Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KEGIATAN PENINGKATAN

KAPASITAS PETUGAS PEMERIKSAAN


MIKROSKOPIS MALARIA (27-30 APRIL 2016)
DI HOTEL INNA EIGHT LAMPUNG

Oleh :
Dwi Anggraini, SKM

Hari / Tanggal : Rabu / 27 April 2016


Judul
: 1. Kebijakan Malaria
2. Epidemiologi Penularan Malaria
Pembicara
: Budi Santoso
Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat karena dapat
menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, balita
dan ibu hamil. Angka kesakitan penyakit ini relatif masih cukup tinggi terutama di
kawasan Indonesia bagian timur. Oleh karena itu upaya pengendalian malaria
perlu kita tingkatkan terus antara lain dengan meningkatkan kemampuan,
keterampilan para pelaksananya disemua lini pelayanan kesehatan yang ada
fasilitas laboratoriumnya. Peran tersebut terutama sangat ditentukan oleh tenaga
laboratorium/mikroskopis, karena mikroskopis berada digaris depan pelayanan
kesehatan (Puskesmas, Rumah Sakit).
Hal-hal yang penting diperhatikan adalah SOP (Standard Operating
Procedure), tahap-tahapnya dimulai dari persiapan, pembuatan, pewarnaan
sampai dengan pemeriksaan sediaan darah (SD). Dengan memperhatikan hal-hal
tersebut, maka akan sangat mempengaruhi hasil akhir dari pemeriksaan SD.
Dengan tujuan agar mampu menegakkan diagnosa malaria secara mikroskopis
sebagai tolok ukur, dan dapat menentukan dengan hasil pasti spesies Plasmodium
nya sehingga pengobatan bisa diberikan dengan cepat dan tepat. Karena penderita
dengan gejala klinis malaria tanpa pemeriksaan/konfirmasi laboratorium, hasilnya
akan bias serta ketepatan diagnosisnya kurang akurat.
Pada tahun 2010 di Indonesia terdapat 65% kabupaten endemis dimana
hanya sekitar 45% penduduk di kabupaten tersebut berisiko tertular malaria.
Berdasarkan hasil survei komunitas selama 2007-2010, prevalensi malaria di
Indonesia menurun dari 1,39% (Riskesdas 2007) menjadi 0,6% (Riekesdas 2010).
Sementara itu berdasarkan laporan yang diterima selama tahun 2000-2009, angka
kesakitan malaria cenderung menurun yaitu sebesar 3,63 per 1.000 penduduk
pada tahun 2000 menjadi 1,85 per 1.000 penduduk pada tahun 2009 dan 1,96 per
1.000 penduduk tahun 2010. Sementara itu tingkat kematian akibat malaria
mencapai 1,3%.
Walaupun telah terjadi penurunan Annual Parasite Incidence (API) secara
nasional, di daerah dengan kasus malaria tinggi angka API masih sangat tinggi
dibandingkan angka nasional, sedangkan pada daerah dengan kasus malaria yang

rendah sering terjadi kejadian luar biasa (KLB) sebagai akibat adanya kasus
impor. Pada tahun 2011 jumlah kematian malaria yang dilaporkan adalah 388
kasus.
Prevalensi nasional malaria berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010 adalah
0,6% dimana provinsi dengan API di atas angka rata-rata nasional adalah Nusa
Tenggara Barat, Maluku, Maluku Utara, Kalimantan Tengah, Bangka Belitung,
Kepulauan Riau, Bengkulu, Jambi, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Aceh.
Tingkat prevalensi tertinggi ditemukan di wilayah timur Indonesia, yaitu di Papua
Barat (10,6%), Papua (10,1%) dan Nusa Tenggara Timur (4,4%).
Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui
program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis
dini, pengobatan cepat dan tepat, serta surveilans dan pengendalian vektor dalam
hal pendidikan masyarakat dan pengertian tentang kesehatan lingkungan, yang
kesemuanya ditujukan untuk memutus mata rantai penularan malaria.
Kasus resistensi parasit malaria terhadap klorokuin ditemukan pertama
kali di Kalimantan Timur pada tahun 1973 untuk P. falciparum, dan tahun 1991
untuk P. vivax di Nias. Sejak tahun1990, kasus resistensi tersebut dilaporkan
makin meluas di seluruh provinsi Indonesia. Selain itu, dilaporkan juga adanya
resistensi terhadap Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) di beberapa tempat di
Indonesia. Keadaan ini dapat meningkatkan morbiditas dan mortilitas penyakit
malaria. Oleh sebab itu, untuk mananggulangi masalah resistensi tersebut
(multiple drugs resistence) dan adanya obat anti malaria baru yang lebih paten,
maka pemerintah telah merekomendasikan obat pilihan pengganti klorokuin dan
SP, yaitu kombinasi derivate artemisinin dengan obat anti malaria lainnya yang
biasa disebut dengan Artemisinin Based Combination Theraphy (ACT).

Hari / Tanggal : Kamis / 28 April 2016


Judul
: Morfologi Plasmodium Penyebab Malaria
Pembicara
: Nurasni, SKM
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium
yang

dapat

ditandai

dengan

demam,

hepatosplenomegali

dan

anemia.

Plasmodium hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia.
Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.
Spesies Plasmodium pada manusia adalah :
1. Plasmodium falciparum (P. falciparum)
2. Plasmodium vivax (P. vivax)
3. Plasmodium ovale (P. ovale)
4. Plasmodium malariae (P. malariae)
5. Plasmodium knowlesi (P. knowlesi)
Siklus hidup parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus
hidupnya, yaitu manusia dan nyamuk Anopheles betina. Siklus pada manusia,
pada waktu nyamuk Anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit yang
berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama
lebih kurang setengah jam. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan
menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri
dari 10.000-30.000 merozoit hati (tergantung spesiesnya).
Sementara siklus pada nyamuk Anopheles betina, apabila nyamuk
Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh
nyamuk gamet jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot
berkembang menjadi ookinet kemudian menebus dinding lambung nyamuk. Pada
dinding luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya
menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.

Hari / Tanggal : Kamis / 28 April 2016


Judul

: Tata Laksana Pengobatan Malaria Terkini

Pemateri

: dr.Sri Aryanti, MM, M.Kes

Pengobatan malaria falsiparum dan vivax saat ini menggunakan ACT


ditambah primakuin. Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal
malaria dengan membunuh semua stadium parsit yang ada di dalam tubuh
manusia, termasuk stadium gametosit. Adapun tujuan pengobatan radikal untuk
mendapatkan kesembuhan klinis dan parasitologik serta memutus rantai
penularan.
Pengobatan Malaria falsiparum dan Malaria vivaks. Dosis ACT untuk
malaria falsiparum sama dengan malaria vivaks, sedangkan obat primakuin untuk
malaria falsiparum hanya diberikan pada hari pertama saja dengan dosis 0,75
mg/kgBBdan untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg/kgBB.
Lini pertama pengobatan malaria falsiparum dan malaria vivaks adalah (ACT +
Primakuin). Lini kedua untuk malaria falsiparum adalah (Kina + Doksisiklin atau
Tetrasiklin + Primakuin). Lini kedua untuk malaria vivaks adalah (Kina +
Primakuin).
Pengobatan Malaria ovale. Lini pertama untuk pengobatan malaria ovale
saat ini menggunakan Artemisinin Combination Therapy (ACT), yaitu
Dihydroartemisinin Piperakuin (DHP) atau Artesunate + Amodiaquin. Dosis
pemberiannya sama dengan untuk malaria vivaks. Lini kedua untuk malaria ovale
sama dengan untuk malaria vivaks.
Pengobatan Malaria malariae cukup diberikan ACT 1 kali per hari selama
3 hari, dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan
primakuin.
Pengobatan infeksi malaria campuran P. falciparum + P. vivaks/P. ovale
dengan Artemisinin Combination Therapy (ACT). Pada penderita dengan infeksi

campur diberikan ACT selama 3 hari serta primakuin dengan dosis 0,25
mg/kgBB/hari selama 14 hari.
Hari / Tanggal : Kamis / 28 April
Judul

: RDT (Rapid Diagnostic Test)

Pembicara

: Budi Santoso

Test ini berdasarkan deteksi antigen dari parasit malaria yang lisis dalam
darah dengan metoda imunokromatografi. Prinsip uji imunokromatografi adalah
cairan akan bermigrasi pada permukaan membran nitroselulosa. Uji ini
berdasarkan pengikatan antigen di darah perifer oleh antobodi monoklonal yang
dikonjugasikan dengan zat pewarna atau gold particles pada fase mobile. Antibodi
monoklonal kedua/ketiga diaplikasikan pada strip nitroselulosa sebagai fase
immobile. Bila darah penderita mengandung antigen tertentu, maka kompleks
antigen antibodi akan bermigrasi pada fase mobile sepanjang strip nitroselulosa
dan akan diikat dengan antibodi monoklonal pada fase immobile sehingga
terlihat garis yang berwarna.
Jenis RDT dapat berupa dipstik ataupun strip. Test ini biasanya
memerlukan waktu sekitar 15 menit (untuk jenis tertentu sampai 30 menit). Ada 3
jenis antigen yang dipakai sebagai target, yaitu:
- HRP-2 (Histidine Rich Protein-2), adalah antigen yang disekresi ke sirkulasi
darah penderita oleh stadium tropozoit dan gametosit muda P. faciparum
- pLDH (pan Lactate Dehydrogenase), stadium seksual dan aseksual parasit
malaria dari keempat spesies plasmodium yang menginfeksi manusia akan
menghasilkan enzim pLDH. Isomer enzim ini dapat membedakan spesies P.
faciparum dan P. vivax.
- Pan Aldolase, adalah enzim yang dihasilkan keempat spesies plasmodium yang
menginfeksi manusia.
Kelebihan RDT dibanding pemeriksaan mikroskopis :

1. Lebih sederhana dan mudah diinterpretasikan, tidak memerlukan


listrik, tidak memerlukan pelatihan khusus seperti pada pemeriksaan
mikroskopis.
2. Variasi dari interpretasinya adalah kecil antara pembaca yang satu
dengan yang lainnya.
3. Walaupun dapat disimpan pada temperatur kamar (suhu dibawah
300C), RDT dianjurkan disimpan dalam lemari es pada suhu 4 0C
(usahakan tidak terkena cahaya matahari langsung).
4. Rapid test dapat mendeteksi P. faciparum pada waktu parasit
bersekuestrasi pada kapiler darah (hal ini tidak terdeteksi pada
pemeriksaan secara mikroskopis biasa). Hal yang sama dapat
ditemukan juga pada plasenta ibu hamil dengan infeksi P. falciparum.
Kekurangan RDT dibanding pemeriksaan mikroskopis :
1. Rapid test yang menggunakan HRP-2 hanya dapat digunakan untuk
mendeteksi P. falciparum.
2. Rapid test dengan HRP-2 dapat memberikan hasil positif sampai 2
minggu setelah pengobatan, walaupun secara mikroskopis tidak
ditemukan parasit. Hal ini dapat membuat rancu dalam menilai hasil
pengobatan.
3. Harga RDT lebih mahal dari pada pemeriksaan mikroskopik.
4. Rapid test bukan pemeriksaan yang bersifat kuantitatif sehingga tidak
dapat digunakan untuk menilai jumlah parasit.
5. Kit yang ada tidak dapat membedakan infeksi antara P. vivax, P. ovale,
P. malariae selain itu tidak dapat membedakan antara mixed p.
falciparum dengan infeksi tunggal P. falciparum saja.

Hari / Tanggal : Kamis / 28 April 2016


Judul

: 1. Teori Pembuatan Dan Pewarnaan Sediaan Darah


2. Praktek Pembuatan Dan Pewarnaan Sediaan Darah

Pemateri

: Lamiran

Untuk dapat melihat adanya parasit malaria di dalam darah penderita,


perlu dibuat sediaan darah malaria (SD). Selanjutnya diwarnai dengan pewarnaan
giemsa. Untuk membuat SD malaria dibuat 2 jenis SD, yaitu sediaan darah tebal
dan sediaan darah tipis.
Sediaan darah tebal terdiri dari sejumlah besar sel darah merah yang
terhemolisis. Parasit yang ada terkonsentrasi pada area yang lebih kecil sehingga
akan lebih cepat terlihat di bawah mikroskop. Sediaan darah tipis terdiri dari satu
lapisan sel darah merah yang tersebar dan digunakan untuk membantu identifikasi
parasit malaria setelah ditemukan dalam SD tebal.
Bahan-bahan yang dipersiapkan untuk pembuatan sediaan darah adalah :
slide/kaca sediaan, lancet steril, kapas, alkohol 70% (atau swab alkohol siap
pakai), minyak emersi, larutan buffer (ph 7,2), larutan giemsa, kertas lakmus,
methanol. Cara pembuatan SD adalah sebagai berikut :
1. Pegang tangan kiri pasien dengan posisi telapak tangan menghadap ke
atas
2. Pilih jari tengah atau jari manis
3. Bersihkan jari dengan kapas alkohol untuk menghilangkan kotoran dan
4.
5.
6.
7.

minyak yang menempel pada jari tersebut


Setelah kering, jari ditekan agar darah banyak terkumpul di ujung jari
Tusuk bagian ujung jari secara cepat menggunakan lancet
Tetes darah pertama yang keluar dibersihkan dengan kapas kering
Tekan kembali ujung jari sampai darah keluar, ambil object glass

bersih. Posisi object glass berada di bawah jari


8. Teteskan 1 tetes kecil darah (2l) di bagian tengah object glass untuk
SD tipis, selanjutnya 2-3 tetes kecil darah (6l) di bagian ujung untuk
SD tebal
9. Bersihkan sisa darah di ujung jari dengan kapas

10. Letakkan object glass yang berisi tetesan darah di atas meja atau
permukaan rata
11. Untuk membuat SD tipis, ambil object glass baru, tempelkan ujungnya
pada tetesan darah kecil sampai darah tersebut menyebar sepanjang
object glass
12. Dengan sudut 450 geser object glass dengan cepat ke arah yang
berlawanan dengan tetes darah tebal, sehinggan di dapatkan sediaan
hapus (bentuk seperti lidah)
13. Untuk SD tebal, ujung object glass ditempelkan pada tetesan darah
tebal. Darah dibuat homogen dengan cara memutar ujung object glass
searah jarum jam, sehingga membentuk bulatan dengan diameter 1cm
14. Pemberian label/etiket pada bagian ujung object glass dekat SD tebal
15. Proses pengeringan SD harus dilakukan secara perkahan-lahan di
tempat yang datar. Kipas angin dapat digunakan untuk mengeringkan
SD
16. Setelah kering, SD harus segera diwarnai menggunakan larutan giemsa
3%. Pada keadaan tidak memungkinkan selambat-lambatnya dalam
waktu 24 jam SD harus sudah diwarnai
Selanjutnya para peserta melakukan kegiatan pembuatan sediaan hapus
darah tebal dan tipis

Hari / Tanggal : Kamis / 28 April 2016


Judul

: Penjelasan Penggunaan Mikroskop Dan Hitung Parasit Dalam


Pemeriksaa Malaria

Pemateri

: Lamiran

Mikroskop terdiri dari beberapa bagian antara lain :

1.
2.
3.
4.
5.

Tabung okuler
Prisma
Lensa objektif
Meja sediaan
Diafragma

6. Kondensor
7. Cermin
8. Makrometer
9. Mikrometer

Sumber cahaya mikroskop yang baik merupakan salah satu syarat untuk
mendapatkan hasil pemeriksaan optimal. Sumber cahaya dapat berasal dari cahaya
matahari maupun listrik. Cara melihat SD menggunakan mikroskop adalah
melalui lensa okuler dengan menggunakan lensa objektif 10x putar makrometer
untuk memfokuskan lapangan pandang. Bila lapangan pandang sudah
ditemukan/fokus, teteskan minyak emersi pada lapangan pandang tersebut dan
lensa objektif diputar pada ukuran 100x.
Penyimpanan mikroskop harus dilakukan dengan cara yang benar,
mikroskop yang sudah digunakan lensa objektifnya haruslah dibersihkan
menggunakan kertas lensa. Mikroskop juga harus terlindung dari debu dan jamur.
Untuk penghitungan jumlah parasit malaria dapat dilakukan dengan 2
metode, antara lain :
1. Jumlah parasit/l darah dihitung berdasarkan jumlah lekosit pada SD tebal
(standar = 8000/l). Untuk perhitungan parasit diperlukan 2 buah tally
counter. Satu tally counter untuk menghitung parasit dan yang lain untuk
menghitung lekosit. Bila pada 200 lekosit ditemukan 10 parasit atau lebih,

catat hasilnya per 200 lekosit. Bila pada 200 lekosit hanya ditemukan 9
parasit atau kurang, lanjutkan pemeriksaan sampai 500 lekosit, catat
hasilnya per 500 lekosit. Jadi jumlah parasit dalam 1l darah =( jumlah
parasit/jumlah lekosit) x 8.000.
2. Secara semi kuantitatif atau sistem plus
Merupakan metode yang lebih sederhana untuk menghitung parasit dalam
sediaan tebal. Cara ini menggunakan sistem 1+ sampai 4+ seperti dibawah
ini:
- +

: 1 samapai 10 parasit dalam 100 lapangan pandang SD

++

tebal
: 11 sampai 100 parasit dalam 100 lapangan pandang SD

+++
++++

tebal
: 1 sampai 10 parasit dalam 1 lapangan pandang SD tebal
: >10 parasit dalam 1 lapangan pandang SD tebal

Hari / Tanggal : Kamis / 28 April 2016


Judul

: Latihan 1 Pemeriksaan Plasmodium dan Hitung Parasit

Pemateri

: Lamiran

Hasil

: Peserta melakukan pemeriksaan terhadap 15 slide SD tebal dan


tipis yang positif terdapat beberapa jenis plasmodium, dan
peserta telah mampu membedakan jenis spesies parasit dan
stadiumnya.

Hari / Tanggal : Jumat / 29 April 2016


Judul

: Latihan 2-3 Pemeriksaan Dan Hitung Parasit

Pemateri

: Lamiran

Hasil

: Peserta melakukan pemeriksaan terhadap 15 slide SD tebal dan


tipis yang positif terdapat beberapa jenis plasmodium, serta

melakukan perhitungan jumlah parasit pada 4 slide SD yang


positif terdapat plasmodium.

Hari / Tanggal : Jumat / 29 April 2016


Judul

: 1. Review Praktek Pemeriksaan Dan Hitung Parasit


2. Post test
3. Penutupan

Pemateri

: Lamiran dan Budi Santoso

Anda mungkin juga menyukai