnesium (Mg2+),
klorida (Cl-), bikarbonat (HCO3-), fosfat (HPO42-) dan sulfat (SO42-). Ion yang bermuatan
posisitf disebut kation dan yang bermuatan negatif disebut anion9.
Dibawah ini adalah tabel komposisi elektrolit yang mengisi masing-masing kompartemen.
Tabel 2.3.2 Komposisi cairan elektrolit
Extracellular
Gram-Molecular
Weight

Intracellular
(mEq/L)

Intravaskular
(mEq/L)

Interstitial
(mEq/L)

Sodium

23.0

10

145

142

Potasium

39.1

140

Calcium

40.1

<1

Magnesium

24.3

50

Chloride

35.5

105

110

Bicarbonate

61.0

10

24

28

Phosphorus

31.01

75

16

Protein (g/dL)

Universitas Sumatera Utara

2.4

Cairan intraselular
Membran sel bagian luar memegang peranan penting dalam mengatur volume dan

komposisi intraselular. Pompa membran-bound ATP-dependent akan mempertukarkan Na


dengan K dengan perbandingan 3:2. Oleh karena membran sel relativ tidak permeable
tehadap ion Na dan ion K, oleh karenanya potasium akan dikonsentrasikan di dalam sel
sedangkan ion sodium akan dikonsentrasiksn di ekstra sel. Potasium adalah kation utama ICF
dan anion utamanya adalah fosfat. Akibatnya, potasium menjadi faktor dominant yang
menentukan tekanan osmotik intraselular, sedangkan sodium merupakan faktor terpenting
yang menentukan tekanan osmotik ekstraselular.6,9
Impermeabilitas membran sel terhadap protein menyebabkan konsentrasi protein
intraselular yang tinggi. Oleh karena protein merupakan zat terlarut yang nondifusif
(anion),rasio pertukaran yang tidak sama dari 3 Na+ dengan 2 K+ oleh pompa membran sel
adalah hal yang penting untuk pencegahan hiperosmolaritas intraselular relativ. Gangguan
pada aktivitas pompa Na-K-ATPase seperti yang terjadi pada keadaan iskemi akan
menyebabkan pembengkakan sel.6

2.5

Cairan ekstraselular
Fungsi dasar dari cairan ekstraselular adalah menyediakan nutrisi bagi sel dan

memindahkan hasil metabolismenya. Keseimbangan antara volume ektrasel yang normal


terutama komponen sirkulasi (volume intravaskular)adalah hal yang sangat penting. Oleh
sebab itu secara kuantitatif sodium merupakan kation ekstraselular terpenting dan merupakan
faktor utama dalam menentukan tekanan osmotik dan volume sedangkan anion utamanya
adalah klorida (Cl-), bikarbonat (HCO3-). Perubahan dalam volume cairan ekstraselular
berhubungan dengan perubahan jumlah total sodium dalam tubuh. Hal ini tergantung dari
sodium yang masuk, ekskeri sodium renal dan hilangnya sodium ekstra renal.6,9

Universitas Sumatera Utara

2.6

Cairan interstisial (ISF)


Normalnya sebagian kecil cairan interstisial dalam bentuk cairan bebas. Sebagian

besar air interstisial secara kimia berhubungan dengan proteoglikan ekstraselular membentuk
gel. Pada umumnya tekanan cairan interstisial adalah negatif ( kira-kira -5 mmHg). Bila
terjadi peningkatan volume cairan iterstisial maka tekanan interstisial juga akan meningkat
dan kadang-kadang menjadi positif. Pada saat hal ini terjadi, cairan bebas dalam gel akan
meningkat secara cepat dan secara klinis akan menimbulkan edema. Hanya sebagian kecil
dari plasma protein yang dapat melewati celah kapiler, oleh karena itu kadar protein dalam
cairan interstisial relatif rendah (2 g/Dl). Protein yang memasuki ruang interstisial akan
dikembalikan kedalam sistim vaskular melalui sistim limfatik.6,9

2.7

Cairan intravaskular (IVF)


Cairan intravaskular terbentuk sebagai plasma yang dipertahankan dalam ruangan

intravaskular oleh endotel vaskular. Sebagian besar elektrolit dapat dengan bebas keluar
masuk melalui plasma dan interstisial yang menyebabkan komposisi elektrolit keduanya yang
tidak jauh berbeda. Bagaimanapun juga, ikatan antar sel endotel yang kuat akan mencegah
keluarnya protein dari ruang intravaskular. Akibatnya plasma protein (terutama albumin)
merupakan satu-satunya zat terlarut secara osmotik aktif dalam pertukaran cairan antara
plasma dan cairan interstisial. Peningkatan volume ekstraselular normalnya juga
merefleksikan volume intravaskular dan interstisial. Bila tekanan interstisial berubah menjadi
positif maka akan diikuti dengan peningkatan cairan ekstrasel yang akan menghasilkan
ekspansi hanya pada kompartemen cairan interstisial. Pada keadaan ini kompartemen
interstisial akan berperan sebagai reservoir dari kompartemen intravaskular. Hal ini dapat
dilihat secara klinis sebagai edema jaringan.6
Koloid disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma
substitute atau plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang
mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini
cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Seperti
disebutkan sebelumnya, koloid adalah molekul besar yang tidak melintasi hambatan
diffusional secara mudah seperti kristaloid. Cairan koloid dimasukkan ke dalam ruang

Universitas Sumatera Utara

vaskuler. Olehkarena itu koloid memiliki kecendrungan yang lebih besar untuk tetap bertahan
dan meningkatkan volume plasma dibandingkan dengan cairan kristaloid.6
2.8

Perpindahan cairan antar kompartemen


Cairan tubuh dan zat terlarut didalamnya berada dalam mobilitas yang konstan.

Pertama cairan akan dibawa melalui pembuluh darah, dimana mereka bagian dari IVF.
Kemudian secara cepat cairan dari IVF akan saling bertukar dengan ISF melalui membran
kapiler yang semipermeabel dan akhirnya ISF akan bertukar dengan ICF melalui membran
sel yang permeable selektif. Difusi adalah gerakan acak dari molekul yang disebakan energi
kinetik yang dimilikinya dan bertanggung jawab terhadap sebagian besar pertukaran cairan
dan zat terlarutnya antara kompartemen satu dengan yang lain. Kecepatan difusi suatu zat
melewati sebuah membran tergantung pada (1) permeabilitas zat terhadap membran, (2)
perbedaan konsentrasi antar dua sisi, (3) perbedaan tekanan antara masing-masing sisi karena
tekanan akan memberikan energi kinetik yang lebih besar, dan (4) potensial listrik yang
menyeberangi membran akan memberi muatan pada zat tersebut.6,14
Difusi antara cairan interstisial dan cairan intraselular dapat terjadi melalui beberapa
mekanisme: (1)secara langsung melewati lapisan lemak bilayer pada membran sel, (2)
melewati protein chanel dalam membran, (3) melalui ikatan dengan protein carier yang
reversible yang dapat melewati membran (difusi yang difasilitasi). Molekul-molekul yang
larut seperti oksigen, CO2, air, dan lemak akan menembus membran sel secara langsung.
Kation-kation seperti Na+, K+,dan Ca2+ sangat sedikit sekali yang dapat menembus membran
oleh karena tegangan potensial transmembran sel ( dengan bagian luar yang positif) yang
diciptakan oleh pompa Na+-K+. Dengan demikian kation-kation ini dapat berdifusi hanya
melalui chanel protein yang spesifik. Pada akhirnya ion-ion ini akan berpindah dan saling
menetralkan. Misalnya jika diluar sel terjadi muatan positif yang terlalu besar maka tubuh
akan mengkompensasinyua dengan mengeluarkan muatan negatif dari intraselular begitu juga
sebaliknya. Glukosa dan asam amino berdifusi dengan bantuan ikatan membran-protein
karier.6,14
Pertukaran cairan antara ruangan interstisial dan intraselular dibangun oleh daya
osmotik yang diciptakan oleh perbedaan konsentrasi zat terlarut nondifusif. Perpindahan air
dari kompartemen yang hipoosmolar menuju kompartemen yang hiperosmolar. Dinding
kapiler mempunyai ketebalan 0,5m, terdiri dari satu lapis sel endotel dengan dasar

Universitas Sumatera Utara

membran. Celah interseluler mempunyai jarak 6-7 nm, memisahkan masing-masing sel dari
sel didekatnya. Hanya substansi dengan berat molekul rendah yang larut dalam air seperti
sodium, klorida, potasium, dan glukosa yang dapat melewati celah intersel. Substansi dengan
molekul yang besar seperti plasma protein sangat sulit untuk menembus celah endotel
(kecuali pada hati dan paru-paru dimana terdapat celah yang lebih besar).6,15
Pertukaran cairan melewati kapiler berbeda dengan melewati membran sel. Hal ini
terjadi mengikuti hukum starling pada kapiler, yang menyatakan bahwa kecepatan dan arah
pertukaran cairan diantara kapiler dan ISF, ditentukan oleh tekanan hidrostatik dan tekanan
osmotik koloid (ditentukan oleh albumin). Pada ujung arteri dari kapiler, tekanan hidrostatik
dari darah (mendorong cairan keluar) melebihi tekanan osmotik koloid (menahan cairan tetap
didalam) sehingga mengakibatkan perpindahan dari bagian intravaskular ke interstisial. Pada
ujung vena dari kapiler, cairan berpindah dari ruang interstisial ke ruang intravaskular karena
tekanan osmotik koloid melebihi tekanan hidrostatik. Normalnya10% dari cairan yang
difiltrasi akan direabsorbsi kembali kedalam kapiler. Cairan yang tidak direabsorbsi (kira-kira
2ml/mnt) akan memasuki cairan interstisial dan dikembalikan melalui aliran limfatik menuju
kompartemen intravaskular kembali.6,9

2.9

Pengaturan faal dari cairan dan elektrolit


Intake cairan yang normal dari seorang dewasa rata-rata sebanyak 2500ml, dimana

kira-kira 300 ml merupakan hasil dari metabolisme substrat untuk menghasilkan energi..
Kehilangan air harian rata-rata mencapai 2500 ml dan secara kasar diperkirakan 1500 hilang
melalui urin, 400 ml melalui pengauapn di saluran napas, 400 ml melalui pengaupan di kulit,
100 ml melalui keringat, dan 100 ml melalui feses. Osmolalitas ECF dan ICF keduanya
diregulasi hampir sama dalam pengaturan keseimbangan cairan yang normal dalam jaringan.
Perubahan dalam komposisi cairan dan volume sel akan menyebabkan timbulnya kerusakan
fungsi yang serius terutama pada otak. Nilai normal dari osmolalitas bervariasi antara 280
sampai 290 mosm/kg.6
Rumus menghitung osmolalitas plasma;

Plasma osmolalitas (mosm/kg) =[Na+] x 2 + BUN + Glukosa


2,8

18

Universitas Sumatera Utara

Dalam keadaan fisiologis plasma osmolaliti hanya dipengaruhi oleh natrium


sementara jika dalam keadaan patologis urea dan glukosa turut menentukan osmolalitas
plasma. Hal ini misalnya terlihat pada; ditemukan penunrunan natrium tiap 1 mEq/L terhadap
peningkatan glukosa tiap 62mg/dl. Pengaturan keseimbangan cairan dilakukan melalui
mekanisme fisiologis yang kompleks. Yang banyak berperan adalah ginjal, sistem
kardiovaskuler, kelenjar hipofisis, kelenjar paratiroid, kelenjar adrenal dan paru-paru. TBW
dan konsentrasi elektrolit sangat ditentukan oleh apa yang disimpan di ginjal.6
2.10

Respon hemodinamik terhadap kekurangan volume cairan


Respon tubuh terhadap dehidrasi dan perdarahan adalah respon tubuh terhadap

hipovolemia.Jika kondisi ini tidak ditangani dengan baik maka akan timbul syok. Syok
adalah suatu kondisi dimana ketidak normalan sistem pembuluh darah sehingga
menyebabkan perfusi organ dan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat yang berdampak
kepada kematian sel dan jaringan. Dehidrasi dan perdarahan akan menyebabkan
berkurangnya curah jantung atau cardic out put (CO). Penurunan curah jantung akan
menyebabkan penurunan tekanan darah sekaligus mean arterial pressure (MAP) dimana
MAP: CO X Total Peripheral Resistente (TPR). Respon dini yaitu vasokonstriksi pembuluh
darah kulit, otot dan sirkulasi viseral dengan tujuan untuk menjamin sirkulasi ke ginjal,
jantung dan otak. Hampir selalu bahwa takikardia segagai gejala awal syok. Karena terjadi
kehilangan darah, maka timbul usaha tubuh untuk mengkompensasinya, sama seperti
dehidrasi. Tubuh berusaha meningkatkan denyut jantungnya sebagai usaha untuk
meningkatkan cardiac output. Pelepasan katekolamin endogen akan meningkatkan tahan
pembuluh darah sehingga akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan akan mengurangi
tekanan nadi.6
Respon simpatik ini berupa vasokonstriksi perifer, peningkatan denyut dan
kontraktilitas jantung dimana semuanya bertujuan untuk mengembalikan curah jantung dan
perfusi jaringan yang normal sehingga mencegah terjadinya syok. Pengurangan volume
cairan serta vasokonstriksi menyebabkan perfusi ke ginjal terganggu sehingga merangsang
mekanisme renin-angiotensin-aldosteron. Angiotensin II merangsang vasokonstriksi sisitemik
dan aldosteron meningkatkan reabsorbsi natrium (dan air) oleh ginjal. Perubahan-perubahan
ini meningkatkan curah jantung dengan memulihkan volume sirkulasi efektif dan tekanan
darah. Jika kekurangan cairan tidak banyak (500ml), aktivitas simpatik umumnya memadai
untuk memulihkan curah jantung. Jika terjadi hipovolemia yang lebih berat (1000ml atau

Universitas Sumatera Utara

lebih), maka vasokonstriksi simpatik dan yang diperantarai oleh angiotensi II juga meningkat.
Terjadi penahanan aliran darah menuju ginjal, saluran cerna, otot, dan kulit. Sedangkan aliran
yang menuju koroner dan otak relatif dipertahankan.7,9
Terapi cairan intravena terdiri dari cairan kristaloid, koloid, atau suatu kombinasi
kedua-duanya. Solusi cairan kristaloid adalah larutan mengandung ion dengan berat molekul
rendah (garam) dengan atau tanpa glukosa, sedangkan cairan koloid berisi ion dengan berat
molekul tinggi seperti protein atau glukosa. Cairan koloid menjaga tekanan onkotik koloid
plasma dan mengisi intravaskular, sedangkan cairan kristaloid dengan cepat didistribusikan
keseluruh ruang cairan ekstraselular (interstisial).8,13
Ada kontroversi mengenai penggunaan cairan koloid dan kristaloid. Para ahli mengatakan
bahwa koloid dapat menjaga tekanan onkotik plasma, koloid lebih efektif dalam
mengembalikan volume intravaskular dan curah jantung. Ahli yang lain mengatakan bahwa
pemberian cairan kristaloid efektif bila diberikan dalam jumlah yang cukup. Beberapa
pernyataan dibawah ini yang mendukung :
1. Kristaloid, jika diberikan dalam jumlah cukup sama efektifnya dengan koloid dalam
mengembalikan volume intravaskular.
2. Mengembalikan defisit volume intravaskular dengan kristaloid biasanya memerlukan 3-4
kali dari jumlah cairan jika menggunakan koloid.
3. Kebanyakan pasien yang mengalami pembedahan mengalami defisit cairan extraseluler
melebihi defisit cairan intravaskular.
4. Defisit cairan intravaskular yang berat dapat dikoreksi dengan cepat dengan
menggunakan cairan koloid.
5. Pemberian cairan kristaloid dalam jumlah besar (> 4-5 L) dapat menimbulkan edema
jaringan.

Universitas Sumatera Utara

2.11

Hetastarch
Hetastarch adalah koloid sintetik yang tersedia sebagai cairan 6% dalam saline

isotonik. Hetastarch berisi molekul amilopektin yang bervariasi dalam ukuran beberapa ratus
hingga satu juta Dalton lebih. Berat molekul rata-rata dari molekulnya setara dengan albumin
5%. Hetastarch sangat efektif sebagai plasma expander dan lebih murah dibandingkan dengan
albumin. Lebih jauh, hetastarch bersifat non antigenik dan reaksi anafilaksisnya jarang terjadi
tetapi pruritus pernah dijumpai pada beberapa kasus. 20
2.11.1 Fitur
Hetastarch sedikit lebih kuat dari albumin 5% sebagai koloid. Memiliki COP lebih
tinggi dari albumin 5% dan menyebabkan ekspansi volume plasma yang lebih besar (sampai
30% lebih besar dari volume infus). Ini juga memiliki waktu paruh eliminasi yang panjang
(17 hari), tetapi hal ini menyesatkan karena efek onkotik hetastarch hilang dalam waktu 24
jam.20
2.11.2. Kekurangan
Molekul hetastarch terus dihancurkan oleh enzim amilase dalam aliran darah sebelum
dibersihkan ginjal. Kadar serum amilase sering meningkat (2 sampai 3 kali di atas normal)
selama beberapa hari pertama setelah infus hetastarch, dan kembali normal pada hari ke-5
sampai hari ke-7 setelah pemberiannya. Reaksi anafilaksis untuk hetastarch yang jelas jarang
terjadi (insiden terendah 0,0004%). Uji laboratorium koagulopati dapat terjadi tetapi tidak
disertai dengan perdarahan.20
2.12

Spinal Anestesi
Disebut juga spinal analgesia atau subarachnoid nerve block, terjadi karena deposit

obat anestesi lokal di dalam ruangan subarachnoid. Terjadi blok saraf yang reversibel pada
radix anterior dan posterior, radix ganglion posterior dan sebagian medula spinalis yang akan
menyebabkan hilangnya aktivitas sensoris, motoris dan otonom.6,14
Berbagai fungsi yang dibawa saraf-saraf medula spinalis misalnya temperatur, sakit,
aktivitas otonom, rabaan, tekanan, lokalisasi rabaan, fungsi motoris dan proprioseptif. Secara
umum fungsi-fungsi tersebut dibawa oleh serabut saraf yang berbeda dalam ketahanannya
terhadap obat anestesi lokal. Oleh sebab itu ada obat anestesi lokal yang lebih mempengaruhi

Universitas Sumatera Utara

sensoris daripada motoris. Blokade dari medulla spinalis dimulai kaudal dan kemudian naik
ke arah sephalad.6
Serabut saraf yang bermielin tebal (fungsi motoris dan propioseptif) paling resisten
dan kembalinya fungsi normal paling cepat, sehingga diperlukan konsentrasi tinggi obat
anestesi lokal untuk memblokade saraf tersebut.6
Level blokade otonom 2 atau lebih dermatom ke arah sephalik daripada level analgesi
kulit, sedangkan blokade motoris 2 sampai 3 segmen ke arah kaudal dari level analgesi.6

2.12.1 Indikasi Spinal Anestesi :


1. Operasi ekstrimitas bawah, baik operasi jaringan lunak, tulang atau pembuluh
darah.
2. Operasi di daerah perineal : Anal, rectum bagian bawah, vaginal, dan urologi.
3. Abdomen bagian bawah : Hernia, usus halus bagian distal, appendik, rectosigmoid,
kandung kencing, ureter distal, dan ginekologis
4. Abdomen bagian atas : Kolesistektomi, gaster, kolostomi transversum. Tetapi
spinal anestesi untuk abdomen bagian atas tidak dapat dilakukan pada semua pasien
sebab dapat menimbulkan perubahan fisiologis yang hebat.
5. Seksio Sesarea (Caesarean Section).
6. Prosedur diagnostik yang sakit, misalnya anoskopi, dan sistoskopi.

2.12.2 Kontra Indikasi Absolut :


1. Gangguan pembekuan darah, karena bila ujung jarum spinal menusuk pembuluh
darah, terjadi perdarahan hebat dan darah akan menekan medulla spinalis.
2. Sepsis, karena bisa terjadi meningitis.
3. Tekanan intrakranial yang meningkat, karena bisa terjadi pergeseran otak bila
terjadi kehilangan cairan serebrospinal.
4. Bila pasien menolak.

Universitas Sumatera Utara

5. Adanya dermatitis kronis atau infeksi kulit di daerah yang akan ditusuk jarum
spinal.
6. Penyakit sistemis dengan sequele neurologis misalnya anemia pernikiosa,
neurosyphilys, dan porphiria.
7. Hipotensi.

2.12.3 Kontra Indikasi Relatif :


1. Pasien dengan perdarahan.
2. Problem di tulang belakang.
3. Anak-anak.
4. Pasien tidak kooperatif, psikosis.

2.13

Anatomi :
Terdapat 33 ruas tulang vertebra, yaitu 7 servikal, 12 torakal, 5 lumbal, 5 sakral dan 4

coccygeal. Medulla spinalis berakhir di vertebra L2, karena ditakutkan menusuk medulla
spinalis saat penyuntikan, maka spinal anestesi umumnya dilakukan setinggi L4-L5, L3-L4,
L2-L3. Ruangan epidural berakhir di vertebra S2.6
Ligamen-ligamen yang memegang kolumna vertebralis dan melindungi medulla
spinalis, dari luar ke dalam adalah sebagai berikut :
1. Ligamentum supraspinosum.
2. Ligamentum interspinosum.
3. Ligamentum flavum.
4. Ligamentum longitudinale posterior.
5. Ligamentum longitudinale anterior.

Universitas Sumatera Utara

2.14

Teknik Spinal Anestesi :


1. Inspeksi dan palpasi daerah lumbal yang akan ditusuk (dilakukan ketika kita visite
pre-operatif), sebab bila ada infeksi atau terdapat tanda kemungkinan adanya
kesulitan dalam penusukan, maka pasien tidak perlu dipersiapkan untuk spinal
anestesi.
2. Posisi pasien :
a) Posisi Lateral.
Pada umumnya kepala diberi bantal setebal 7,5-10cm, lutut dan paha fleksi mendekati
perut, kepala ke arah dada.
b) Posisi duduk.
Dengan posisi ini lebih mudah melihat columna vertebralis, tetapi pada pasien-pasien
yang telah mendapat premedikasi mungkin akan pusing dan diperlukan seorang
asisten untuk memegang pasien supaya tidak jatuh. Posisi ini digunakan terutama bila
diinginkan sadle block.
c) Posisi Prone.
Jarang dilakukan, hanya digunakan bila dokter bedah menginginkan posisi Jack Knife
atau prone.

3. Kulit dipersiapkan dengan larutan antiseptik seperti betadine, alkohol, kemudian

kulit ditutupi dengan doek bolong steril.

4. Cara penusukan.
Pakailah jarum yang kecil (no. 25, 27 atau 29). Makin besar nomor jarum,
semakin kecil diameter jarum tersebut, sehingga untuk mengurangi komplikasi sakit
kepala (PSH=post spinal headache), dianjurkan dipakai jarum kecil. Penarikan stylet
dari jarum spinal akan menyebabkan keluarnya likuor bila ujung jarum ada di ruangan
subarachnoid. Bila likuor keruh, likuor harus diperiksa dan spinal analgesi dibatalkan.
Bila keluar darah, tarik jarum beberapa mili meter sampai yang keluar adalah likuor

Universitas Sumatera Utara

yang jernih. Bila masih merah, masukkan lagi stylet-nya, lalu ditunggu 1 menit, bila
jernih, masukkan obat anestesi lokal, tetapi bila masih merah, pindahkan tempat
tusukan. Darah yang mewarnai likuor harus dikeluarkan sebelum menyuntik obat
anestesi lokal karena dapat menimbulkan reaksi benda asing (Meningismus).6,14

2.15

Obat-obat yang dipakai

Obat anestesi lokal yang biasa dipakai untuk spinal anestesi adalah lidokain, bupivakain,
levobupivakain, prokain, dan tetrakain. Lidokain adalah suatu obat anestesi lokal yang poten,
yang dapat memblokade otonom, sensoris dan motoris. Lidokain berupa larutan 5% dalam
7,5% dextrose, merupakan larutan yang hiperbarik. Mula kerjanya 2 menit dan lama kerjanya
1,5 jam. Dosis rata-rata 40-50mg untuk persalinan, 75-100mg untuk operasi ekstrimitas
bawah dan abdomen bagian bawah, 100-150mg untuk spinal analgesia tinggi. Lama analgesi
prokain < 1 jam, lidokain 1-1,5 jam, tetrakain 2 jam lebih.6,14

2.16

Pengaturan Level Analgesia :


Level anestesia yang terlihat dengan spinal anestesi adalah sebagai berikut : level

segmental untuk paralisis motoris adalah 2-3 segmen di bawah level analgesia kulit,
sedangkan blokade otonom adalah 2-6 segmen sephalik dari zone sensoris. Untuk
keperluan klinik, level anestesi dibagi atas :
--. Sadle block anesthesia : zona sensoris anestesi kulit pada segmen lumbal bawah dan
sakral.
--. Low spinal anesthesia : level anestesi kulit sekitar umbilikus (T10) dan termasuk
segmen torakal bawah, lumbal dan sakral.
--. Mid spinal anesthesia : blok sensoris setinggi T6 dan zona anestesi termasuk segmen
torakal, lumbal, dan sacral.
--. High spinal anesthesia : blok sensoris setinggi T4 dan zona anestesi termasuk segmen
torakal 4-12, lumbal, dan sacral.

Universitas Sumatera Utara

Makin tinggi spinal anestesia, semakin tinggi blokade vasomotor, motoris dan
hipotensi, serta respirasi yang tidak adekuat semakin mungkin terjadi.6
Level anestesi tergantung dari volume obat, konsentrasi obat, barbotase, kecepatan
suntikan, valsava, tempat suntikan, peningkatan tekanan intra-abdomen, tinggi pasien, dan
gravitas larutan. Makin besar volume obat, akan semakin besar penyebarannya, dan level
anestesi juga akan semakin tinggi. Barbotase adalah pengulangan aspirasi dari suntikan
obat anestesi lokal. Bila kita mengaspirasi 0,1ml likuor sebelum menyuntikkan obat; dan
mengaspirasi 0,1ml setelah semua obat anestesi lokal disuntikkan, akan menjamin bahwa
ujung jarum masih ada di ruangan subarakhnoid. Penyuntikan yang lambat akan
mengurangi penyebaran obat sehingga akan menghasilkan low spinal anesthesia,
sedangkan suntikan yang terlalu cepat akan menyebabkan turbulensi dalam liquor dan
menghasilkan level anestesi yang lebih tinggi. Kecepatan yang dianjurkan adalah 1ml per
3 detik.6,14
Berdasarkan berat jenis obat anestesi lokal yang dibandingkan dengan berat jenis
likuor, maka dibedakan 3 jenis obat anestesi lokal, yaitu hiperbarik, isobarik dan
hipobarik. Berat jenis liquor cerebrospinal adalah 1,003-1,006. Larutan hiperbarik : 1,0231,035, sedangkan hipobarik 1,001-1,002.6,14
Perawatan Selama pembedahan.
1. Posisi yang enak untuk pasien.
2. Kalau perlu berikan obat penenang.
3. Operator harus tenang, manipulasi tidak kasar.
4. Ukur tekanan darah, frekuensi nadi dan respirasi.
5. Perhatikan kesulitan penderita dalam pernafasan, adanya mual dan pusing.
6. Berikan oksigen per nasal.
Perawatan Pascabedah.
1. Posisi terlentang, jangan bangun / duduk sampai 24 jam pascabedah.
2. Minum banyak, 3 lt/hari.

Universitas Sumatera Utara

3. Cegah trauma pada daerah analgesi.


4. Periksa kembalinya aktifitas motorik.
5. Yakinkan bahwa perasaan yang hilang dan kaki yang berat akan pulih.
6. Cegah sakit kepala, mual-muntah.
7. Perhatikan tekanan darah dan frekuensi nadi karena ada kemungkinan penurunan
tekanan darah dan frekuensi nadi.

2.17

Komplikasi / Masalah Anestesi Spinal :

1. Sistim Kardiovaskuler :
a) Penurunan resistensi perifer :
--. Vasodilatasi arteriol dan arteri terjadi pada daerah yang diblokade akibat penurunan
tonus vasokonstriksi simfatis.
--. Venodilatasi akan menyebabkan peningkatan kapasitas vena dan venous return.
--. Proksimal dari daerah yang diblokade akan terjadi mekanisme kompensasi, yakni
terjadinya vasokonstriksi.

b) Penurunan Tekanan Sistolik dan Tekanan Arteri Rerata


Penurunan tekanan darah tergantung dari tingginya blokade simfatis. Bila tekanan darah
turun rendah sekali, terjadi risiko penurunan aliran darah otak. Bila terjadi iskemia
medulla oblongata terlihat adanya gejala mual-muntah. Tekanan darah jarang turun >
15 mmHg dari tekanan darah asal. Tekanan darah dapat dipertahankan dengan
pemberian cairan dan atau obat vasokonstriktor. Duapuluh menit sebelum dilakukan
spinal anestesi diberikan cairan RL atau NaCl 10-15 ml/kgBB. Vasokonstriktor yang
biasa digunakan adalah efedrin. Dosis efedrin 25-50 mg i.m. atau 15-20 mg i.v. Mula
kerja-nya 2-4 menit pada pemberian intravena, dan 10-20menit pada pemberian
intramuskuler. Lama kerja-nya 1 jam.6

Universitas Sumatera Utara

c) Penurunan denyut jantung.


Bradikardi umumnya terjadi karena penurunan pengisian jantung yang akan
mempengaruhi myocardial chronotropic stretch receptor, blokade anestesi pada serabut
saraf cardiac accelerator simfatis (T1-4). Pemberian sulfas atropin dapat meningkatkan
denyut jantung dan mungkin juga tekanan darah.6

2. Sistim Respirasi
Bisa terjadi apnoe yang biasanya disebabkan karena hipotensi yang berat sehingga terjadi
iskemia medula oblongata. Terapinya : berikan ventilasi, cairan dan vasopressor. Jarang
disebabkan karena terjadi blokade motoris yang tinggi (pada radix n.phrenicus C3-5).
Kadang-kadang bisa terjadi batuk-batuk kering, maupun kesulitan bicara.6

3. Sistim Gastrointestinal :
Diperlihatkan dengan adanya mual muntah yang disebabkan karena hipotensi, hipoksia,
pasien sangat cemas, pemberian narkotik, over-aktivitas parasimfatis dan traction reflex
(misalnya dokter bedah manipulasi traktus gastrointestinal).6

4. Headache (PSH=Post Spinal Headache)


Sakit kepala pascaspinal anestesi mungkin disebabkan karena adanya kebocoran likuor
serebrospinal. Makin besar jarum spinal yang dipakai, semakin besar kebocoran yang
terjadi, dan semakin tinggi kemungkinan terjadinya sakit kepala pascaspinal anestesi. Bila
duramater terbuka bisa terjadi kebocoran cairan serebrospinal sampai 1-2minggu.
Kehilangan CSF sebanyak 20ml dapat menimbulkan terjadinya sakit kepala. Post spinal
headache (PSH) ini pada 90% pasien terlihat dalam 3 hari postspinal, dan pada 80% kasus
akan menghilang dalam 4 hari. Supaya tidak terjadi postspinal headache dapat dilakukan
pencegahan dengan :

Universitas Sumatera Utara

--. Memakai jarum spinal sekecil mungkin (misalnya no. 25,27,29).


--. Menusukkan jarum paralel pada serabut longitudinal duramater sehingga jarum tidak
merobek dura tetapi menyisihkan duramater.
--. Hidrasi adekuat, dapat diperoleh dengan minum 3lt/hari selama 3 hari, hal ini akan
menambah produksi CSF sebagai pengganti yang hilang.
Bila sudah terjadi sakit kepala dapat diterapi dengan :
--. Memakai abdominal binder.
--. Epidural blood patch : suntikkan 10ml darah pasien itu sendiri di ruang epidural
tempat kebocoran.
--. Berikan hidrasi dengan minum sampai 4lt/hari.
Kejadian post spinal headache 10-20% pada umur 20-40 tahun; > 10% bila dipakai jarum
besar (no. 20 ke bawah); 9% bila dipakai jarum no.22 ke atas. Wanita lebih banyak yang
mengalami sakit kepala daripada laki-laki.

5. Backache
Sakit punggung merupakan masalah setelah suntikan di daerah lumbal untuk spinal
anestesi.

6. Retensio Urinae
Penyebab retensio urine mungkin karena hal-hal-hal sebagai berikut : operasi di daerah
perineum pada struktur genitourinaria, pemberian narkotik di ruang subarachnoid, setelah
anestesi fungsi vesica urinaria merupakan yang terakhir pulih.

7. Komplikasi Neurologis Permanen


Jarang sekali terjadi komplikasi neurolois permanen. Hal-hal yang menurunkan
kejadiannya adalah karena : dilakukan sterilisasi panas pada ampul gelas, memaki

Universitas Sumatera Utara

syringedan jarum yang disposible, spinal anestesi dihindari pada pasien dengan penyakit
sistemik, serta penerapan teknik antiseptik.

8. Chronic Adhesive Arachnoiditis


Suatu reaksi proliferasi arachnoid yang akan menyebabkan fibrosis, distorsi serta obliterasi
dari ruangan subarachnoid. Biasanya terjadi bila ada benda asing yang masuk ke ruang
subarachnoid.

2.18

Perubahan fisiologi wanita hamil


Pada Seksio sesaria dengan pasien normal, harus diperhatikan perubahan-perubahan

fisiologi dan anatomi, karena perubahan tersebut akan mempengaruhi tindakan anestesi. Bila
pasien disertai penyulit lain seperti preeklampsi, asthma bronkhiale, maka tindakan
anestesinya akan lebih spesifik lagi. Untuk hal itu diperlukan pengetahuan yang mendalam
mengenai fisiologi ibu hamil, fisiologi foetal, aliran darah uterus sehingga dapat mengurangi
morbiditas dan mortalitas.6,21
Pada wanita hamil mulai 3 bulan terakhir, terjadi perubahan fisiologi sistim respirasi,
kardiovaskuler, susunan saraf pusat, susunan saraf perifer, gastrointestinal, muskuloskeletal,
dermatologi, jaringan mammae, dan mata.6
2.18.1 Sistim Respirasi
Perubahan pada parameter respirasi mulai pada minggu ke-4 kehamilan. Perubahan
fisiologi dan anatomi selama kehamilan menimbulkan perubahan dalam fungsi paru, ventilasi
dan pertukaran gas.
Ventilasi semenit meningkat pada aterm kira-kira 50% diatas nilai waktu tidak hamil.
Peningkatan volume semenit ini disebabkan karena peningkatan volume tidal (40%) dan
peningkatan frekuensi nafas (15%). Ventilasi alveoli meningkat seperti volume tidal tetapi
tanpa perubahan pada dead space anatomi.21

Universitas Sumatera Utara

Pada kehamilan aterm PaCO2 menurun (32-35mmHg). Peningkatan konsentrasi


progesteron selama kehamilan menurunkan ambang pusat nafas di medula oblongata
terhadap CO2.21
Pada kehamilan aterm functional residual capacity, expiratory reserve volume dan
residual volume menurun. Perubahan-perubahan ini disebabkan karena diafragma terdorong
keatas oleh uterus yang gravid. FRC (Functional Residual Capacity) menurun 15-20%,
menimbulkan peningkatan "Shunt" dan kurangnya reserve oksigen. Dalam kenyataannya,
"airway closure" bertambah pada 30% gravida aterm selama ventilasi tidal. Kebutuhan
oksigen meningkat sebesar 30-40%. Peningkatan ini disebabkan kebutuhan metabolisme
untuk foetus, uterus, plasenta serta adanya peningkatan kerja jantung dan respirasi. Produksi
CO2 juga berubah sama seperti O2. Faktor-faktor ini akan menimbulkan penurunan yang
cepat dari PaO2 selama induksi anestesi, untuk menghindari kejadian ini, sebelum induksi
pasien mutlak harus diberikan oksigen 100% selama 3 menit (nafas biasa) atau cukup 4 kali
nafas dengan inspirasi maksimal (dengan O2 100%). Vital capacity dan resistensi paru-paru
menurun.6,21
Penurunan functional residual capacity, peningkatan ventilasi

semenit, juga

penurunan MAC akan menyebabkan parturien lebih mudah dipengaruhi obat anestesi inhalasi
dari pada penderita yang tidak hamil.6,21 Cepatnya induksi dengan obat anestesi inhalasi
karena :
hiperventilasi akan menyebabkan lebih banyaknya gas anestesi yang masuk ke alveoli.
pengenceran gas inhalasi lebih sedikit karena menurunnya FRC.
MAC menurun.

Pada kala 1 persalinan, dapat terjadi hiperventilasi karena adanya rasa sakit (his) yang dapat
menurukan PaCO2 sampai 18 mmHg, dan menimbulkan asidosis foetal. Pemberian analgetik
(misal : epidural analgesia) akan menolong. Semua parameter respirasi ini akan kembali ke
nilai ketika tidak hamil dalam 6-12 minggu post partum.21

Universitas Sumatera Utara

2.18.2 Perubahan Volume Darah


Volume darah ibu meningkat selama kehamilan, termasuk peningkatan volume
plasma, sel darah merah dan sel darah putih. Volume plasma meningkat 40-50%, sedangkan
sel darah merah meningkat 15-20% yang menyebabkan terjadinya anemia fisiologis (normal
Hb : 12gr%, hematokrit 35%). Disebabkan hemodilusi ini, viskositas darah menurun kurang
lebih 20%. Mekanisme yang pasti dari peningkatan volume plasma ini belum diketahui, tetapi
beberapa hormon seperti renin-angiotensin-aldosteron, atrial natriuretic peptide, estrogen,
progesteron mungkin berperan dalam mekanisme tersebut. Volume darah, faktor I, VII, X,
XII dan fibrinogen meningkat. Pada proses kehamilan, dengan bertambahnya umur
kehamilan, jumlah thrombosit menurun. Perubahan-perubahan ini adalah untuk perlindungan
terhadap perdarahan katastropik tapi juga akan merupakan predisposisi terhadap fenomena
thromboemboli. Karena plasenta kaya dengan tromboplastin, maka bila pada solusio plasenta,
ada risiko terjadinya DIC.6,21
Peningkatan volume darah mempunyai beberapa fungsi penting :
Untuk memelihara kebutuhan peningkatan sirkulasi karena ada pembesaran uterus dan
unit foeto-placenta.
Mengisi peningkatan reservoir vena.
Melindungi ibu dari perdarahan pada saat melahirkan.
Selama kehamilan ibu menjadi hiperkoagulopati.
Delapan minggu setelah melahirkan volume darah kembali normal. Jumlah perdarahan
normal partus pervaginam kurang lebih 400-600ml dan 1000ml bila dilakukan seksio sesaria,
tapi pada umumnya tidak perlu dilakukan tranfusi darah.21

2.18.3 Perubahan sistim Kardiovaskuler


Curah jantung meningkat sebesar 30-40% dan peningkatan maksimal dicapai pada
kehamilan 24 minggu. Permulaannya peningkatan denyut jantung ketinggalan dibelakang
peningkatan curah jantung dan kemudian akhirnya meningkat 10-15 kali permenit pada
kehamilan 28-32 minggu. Peningkatan curah jantung mula-mula bergantung pada

Universitas Sumatera Utara

peningkatan stroke volume dan kemudian dengan peningkatan denyut jantung, tetapi lebih
besar perubahan stroke volume daripada perubahan denyut jantung.6,21
Dengan ekhokardiografi terlihat adanya peningkatan ukuran ruangan pada end
diastolic dan ada penebalan dinding ventrikel kiri. Curah jantung bervariasi bergantung pada
besarnya uterus dan posisi ibu saat pengukuran dilakukan.6,21
Pembesaran uterus yang gravid dapat menyebabkan kompresi aortocaval ketika
wanita hamil tersebut berada pada posisi supine dan hal ini akan menyebabkan penurunan
venous return dan maternal hipotensi, menimbulkan keadaan yang disebut supine hypotensive
syndrome. Sepuluh persen dari wanita hamil menjadi hipotensi dan diaforetik bila berada
dalam posisi terlentang, yang bila tidak dikoreksi dapat menimbulkan penurunan aliran darah
uterus dan foetal asfiksia. Efek ini akan lebih hebat lagi pada pasien dengan polihidramnion
atau kehamilan kembar. Curah jantung meningkat selama persalinan dan lebih tinggi 50%
dari saat sebelum persalinan. Segera pada periode post partum, curah jantung meningkat
secara maksimal dan dapat mencapai 80% diatas periode pra persalinan dan kira-kira 100%
diatas nilai ketika wanita tersebut tidak hamil, hal ini disebabkan karena pada saat kontraksi
uterus terjadi plasental ototranfusi sebanyak 300-500ml. CVP meningkat 4-6cm H2O karena
ada peningkatan volume darah ibu. Peningkatan stroke volume dan denyut jantung adalah
untuk mempertahankan peningkatan curah jantung. Peningkatan curah jantung ini tidak bisa
ditoleransi dengan baik pada pasien dengan penyakit jantung valvula (misal : aorta stenosis,
mitral stenosis) atau penyakit jantung koroner. Decompensatio cordis yang berat dapat terjadi
pada kehamilan 24 minggu, selama persalinan dan segera setelah persalinan. Curah jantung,
denyut jantung, stroke volume menurun ke sampai nilai sebelum persalinan pada 24-72 jam
post partum dan kembali ke level saat tidak hamil pada 6-8 minggu setelah melahirkan.
Kecuali peningkatan curah jantung, tekanan darah sistolik tidak berubah selama kehamilan,
tetapi, tekanan diastolik turun 1-15mmHg. Ada penurunan MAP sebab ada penurunan
resistensi vaskuler sistemik. Hormon-hormon kehamilan seperti estradiol-17-

dan

6,21

progesteron mungkin berperan dalam perubahan vaskuler ini.

2.18.4 Perubahan pada Ginjal


GFR meningkat selama kehamilan karena peningkatan renal plasma flow. Renal
blood flow dan Glomerular filtration rate meningkat 150% pada trimester pertama kehamilan,

Universitas Sumatera Utara

tetapi menurun lagi sampai 60% diatas wanita yang tidak hamil pada saat kehamilan aterm.
Hal ini akibat pengaruh hormon progesteron. Kreatinin, blood urea nitrogen, uric acid juga
menurun tapi umumnya normal. Suatu peningkatan dalam filtration rate menyebabkan
penurunan plasma blood urea nitrogen (BUN) dan konsentrasi kreatinin kira-kira 40-50%.
Reabsorpsi natrium pada tubulus meningkat, tetapi, glukosa dan asam amino tidak diabsorpsi
dengan efisien, maka glikosuri dan amino acid uri merupakan hal yang normal pada Ibu
hamil. Pelvis renalis dan ureter berdilatasi dan peristaltiknya menurun. Nilai BUN dan
kreatinin normal pada parturien (BUN 8-9 mg/dl, kreatinin 0,4 mg/dl) adalah 40% lebih
rendah dari yang tidak hamil. Maka bila pada wanita hamil, nilainya sama seperti yang tidak
hamil berarti ada kelainan ginjal. Pasien preeklampsi mungkin ada diambang gagal ginjal,
walaupun hasil pemeriksaan laboratorium normal. Diuresis fisiologi pada periode post
partum, terjadi antara hari ke-2 dan ke-5. GFR dan kadar BUN kembali ke keadaan sebelum
hamil pada minggu ke-6 post partum.6,21

2.18.5 Perubahan pada GIT


Perubahan anatomi dan hormonal pada kehamilan merupakan faktor predisposisi
terjadinya oesophageal regurgitasi dan aspirasi paru. Uterus yang gravid menyebabkan
peningkatan tekanan intragastrik dan merubah posisi normal gastro oesophageal junction.
Alkali fosfatase meningkat. Plasma cholinesterase menurun kira-kira 28%, kemungkinan
disebabkan karena sintesanya yang menurun dan karena hemodilusi. Walaupun dosis moderat
succynil choline umumnya dimetabolisme, pasien dengan penurunan aktivitas cholinesterase
ada risiko pemanjangan blokade neuro-muskuler.6,21
Disebabkan karena peningkatan kadar progesteron plasma, pergerakan GIT, absorpsi
makanan dan tekanan sphincter oesophageal bagian distal menurun. Peningkatan sekresi
hormon gastrin akan meningkatkan sekresi asam lambung. Obat-obat analgesik akan
memperlambat pengosongan gaster. Pembesaran uterus akan menyebabkan gaster terbagi
menjadi bagian fundus dan antrum, sehingga tekanan intragastrik akan meningkat.6,21

Aktivitas serum cholin esterase berkurang 24% sebelum persalinan dan paling rendah
(33%) pada hari ke-3 post partum. Walaupun aktivitas lebih rendah, dosis normal succinyl
choline untuk intubasi (1-1,5 mg/kg) tidak dihubungkan dengan memanjangnya blokade

Universitas Sumatera Utara

neuromuskuler selama kehamilan. Karena perubahan-perubahan tersebut wanita hamil harus


selalu diperhitungkan lambung penuh, dengan tidak mengindahkan waktu makan terakhir
misalnya walaupun puasa sudah > 6 jam lambung bisa saja masih penuh. Penggunaan antasid
yang non-partikel secara rutin adalah penting sebelum operasi Caesar dan sebelum induksi
regional anestesi. Walaupun efek mekanis dari uterus yang gravid pada lambung hilang
dalam beberapa hari tetapi perubahan GIT yang lain kembali ke keadaan sebelum hamil
dalam 6 minggu post partum .6,21
2.18.6 Perubahan SSP dan susunan saraf perifer.
Susunan saraf pusat dan susunan saraf perifer berubah selama kehamilan, MAC
menurun 25-40% selama kehamilan. Halotan menurun 25%, isofluran 40%, methoxyflurane
32%. Peningkatan konsentrasi progesteron dan endorfin adalah penyebab penurunan MAC
tersebut. Tetapi beberapa penelitian menunjukan bahwa konsentrasi endorfin tidak meningkat
selama kehamilan sampai pasien mulai ada his, maka mungkin endorfin tidak berperan dalam
terjadinya perbedaan MAC tetapi yang lebih berperan adalah akibat progesteron.6
Terdapat penyebaran dermatom yang lebih lebar pada parturien setelah epidural
anestesi bila dibandingkan dengan yang tidak hamil. Hal ini karena ruangan epidural
menyempit karena pembesaran plexus venosus epidural disebabkan karena kompresi
aortocaval oleh uterus yang membesar. Tetapi penelitian-penelitian yang baru menunjukkan
bahwa perbedaan ini sudah ada pada kehamilan muda (8-12 minggu) dimana uterus masih
kecil sehingga efek obstruksi mekanik masih sedikit ada maka faktor-faktor lain
penyebabnya.6,21 Faktor-faktor lain itu adalah :
Respiratory alkalosis compensata.
Penurunan protein plasma atau protein likuor cerebro spinal.
Hormon-hormon selama kehamilan (progesteron).

Walaupun mekanisme pasti dari peningkatan sensitivitas susunan saraf pusat dan
susunan saraf perifer pada anestesi umum dan antesi regional belum diketahui tetapi dosis
obat anestesi pada wanita hamil harus dikurangi. Peningkatan sensitivitas terhadap lokal
anestesi untuk epidural atau spinal anestesi tetap ada sampai 36 jam post partum.21

Universitas Sumatera Utara

2.18.7 Perubahan sistim muskuloskeletal, dermatologi, mammae dan mata :


Hormon relaxin menyebabkan relaksasi ligamentum dan melunakkan jaringan
kolagen. Terjadi hiperpigmentasi kulit daerah muka, leher, garis tengah abdomen akibat
melanocyt stimulating hormon.Buah dada membesar. Tekanan intra oculer menurun selama
kehamilan karena peningkatan kadar progesteron, adanya relaxin, penurunan produksi humor
aqueus disebabkan peningkatan sekresi chorionic gonado trophin. Akibat relaksasi
ligamentum dan kalogen pada kolumna vertebralis dapat terjadi lordosis.21

2.18.8 Uteroplasental Blood Flow


Maintenance uteroplasental blood flow (UPBF) sangat penting untuk berlangsungnya
kehidupan foetus yang baik, maka pengetahuan tentang UPBF ini sangat penting untuk
tenaga medis dan paramedis yang merawat penderita hamil. UPBF dirumuskan sebagai
berikut :
UAP UVP
UBF = -----------------UVR

UBF =uterine blood flow

UVP =uterine venous pressure

UAP =uterine arterial pressure

UVR=uterine vascular
resistance

Maka semua keadaan yang menurunkan tekanan darah rata-rata ibu atau meningkatkan
resistensi vaskuler uterus akan menurunkan UPBF dan akhirnya menurunkan umbilical blood
flow (UmBF). Pada kehamilan aterm, 10% dari curah jantung atau sekitar 500-700ml/menit
akan memasok uterus dimana 80%-nya akan memasuki plasenta. Pembuluh plasenta
berdilatasi secara maksimal, jadi placental blood flow sangat tergantung pada tekanan
perfusi.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.18.8 Penyebab Penurunan Uterine Blood Flow


Penurunan tekanan perfusi

Peningkatan tahanan vaskuler uterus

Penurunan tekanan arteri uterus

Vasokonstriktor endogen

Posisi supine (penekanan aortocaval)


Perdarahan/hipovolemia
Obat-obatan yang menyebabkan

Catecholamines (stres)
Vasopressin (sebagai respon terhadap
hipovolemia)

hipotensi
Hipotensi selama blok simpatis

Vasokonstriktor eksogen
Epinephrine

Peningkatan tekanan vena uterus


Penekanan Vena kava
Kontraksi uterus
Obat-obatan yang merangsang

Vasopressors (phenylephrine
ephedrine)
Anestesi lokal (dalam konsentrasi
tinggi)

hipertonus uterus (oxytocin)


Hipertonus otot rangka (kejang)

Dua arteri uterina merupakan sumber utama pasokan darah ke uterus, sedangkan
pasokan dari arteri ovarica sangat bervariasi tergantung dari spesiesnya. Kompleksnya
pasokan arteri ini menyebabkan pengukuran langsung UBF sangat sulit, terutama pada
manusia, dan pada kebanyakan kasus keadekuatan perfusi plasenta dapat diperkirakan secara
tidak langsung dengan monitor denyut jantung foetus dan keadaan asam-basa.21

Universitas Sumatera Utara

KERANGKA TEORI
Spinal anestesi

Blokade simpatis

Vasodilatasi
perifer

Preload jantung

Koloading
koloid

Koloading
kristaloid

Cardiac Output

Hemodinamik
Tekanan darah sistolik
Tekanan darah
diastolik
MAP (Mean Arterial
Pressure)
Laju nadi
Hipotensi

Universitas Sumatera Utara

KERANGKA KONSEP

Ko-loading koloid
Hemodinamik
Tekanan darah sistolik
Tekanan darah
diastolik

Spinal anestesi

MAP (Mean Arterial


Pressure)
Laju nadi
Ko-loading
kristaloid

Hipotensi

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai