Anda di halaman 1dari 13

Keperawatan Gerontik

Pengertian
Keperawatan yang berkeahlian khusus merawat lansia diberi nama untuk pertama kalinya
sebagai keperawatan geriatric (Ebersole et al, 2005). Namun, pada tahun 1976, nama tersebut
diganti dengan gerontological. Gerontologi berasal dari kata geros yang berarti lanjut usia dan
logos berarti ilmu. Gerontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang lanjut usia dengan
masalah-masalah yang terjadi pada lansia yang meliputi aspek biologis, sosiologis, psikologis,
dan ekonomi. Gerontologi merupakan pendekatan ilmiah (scientific approach) terhadap berbagai
aspek dalam proses penuaan (Tamher&Noorkasiani, 2009). Menurut Miller (2004), gerontologi
merupakan cabang ilmu yg mempelajari proses manuan dan masalah yg mungkin terjadi pada
lansia. Geriatrik adalah salah satu cabang dari gerontologi dan medis yang mempelajari khusus
aspek kesehatan dari usia lanjut, baik yang ditinjau dari segi promotof, preventif, kuratif,
maupun rehabilitatif yang mencakup kesehatan badan, jiwa, dan sosial, serta penyakit cacat
(Tamher&Noorkasiani, 2009).
Sedangkan keperawatan gerontik adalah istilah yang diciptakan oleh Laurie Gunter dan
Carmen Estes pada tahun 1979 untuk menggambarkan bidang ini. Namun istilah keperawatan
gerontik sudah jarang ditemukan di literature (Ebersole et al, 2005). Gerontic nursing
berorientasi pada lansia, meliputi seni, merawat, dan menghibur. Istilah ini belum diterima secara
luas, tetapi beberapa orang memandang hal ini lebih spesifik. Menurut Nugroho (2006), gerontik
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan lanjut usia dengan segala permasalahannya,
baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Menurut para ahli, istilah yang paling menggambarkan
keperawatan pada lansai adalah gerontological nursing karena lebih menekankan kepeada
kesehatan ketimbang penyakit. Menurut Kozier (1987), keperawatan gerontik adalah praktek
perawatan yang berkaitan dengan penyakit pada proses menua. Menurut Lueckerotte (2000)
keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada lansia yang
berfokus pada pengkajian kesehatan dan status fungsional, perencanaan, implementasi serta
evaluasi.
B. Tujuan Keperawatan Gerontik
Adapun tujuan dari gerontologi adalah (Maryam, 2008):
1. Membantu individu lanjut usia memahami adanya perubahan pada dirinya berkaitan dengan
proses penuaan
2. Mempertahankan, memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia baik jasmani,
rohani, maupun social secara optimal
3.
Memotivasi dan menggerakkan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan lanjut
usia
4. Memenuhi kebutuhan lanjut usia sehari-hari
5. Mengembalikan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari
6. Mempercepat pemulihan atau penyembuhan penyakit
7.
Meningkatkan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna dalam
kehidupan keluarga dan masyarakat, sesuai dengan keberadaannya dalam masyarakat
Tujuan dari geriatrik menurut Maryam (2008) adalah sebagai berikut:

1.
2.
3.
4.
5.

Mempertahankan derajat kesehatan pada lanjut usia pada taraf yang setinggi-tingginya sehingga
terhindar dari penyakit atau gangguan
Memelihara kondisi kesehatan dengan akticitas fisik dan mental
Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnosis yang
tepat dan dini bila mereka menemukan kelainan tertentu
Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lanjut usia yang menderita suatu penyakit atau
gangguan, masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu
pertolongan (memelihara kemandirian secara maksimal)
Bila para lanjut usia sudah tidak dapat disembuhkan dan bila mereka sudah sampai pada stadium
terminal, ilmu ini mengajarkan untuk tetap memberi bantuan yang simpatik dan perawatan
dengan penuh pengertian (dalam akhir hidupnya, memberi bantuan moral dan perhatian yang
maksimal sehingga kematiannya berlangsung dengan tenang).
Tujuan keperawatan gerontik adalah memenuhi kenyamanan lansia, mempertahankan fungsi
tubuh, serta membantu lansia menghadapi kematian dengan tenang dan damai melalui ilmu dan
teknik keperawatan gerontik (Maryam, 2008).

C. Fungsi Perawat Gerontik


Perawat memiliki banyak fungsi dalam memberikan pelayanan prima dalam bidang
gerontik. Menurut Eliopoulus (2005), fungsi dari perawat gerontologi adalah :
1. Guide persons of all ages toward a healthy aging process (membimbing orang pada segala usia
untuk mencapai masa tua yang sehat)
2. Eliminate ageism (menghilangkan perasaan takut tua)
3. Respect the tight of older adults and ensure other do the same (menghormati hak orang yang
lebih tua dan memastikan yang lain melakukan hal yang sama)
4.
Overse and promote the quality of service delivery (memantau dan mendorong kualitas
pelayanan)
5. Notice and reduce risks to health and well being (memerhatikan serta menguragi resiko terhadap
kesehatan dan kesejahteraan)
6. Teach and support caregives (mendidik dan mendorong pemberi pelayanan kesehatan)
7. Open channels for continued growth (membuka kesempatan untuk pertumbuhan selanjutnya)
8. Listen and support (mendengarkan dan member dukungan)
9. Offer optimism, encouragement and hope (memberikan semangat, dukungan, dan harapan)
10. Generate, support, use, and participate in research (menghasilkan, mendukung, menggunakan,
dan berpartisipasi dalam penelitian)
11. Implement restorative and rehabilitative measures (melakukan perawatan restorative dan
rehabilitative)
12. Coordinate and managed care (mengoordinasi dan mengatur perawatan)
13. Asses, plan, implement, and evaluate care in an individualized, holistic maner (mengkaji,
merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi perawatan individu dan perawatan secara
menyeluruh)
14. Link service with needs (memberikan pelayanan sesuai kebutuhan)
15. Nurtuere futue gerontological nurses for advancement of the speciality (membangun masa depan
perawat gerontik untuk menjadi ahli dibidangnya)

16.

Understand the unique physical, emotical, social, spiritual aspect of each other (saling
memahami keunikan pada aspek fisik, emosi, social, dan spiritual)
17. Recognize and encourage the appropriate management of ethical concern (mengenal dan
mendukung manajemen etika yang sesuai dengan tempatnya bekerja)
18. Support and comfort through the dying process (memberikan dukungan dan kenyamanan dalam
menghadapi proses kematian)
19. Educate to promote self care and optimal independence (mengajarkan untuk meningkatkan
perawatan mandiri dan kebebasan yang optimal)
D. Peran Perawat Gerontik
Peran perawat gerontik secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu
peran secara umum dan peran spesialis. Peran secara umum yaitu pada berbagai setting, seperti
rumah sakit, rumah, nursing home, komunitas, dengan menyediakan perawatan kepada individu
dan keluarganya (Hess, Touhy, & Jett, 2005). Perawat bekerja di berbagai macam bentuk
pelayanan dan bekerja sama dengan para ahli dalam perawatan klien mulai dari perencanaan
hingga evaluasi. Peran secara spesialis terbagi menjadi dua macam yaitu perawat gerontik
spesialis klinis/gerontological clinical nurse specialist (CNS) dan perawat gerontik
pelaksana/geriatric nurse practitioner (GNP). Peran CNS yaitu perawat klinis secara langsung,
pendidik, manajer perawat, advokat, manajemen kasus, dan peneliti dalam perencanaan
perawatan atau meningkatkan kualitas perawatan bagi klien lansia dan keluarganya pada setting
rumah sakit, fasilitas perawatan jangka panjang, outreach programs, dan independent consultant.
Sedangkan peran GNP yaitu memenuhi kebutuhan klien pada daerah pedalaman; melakukan
intervensi untuk promosi kesehatan, mempertahankan, dan mengembalikan status kesehatan
klien; manajemen kasus, dan advokat pada setting klinik ambulatori, fasilitas jangka panjang,
dan independent practice. Hal ini sedikit berbeda dengan peran perawat gerontik spesialis klinis.
Perawat gerontik spesialis klinis memiliki peran, diantaranya:
a) Provider of care
Perawat klinis melakukan perawatan langsung kepada klien, baik di rumah sakit dengan
kondisi akut, rumah perawatan, dan fasilitas perawatan jangka panjang. Lansia biasanya
memiliki gejala yang tidak lazim yang membuat rumit diagnose dan perawatannya. Maka
perawat klinis perlu memahami tentang proses penyakit dan sindrom yang biasanya muncul di
usia lanjut termasuk faktor resiko, tanda dan gejala, terapi medikasi, rehabilitasi, dan perawatan
di akhir hidup.
b) Peneliti
Level yang sesuai untuk melakukan penelitian adalah level S2 atau baccalaureate level.
Tujuannya adalah meningkatkan kualitas perawatan klien dengan metode evidence based
practice. Penelitian dilakukan dengan mengikuti literature terbaru, membacanya, dan
mempraktekkan penelitian yang dapat dipercaya dan valid. Sedangkan perawat yang berada pada
level undergraduate degrees dapat ikut serta dalam penelitian seperti membantu melakukan
pengumpulan data.
c) Manajer Perawat
Manajer perawat harus memiliki keahlian dalam kepemimpinan, manajemen waktu,
membangun hubungan, komunikasi, dan mengatasi perubahan. Sebagai konsultan dan sebagai
role model bagi staf perawat dan memiliki jiwa kepemimpinan dalam mengembangkan dan
melaksanakan program perawatan khusus dan protokol untuk orang tua di rumah sakit. Perawat

gerontik berfokus pada peningkatan kualitas perawatan dan kualitas hidup yang mendorong
perawat menerapkan perubahan inovatif dalam pemberian asuhan keperawatan di panti jompo
dan setting perawatan jangka panjang lainnya.
d) Advokat
Perawat membantu lansia dalam mengatasi adanya ageism yang sering terjadi di masyarakat.
Ageism adalah diskriminasi atau perlakuan tidak adil berdasarkan umur seseorang. Seringkali
para lansia mendapat perlakuan yang tidak adil atau tidak adanya kesetaraan terhadap berbagai
layanan masyarakat termasuk pada layanan kesehatan. Namun, perawat gerontology harus ingat
bahwa menjadi advokat tidak berarti membuat keputusan untuk lansia, tetapi member kekuatan
mereka untuk tetap mandiri dan menjaga martabat, meskipun di dalam situasi yang sulit.
e) Edukator
Perawat harus mengambil peran pengajaran kepada lansia, terutama sehubungan dengan
modifikasi dalam gaya hidup untuk mengatasi konsekuensi dari gejala atipikal yang menyertai
usia tua. Perawat harus mengajari para lansia tentang pentingnya pemeliharaan berat badan,
keterlibatan beberapa jenis kegiatan fisik seperti latihan dan manajemen stres untuk menghadapi
usia tua dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Perawat juga harus mendidik lansia tentang cara
dan sarana untuk mengurangi risiko penyakit seperti serangan jantung, stroke, diabetes,
alzheimer, dementia, bahkan kanker.
f) Motivator
Perawat memberikan dukungan kepada lansia untuk memperoleh kesehatan optimal,
memelihara kesehatan, menerima kondisinya. Perawat juga berperan sebagai inovator yakni
dengan mengembangkan strategi untuk mempromosikan keperawatan gerontik serta melakukan
riset/ penelitian untuk mengembangkan praktik keperawatan gerontik.
g) Manajer kasus
Manajemen kasus adalah metode intervensi lain yang dapat mengurangi penurunan fungsional
klien lansia berisiko tinggi dirawat di rumah sakit. Umumnya, manajemen kasus disediakan bagi
klien yang mendapatkan berbagai perawatan yang berbeda.
E. Masalah Kesehatan Pada Lansia
Penampilan penyakit pada lanjut usia (lansia) sering berbeda dengan pada dewasa muda,
karena penyakit pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat
penyakit dan proses menua, yaitu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya, sehingga tidak dapat berthan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang diderita.
Demikian juga, masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dari orang
dewasa, yang menurut Kane dan Ouslander sering disebut dengan istilah 14 I, yaitu immobility
(kurang bergerak), instability (berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah jatuh), incontinence
(beser buang air kecil dan atau buang air besar), intellectual impairment (gangguan
intelektual/dementia), infection (infeksi), impairment of vision and hearing, taste, smell,
communication, convalescence, skin integrity (gangguan pancaindera, komunikasi,
penyembuhan, dan kulit), impaction (sulit buang air besar), isolation (depresi), inanition (kurang
gizi), impecunity (tidak punya uang), iatrogenesis (menderita penyakit akibat obat-obatan),

insomnia (gangguan tidur), immune deficiency (daya tahan tubuh yang menurun), impotence
(impotensi).
Masalah kesehatan utama tersebut di atas yang sering terjadi pada lansia perlu dikenal dan
dimengerti oleh siapa saja yang banyak berhubungan dengan perawatan lansia agar dapat
memberikan perawatan untuk mencapai derajat kesehatan yang seoptimal mungkin.
Masalah Kesehatan Lansia
1. Kurang bergerak: gangguan fisik, jiwa, dan faktor lingkungan dapat menyebabkan lansia kurang
bergerak. Penyebab yang paling sering adalah gangguan tulang, sendi dan otot, gangguan saraf,
dan penyakit jantung dan pembuluh darah.
2. Instabilitas: penyebab terjatuh pada lansia dapat berupa faktor intrinsik (hal-hal yang berkaitan
dengan keadaan tubuh penderita) baik karena proses menua, penyakit maupun faktor ekstrinsik
(hal-hal yang berasal dari luar tubuh) seperti obat-obat tertentu dan faktor lingkungan. Akibat
yang paling sering dari terjatuh pada lansia adalah kerusakan bahagian tertentu dari tubuh yang
mengakibatkan rasa sakit, patah tulang, cedera pada kepala, luka bakar karena air panas akibat
terjatuh
ke
dalam
tempat
mandi.
Selain daripada itu, terjatuh menyebabkan lansia tersebut sangat membatasi pergerakannya.
3. Beser: beser buang air kecil (bak) merupakan salah satu masalah yang sering didapati pada
lansia, yaitu keluarnya air seni tanpa disadari, dalam jumlah dan kekerapan yang cukup
mengakibatkan masalah kesehatan atau sosial. Beser bak merupakan masalah yang seringkali
dianggap wajar dan normal pada lansia, walaupun sebenarnya hal ini tidak dikehendaki terjadi
baik oleh lansia tersebut maupun keluarganya. Akibatnya timbul berbagai masalah, baik masalah
kesehatan maupun sosial, yang kesemuanya akan memperburuk kualitas hidup dari lansia
tersebut. Lansia dengan beser bak sering mengurangi minum dengan harapan untuk mengurangi
keluhan tersebut, sehingga dapat menyebabkan lansia kekurangan cairan dan juga berkurangnya
kemampuan kandung kemih. Beser bak sering pula disertai dengan beser buang air besar (bab),
yang justru akan memperberat keluhan beser bak tadi.
4. Gangguan intelektual: merupakan kumpulan gejala klinik yang meliputi gangguan fungsi
intelektual dan ingatan yang cukup berat sehingga menyebabkan terganggunya aktivitas
kehidupan shari-hari. Kejadian ini meningkat dengan cepat mulai usia 60 sampai 85 tahun atau
lebih, yaitu kurang dari 5 % lansia yang berusia 60-74 tahun mengalami dementia (kepikunan
berat) sedangkan pada usia setelah 85 tahun kejadian ini meningkat mendekati 50 %. Salah satu
hal yang dapat menyebabkan gangguan interlektual adalah depresi sehingga perlu dibedakan
dengan gangguan intelektual lainnya.
5. Infeksi: merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting pada lansia, karena selain sering
didapati, juga gejala tidak khas bahkan asimtomatik yang menyebabkan keterlambatan di dalam
diaggnosis dan pengobatan serta risiko menjadi fatal meningkat pula. Beberapa faktor risiko
yang menyebabkan lansia mudah mendapat penyakit infeksi karena kekurangan gizi, kekebalan
tubuh:yang menurun, berkurangnya fungsi berbagai organ tubuh, terdapatnya beberapa penyakit
sekaligus (komorbiditas) yang menyebabkan daya tahan tubuh yang sangat berkurang. Selain
daripada itu, faktor lingkungan, jumlah dan keganasan kuman akan mempermudah tubuh
mengalami infeksi.
6. Gangguan pancaindera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit: akibat prosesd menua semua
pancaindera berkurang fungsinya, demikian juga gangguan pada otak, saraf dan otot-otot yang

digunakan untuk berbicara dapat menyebabkn terganggunya komunikasi, sedangkan kulit


menjadi lebih kering, rapuh dan mudah rusak dengan trauma yang minimal.
7. Sulit buang air besar (konstipasi): beberapa faktor yang mempermudah terjadinya konstipasi,
seperti kurangnya gerakan fisik, makanan yang kurang sekali mengandung serat, kurang minum,
akibat pemberian obat-obat tertentu dan lain-lain. Akibatnya, pengosongan isi usus menjadi sulit
terjadi atau isi usus menjadi tertahan. Pada konstipasi, kotoran di dalam usus menjadi keras dan
kering, dan pada keadaan yang berat dapat terjadi akibat yang lebih berat berupa penyumbatan
pada usus disertai rasa sakit pada daerah perut.
8. Depresi: perubahan status sosial, bertambahnya penyakit dan berkurangnya kemandirian sosial
serta perubahan-perubahan akibat proses menua menjadi salah satu pemicu munculnya depresi
pada lansia. Namun demikian, sering sekali gejala depresi menyertai penderita dengan penyakitpenyakit gangguan fisik, yang tidak dapat diketahui ataupun terpikirkan sebelumnya, karena
gejala-gejala depresi yang muncul seringkali dianggap sebagai suatu bagian dari proses menua
yang normal ataupun tidak khas. Fejala-gejala depresi dapat berupa perasaan sedih, tidak
bahagia, sering menangis, merasa kesepian, tidur terganggu, pikiran dan gerakan tubuh lamban,
cepat lelah dan menurunnya aktivitas, tidak ada selera makan, berat badan berkurang, daya ingat
berkurang, sulit untuk memusatkan pikiran dan perhatian, kurangnya minat, hilangnya
kesenangan yang biasanya dinikmati, menyusahkan orang lain, merasa rendah diri, harga diri dan
kepercayaan diri berkurang, merasa bersalah dan tidak berguna, tidak ingin hidup lagi bahkan
mau bunuh diri, dan gejala-gejala fisik lainnya. Akan tetapi pada lansia sering timbul depresi
terselubung, yaitu yang menonjol hanya gangguan fisik saja seperti sakit kepala, jantung
berdebar-debar, nyeri pinggang, gangguan pencernaan dan lain-lain, sedangkan gangguan jiwa
tidak jelas.
9. Kurang gizi: kekurangan gizi pada lansia dapat disebabkan perubahan lingkungan maupun
kondisi kesehatan. Faktor lingkungan dapat berupa ketidaktahuan untuk memilih makanan yang
bergizi, isolasi sosial (terasing dari masyarakat) terutama karena gangguan pancaindera,
kemiskinan, hidup seorang diri yang terutama terjadi pada pria yang sangat tua dan baru
kehilangan pasangan hidup, sedangkan faktor kondisi kesehatan berupa penyakit fisik, mental,
gangguan tidur, alkoholisme, obat-obatan dan lain-lain.
10. Tidak punya uang: dengan semakin bertambahnya usia maka kemampuan fisik dan mental
akan berkurang secara perlahan-lahan, yang menyebabkan ketidakmampuan tubuh dalam
mengerjakan atau menyelesaikan pekerjaannya sehingga tidak dapat memberikan penghasilan.
Untuk dapat menikmati masa tua yang bahagia kelak diperlukan paling sedikit tiga syarat,
yaitu :memiliki uang yang diperlukan yang paling sedikit dapat memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari, memiliki tempat tinggal yang layak, mempunyai peranan di dalam menjalani masa
tuanya.
11. Penyakit akibat obat-obatan: salah satu yang sering didapati pada lansia adalah menderita
penyakit lebih dari satu jenis sehingga membutuhkan obat yang lebih banyak, apalagi sebahagian
lansia sering menggunakan obat dalam jangka waktu yang lama tanpa pengawasan dokter dapat
menyebabkan timbulnya penyakit akibat pemakaian obat-obat yaqng digunakan.
12. Gangguan tidur: dua proses normal yang paling penting di dalam kehidupan manusia adalah
makan dan tidur. Walaupun keduanya sangat penting akan tetapi karena sangat rutin maka kita
sering melupakan akan proses itu dan baru setelah adanya gangguan pada kedua proses tersebut
maka kita ingat akan pentingnya kedua keadaan ini. Jadi dalam keadaan normal (sehat) maka
pada umumnya manusia dapat menikmati makan enak dan tidur nyenyak. Berbagai keluhan
gangguan tidur yang sering dilaporkan oleh para lansia, yakni sulit untuk masuk dalam proses

tidur. tidurnya tidak dalam dan mudah terbangun, tidurnya banyak mimpi, jika terbangun sukar
tidur kembali, terbangun dinihari, lesu setelah bangun dipagi hari.
13. Daya tahan tubuh yang menurun: daya tahan tubuh yang menurun pada lansia merupakan
salah satu fungsi tubuh yang terganggu dengan bertambahnya umur seseorang walaupun tidak
selamanya hal ini disebabkan oleh proses menua, tetapi dapat pula karena berbagai keadaan
seperti penyakit yang sudah lama diderita (menahun) maupun penyakit yang baru saja diderita
(akut) dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh seseorang. Demikian juga penggunaan
berbagai obat, keadaan gizi yang kurang, penurunan fungsi organ-organ tubuh dan lain-lain.
14. Impotensi: merupakan ketidakmampuan untuk mencapai dan atau mempertahankan ereksi yang
cukup untuk melakukan sanggama yang memuaskan yang terjadi paling sedikit 3 bulan.
Menurut Massachusetts Male Aging Study (MMAS) bahwa penelitian yang dilakukan pada pria
usia 40-70 tahun yang diwawancarai ternyata 52 % menderita disfungsi ereksi, yang terdiri dari
disfungsi ereksi total 10 %, disfungsi ereksi sedang 25 % dan minimal 17 %. Penyebab disfungsi
ereksi pada lansia adalah hambatan aliran darah ke dalam alat kelamin sebagai adanya kekakuan
pada dinding pembuluh darah (arteriosklerosis) baik karena proses menua maupun penyakit, dan
juga berkurangnya sel-sel otot polos yang terdapat pada alat kelamin serta berkurangnya
kepekaan dari alat kelamin pria terhadap rangsangan (Siburian, 2009).
F. Mitos Pada Lansia
1. Mitos kedamaian dan ketenangan
Kenyataan :
a.
Sering ditemui stress karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta
penderitaan karena penyakit
b. Depresi
c. Kekhawatiran
d. Paranoid
e. Masalah psikotik
2. Mitos konservatisme dan kemunduran
a. Konservatif
b. Tidak kreatif
c. Menolak inovasi
d. Berorientasi ke masa silam
e. Merindukan masa lalu
f. Kembali ke masa kanak-kanak
g. Susah berubah
h. Keras kepala
i. Cerewet
3. Mitos berpenyakitan
Lansia dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang disertai oleh
berbagai penderitaan akibat bermacam penyakit yang menyertai proses
manua.
4. Mitos semilitas
Lansia dipandang sebagai masa pikun yang disebabkan oleh kerusakan
bagian otak
5. Mitos tidak jatuh cinta

Lansia tidak lagi jatuh cinta dan gairah terhadap lawan jenis tidak ada
atau sudah berkurang
6. Mitos aseksualitas
Ada pandangan bahwa pada lansia, hubungan seksual itu menurun, minat,
dorongan, gairah, kebutuhan dan daya seks berkurang
7. Mitos ketidakproduktifan
Lansia dipandang sebagai usia tidak produktif
G. Pendekatan pada Lansia
1. Pendekatan fisik
Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik melalui perhatian
terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadianyang dialami klien lanjut usia semasa hidupnya,
perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan,
dan penyakitnya yang dapat dicegah atau progresivitasnya. Perawatan fisik umum bagi klien
lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian, yaitu:
a. Klien lanjut usia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang masih mampu bergerak
tanpa bantuan orang lain sehingga dalam kebutuhannya sehari-hari ia masih mampu
melakukannya sendiri.
b. Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, keadaan fisiknya mengalami
kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien lanjut usia ini, terutama
tentang hal yang terhubung dengan kebersihan perseorangan untuk mempertahankan
kesehatannya.
2. Pendekatan psikis
Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien
lanjut usia. Perawat dapat berperan sebagai pendukung dan interpreter terhadap segala sesuatu
yang asing, penampung rahasia pribadi dan sahabat yang akrab.
Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberi kesempatan dan waktu
yang cukup banyak untuk menerima berbagai bdentuk keluhan agar lanjut usia merasa puas.
Perawat harus selalu memegang prinsip triple S yaitu sabar, simpatik dan service.
Bila ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat bisa
melakukannya secara perlahan dan bertahap. Perawat ahrus mendukung mental mereka kearah
pemuasan pribadi sehingga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban. Bila
perlu, usahakan agar mereka merasa puas dan bahagia di masa lanjut usianya.
3. Pendekatan social
Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu upaya perawat dalam
melakukan pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama sesame klien
lanjut usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi, pendekatan sosial ini merupakan
pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang
membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan hubungan sosial,
baik antara lanjut usia maupun lanjut usia dengan perawat.
Perawat memberi kesempatan seluas-luasnya kepada lanjut usia untuk mengadakan
komunikasi, melakukan rekreasi. Lansia prlu dirangsang untuk membaca surat kabar dan
majalah.
Dengan demikian, perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi, baik dengan sesama
mereka maupun petugas yang secara lansung berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial
bagi lanjut usia, termasuk asuhan keperawatan lansia dipanti sosial tresna wherda.

H. Tempat Pemberian Pelayanan Bagi Lansia


1. Pelayanan social di keluarga sendiri
Home care service merupakan bentuk pelayanan sosial bagi lanjut usia yangdlakukan di
rumah sendiri atau dalam lingkungan keluarga lanjut usia. Tujuan pelayanan yang diberikan
adalah membantu keluarga dalam mengatasi dan memecahkan masalah lansia sekaligus
memberikan kesempatan kepada lansia untuk tetap tinggal di lingkungan keluarganya.
Pelayanan ini dapat diberikan oleh:
a. Perseorangan : perawat, pemberi asuhan
b. Keluarga
c. Kelompok
d. Lembaga / organisasi sosial
e. Dunia usaha dan pemerintah
Jenis pelayanan yang diberikan dapat berupa bantuan makanan, bantuan melakukan aktivitas
sehari-hari, bantuan kebersihan dan perawatan kesehatan, penyuluhan gizi. Pelayanan diberikan
secara kontinu setiap hari, minggu, bulan dan selama lansia atau keluarganya membutuhkan.
2. Foster Care Service
Pelayanan sosial lansia melalui keluarga pengganti adalah pelayanan sosial yang diberikan
kepada lansia di luar keluarga sendiri dan di luar lembaga. Lansia tinggal bersama keluarga lain
karena keluarganya tidak dapat memberi pelayanan yang dibutuhkannya atau berada dalm
kondisi terlantar.
Tujuan pelayanan ini adalah membantu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah yang
dihadapi lansia dan keluarganya. Sasaran pelayanannya adalah lansia terlantar, tidak dapat
dilayani oleh keluarganya sendiri.
Jenis-jenis pelayanan yang diberikan dapat berupa
a. Bantuan makanan, misalnya menyiapkan dan memberi makanan
b. Peningkatan gizi
c. Bantuan aktivitas
d. Bantuan kebersihan dan perawatan kesehatan
e. Pendampingan rekreasi
f. Olah raga dsb
3. Pusat santunan keluarga (pusaka)
Pelayanan kepada warga lansia ini diberikan di tempat yang tidak jauh daritempat tinggal
lansia. Tujuan pelayanan ini adalah membantu keluarga/lanjut usia dalam mengatasi
permasalahan, memenuhi kebutuhan, memecahkan masalah lansia sekaligus member kesempatan
kepada lansia untuk tetap tinggal di lingkungan keluarga.
Sasaran pelayanan adalah lansia yang tinggal/berada dalam lingkungan keluarga sendiri atau
keluarga pengganti. Lansia masih sehat, mandiri tetapi mengalami keterbatasan ekonomi.
4. Panti social Tresna Wherda
Institusi yang member pelayanan dan perawatan jasmani, rohani, sosial dan perlindungan
untuk memenuhi kebutuhan lansia agar dapat memiliki kehidupan secara wajar.
Pelayanan yang diberikan dalam bentuk kegiatan, antara lain:
Kegiatan rutin
a. Pemenuhan makan 3x/hari
b. Senam lansia (senam pernafasan, senam jantung, senam gerak latih otak dsb)
c. Bimbingan rohani/keagamaan sesuai dengan agama

d. Kerajinan tangan (menjahit, menyulam, merenda)


e. Menyalurkan hobi (bermain angklung, menyanyi, karaoke, berkebun)
Kegiatan waktu luang
a. Bermain (catur, pingpong)
b. Berpantun/baca puisi
c. Menonton film
d. Membaca Koran

I.

Model Keperawatan Gerontik Menurut Ahli

1. Model Konseptual Adaptasi Callista Roy


Model adaptasi Roy merupakan salah satu teori keperawatan yang
berfokus pada kemampuan adaptasi klien terhadap stressor yang
dihadapinya. Dalam penerapannya Roy menegaskan bahwa individu adalah
makhluk biopsikososial sebagai satu kesatuan utuh yang memiliki
mekanisme koping untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Roy
mendefinisikan lingkungan sebagai semua yang ada di sekeliling kita dan
berpengaruh pada perkembangan manusia. Sehat adalah suatu keadaan
atau proses dalam menjaga integritas diri, respon yang menyebabkan
penurunan integritas tubuh menimbulkan adanya suatu kebutuhan dan
menyebabkan individu berespon terhadap kebutuhan tersebut melalui upaya
atau prilaku tertentu. Menurutnya peran perawat adalah membantu pasien
beradaptasi terhadap perubahan yang ada.
2. Model Konseptual Human Being Rogers
Marta Rogers (1992) mengungkapkan

metaparadigma

lansia.

Dia

menyajikan lima asumsi tentang manusia. Setiap manusia diasumsikan


sebagai kesatuan yang dengan individualitas. Manusia secara kontinyu
mengalami pertukaran energi dengan lingkungan. Manusia mampu abstraksi,
citra, bahasa, pikiran, sensasi, dan emosi. Manusia diidentifikasi dengan pola
dan mewujudkan karakteristik dan perilaku yang berbeda dari bagian dan
yang

tidak

dapat

diprediksi

dengan

pengetahuan

tentang

bagian

bagiannya.
1.

Lingkungan terdiri dari semua pola yang ada di luar individu. Keduanya,
individu dan lingkungan dianggap sistem terbuka. Lingkungan merupakan,

tereduksi terpisahkan, energi lapangan pandimensional diidentifikasi dengan


pola dan integral dengan bidang manusia (Rogers, 1992).
2.

Perawatan utamanya adalah seni dan ilmu dan humanistik kemanusiaan.


Ditujukan terhadap semua manusia dan berkaitan dengan sifat dan arah
pembangunan manusia. Tujuannya untuk berpartisipasi dalam proses
perubahan sehingga orang dapat mengambil manfaat (Rogers, 1992).

3.

Kesehatan tidak secara khusus diatur, Malinski (1986) dikutip dari


komunikasi pribadi dengan Rogers di mana di negara bagian Rogers bahwa
ia memandang kesehatan sebagai sebuah nilai. Komunikasi ini menegaskan
kesimpulan sebelumnya bahwa penyakit, patologi dan kesehatan adalah
sebuah nilai.

3. Model Konseptual Keperawatan Neuman


Neuman menyatakan bahwa keperawatan memperhatikan manusia
secara utuh dan keperawatan adalah sebuah profesi yang unik yang
mempertahankan semua variabel yang mempengaruhi respon klien terhadap
stressor. Melalui penggunaan model keperawatan dapat membantu individu,
keluarga dan kelompok untuk mencapai dan mempertahankan level
maksimum dari total wellness. Keunikan keperawatan adalah berhubungan
dengan integrasi dari semua variabel yang mana mendapat perhatian dari
keperawatan . Neuman (1981) menyatakan bahwa dia memandang model
sebagai sesuatu yang berguna untuk semua profesi kesehatan dimana
mereka dan keperawatan mungkin berbagi bahasa umum dari suatu
pengertian. Neuman juga percaya bahwa keperawatan dengan perspektif
yang luas dapat dan seharusnya mengkoordinasi pelayanan kesehatan untuk
pasien supaya fragmentasi pelayanan dapat dicegah.
4. Model Konseptual Keperawatan Henderson
Fokus keperawatan pada teori Henderson adalah klien yang memiliki keterikatan hidup
secar individual selama daur kehidupan, dari fase ketergantungan hingga kemandirian sesuai
dengan usia, keadaan, dan lingkungan. Perawat merupakan penolong utama klien dalam
melaksanakan aktivitas penting guna memelihara dan memulihkan kesehatan klien atau
mencapai kematian yang damai. Bantuan ini diberikan oleh perawat karena kurangnya
pengetahuan kekeuatan, atau kemauan klien dalam melaksanakan 14 komponen kebutuhan dasar.
5. Model Konseptual Budaya Leininger
Model konseptual Leininger sering disebut sebagai Trancultural Nursing Theory atau teori
perawatan transkultural.

Pemahaman yang benar pada diri perawat mengenai budaya klien, baik individu, keluarga,
kelompok, maupun masyarakat, dapat mencegah terjadinya culture shock atau culture imposition.
Culture shock terjadi saat pihak luar (perawat) mencoba mempelajari atau beradaptasi secara
efektif dengan kelompok budaya tertentu (klien). Klien akan merasakan perasaan tidak nyaman,
gelisah dan disorientasi karena perbedaan nilai budaya, keyakinan, dan kebiasaan. Sedangkan
culture imposition adalah kecenderungan tenaga kesehatan (perawat), baik secara diam-diam
maupun terang-terangan, memaksakan nilai-nilai budaya, keyakinan, dan kebiasaan/perilaku
yang dimilikinya kepada individu, keluarga, atau kelompok dari budaya lain karena mereka
meyakini bahwa budayanya lebih tinggi daripada budaya kelompok lain.
6. Model Konseptual Perilaku Johnson
Teori Dorothy Johnson tentang keperawatan (1968) berfokus pada bagaimana klien
beradaptasi terhadap kondisi sakitnya dan bagaimana stress actual atau potensial dapat
mempengaruhi kemampuan beradaptasi. Tujuan dari keperawatan adalah menurunkan stress
sehingga klien dapat bergerak lebih mudah melewati masa penyembuhannya (Johnson, 1968).
Teori Johnson berfokus pada kebutuhan dasar yang mengacu pada pengelompokkan perilaku
berikut:
1. Perilaku mencari keamanan
2. Perilaku mencari perawatan
3. Menguasai diri sendiri dan lingkungan sesuai dengan standar internalisasi prestasi
4. Mengakomodasi diet dengan cara yang diterima secar sosial dan cultural
5. Mengeluarkan sampah tubuh dengan cara yang diterima secara sosial dan cultural
6. Perilaku seksual dan identitas peran
7. Perilaku melindungi diri sendiri
Menurut Johnson, perawat mengkaji kebutuhan klien berdasarkan kategori perilaku diatas,
yang disebut subsistem perilaku. Dalam kondisi normal klien berfungsi secara efektif didalam
lingkungannya.Akan tetapi ketika stres mengganggu adaptasi normal, perilaku klien menjadi
tidak dapat diduga dan tidak jelas.Perawat mengidentikasi ketidakmampuan beradaptasi seperti
ini dan memberikan asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah dalam memenuhi kebutuhan
tersebut.
7. Model Konseptual Self Care Orem
Konsep keperawatan Orem mendasari peran perawat dalam memenuhi kebutuhan klien
untuk mencapai kemandirian dan kesehatan yang optimal.
a. Teori Self care deficit
Inti dari teori ini menggambarkan manusia sebagai penerima perawatan yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan perawatan dirinya dan memiliki berbagai keterbatasan-keterbatasan dalam
mencapai taraf kesehatannya.
b. Teori Self care
Ketika klien tidak mampu melakukan perawatan dirinya sendiri maka deficit perawatan diri
terjadi dan perawat akan membantu klien untuk melakukan tugas perawatan dirinya
c. Teori nursing system
Perawat menentukan, mendesain, dan menyediakan perawatan yang mengatur kemampuan
individu dan memberikannya secara terapeutik sesuai dengan tiga tingkatan
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2011). Konsep Dasar Keperawatan Gerontik. Diakses pada tanggal 23 Oktober 2012 dari
http://ebookbrowse.com/konsep-dasar-keperawatan-gerontik-doc-d189511678
Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC
Nugroho, Wahjudi SKM. (1995). Perawatan Lanjut Usia. Jakarta : EGC
Potter & Perry. (2005). Fundamental of Nursing. Jakarta : EGC
Samsun, Ahmad. (2011). Keperawatan Gerontik. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2012 dari
http://id.scribd.com/doc/57506594/Makalah-Keperawatan-Gerontik-i
Sri, Nina. (2010). Keperawatan Dasar. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2012 dari
http://cheezabluesecret.multiply.com/journal

Anda mungkin juga menyukai