Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

DISKUSI KASUS

Telah dilaporkan sebuah kasus bayi perempuan berusia 21 hari dengan


diagnosis sepsis neonatorum dengan riwayat lahir asfiksia berat dirawat di ruang
bayi RSUD Ulin Banjarmasin. Diagnosis sepsis neonatorum dengan riwayat lahir
asfiksia berat ditegakkan berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Bayi baru lahir dari persalinan spontan sungsang kaki. Faktor risiko minor
dari kasus ini adalah Asfiksia dan nilai APGAR score bayi rendah (3-5-6) dan
usia kandungan kurang dari 37 minggu. Faktor risiko mayor dari kasus ini adalah
ibu demam dengan suhu lebih dari 39C. Dengan adanya 1 faktor risiko mayor
dan 2 faktor risiko minor maka meningkatkan akan terjadinya sepsis neonatorum
kemudian harus dilakukan proaktif dengan memperhatikan gejala klinis.
Pada neonatus, agen penyebab infeksi umumnya bakteri daripada virus.
Infeksi ini sering diperoleh pada saat proses persalinan, dapat berasal dari cairan
ketuban atau jalan lahir, tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat dari intubasi dan
ventilasi. Pada bayi baru lahir (usia 0-30 hari), beberapa organisme bertanggung
jawab terhadap terjadinya infeksi terutama pneumonia yang pada akhirnya dapat
terjadi sepsis neonatorum dini. Infeksi oleh kelompok B Streptococcus, Listeria
monocytogenes, atau gram negatif batang (misalnya, Escherichia coli, Klebsiella
pneumoniae) merupakan penyebab umum pneumonia bakteri. Agen patogen ini

40

dapat diperoleh di dalam rahim, melalui aspirasi saat dalam jalan lahir, atau
kontak dengan manusia lain maupun kontak dengan peralatan-peralatan medis.8
Dasar diagnosis sepsis pada neonatus bisa dibagi menjadi 3, yaitu
berdasarkan klinis, dan laboratoris.
a. Klinis
1. Keadaan umum : menurun, malas minum hipertermi atau hipotermi,

2.

edema dan sklerema.


Gangguan sistem susunan saraf pusat: hipotonia, kejang, latergi,

3.

termor, fontanela cembung, irritable dan high pitch cry.


Gangguan saluran pernafasan: pernafasan tidak teratur, napas cepat,

apne, dispneu dan sianosis


4. Gangguan sistem kardiovaskular: takikardi, bradikardi, akral dingin
dan syok.
5. Gangguan saluran cerna: retensi lambung, hepatomegaly, mencret,
muntah dan kembung
6. Gangguan hematologi: kuning, pucat, splenomegaly, petekie, purpura
perdarahan dan DIC.
b. Laboratoris
1. Total jumlah leukosit
Leukosit lebih 34.000
Leukopenia
Trombositopenia
ANC kurang dari 1.500
IT Ratio lebih dari 0,2
2. C reactive protein (CRP)
Peningkatan CRP secara serial setiap 12 jam merupakan hal yang
sangat sensitive 97-100% bayi dengan sepsis menunjukan peningkatan
CRP. Nilai normal adalah kurang dari 0,5 mg/dl.
3. LED
4. Kultur darah
Dengan kriteria diatas maka didapatkan kriteria diagnosis sebagai berikut:

41

1.

2.

3.

Possible/ suspect sepsis


bila didapatkan 3 gejala klinik.
Probable sepsis
Bila didapatkan 3 gejala klinik dan adanya kelainan laboratoris.
Proven sepsis
Bila didapatkan 3 gejala klinik dan kultur darah yang positif.

Pada bayi Ny. K didapatkan 5 gejala klinis yaitu suhu tubuh hipotermi
(35oC), kulit menjadi kuning, bradikardia (<100x/mnt), kejang, sianosis serta hasil
kultur darah (Spingomonas paucimobilis) yang menunjukkan adanya bakterimia.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa dasar diagnostik sepsis neonatorum proven
sepsis dimana terdapat 3 gejala klinis atau lebih dan kultur darah positif. 6
Manifestasi akhir dari sepsis meliputi tanda-tanda edema serebral dan atau
trombosis, gagal napas sebagai akibat sindrom distress respirasi didapat (ARDS),
hipertensi pulmonal, gagal jantung, gagal ginjal, penyakit hepatoseluler dengan
hiperbilirubinemia dan peningkatan enzim, waktu protrombin (protombin time
[PT]) dan waktu tromboplastin parsial (partial thromboplastin time [PTT]) yang
memanjang, syok septik, perdarahan adrenal disertai insufisiensi adrenal,
kegagalan sumsum tulang (trombositopenia, netropenia, anemia), dan koagulasi
intravascular diseminata (disseminated intravascular coagulation [DIC]).2
Hyaline membrane disease dijadikan sebagai diagnosa banding, karena
adanya klinis yang menunjang dari bayi dengan Score Down yang didapat yaitu 7
dan faktor risiko yang didapatkan adalah asfiksia saat lahir. Pada HMD klinis
yang didapatkan biasanya ditemui pada saat lahir dengan gejala gawat pernapasan
yang semakin parah, peningkatan upaya pernapasan dan frekuensi napas, sianosis
pada udara kamar yang terus bertahan atau melaju selama 48 jam pertama

42

kehidupan, takipne (>60 per menit), merintih pada saat ekspirasi dan retraksi
dinding dada.6
Pada pemeriksaa foto rontgen dada akan memperlihatkan kepadatan
retikulogranular bilateral (penampilan seperti serpihan kaca) dan paru opak(udara
brongkogram). Namun pada hasil foto rontgen dada pasien dalam batas normal
sehingga dapat menyingkirkan diagnosis banding.6
Tatalaksana pada pasien Bayi Ny. K adalah pemberian antibiotik lini
pertama yaitu ampisilin dan gentamisin. Setelah itu diberikan antibiotik lini ke 2
dan ke 3 yaitu ceftazidime dan meropenem. Selain antibiotik, bayi Ny. K juga
mendapatkan terapi perawatan inkubator untuk menjaga stabilisasi suhu dan
mendapatkan terapi oksigen CPAP yang berguna untuk mempertahankan tekanan
positif pada saluran napas neonatus selama pernapasan spontan. Bayi Ny. K juga
mendapatkan terapi transfusi TC, Cooling therapy untuk mencegah hipoksia pada
otak, Neoplant, fototerapi dilakukan karena didapatkan adanya warna kuning pada
kulit. By Ny. K juga mendapatkan injeksi obat yaitu omeprazole, ranitidin, sibital,
dan lasix. Pemberian obat oral pada by Ny. K adalah urdafalk. Pemberian
tatalaksana pada pasien ini sesuai dengan teori, yaitu Neonatus dengan possible
sepsis diberikan antibiotika :
1.

Kombinasi ampisilin 200 mg/kgbb/hari dalam 2 dosis (umur <7


hari), dalam 3 dosis (umur>7 hari), dengan aminoglikosida 7,50
mg/kgbb/hari dalam 2 dosis.

2.

Meropenem 30-40 mg/kgbb/hari, terbagi dalam 3 dosis.

43

Terapi suportif yaitu, Termoregulasi, terapi oksigen, terapi/penanganan syok,


koreksi

asidosis

metabolic,

terapi

hipoglikemik/hiperglikemik,

transfusi

darah/komponen darah, terapi kejang, injeksi Vitamin K1 5 hari sekali dan


transfusi tukar.6
Pada pasien Ny. Z didapatkan perbaikan selama perawatan. Pasien
dipindahkan dari ruang kelas 3 ke 2B pada tanggal 4 April 2016 dan pada tanggal
12 April 2016 pasien dipindahkan lagi ke ruang kelas 2A. Hal ini dapat dilihat
dengan membaiknya kondisi pasien dari segi warna kulit, dan bergerak aktif. Pada
hari pertama lahir pasien mendapatkan antibiotik lini 1 yaitu gentamisin dan
ampisilin selama enam hari. Setelah itu antibiotik pasien diganti menjadi
ceftazidime selama 3 hari dan dilanjutkan menjadi antibiotik meropenem sampai
hari ke 18. Selain itu pasien juga mendapatkan IVFD D10%, inj Vitamin K,
omeprazole, ranitidin, gentamisin salep dan mendapatkan ASI pada saat hari ke 12
serta mendapatkan perawatan di inkubator dan oksigen. Hal ini sesuai dengan
teori, pemberian antibiotik pada penderita sepsis perlu untuk mencegah terjadinya
penyebaran bakterimia yang meluas. Inkubator diberikan untuk memberikan
lingkungan yang optimal. Suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan agar tetap
dalam batas normal (36,5C-37,5C). Pemberian O2 secara tekanan positif yang
konstan (Continous Positive Airway Pressure/CPAP) dengan cara memberikan
tekanan positif terhadap udara yang masuk atau mengadakan tekanan negatif yang
konstans terhadap dinding toraks. Pemberian secara ini akan mengurangi
terjadinya atelektasis alveolus disertai perbaikan PaO2 darah.6,13

44

Kemudian pasien mengalami kejang selama 3 hari pada tanggal 20


februari 2016 sampai 23 februari 2016 dan di tatalaksana dengan pemberian
injeksi obat sibital 2x5 mg. Setelah pemberian obat, kejang berhenti dan pasien
tidak mengalami kejang lagi setelahnya. Kejang yang terjadi merupakan suatu
faktor resiko awal lahir bayi yang mengalami asfiksia berat. Hal ini sesuai dengan
teori dimana dikatakan bahwa penyebab kejang yang paling sering ditemui ada 4
penyebab yaitu, Hypoxic ischemic encephalopathy (HIE)/asfiksia, infeksi
(TORCH,

meningitis,

septisemia),

hipoglikemia,

hipokalsemia,

dan

hipomagnesemia serta perdarahan SSP(intraventrikular, subdural, trauma, dll).6


Pada hari ke 5 perawatan di dapatkan ikterik. Hal itu dapat terjadi karena
pada pasien ini terjadi diakibatkan adanya peningkatan kadar bilirubin pasien.
Akan tetapi warna kuning dikulit yang didapatkan pada bayi Ny. K menghilang
pada hari ke 12. Maka dapat disingkirkan diagnosis banding kolestasis dari pasien
ini. Untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya ikterik maka pada bayi baru lahir
dapat dilihat pada perubahan warna kuning kulit dan dikonfirmasi dengan hasil
laboratorium bilirubin. Pada pasien ini dapat diklasifikasikan bahwa pasien
mengalami kremer 3. Pembagian ikterik itu sendiri dibagi menjadi 5 pada zona
tubuh bayi yaitu :12

45

Gambar 4.1. Pembagian zona menurut Aturan Kramer 18


Kadar bilirubin total serum Bayi Ny. K dengan usia gestasi 40-41 minggu
dan pada usia 10 hari sebesar 13.61 mg/dL. Kondisi ini merupakan indikasi untuk
dilakukannya fototerapi. Penanganan kolestasis dapat dilakukan dengan berbagai
cara sesuai dengan jenisnya. Untuk ikterus neonatorum patologis akan ditangani
dengan beberapa cara, yaitu: pemberian obat, transfusi tukar darah (exchange
transfusion), dan fototerapi yang dilakukan selama 2 x 24 jam sampai 3 x 24 jam
di rumah sakit.14
Fototerapi sangat efektif untuk terapi bilirubin yang meningkat. Fototerapi
menggunakan lampu dengan spektrum spesifik yang dihantarkan oleh lampu, pad,
selimut maupun alat pembungkus tubuh yang mengkonversi bilirubin secara kutan
dari bentuk tak terkonjugasi menjadi terkonjugasi agar dapat melewati liver dan
diekskresi ke empedu atau urin.15

46

Anda mungkin juga menyukai