Pengertian
Keperawatan yang berkeahlian khusus merawat lansia diberi nama untuk pertama kalinya
sebagai keperawatan geriatric (Ebersole et al, 2005). Namun, pada tahun 1976, nama tersebut
diganti dengan gerontological. Gerontologi berasal dari kata geros yang berarti lanjut usia dan
logos berarti ilmu. Gerontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang lanjut usia dengan
masalah-masalah yang terjadi pada lansia yang meliputi aspek biologis, sosiologis, psikologis,
dan ekonomi. Gerontologi merupakan pendekatan ilmiah (scientific approach) terhadap berbagai
aspek dalam proses penuaan (Tamher&Noorkasiani, 2009). Menurut Miller (2004), gerontologi
merupakan cabang ilmu yg mempelajari proses manuan dan masalah yg mungkin terjadi pada
lansia. Geriatrik adalah salah satu cabang dari gerontologi dan medis yang mempelajari khusus
aspek kesehatan dari usia lanjut, baik yang ditinjau dari segi promotof, preventif, kuratif,
maupun rehabilitatif yang mencakup kesehatan badan, jiwa, dan sosial, serta penyakit cacat
(Tamher&Noorkasiani, 2009).
Sedangkan keperawatan gerontik adalah istilah yang diciptakan oleh Laurie Gunter dan
Carmen Estes pada tahun 1979 untuk menggambarkan bidang ini. Namun istilah keperawatan
gerontik sudah jarang ditemukan di literature (Ebersole et al, 2005). Gerontic nursing
berorientasi pada lansia, meliputi seni, merawat, dan menghibur. Istilah ini belum diterima secara
luas, tetapi beberapa orang memandang hal ini lebih spesifik. Menurut Nugroho (2006), gerontik
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan lanjut usia dengan segala permasalahannya,
baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Menurut para ahli, istilah yang paling menggambarkan
keperawatan pada lansai adalah gerontological nursing karena lebih menekankan kepeada
kesehatan ketimbang penyakit. Menurut Kozier (1987), keperawatan gerontik adalah praktek
perawatan yang berkaitan dengan penyakit pada proses menua. Menurut Lueckerotte (2000)
keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada lansia yang
berfokus pada pengkajian kesehatan dan status fungsional, perencanaan, implementasi serta
evaluasi.
B. Tujuan Keperawatan Gerontik
Adapun tujuan dari gerontologi adalah (Maryam, 2008):
1. Membantu individu lanjut usia memahami adanya perubahan pada dirinya berkaitan dengan
proses penuaan
2. Mempertahankan, memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia baik jasmani,
rohani, maupun social secara optimal
3.
Memotivasi dan menggerakkan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan lanjut
usia
4. Memenuhi kebutuhan lanjut usia sehari-hari
5. Mengembalikan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari
6. Mempercepat pemulihan atau penyembuhan penyakit
7.
Meningkatkan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna dalam
kehidupan keluarga dan masyarakat, sesuai dengan keberadaannya dalam masyarakat
Tujuan dari geriatrik menurut Maryam (2008) adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
Mempertahankan derajat kesehatan pada lanjut usia pada taraf yang setinggi-tingginya sehingga
terhindar dari penyakit atau gangguan
Memelihara kondisi kesehatan dengan akticitas fisik dan mental
Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnosis yang
tepat dan dini bila mereka menemukan kelainan tertentu
Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lanjut usia yang menderita suatu penyakit atau
gangguan, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu
pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal)
Bila para lanjut usia sudah tidak dapat disembuhkan dan bila mereka sudah sampai pada stadium
terminal, ilmu ini mengajarkan untuk tetap memberi bantuan yang simpatik dan perawatan
dengan penuh pengertian (dalam akhir hidupnya, memberi bantuan moral dan perhatian yang
maksimal sehingga kematiannya berlangsung dengan tenang).
Tujuan keperawatan gerontik adalah memenuhi kenyamanan lansia, mempertahankan fungsi
tubuh, serta membantu lansia menghadapi kematian dengan tenang dan damai melalui ilmu dan
teknik keperawatan gerontik (Maryam, 2008).
16.
Understand the unique physical, emotical, social, spiritual aspect of each other (saling
memahami keunikan pada aspek fisik, emosi, social, dan spiritual)
17. Recognize and encourage the appropriate management of ethical concern (mengenal dan
mendukung manajemen etika yang sesuai dengan tempatnya bekerja)
18. Support and comfort through the dying process (memberikan dukungan dan kenyamanan dalam
menghadapi proses kematian)
19. Educate to promote self care and optimal independence (mengajarkan untuk meningkatkan
perawatan mandiri dan kebebasan yang optimal)
D. Peran Perawat Gerontik
Peran perawat gerontik secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu
peran secara umum dan peran spesialis. Peran secara umum yaitu pada berbagai setting, seperti
rumah sakit, rumah, nursing home, komunitas, dengan menyediakan perawatan kepada individu
dan keluarganya (Hess, Touhy, & Jett, 2005). Perawat bekerja di berbagai macam bentuk
pelayanan dan bekerja sama dengan para ahli dalam perawatan klien mulai dari perencanaan
hingga evaluasi. Peran secara spesialis terbagi menjadi dua macam yaitu perawat gerontik
spesialis klinis/gerontological clinical nurse specialist (CNS) dan perawat gerontik
pelaksana/geriatric nurse practitioner (GNP). Peran CNS yaitu perawat klinis secara langsung,
pendidik, manajer perawat, advokat, manajemen kasus, dan peneliti dalam perencanaan
perawatan atau meningkatkan kualitas perawatan bagi klien lansia dan keluarganya pada setting
rumah sakit, fasilitas perawatan jangka panjang, outreach programs, dan independent consultant.
Sedangkan peran GNP yaitu memenuhi kebutuhan klien pada daerah pedalaman; melakukan
intervensi untuk promosi kesehatan, mempertahankan, dan mengembalikan status kesehatan
klien; manajemen kasus, dan advokat pada setting klinik ambulatori, fasilitas jangka panjang,
dan independent practice. Hal ini sedikit berbeda dengan peran perawat gerontik spesialis klinis.
Perawat gerontik spesialis klinis memiliki peran, diantaranya:
a) Provider of care
Perawat klinis melakukan perawatan langsung kepada klien, baik di rumah sakit dengan
kondisi akut, rumah perawatan, dan fasilitas perawatan jangka panjang. Lansia biasanya
memiliki gejala yang tidak lazim yang membuat rumit diagnose dan perawatannya. Maka
perawat klinis perlu memahami tentang proses penyakit dan sindrom yang biasanya muncul di
usia lanjut termasuk faktor resiko, tanda dan gejala, terapi medikasi, rehabilitasi, dan perawatan
di akhir hidup.
b) Peneliti
Level yang sesuai untuk melakukan penelitian adalah level S2 atau baccalaureate level.
Tujuannya adalah meningkatkan kualitas perawatan klien dengan metode evidence based
practice. Penelitian dilakukan dengan mengikuti literature terbaru, membacanya, dan
mempraktekkan penelitian yang dapat dipercaya dan valid. Sedangkan perawat yang berada pada
level undergraduate degrees dapat ikut serta dalam penelitian seperti membantu melakukan
pengumpulan data.
c) Manajer Perawat
Manajer perawat harus memiliki keahlian dalam kepemimpinan, manajemen waktu,
membangun hubungan, komunikasi, dan mengatasi perubahan. Sebagai konsultan dan sebagai
role model bagi staf perawat dan memiliki jiwa kepemimpinan dalam mengembangkan dan
melaksanakan program perawatan khusus dan protokol untuk orang tua di rumah sakit. Perawat
gerontik berfokus pada peningkatan kualitas perawatan dan kualitas hidup yang mendorong
perawat menerapkan perubahan inovatif dalam pemberian asuhan keperawatan di panti jompo
dan setting perawatan jangka panjang lainnya.
d) Advokat
Perawat membantu lansia dalam mengatasi adanya ageism yang sering terjadi di masyarakat.
Ageism adalah diskriminasi atau perlakuan tidak adil berdasarkan umur seseorang. Seringkali
para lansia mendapat perlakuan yang tidak adil atau tidak adanya kesetaraan terhadap berbagai
layanan masyarakat termasuk pada layanan kesehatan. Namun, perawat gerontology harus ingat
bahwa menjadi advokat tidak berarti membuat keputusan untuk lansia, tetapi member kekuatan
mereka untuk tetap mandiri dan menjaga martabat, meskipun di dalam situasi yang sulit.
e) Edukator
Perawat harus mengambil peran pengajaran kepada lansia, terutama sehubungan dengan
modifikasi dalam gaya hidup untuk mengatasi konsekuensi dari gejala atipikal yang menyertai
usia tua. Perawat harus mengajari para lansia tentang pentingnya pemeliharaan berat badan,
keterlibatan beberapa jenis kegiatan fisik seperti latihan dan manajemen stres untuk menghadapi
usia tua dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Perawat juga harus mendidik lansia tentang cara
dan sarana untuk mengurangi risiko penyakit seperti serangan jantung, stroke, diabetes,
alzheimer, dementia, bahkan kanker.
f) Motivator
Perawat memberikan dukungan kepada lansia untuk memperoleh kesehatan optimal,
memelihara kesehatan, menerima kondisinya. Perawat juga berperan sebagai inovator yakni
dengan mengembangkan strategi untuk mempromosikan keperawatan gerontik serta melakukan
riset/ penelitian untuk mengembangkan praktik keperawatan gerontik.
g) Manajer kasus
Manajemen kasus adalah metode intervensi lain yang dapat mengurangi penurunan fungsional
klien lansia berisiko tinggi dirawat di rumah sakit. Umumnya, manajemen kasus disediakan bagi
klien yang mendapatkan berbagai perawatan yang berbeda.
E. Masalah Kesehatan Pada Lansia
Penampilan penyakit pada lanjut usia (lansia) sering berbeda dengan pada dewasa muda,
karena penyakit pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat
penyakit dan proses menua, yaitu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya, sehingga tidak dapat berthan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang diderita.
Demikian juga, masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dari orang
dewasa, yang menurut Kane dan Ouslander sering disebut dengan istilah 14 I, yaitu immobility
(kurang bergerak), instability (berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah jatuh), incontinence
(beser buang air kecil dan atau buang air besar), intellectual impairment (gangguan
intelektual/dementia), infection (infeksi), impairment of vision and hearing, taste, smell,
communication, convalescence, skin integrity (gangguan pancaindera, komunikasi,
penyembuhan, dan kulit), impaction (sulit buang air besar), isolation (depresi), inanition (kurang
gizi), impecunity (tidak punya uang), iatrogenesis (menderita penyakit akibat obat-obatan),
insomnia (gangguan tidur), immune deficiency (daya tahan tubuh yang menurun), impotence
(impotensi).
Masalah kesehatan utama tersebut di atas yang sering terjadi pada lansia perlu dikenal dan
dimengerti oleh siapa saja yang banyak berhubungan dengan perawatan lansia agar dapat
memberikan perawatan untuk mencapai derajat kesehatan yang seoptimal mungkin.
Masalah Kesehatan Lansia
1. Kurang bergerak: gangguan fisik, jiwa, dan faktor lingkungan dapat menyebabkan lansia kurang
bergerak. Penyebab yang paling sering adalah gangguan tulang, sendi dan otot, gangguan saraf,
dan penyakit jantung dan pembuluh darah.
2. Instabilitas: penyebab terjatuh pada lansia dapat berupa faktor intrinsik (hal-hal yang berkaitan
dengan keadaan tubuh penderita) baik karena proses menua, penyakit maupun faktor ekstrinsik
(hal-hal yang berasal dari luar tubuh) seperti obat-obat tertentu dan faktor lingkungan. Akibat
yang paling sering dari terjatuh pada lansia adalah kerusakan bahagian tertentu dari tubuh yang
mengakibatkan rasa sakit, patah tulang, cedera pada kepala, luka bakar karena air panas akibat
terjatuh
ke
dalam
tempat
mandi.
Selain daripada itu, terjatuh menyebabkan lansia tersebut sangat membatasi pergerakannya.
3. Beser: beser buang air kecil (bak) merupakan salah satu masalah yang sering didapati pada
lansia, yaitu keluarnya air seni tanpa disadari, dalam jumlah dan kekerapan yang cukup
mengakibatkan masalah kesehatan atau sosial. Beser bak merupakan masalah yang seringkali
dianggap wajar dan normal pada lansia, walaupun sebenarnya hal ini tidak dikehendaki terjadi
baik oleh lansia tersebut maupun keluarganya. Akibatnya timbul berbagai masalah, baik masalah
kesehatan maupun sosial, yang kesemuanya akan memperburuk kualitas hidup dari lansia
tersebut. Lansia dengan beser bak sering mengurangi minum dengan harapan untuk mengurangi
keluhan tersebut, sehingga dapat menyebabkan lansia kekurangan cairan dan juga berkurangnya
kemampuan kandung kemih. Beser bak sering pula disertai dengan beser buang air besar (bab),
yang justru akan memperberat keluhan beser bak tadi.
4. Gangguan intelektual: merupakan kumpulan gejala klinik yang meliputi gangguan fungsi
intelektual dan ingatan yang cukup berat sehingga menyebabkan terganggunya aktivitas
kehidupan shari-hari. Kejadian ini meningkat dengan cepat mulai usia 60 sampai 85 tahun atau
lebih, yaitu kurang dari 5 % lansia yang berusia 60-74 tahun mengalami dementia (kepikunan
berat) sedangkan pada usia setelah 85 tahun kejadian ini meningkat mendekati 50 %. Salah satu
hal yang dapat menyebabkan gangguan interlektual adalah depresi sehingga perlu dibedakan
dengan gangguan intelektual lainnya.
5. Infeksi: merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting pada lansia, karena selain sering
didapati, juga gejala tidak khas bahkan asimtomatik yang menyebabkan keterlambatan di dalam
diaggnosis dan pengobatan serta risiko menjadi fatal meningkat pula. Beberapa faktor risiko
yang menyebabkan lansia mudah mendapat penyakit infeksi karena kekurangan gizi, kekebalan
tubuh:yang menurun, berkurangnya fungsi berbagai organ tubuh, terdapatnya beberapa penyakit
sekaligus (komorbiditas) yang menyebabkan daya tahan tubuh yang sangat berkurang. Selain
daripada itu, faktor lingkungan, jumlah dan keganasan kuman akan mempermudah tubuh
mengalami infeksi.
6. Gangguan pancaindera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit: akibat prosesd menua semua
pancaindera berkurang fungsinya, demikian juga gangguan pada otak, saraf dan otot-otot yang
tidur. tidurnya tidak dalam dan mudah terbangun, tidurnya banyak mimpi, jika terbangun sukar
tidur kembali, terbangun dinihari, lesu setelah bangun dipagi hari.
13. Daya tahan tubuh yang menurun: daya tahan tubuh yang menurun pada lansia merupakan
salah satu fungsi tubuh yang terganggu dengan bertambahnya umur seseorang walaupun tidak
selamanya hal ini disebabkan oleh proses menua, tetapi dapat pula karena berbagai keadaan
seperti penyakit yang sudah lama diderita (menahun) maupun penyakit yang baru saja diderita
(akut) dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh seseorang. Demikian juga penggunaan
berbagai obat, keadaan gizi yang kurang, penurunan fungsi organ-organ tubuh dan lain-lain.
14. Impotensi: merupakan ketidakmampuan untuk mencapai dan atau mempertahankan ereksi yang
cukup untuk melakukan sanggama yang memuaskan yang terjadi paling sedikit 3 bulan.
Menurut Massachusetts Male Aging Study (MMAS) bahwa penelitian yang dilakukan pada pria
usia 40-70 tahun yang diwawancarai ternyata 52 % menderita disfungsi ereksi, yang terdiri dari
disfungsi ereksi total 10 %, disfungsi ereksi sedang 25 % dan minimal 17 %. Penyebab disfungsi
ereksi pada lansia adalah hambatan aliran darah ke dalam alat kelamin sebagai adanya kekakuan
pada dinding pembuluh darah (arteriosklerosis) baik karena proses menua maupun penyakit, dan
juga berkurangnya sel-sel otot polos yang terdapat pada alat kelamin serta berkurangnya
kepekaan dari alat kelamin pria terhadap rangsangan (Siburian, 2009).
F. Mitos Pada Lansia
1. Mitos kedamaian dan ketenangan
Kenyataan :
a.
Sering ditemui stress karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta
penderitaan karena penyakit
b. Depresi
c. Kekhawatiran
d. Paranoid
e. Masalah psikotik
2. Mitos konservatisme dan kemunduran
a. Konservatif
b. Tidak kreatif
c. Menolak inovasi
d. Berorientasi ke masa silam
e. Merindukan masa lalu
f. Kembali ke masa kanak-kanak
g. Susah berubah
h. Keras kepala
i. Cerewet
3. Mitos berpenyakitan
Lansia dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang disertai oleh
berbagai penderitaan akibat bermacam penyakit yang menyertai proses
manua.
4. Mitos semilitas
Lansia dipandang sebagai masa pikun yang disebabkan oleh kerusakan
bagian otak
5. Mitos tidak jatuh cinta
Lansia tidak lagi jatuh cinta dan gairah terhadap lawan jenis tidak ada
atau sudah berkurang
6. Mitos aseksualitas
Ada pandangan bahwa pada lansia, hubungan seksual itu menurun, minat,
dorongan, gairah, kebutuhan dan daya seks berkurang
7. Mitos ketidakproduktifan
Lansia dipandang sebagai usia tidak produktif
G. Pendekatan pada Lansia
1. Pendekatan fisik
Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik melalui perhatian
terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadianyang dialami klien lanjut usia semasa hidupnya,
perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan,
dan penyakitnya yang dapat dicegah atau progresivitasnya. Perawatan fisik umum bagi klien
lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian, yaitu:
a. Klien lanjut usia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang masih mampu bergerak
tanpa bantuan orang lain sehingga dalam kebutuhannya sehari-hari ia masih mampu
melakukannya sendiri.
b. Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, keadaan fisiknya mengalami
kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien lanjut usia ini, terutama
tentang hal yang terhubung dengan kebersihan perseorangan untuk mempertahankan
kesehatannya.
2. Pendekatan psikis
Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien
lanjut usia. Perawat dapat berperan sebagai pendukung dan interpreter terhadap segala sesuatu
yang asing, penampung rahasia pribadi dan sahabat yang akrab.
Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberi kesempatan dan waktu
yang cukup banyak untuk menerima berbagai bdentuk keluhan agar lanjut usia merasa puas.
Perawat harus selalu memegang prinsip triple S yaitu sabar, simpatik dan service.
Bila ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat bisa
melakukannya secara perlahan dan bertahap. Perawat ahrus mendukung mental mereka kearah
pemuasan pribadi sehingga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban. Bila
perlu, usahakan agar mereka merasa puas dan bahagia di masa lanjut usianya.
3. Pendekatan social
Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu upaya perawat dalam
melakukan pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama sesame klien
lanjut usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi, pendekatan sosial ini merupakan
pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang
membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan hubungan sosial,
baik antara lanjut usia maupun lanjut usia dengan perawat.
Perawat memberi kesempatan seluas-luasnya kepada lanjut usia untuk mengadakan
komunikasi, melakukan rekreasi. Lansia prlu dirangsang untuk membaca surat kabar dan
majalah.
Dengan demikian, perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi, baik dengan sesama
mereka maupun petugas yang secara lansung berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial
bagi lanjut usia, termasuk asuhan keperawatan lansia dipanti sosial tresna wherda.
I.
metaparadigma
lansia.
Dia
tidak
dapat
diprediksi
dengan
pengetahuan
tentang
bagian
bagiannya.
1.
Lingkungan terdiri dari semua pola yang ada di luar individu. Keduanya,
individu dan lingkungan dianggap sistem terbuka. Lingkungan merupakan,
3.
Pemahaman yang benar pada diri perawat mengenai budaya klien, baik individu, keluarga,
kelompok, maupun masyarakat, dapat mencegah terjadinya culture shock atau culture imposition.
Culture shock terjadi saat pihak luar (perawat) mencoba mempelajari atau beradaptasi secara
efektif dengan kelompok budaya tertentu (klien). Klien akan merasakan perasaan tidak nyaman,
gelisah dan disorientasi karena perbedaan nilai budaya, keyakinan, dan kebiasaan. Sedangkan
culture imposition adalah kecenderungan tenaga kesehatan (perawat), baik secara diam-diam
maupun terang-terangan, memaksakan nilai-nilai budaya, keyakinan, dan kebiasaan/perilaku
yang dimilikinya kepada individu, keluarga, atau kelompok dari budaya lain karena mereka
meyakini bahwa budayanya lebih tinggi daripada budaya kelompok lain.
6. Model Konseptual Perilaku Johnson
Teori Dorothy Johnson tentang keperawatan (1968) berfokus pada bagaimana klien
beradaptasi terhadap kondisi sakitnya dan bagaimana stress actual atau potensial dapat
mempengaruhi kemampuan beradaptasi. Tujuan dari keperawatan adalah menurunkan stress
sehingga klien dapat bergerak lebih mudah melewati masa penyembuhannya (Johnson, 1968).
Teori Johnson berfokus pada kebutuhan dasar yang mengacu pada pengelompokkan perilaku
berikut:
1. Perilaku mencari keamanan
2. Perilaku mencari perawatan
3. Menguasai diri sendiri dan lingkungan sesuai dengan standar internalisasi prestasi
4. Mengakomodasi diet dengan cara yang diterima secar sosial dan cultural
5. Mengeluarkan sampah tubuh dengan cara yang diterima secara sosial dan cultural
6. Perilaku seksual dan identitas peran
7. Perilaku melindungi diri sendiri
Menurut Johnson, perawat mengkaji kebutuhan klien berdasarkan kategori perilaku diatas,
yang disebut subsistem perilaku. Dalam kondisi normal klien berfungsi secara efektif didalam
lingkungannya.Akan tetapi ketika stres mengganggu adaptasi normal, perilaku klien menjadi
tidak dapat diduga dan tidak jelas.Perawat mengidentikasi ketidakmampuan beradaptasi seperti
ini dan memberikan asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah dalam memenuhi kebutuhan
tersebut.
7. Model Konseptual Self Care Orem
Konsep keperawatan Orem mendasari peran perawat dalam memenuhi kebutuhan klien
untuk mencapai kemandirian dan kesehatan yang optimal.
a. Teori Self care deficit
Inti dari teori ini menggambarkan manusia sebagai penerima perawatan yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan perawatan dirinya dan memiliki berbagai keterbatasan-keterbatasan dalam
mencapai taraf kesehatannya.
b. Teori Self care
Ketika klien tidak mampu melakukan perawatan dirinya sendiri maka deficit perawatan diri
terjadi dan perawat akan membantu klien untuk melakukan tugas perawatan dirinya
c. Teori nursing system
Perawat menentukan, mendesain, dan menyediakan perawatan yang mengatur kemampuan
individu dan memberikannya secara terapeutik sesuai dengan tiga tingkatan
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2011). Konsep Dasar Keperawatan Gerontik. Diakses pada tanggal 23 Oktober 2012 dari
http://ebookbrowse.com/konsep-dasar-keperawatan-gerontik-doc-d189511678
Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC
Nugroho, Wahjudi SKM. (1995). Perawatan Lanjut Usia. Jakarta : EGC
Potter & Perry. (2005). Fundamental of Nursing. Jakarta : EGC
Samsun, Ahmad. (2011). Keperawatan Gerontik. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2012 dari
http://id.scribd.com/doc/57506594/Makalah-Keperawatan-Gerontik-i
Sri, Nina. (2010). Keperawatan Dasar. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2012 dari
http://cheezabluesecret.multiply.com/journal