Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Gastrititis Erosif
A. Definisi
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan
mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis dan difus atau lokal.
Gastritis erosif bila terjadi kerusakan mukosa lambung yang tidak meluas
sampai epitel (Lindseth, G., 2006).
Gastritis merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat
jinak dan merupakan respon mukosa terhadap berbagai iritan lokal.
Endotoksin bakteri (setelah menelan makanan), kafein, alkohol, dan aspirin
merupakan pencetus yang lazim. Infeksi Helicobacter pylori lebih sering
diangap penyebab gastritis akut. Obat-obatan seperti obat anti inflamasi non
steroid (OAINS) sulfonamid, steroid juga diketahui menggangu sawar
mukosa lambung (Lindseth, G., 2006).
Gastritis terbagi dua yaitu gastritis akut dan kronis. Gastritis akut dan
kronis memiliki manifestasi klinis dan kompilkasi yang sama yaitu dapat
ditemukan terjadinya perdarahan saluran cerna atas atau perdarahan
gastrointestinal atas berupa hematemesis melena. Hematemesis melena inilah
yang merupakan keadaan gawat darurat yang sering dijumpai di setiap rumah
sakit diseluruh dunia termasuk di Indonesia (Mansjoer, 2000).
B. Etiologi
1. Helicobater pylori
Individu sehat dibawah umur 30 tahun mempunyai angka prevalesi
koloni H. Pylori pada lambung sekitar 10 %. Kolonisasi meningkat sesuai
umur, pada mereka yang berumur lebih dari 60 tahun mempunyai tingkat
kolonisasi sesuai umur mereka. H. pylori merupakan basil gram-negatif,
spiral dengan flagel multipel lebih menyukai lingkungan mikroaerofilik.

H. Pylori tidak menyerang jaringan, menghuni dalam gel lendir yang


melapisi epitel (McGuigan,J., 2000).
H. pylori mengeluarkan urease yang memecah urea menjadi amnion
dan CO2 sehingga milieu akan menjadi basa dan kuman terlindungi
terhadap faktor merusak dari asam lambung. Disamping itu, kuman ini
membentuk platelet activing faktor yang merupakan pro inflamatory
sitokin. Sitokin yang terbentuk mempunyai efek langsung pada sel epitel
melalui ATP-ase dan proses transport ion (Tarigan, P. 2001).
2. OAINS dan Alkohol
OAINS dan alkohol merupakan zat yang dapat merusak mukosa
lambung dengan mengubah permeabilitas sawar epitel, sehingga
memungkinkan difus balik asam klorida yang mengakibatkan kerusakan
jaringan terutama pembuluh darah. Zat ini menyebabkan perubahan
kualitatif mukosa lambung yang dapat mempermudah terjadinya degradasi
mukus oleh pepsin. Mukosa menjadi edem, dan sejumlah besar protein
plasma dapat hilang. Mukosa kapiler dapat rusak mengakibatkan hemoragi
interstisial dan perdarahan. Mukosa antrum lebih rentan terhadap difusi
balik dibanding fundus sehinga erosif sering terjadi di antrum (Lindseth,
G., 2006).
Difus balik ion H akan merangsang histamin untuk lebih banyak
mengeluarkan

asam

lambung,

timbul

dilatasi

dan

peningkatan

permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung (Tarigan, P.


2001).
3. Stress ulkus
Istilah ulkus stress digunakan untuk menjelaskan erosi lambung yang
terjadi akibat stress psikologis atau fisiologis yang berlangsung lama.
Bentuk stress dapat bermacam-macam seperti syok hipotensif setelah
trauma dan operasi besar, sepsis, hipoksia, luka bakar hebat (ulkus
Curling), atau trauma serebral (ulkus Cushing).

Gastritis erosive akibat stress memiliki lesi yang dangkal, ireguler,


menonjol keluar, multiple. Lesi dapat mengalami perdarahan lambat
menyebabkan melena, dan seringkali tanpa gejala. Lesi ini bersifat
superficial.
Ulkus stress dibagi menjadi dua. Ulkus cushing karena cedera otak
ditandai oleh hiperasiditas nyata yang diperantarai oleh rangsang vagus
dan ulkus curling an sepsis ditandai oleh hipersekresi asam lambung.
Sebagian besar peneliti setuju bila iskemia mukosa lambung adalah faktor
etiologi utama yang menyebabkan terjadinya destruksi sawar lambung dan
terbentuk ulserasi (Lindseth, G., 2006).
C. Patofisiologi
Lambung dilindungi oleh sawar mukosa yang tebal dan berlipat, yang
memberikan perlindungan terhadap trauma mekanik dan agen kimia. Aspirin,
alcohol, garam empedu, dan zat-zat lain yang merusak mukosa lambung
mengubah permeabilitas sawar epitel, sehingga memungkinkan difusi balik
asam klorida yang mengakibatkan kerusakan jaringan terutama pembuluh
darah. Histamine dikeluarkan, merangsang sekresi asam dan pepsin lebih
lanjut dan meningkatkan permeabilitas kapiler terhadap protein. Mukosa
menjadi edema dan sejumlah besar protein plasma akan hilang. Mukosa
kapiler dapat rusak, mengakibatkan terjadinya hemoragi intestinal dan
perdarahan (Price, 2005).

D. Klasifikasi
1. Gastritis Akut
Lesi mukosa akut berupa erosi dan perdarahan akibat faktor-faktor
agresif atau akibat gangguan sirkulasi akut mukosa lambung, pada
sebagian besar kasus merupakan penyakit yang ringan dan sembuh
sempurna. Gastritis akut merupakan kelainan klinis akut yang jelas
penyebanya dengan tanda dan gejala yang khas, biasanya ditemukan sel
inflamasi akut dan neutrofil (Price, 2005).
Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat
berbentuk penyakit yang berat adalah gastritis erosiva atau gastritis
haemorrhagic, disebut gastritis haemorrhagic karena penyakit ini
dijumpai perdarahan mukosa lambung dan terjadi erosi yang berarti
hilangya kontinuitas mukosa lambung pada beberapa tempat, menyertai
infeksi pada mukosa lambung (Herlan, 2001).
Bentuk terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau
alkali kuat, yang dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau
perforasi. Pembentukan jaringan parut dapat terjadi yang mengakibatkan
obstruksi pylorus (Brunner & Suddarth, 2003).
Gastritis akut dapat disebabkan oleh beberapa hal :
a. Iritasi yang disebabkan oleh obat-obatan, aspirin, obat anti
inflamasi nonsteroid.

b. Adanya asam lambung dan pepsin yang berlebihan.


c. Stress dapat mempengaruhi kebiasaan makan seseorang. Saat stres,
orang cenderung makan lebih sedikit, stres juga menyebabkan
perubahan hormonal dalam tubuh dan merangsang produksi asam
lambung dalam jumlah berlebihan. Akibatnya, lambung terasa
sakit, nyeri, mual, mulas, bahkan bisa luka (OConnor, 2007).
d. Waktu makan yang tidak teratur, sering terlambat makan, atau
sering makan berlebihan.
e. Orang yang sering meminum Alkohol dan bahan kimia lainya yang
dapat menyebabkan peradangan dan perlukaan pada lambung.
f. Gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung : trauma, luka bakar,
sepsis.
Secara makroskopik, terdapat erosi mukosa dengan lokasi berbeda jika
disebabkan karena obat-obatan AINS, terutama ditemukan didaerah
antrum, namun dapat juga menjalar. Sedangkan secara mikroskopik,
terdapat erosi dengan regenerasi epitel dan ditemukan reaksi sel inflamasi
Neutrofil yang minimal (Mansjoer, 2001).
2. Gastritis Kronik
Disebut gastritis kronik apabila infiltrasi sel-sel radang yang terjadi
pada lamina propia dan daerah intra epitelial terutama terdiri atas sel-sel
radang kronik, yaitu limfosit dan sel plasma. Kehadiran granulosit
neutrofil pada daerah tersebut menandakan adanya aktivitas. Gastritis
kronik dapat dibagi dalam berbagai bentuk tergantung pada kelainan
histologi, topografi, dan etiologi yang menjadi dasar pikiran pembagian
tersebut.
a. Klasifikasi histologi yang sering digunakan membagi gastritis kronik
yaitu:
1) Gastritis kronik superfisialis

Apabila dijumpai sebukan sel-sel radang kronik terbatas pada


lamina propia mukosa superfisialis dan edema yang memisahkan
kelenjer-kelenjer mukosa, sedangkan sel-sel kelenjer tetap utuh
sering dikatakan sebagai permulaan gastritis kronik.
2) Gastritis kronik atrofik
Sebukan sel-sel radang kronik menyebar lebih dalam disertai
dengan distori dan destruksi sel kelenjer mukosa lebih nyata,
dianggap sebagai kelanjutan dari gastritis kronik superfisialis.
3) Atrofi Lambung
Atrofi ini dianggap merupakan stadium akhir gastritis kronik.
Pada saat itu struktur kelenjer menghilang dan terpisah satu sama
lain secara nyata dengan jaringan ikat, sedangkan sebukan sel-sel
radang juga menurunkan mukosa menjadi sangat tipis sehingga
dapat menerangkan mengapa perdarahan menjadi terlihat pada saat
pemeriksaan endoskopi.
4) Metaplasia intestinal
Suatu perubahan histologi kelenjer-kelenjer mukosa lambung
menjadi kelenjer-kelenjer mukkosa usus halus yang mengandung
sel gablet. Perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi secara
menyeluruh pada hampir seluruh segmen lambung tetapi dapat
pula hanya merupakan bercak-bercak pada beberapa bagian
lambung.
b. Menurut distribusi anatomisnya, gastritis kronik dapat dibagi menjadi:
1) Gastritis kronik korpus (Gastritis Tipe A)
Perubahan-perubahan histologi terjadi terutama pada korpus
dan fundus lambung.bentuk ini jarang dijumapai, sering
dihubungkan dengan autoimun dan berlanjut menjadi anemia
pernisiosa, sel parietal yang mengandung kelenjer mengalami
kerusakan sehingga sekresi asam lambung menurun. Pada manusia

sel parietal juga berfungsi menghasilkan faktor intrinsik oleh


karena itu menyebabkan terjadi gangguan absorbsi vitamin B12
yang menyebabkan timbulnya anemia pernisiosa.
2) Gastritis Kronik Antrum (gastritis Tipe B)
Merupakan gastritis yang paling sering dijumpai dan
mempunyai

hubungan

yang

sangat

erat

dengan

kuman

Helicobacter Pylori. Sehingga dengan meningkatnya keasaman


lambung

menyebabkan

pertumbuhan

bakteri

berlebihan.

Selanjutnya terjadi metaplasia akibat langsung dari trauma oleh


bakteri tersebut, kemungkinan diperparah oleh meningkatnya
produksi kompleks nitrat dan N-nitroso (Surya, 2009).
3) Gastritis Tipe AB
Merupakan ganstritis yang distribusi anatomisnya menyebar
keseluruh gaster, penyebaran kearah korpus cenderung meningkat
dengan bertambahnya usia (Herlan, 2003).
E. Manifestasi Klinis
Secara umum pasien gastritis erosive mengeluh dyspepsia. Dyspepsia
adalah suatu sindrom/ kumpulan gejala berupa mual, muntah, kembung, nyeri
ulu hati, sendawa, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati dan cepat merasa
kenyang. Secara umum dyspepsia dibagi menjadi empat yaitu: dyspepsia
akibat tukak, dyspepsia akibat gangguan motilitas, dyspepsia akibat refluks
dan dyspepsia tidak spesifik.
Pada dyspepsia gangguan motilitas, keluhan yang paling menonjol
adalah perasaan kembung, rasa penuh ulu hati setelah makan, cepat merasa
kenyang disertai sendawa. Pada dyspepsia akibat refluks, keluhan yang
menonjol berupa nyeri ulu hati dan rasa seperti terbakar, harus disingkirkan
adanya pasien kardiologis. Pasien tukak memberikan ciri seperti nyeri ulu
hati, rasa tidak nyaman, disertai muntah. Rasa sakit gastritis erosive timbul

setelah makan, berbeda dengan ulkus duodenum yang lebih enak setelah
makan. Walaupun demikian, rasa nyeri saja tidak cukup menegakkan gastritis
erosive, selain itu dapat terjadi juga perdarahan atau perforasi (Tarigan, P.
2007).

F. Diagnosis
Diagnosis gastritis erosive ditegakkan berdasarkan pengamatan klinis,
pemeriksaan penunjang (radiologi dan endoskopi), dan hasil biopsi untuk
pemeriksaan kuman H. pylori (Tarigan, P. 2007).
Pemeriksaan endoskopi memudahkan diagnosis tepat erosive. Dengan
endoskopi memungkinkan visualisasi dan dokumentasi fotografik sifat ulkus,
ukuran, bentuk dan lokasinya dan dapat menjadi dasar referensi untuk
penilaian penyembuhan.
Endoscopy Normal Upper tractus gastrointestinal

Hasil endoscopy pada gastritis erosive


Pada pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran niche atau crater.
Pemeriksaan tes CLO/PA untuk menunjukkan apakah ada infeksi H. pylori
dalam rangka eradikasi kuman.

G. Penatalaksanaan
Terapi pada gastritis erosive terdiri dari terapi non-medikamentosa,
medikamentosa dan operasi. Tujuan dari terapi adalah menghilangkan
keluhan, menyembuhkan atau memperbaiki erosi, mencegah kekambuhan dan
mencegah komplikasi.
a. Non-medikamentosa
1. Istirahat

Stres dan kecemasan memegang peran dalam peningkata asam


lambung. Sebaiknya pasien hidup tenang dan memerima stres dengan
wajar.
2. Diet
Makanan lunak apalagi bubur saring, makanan yang mengandung susu
tidak lebih baik dari makanan biasa, karena makanan halus dapat
merangsang pengeluaran asam lambung. Cabai, makanan merangsang,
makanan mengandung asam dapat menimbulkan rasa sakit.
b. Medikamentosa
1. Antasida
Pada saat ini sudah jarang digunakan, sering untuk menghilangkan
rasa sakit. Dosis 3x1 tablet.
2. Koloid Bismuth
Mekanisme kerja belum jelas, kemungkinan membentuk lapisan
penangkal bersama protein pada dasar ulkus dan melindunginya terhadap
pengaruh asam dan pepsin. Dosis 2x2 sehari. Efek samping tinja kehitaman
sehingga menimbulkan keraguan dengan perdarahan.
3. Sukralfat
Mekanisme kerja kemungkinan melalui pelepasan kutup alumunium
hidroksida yang berkaitan dengan kutub positif molekul protein
membentuk lapisan fisikokemikal pada dasar ulkus, yang melindungi dari
asam dan pepsin. Efek lain membantu sintesis prostglandin dan menambah
sekresi bikarbonat dan mukus, meningkatkan daya pertahanan dan
perbaikan mukosa.
4. Prostaglandin
Mekanisme kerja dengan mengurangi sekresi asam lambung,
menambah sekresi mukus, bikarbonat dan menambah aliran darah mukosa
serta pertahanan dan perbaikan mukosa. Biasanya digunakan sebagai
penangkal ulkus gaster pada pasien yang menggunakan OAINS.

5. Antagonis Reseptor H2/ ARH2


Struktur homolg dengan histamin. Mekanisme kerjanya memblokir
efek histamin pada sel parietal untuk tidak memproduksi asam lambung.
Dosis: Simetidin (2x400 mg), Ranitidin 300 mg/hari, Nizatidin 1x300 mg,
Famotidin (1x40 mg), Roksatidin (2x75 mg).
6. Proton Pump Inhibitor/ PPI
Mekanisme kerja memblokir enzim K+H+ -ATP ase yang akan
memecah K+H+ -ATP menjadi energi yang digunakan untuk mengeluarkan
asam lambung. Penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kenaikan
gastrin darah. PPI mencegah pengeluaran asam lambun, menyebabkan
pengurangan rasa sakit, mengurangi faktor agresif pepsin dengan PH>4.
Omeprazol 2x20 mg, Lanzoprazol/ Pantoprazol 2x40 mg.
7. Penatalaksanaan Infeksi H. Pylori
Terapi tripel
- PPI 2x1 + Amoksisislin 2x1000 + Klaritromisin 2x500
- PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Klaritromisin 2x500
- PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Amoksisilin 2x1000
- PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Tetrasiklin 4x500
Terapi Kuadrupel, jika gagal dengan terapi tripel.
Regimen terapinya yaitu: PPI 2x1, Bismuth 4x2, metronidazol
4x250, tetrasiklin 4x500.
c. Tindakan operasi
Tindakan operasi saat ini frekuensinya menurun akibat keberhasilan terapi
medikamentosa. Prosedur opersai yang dilakukan pada ulkus gaster pada ulkus
refrakter, darurat karena komplikasi perdarahan dan perforasi, dan dugaan keganasan.

Anda mungkin juga menyukai