Anda di halaman 1dari 19

I.

PENDAHULUAN

Larings adalah salah satu bagian dari saluran nafas bagian atas. Fungsi
larings sangat penting, sehingga adanya perubahan pada larings dapat
menimbulkan gejala.
Gejala yang paling mudah terlihat adalah sesak nafas dan perubahan
suara, hal ini

disebabkan kecilnya diameter lumen larings. Sehingga kalau

terjadi kelainan karena tumor, korpal ataupun radang

akan dapat cepat

menimbulkan gejala.
Gejala-gejala akibat kelainan pada larings umumnya mudah diketahui,
tetapi pada penentuan diagnostik dari kelainan larings adalah sulit. Cara yang
dikerjakan untuk menegakkan diagnosis kelainan pada larings adalah dengan
pemeriksaan laringoskopi indirek dan laringoskopi direk.
Dalam penulisan ini akan dibahas indikasi

dan cara pemeriksaan

laringoskopi indirek dan laringoskopi direk.

II. ANATOMI LARINGS

Larings merupakan saluran nafas bagian atas yang berfungsi sebagai alat
bicara, proteksi saluran nafas dan mengontrol aliran udara. Kerangka laring
terdiri dari kartilago tiroid, krikoid, epiglotis, aritenoid dan os hioid. Epiglotis
melekat pada prominensia kartilago tiroid dan ditempat ini disebut Adams apple
yang didalamnya terdapat plika vokalis. (Gambar 1,2) Pada daerah pre epiglotis
terdapat hioid dan membrana tirohioid, yang merupakan tempat awal perluasan
karsinoma laring. Pada epiglotis di sudut posterior antara dua lipatan mukosanya
melekat kartilago aritenoid dan plika aritenoid yang membentuk dinding lateral
dan superior laring yang kaya akan pembuluh limfe, sehingga dua pertiga dari
karsinoma laring bila metastase ke leher melewati daerah ini.

Pada daerah

ventrikuler laring juga kaya pembuluh limfe dan merupakan predesposisi untuk
terjadinya laringokel, karena berasal dari kantong primitif pada stadium
embrional. Kartilago aritenoid berbentuk piramid dan pada proyeksi anterior
terdapat prosessus vokalis, sebagai tempat melekatnya plika vokalis, sedangkan
proyeksi lateral disebut prosessus muskularis, sebagai tempat melekatnya otototot abduksi dan adduksi. Persendian krikoaritenoid merupakan synovial joint
yang kemungkinan sakit bila penderita mengalami penyakit persendian.
Epigloti merupakan kartilago yang bersifat elastis berwarna kuning dan
tidak pernah mengalami kalsifikasi. Krikoid dan tiroid merupakan kartilago
hialin yang mengalami kalsifikasi pada umur sekitar 25 tahun.

Gambar 1. Letak laring potongan sagital

Gambar 2. Gambaran endoskopi laring

Gambar 3. Potongan vertikal laring

Gambar 5. Potongan koronal laring

Otot-otot laring berguna untuk adduksi dan abduksi

selain berfungsi

memanjang dan memendekkan plika vokalis. Otot-otot tersebut adalah:


1. m. krikoaritenoideus posterior, bila otot ini kontraksi maka aritenoid
berputar pada aksisnya, sehingga prosessus vokalis bergerak ke lateral dan
akibatnya plika vokalis abduksi / membuka.
2. m. krikoaritenoideus lateralis, kontraksi otot ini berakibat prosessus
muskularis bergerak ke anterior dan bagian medial prosessus vokalis
adduksi /menutup.
3. m. krikotiroideus, bila kontraksi terjadi pendekatan kartilago krikoid
dengan tiroid bagian anterior sehingga prominensia tiroid dengan aritenoid
jaraknya memanjang dan akibatnya plika vokalis lebih panjang / relaksasi.
4. m. tiroaritenoideus, tepi bebas otot ini sebagai m. vokalis yang berguna
untuk mengembungkan plika vokalis, pada saat kontraksi akibatnya plika
vokalis memendek. (Gambar 4)

Gambar 6. Gerakan otot-otot laring


Histologi epitel laring terdiri dari epitel skuamosa yang menutupi plika
vokalis yang meluas ke atas pada epiglotis permukaan posterior. Epitel kolumner
bersilia laring seing mengalami metaplasi menjadi epitel skuamosa, terutama
pada perokok. Daerah supraglotis kaya saluran limfe dan sel kelenjar mukosa,
sedangkan subglotis hanya sedikit kelenjar mukosa, bahkan pada glotis tidak
terdapat. Subglotis dan glotis saluran limfenya sangat sedikit, sehingga hanya

satu dari lima penderita karsinoma pada daerah ini yang mengalami metastase
limfogen. Membrana mukosa pada subglotis dan glotis adalah tipis, sedangkan
pada supra glotis agak tebal, sehingga dengan kekendoran jaringan ikat di laring
resiko besar terjadinya udema terutama pada anak-anak.

Gambar 7. Mukosa pita suara

Inervasi laring adalah dari n. laringeus inferior (n. laringeus rekuren)


yang menginervasi seluruh otot diatas krikoid. Muskulus krikoid diinervasi oleh
cabang eksternus n. laringeus superior cabang dari n. vagus. (Gambar 6) Paralise
kedua nervus tersebut berakibat perubahan posisi plika vokalis.

Gambar 8. Inervasi laring


Vaskularisasi laring di bagian atas plika vokalis oleh a. laringea superior
dan vena keluar dari laring melalui membrana tirohioidea. Bagian laring dibawah
plika vokalis mendapat vaskularisasi dari a. larigea inferior yang merupakan
cabang a. tiroidea inferior. Aliran limfe di plika vokalis tidak ada, tetapi kadangkadang pada membrana krikotiroidea terdapat nodus limfatikus kecil disebut
Delphian node yang penting dalam penyebaran

karsinoma laring. Dalam

kenyataanya plika vokalis mampu mencurahkan cairan limfe dan sangat efektif
membagi supraglotis dan subglotis yang penting pada operasi partial
laringektomi. Aliran dari supraglotis menuju ke superior menembus membrana
tirohioidea dan berakhir pada limnfonodi servikalis profunda superior, sedang
dari subglotis menuju ke nodus prelaringeal dan paratrakeal yang berakhir di
limfonodi servikalis profunda inferior dan mediastinum. (Gambar 7)

Gambar 9. Vaskularisasi pada laring. (Birrell, 1982)

Trakea dan Bronkus


Trakea adalah membrana kartilaginea dengan panjang 4 4,5 inci pada
orang dewasa muda. Terletak antara tepi bawah kartilago krikoid

sampai

bifurkasio aorta, sepanjang vertebra servikalis VI vertebra thorakal V. Trakea


kurang dari setengahnya terletak ada daerah servikalis

dan lebih dari

setenggahnya terletak pada daerah thorakal.


Struktur yang membentuk trakea adalah kartilago yang berbentuk cincin
tak utuh, dengan bagian belakang tanpa tulang rawan. Antara cincin yang satu
dengan yang lain dihubungkan oleh jaringan ikat fibrosa dan serat otot polos.
Jumlah cincin bervariasi antara 16 20 buah. Mukosa trakea terdiri dari epitel
kolumner bersilia.

Trakea bercabang menjadi 2 pada bifurkasio trakea menjadi bronkus


utama kanan dan kiri. Percabangan tersebut setinggi vertebra thorakalis V. Jarak
percabangan tersebut kurang lebih 25 cm dari gigi seri pada orang dewasa.
Bronkus utama kanan lebih

besar lebih pendek dan lebih vertikal letaknya

dibandingkan dengan bronkus utama kiri. Epitel di bronkus adalah epitel


kolumner

yang makin ke kaudal makin berbentuk kuboid dan akhirnya

berbentuk skuamosa, sehingga pertukaran gas mudah terjadi.

III. LARINGOSKOPI INDIREK DAN DIREK

Laringoskopi indirek
Laringoskopi indirek adalah salah satu cara pemeriksaan laring dengan
menggunakan cermin. Indikasi pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui dan
menilai laring. Pada pemeriksaan penderita dalam posisi duduk tegak, kemudian
penderita disuruh membuka mulut dan menjulurkan lidah. (gambar 2) Pemeriksa
memegang lidah penderita dengan tangan kiri yang sudah dialasi kasa. Setelah
lidah difiksasi, tangan kanan yang memegang cermin bertangkai yang sudah
dihangatkan, kemudian perlahan-lahan cermin dimasukkan orofaring sampai
terlihat pangkal lidah, tonsil, valekula, epiglotis, plika vokalis, plika
ventrikularis, komisura anterior , komisura posterior serta gerakan laring.

10

Gambar 10. Laringoskopi direk

11

Laringoskopi direk
Laringoskopi direk adalah suatu pemeriksaan yang bertujuan sama
dengan cara pemeriksaan laringoskopi indirek, tetapi bisa disertai dengan
tindakan biopsi. Pada tindakan ini posisi penderita ditidurkan dan penderita
dilakukan anestesi dengan neuroleptik atau dengan anestesi umum. Pada anestesi
neuroleptik penderita masih bisa disuruh untuk melakukan fonasi sehingga dapat
dinilai gerakan plika vokalis.
Pemeriksa dengan tangan kiri memegang laringoskop dan tangan kanan
memegang mulut dengan menahan gesekan gigi dengan laringoskop, dengan
perlahan-lahan

laringoskop

menyusur

lidah

dan

setelah

sampai

pila

glosoepiglotika laringoskop diangkat keatas. Maka akan tampak seluruh laring,


setelah itu dilakukan pemasangan suspensi/ penyangga. Dilakukan penilaian
struktur dan fungsi laring dan apabila dicurigai suatu masa dapat dilakukan
biopsi.

12

Gambar 11. Posisi laringoskopi direk

13

DAFTAR PUSTAKA
Agung, I.B., Purwadi. 1985 Obstruksi laring akut. Kumpulan makalah lokakarya
dan pertemuan ilmiah HUT III RSUP DR Sardjito Yogyakarta 1985: 107
113
Araki. S. and Kuratosi, K. 1981 Tuberculose of the larinx. A year review of 14
patients. Auris Nasus Larinx : 891- 895
Ballantyne, J.F., 1967 Tuberculoselaryngitis. A Syopsis of Otolaryngology.
John Wright & gone LTD. Bristol: 368 371
Ballanger, J.J., 1985 Tuberculose of the larynx. Disease of the Nose,Throat, Ear
and Neck 13th ed. Lea Febiger Philadelphia: 486 489.
Bailey, C.M., Taylor , P.C.W., 1981 Tuberculous
patients. The laryngoscope 91: 93 100.

laryngitis: A series of 37

Birrell, J.F., 1982 Logan Turners diseses of the nose, throat and ear. 9th ed
Wright PSG. London.
Esoinose, C., Montano, P., and Gaba, S.P., 1981
Laryngoscope 91: 110 113.

Laryngeal tuberculosis. The

Gertler, R., and Ramages, L., 1985 Tuberculous laryngitis one year harvest. The
Journal of Laryngology and Otology 95: 393 398.
Jan, A., 1986 Primary laryngeal tuberculosis ( a case report). The Journal of
Laryngology and Otology 100: 605 606.
Salmon, L.F.W., 1979 Chronic laryngitis. Dalam: Ballantyne,J., and Groves, J.,
(eds) Scott Browns Diseases of the Ear, Nose and Throat. 4th ed: 381420.
Thaler, S.R., Gross, J.P., Pilcs, S.Z., and Goodman, M.L., 1987 Laryngeal
tuberculosis as manifestes in decades 1963 1983. Laryngoscope 91: 848
850.
Waldman, P.H., 1982 Tuberculous and atypical mycobacteria. Otolaryngologic
Clinics of North America 15: 581 595.

14

15

KUMPULAN LAPORAN OPERASI

16

Oleh
Sunaryo
No. Mhs.: 98/1241/XIII-SP/0106

BAGIAN lLMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2002

Buku I
Daftar isi
1. Laporan kegiatan residen
2. Laporan orientai residen
3. Laporan stase luar

Patologi Anatomi

Anestesiologi

Radiologi

4. Kumpulan jurnal
5. Laporan Ilmiah

KONAS PERHATI ( 2 kasus )

PIT PERHATI ( 2 kasus)

Kasus Terpadu

17

6. Laporan mengajar perawat


7. Referat I - IV

LAPORAN KEGIATAN PENDIDIKAN KEAHLIAN


ILMU PENYAKIT THT DAN BEDAH KEPALA
LEHER

18

Oleh
Sunaryo
No. Mhs.: 98/1241/XIII-SP/0106

BAGIAN lLMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2002

DAFTAR ISI
BAB

halaman
I. Pendahuan

I.

PENDAHULUAN

19

Anda mungkin juga menyukai