Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

BAB II
PRESENTASI KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nomor rekam medik : 287073
Nama Pasien

: Ny. S

Umur

: 57 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Alamat

: Metro

Tanggal Masuk

: 8 Maret 2016

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama

Anggota gerak kaki dan tangan sebelah kiri tidak dapat digerakkan
Keluhan Tambahan :
Rasa kesemutan pada tangan dan kaki kiri, muntah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 2 hari SMRS, pasien mengeluh tangan dan kaki kirinya terasa lemah dan
tidak dapat digerakkan disertai rasa kesemutan. Lemah dirasakan mendadak seketika
saat bangun tidur. Pasien memiliki riwayat vertigo 2 bulan yang lalu dan sudah berobat.
Terkadang sesak dirasakan.
Sakit kepala disangkal, riwayat diabetes mellitus disangkal, pasien memiliki
rwayat hipertensi tak terkontrol dan tidak rutin meminum obat. BAB dan BAK tidak
ada gangguan. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu :
-

Riwayat penyakit hipertensi (+)

Riwayat penyakit jantung (-)

Riwayat penyakit DM (-)

Riwayat trauma (-)

Riwayat stroke dalam keluarga (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS PRESENT
Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Tanda-tanda vital

: TD : 150/90 mmHg
Nadi : 96x/menit, reguler
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36 C

STATUS GENERALIS
Kepala

: Normocephal, distribusi rambut merata

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat isokor


2,5/2,5,

reflek cahaya (+)

Leher

: Pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)

Thorax

: Dada simetris saat inspirasi dan ekspirasi


Cor

: BJ I,II reguler, Murmur (+), Gallop (-)

Pulmo : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), wheezing (-/-)


Abdomen

: Supel, datar, Bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)

Ekstremitas

: Akral hangat, oedem (-), sianosis (-)

STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran : GCS E4M6V5
N.CRANIALIS
N.I

: Normosmia (dengan minyak angin)

N.II

: Tajam penglihatan kesan baik


Lapang pandang kesan baik

N.III, IV, VI

: Ptosis -/Strabismus (-)


Nistagmus (-)
Gerakan bola mata ke segala arah normal
Pupil : bulat, kanan dan kiri: 3mm
Refleks cahaya langsung : +/+

Refleks cahaya tidak langsung : sulit dinilai/+


N.V

: Sensibilitas : V 1: baik
V 2: baik
V 3: baik

N.VII

Membuka dan menutup mulut

: baik

Menggigit

: baik

: Kerutan dahi : simetris kanan dan kiri


Menutup mata : kelopak mata kanan dan kiri menutup dengan baik
Menyeringai

: plika nasolabialis sinistra lebih datar

N.VIII

: Pendengaran: mendengar suara gesekan jari: kanan dan kiri baik

N.IX, X

: Disfonia (-)
Arcus faring : simetris
Uvula

: ditengah

N.XI

: Mengangkat bahu

: kanan lebih tinggi daripada kiri

N.XII

: Lidah saat dijulurkan

: deviasi ke kiri

Lidah saat diam

: deviasi ke kanan

Atrofi lidah

: tidak ada

TANDA RANGSANG MENINGEAL


Kaku kuduk

: (-)

MOTORIK
Tonus

: Bebas Terbatas
Bebas Terbatas

Tonus : Normotonus Normotonus


Normotonus Normotonus
Trophy

Kekuatan

: Eutrophy

Eutrophy

Eutrophy

Eutrophy

: 55550000
55550000

REFLEKS FISIOLOGIS
Biceps : +/+
Triceps: +/+
Patella: +/+
REFLEKS PATOLOGIS
Babinski

: -/+

Chaddock

: -/+

FUNGSI OTONOM
Miksi

: tidak ada gangguan

Defekasi

: tidak ada gangguan

D. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis:
Hemiparese Sinistra
Hipestesis Sinistra
Diagnosis tofis:
Intraserebral
Diagnosis etiologis:
Stroke Non-hemoragic, Infark

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Jenis Pemeriksaan

8/3/2016

Nilai rujukan

Hemoglobin

15,1

13-18 g/dL

Hematokrit

43,4

40-52%

Eritrosit

5.03

4,3 - 6,0 juta/L

Leukosit

12,20

4800 - 10800 /L

381.000

150000 - 400000 / L

GDS

126

70 - 100 mg/dL

MCV

86,2

80-100 fL

Trombosit

MCH

30,0

27-34 pg

MCHC

34,8

32-36 g/dL

MPV

7,9

7-13 fL

11/3/2016

Nilai rujukan

GDP

113

<100

Ureum

37

15-40

Creatinin

0,85

0,6-1,1

Asam urat

4,75

2,3-6,1

Kolesterol total

268

<200

Trigliserida

124

<150

HDL

47

>35

LDL

196,2

Jenis Pemeriksaan

<135

Pemeriksaan CT-Scan Cranial


Scanning dilakukan pada tanggal 10 Maret 2016 dengan irisan aksial mulai dari basis
kranii melalui garis orbito-meatal sampai ke vertex dengan slice 5 mm :

Tampak soft tissue extracranial baik

Batas wute matter dan grey matter tegas

Tampak lesi hipodens kecil di corona radiata dextra (slice 18)

Linea mediana tak terdeviasi

Systema ventrikel dan cystema tak melebar

Tak tampak lesi hipo/iso/hiperdens di cerebellum

Sinus paranasales dan air cellulae mastoidea normodens

Sistema tulang baik

Kesan:
Lacunar Infarct di corona radiata dextra

F. PENATALAKSANAAN
IVFD RL 20 tpm
Ranitidine inj 2 x 1 amp
Sohobion 1 x 1 amp
Citicholin inj 2 x 500 mg
Clopidogrel 1x 75 mg
G. PROGNOSIS
Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad fungsionam

: dubia ad bonam

Ad sanationam

: dubia ad bonam

Algoritma Siriraj
Kesadaran (0 x 2.5) + Muntah (2 x 1) + Nyeri kepala (0 x 2) + Tekanan darah diastolik
(100 x 10%) Ateroma (0 x -3) - 12 = 0 + 2 + 0 + 10 12 = 0
Kesan: Bias. Perlu dilakukan CT-Scan

H. FOLLOW-UP
Rawat hari ke-1 (8 Maret 2016)
S
:Pasien mengeluh badan lemas. Tangan dan kaki kiri tidak dapat
digerakkan
O
:Status present
Keadaan umum: tampak sakit sedang
Kesadaran: compos mentis
TD: 180/90 mmHg
T: 36,0
HR: 96 x/menit
RR: 20 x/menit
Status Neurologis
Mata: pupil bulat, isokor 2.5mm/2.5mm, reflek cahaya +/+
Leher : Sikap lurus, kaku kuduk (-)
Nn. Kranialis : dalam batas normal
Motorik
Superior
Inferior
Gerak
+ /+
+ / +
Kekuatan
5/1
5/1
Tonus N/N N/N
N/N
Trofi E/E
E/E
E/E
R.Fisiologis +/+
+/+
R. Patologis - / -/+ (B)(C)
A

: DK: hemeparesis sinistra


DT: intraserebral
DE: susp stroke non-hemoragik
Hipertensi grade I

: Non-medikamentosa:
Bed rest
Fisioterapi dan terapi wicara
Medikamentosa:
IVFD RL 20 tpm
Ranitidine inj 2 x 1 amp
Citicholin inj 2 x 500 mg
Clopidogrel 1x 75 mg
Dexamethason inj 3 x 1 amp

Rawat hari ke-2 (11 Maret 2016)


S
:Pasien mengeluh kaki lemas dan kaki kiri belum bisa digerakkan. Kaki
kanan terasa cenat cenut. Sering dirasakan ketika malam hari.
O
:Status present
Keadaan umum: tampak sakit sedang
Kesadaran: compos mentis
TD: 170/80 mmHg
8

T: 36,8
HR: 89 x/menit
RR: 24 x/menit
Status Neurologis
GCS = E4M6V5 = 15
Kepala : Bentuk mesocephal, simetris
Mata : Pupil bulat, isokor 2.5mm/ 2.5mm, reflek cahaya +/ +
Leher : Sikap lurus, kaku kuduk (-)
Nn. Kranialis : dalam batas normal
Motorik
Superior
Inferior
Gerak
+ /+
+ / +
Kekuatan
4/5
1/1
Tonus N/N N/N
N/N
Trofi E/E
E/E
E/E
R.Fisiologis +/+
+/+
R. Patologis - / -/+ (B)(C)
A

: DK: hemeparesis sinistra


DT: intraserebral
DE: stroke non-hemoragik
Dislipidemia
Hipertensi grade II

: Non-medikamentosa:
Bed rest
Fisioterapi dan terapi wicara
Medikamentosa:
IVFD RL 20 tpm
Ranitidine inj 2 x 1 amp
Citicholin inj 2 x 500 mg
Clopidogrel 1x 75 mg
Dexamethason inj 3 x 1 amp

Rawat hari ke-3 (12 Maret 2016)


S
:Pasien mengeluh badan lemas. Tangan dan kaki kiri tidak dapat
digerakkan
O
:Status present
Keadaan umum: tampak sakit sedang
Kesadaran: compos mentis
TD: 160/80 mmHg
T: 36,2
HR: 72 x/menit
RR: 24 x/menit
Status Neurologis
GCS = E4M6V5 = 15
Kepala : Bentuk mesocephal, simetris
Mata : Pupil bulat, isokor 2.5mm/ 2.5mm, reflek cahaya +/ +

Leher : Sikap lurus, kaku kuduk (-)


Nn. Kranialis : dalam batas normal
Motorik
Superior
Inferior
Gerak
+ /+
+ / +
Kekuatan
1/5
1/5
Tonus N/N N/N
N/N
Trofi E/E
E/E
E/E
R.Fisiologis +/+
+/+
R. Patologis - / -/+ (B)(C)
Sensibilitas: hipestesis sinistra
Vegetatif: sulit BAB
A

: DK: hemeparesis sinistra


hipestesis sinistra
DT: intraserebral, corona radiata
DE: stroke non-hemoragik, infark
Dislipidemia
Hipertensi grade II

: Non-medikamentosa:
Bed rest
Fisioterapi dan terapi wicara

Medikamentosa:
IVFD RL 20 tpm
Ranitidine inj 2 x 1 amp
Citicholin inj 2 x 500 mg
Clopidogrel 1x 75 mg
Dexamethason inj 3 x 1 amp
Rawat hari ke-4 (14 Maret 2016)
S
: Nyeri kepala (+), BAB (-), perut sedikit kembung, lemah kaki kiri
O
:Status present
Keadaan umum: tampak sakit sedang
Kesadaran: compos mentis
TD: 160/100 mmHg
T: 36,2
HR: 72 x/menit
RR: 24 x/menit
Status Neurologis
GCS = E4M6V5 = 15
Kepala : Bentuk mesocephal, simetris
Mata : Pupil bulat, isokor 2.5mm/ 2.5mm, reflek cahaya +/ +
Leher : Sikap lurus, kaku kuduk (-)
Nn. Kranialis : dalam batas normal
Motorik
Superior
Inferior
Gerak
+ /+
+/+
Kekuatan
5/4
5/2
Tonus N/N N/N
N/N
Trofi E/E
E/E
E/E

10

R.Fisiologis +/+
+/+
R. Patologis - / -/+ (B)(C)
Sensibilitas: hipestesis sinistra
Vegetatif: sulit BAB sejak selasa
A

: DK: hemeparesis sinistra


hipestesis sinistra
DT: intraserebral, corona radiata
DE: stroke non-hemoragik, infark
Dislipidemia
Hipertensi grade II

: Non-medikamentosa:
Bed rest
Fisioterapi dan terapi wicara
Medikamentosa:
IVFD RL 20 tpm
Ranitidine inj 2 x 1 amp
Citicholin inj 2 x 500 mg
Clopidogrel 1x 75 mg
Dexamethason inj 3 x 1 amp
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Stroke atau serangan otak adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak,
progresif, cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24
jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata di sebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak non traumatik.1
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada
umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat
atau kematian.2
Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu
atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan
(trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ
distal. Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus.3

11

B.

Etiologi
Stroke non hemoragik bisa terjadi akibat suatu dari dua mekanisme patogenik yaitu
trombosis serebri atau emboli serebri.4
Trombosis serebri menunjukkan oklusi trombotik arteri karotis atau cabangnya,
biasanya karena arterosklerosis yang mendasari. Proses ini sering timbul selama tidur
dan bisa menyebabkan stroke mendadak dan lengkap. Defisit neurologi bisa timbul
progresif dalam beberapa jam atau intermiten dalam beberapa jam atau hari.4
Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteria karotis atau vetebralis atau cabangnya
oleh trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal, seperti bifurkasio arteri
karotis atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis biasanya akibat perdarahan ke dalam
plak atau ulserasi di atasnya di sertai trombus yang tumpang tindih atau pelepasan
materi ateromatosa dari plak sendiri. Embolisme serebri sering di mulai mendadak,
tanpa tanda-tanda disertai nyeri kepala berdenyut.4

C. Klasifikasi
Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular serebral,
dapat di bagi dalam :
1. Stroke non hemoragik yang mencakup5
a.

TIA (Transient Ischemic Attack)

b.

Stroke in-evolution

c.

Stroke trombotik

d.

Stroke embolik

e.

Stroke akibat komperesi terhadap arteri oleh proses di luar arteri seperti
tumor, abses, granuloma.
Berdasarkan subtipe penyebab3

2.
a.

Stroke lakunar

b.

Stroke trombotik pembuluh besar

c.

Stroke embolik

d.

Stroke kriptogenik

D. Faktor risiko

12

Ada beberapa faktor risiko stroke yang sering teridentifikasi pada stroke non
hemoragik, diantaranya yaitu faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi dan yang
dapat di modifikasi. Penelitian yang dilakukan Rismanto (2006) di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokertomengenai gambaran faktor-faktor risiko penderita stroke
menunjukan faktor risiko terbesar adalah hipertensi 57,24%, diikuti dengan diabetes
melitus 19,31% dan hiperkolesterol 8,97%.6,7
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :6,7
1. Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan meningkat dua
kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan hampir 13% berumur di
bawah 45 tahun. Menurut Kiking Ritarwan (2002), dari penelitianya terhadap 45
kasus stroke didapatkan yang mengalami stroke non hemoragik lebih banyak pada
tentan umur 45-65 tahun.7,8

2. Jenis kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum pria lebih
banyak menderita stroke di banding kaum wanita, sedangkan perbedaan angka
kematianya masih belum jelas. Penelitian yang di lakukan oleh Indah Manutsih
Utami (2002) di RSUD Kabupaten Kudus mengenai gambaran faktor-faktor risiko
yang terdapat pada penderita stroke menunjukan bahwa jumlah kasus terbanyak jenis
kelamin laki-laki 58,4% dari penelitianya terhadap 197 pasien stroke non
hemoragik.7,9
3.

Herediter
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi,
penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah, dan riwayat stroke
dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami
stroke pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko terkena stroke. Menurut
penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001 riwayat stroke pada
keluarga meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 29,3%.5
4. Rasa atau etnik

13

Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih. Data
sementara di Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari pada suku Jawa
(khususnya Yogyakarta).7
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :
1. Riwayat stroke
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu lima tahun
kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35% sampai 42%.7
2. Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai enam kali
ini sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama terjadinya stroke non
hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan Klasifikasi menurut JNC 7 yang
dimaksud dengan tekanan darah tinggai apabila tekanan darah lebih tinggi dari
140/90 mmHg, makin tinggi tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena
mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh darah, sehingga
mempermudah terjadinya penyumbatan atau perdarahan otak.7,10
3. Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, paska oprasi
jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering menyebabkan stroke
adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan terjadinya pengumpulan darah di
jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah otak.7
4. (DM) Diabetes melitus
Kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel
pembuluh darah yang berlangsung secara progresif. Menurut penelitian Siregar F
(2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan dengan desain case control, penderita
diabetes melitus mempunyai risiko terkena stroke 3,39 kali dibandingkan dengan
yang tidak menderita diabetes mellitus.7
5. TIA
Merupakan serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan singkat akibat
iskemik otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat
penyembuhan berfariasi tapi biasanya 24 jam. Satu dari seratus orang dewasa di
14

perkirakan akan mengalami paling sedikit satu kali TIA seumur hidup mereka, jika
diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari para pasien ini akan mengalami stroke dalam
3,5 bulan setelah serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima
tahun setelah serangan pertama.11
6. Hiperkolesterol
Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas.
Kolesterol dan trigliserida adalah jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis
penting sehubungan dengan aterogenesis. Lipid tidak larut dalam plasma sehingga
lipid terikat dengan protein sebagai mekanisme transpor dalam serum, ikatan ini
menghasilkan empat kelas utama lipuprotein yaitu kilomikron, lipoprotein densitas
sangat rendah (VLDL), lipoprotein densitas rendah (LDL), dan lipoprotein densitas
tinggi (HDL). Dari keempat lipo protein LDL yang paling tinggi kadar kolesterolnya,
VLDL paling tinggi kadar trigliseridanya, kadar protein tertinggi terdapat pada HDL.
Hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan atau trigliserida serum di atas
batas normal, kondisi ini secara langsung atau tidak langsung meningkatkan risiko
stroke, merusak dinding pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung
koroner. Kadar kolesterol total >200mg/dl, LDL >100mg/dl, HDL <40mg/dl,
trigliserida >150mg/dl dan trigliserida >150mg/dl akan membentuk plak di dalam
pembuluh darah baik di jantung maupun di otak. Menurut Dedy Kristofer (2010),
dari penelitianya 43 pasien, di dapatkan hiperkolesterolemia 34,9%, hipertrigliserida
4,7%, HDL yang rendah 53,5%, dan LDL yang tinggi 69,8%.7
7. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes melitus.
Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Obesitas merupakan
predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke. Mengukur adanya obesitas dengan
cara mencari body mass index (BMI) yaitu berat badan dalam kilogram dibagi tinggi
badan

dalam

meter

dikuadratkan.

Normal

BMI

antara

18,50-24,99

kg/m2, overweight BMI antara 25-29,99 kg/m2selebihnya adalah obesitas.7


8. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan perokok
pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan karbondioksida yang
ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding pembuluh darah, di samping itu
15

juga mempengaruhi komposisi darah sehingga mempermudah terjadinya proses


gumpalan darah. Berdasarkan penelitian Siregar F (2002) di RSUD Haji Adam Malik
Medan kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar empat kali.7
E.

Patofisiologi
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang
dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang
memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi
neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (12001400 gram) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50%
glukosa yang ada di dalam darah arterial. Dalam jumlah normal darah yang mengalir
ke otak sebanyak 50-60ml per 100 gram jaringan otak per menit. Jumlah darah yang
diperlukan untuk seluruh otak adalah 700-840 ml/menit, dari jumlah darah itu di
salurkan melalui arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (dekstra dan
sinistra), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi
arteriserebrum anterior, yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke
bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior, selanjutnya
sirkulasi

arteriserebrum

anterior bertemu

dengan

sirkulasi

arteri serebrum

posterior membentuk suatu sirkulus Willisi.5


Gangguan pasokan darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri
yang membentuk sirkulus willisi serta cabang-cabangnya. Secara umum, apabila
aliran darah ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau
kematian jaringan. Perlu di ingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu
menyebabkan infark di daerah otak yang di perdarahi oleh arteri tersebut dikarenakan
masih terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses patologik
yang sering mendasari dari berbagi proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang
memperdarhai otak diantaranya dapat berupa :11
1.

Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada aterosklerosis
dan thrombosis.

2.

Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok


atau hiperviskositas darah.

16

3.

Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari
jantung atau pembuluh ekstrakranium.

Gambar 1. Sirkulus Willisi


Dari gangguan pasokan darah yang ada di otak tersebut dapat menjadikan terjadinya
kelainian-kelainan neurologi tergantung bagian otak mana yang tidak mendapat suplai
darah, yang diantaranya dapat terjani kelainan di system motorik, sensorik, fungsi luhur,
yang lebih jelasnya tergantung saraf bagian mana yang terkena.

Gambar 2. Stroke iskemik


F.

Gejala klinis
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di

17

otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat
gangguan peredaran darah terjadi, kesadaran biasanya tidak mengalami penurunan,
menurut penelitian Rusdi Lamsudi pada tahun 1989-1991 stroke non hemoragik tidak
terdapat hubungan dengan terjadinya penurunan kesadaran, kesadaran seseorang dapat
di nilai dengan menggunakan skala koma Glasgow yaitu :1,1
Tabel 1. Skala koma Glasgow.
Skor
1

Buka mata (E)

Respon motorik
(M)

Tidak ada respons

Respons dengan rangsangan


nyeri

Buka mata dengan perintah

Buka mata spontan

Respon verbal (V)

Tidak ada gerakan

Tidak ada suara

Ekstensi abnormal

Mengerang

Fleksi abnormal

Bicara kacau

Menghindari nyeri 4.

Melokalisir nyeri

Mengikuti perintah

5.

Disorientasi tempat
dan waktu
Orientasi baik dan
sesuai

Penilaian skor skala koma Glasgow :


a.

Koma (GCS = 3-8)

b.

Konfusi, lateragi atau stupor (GCS = 9-14)

c.

Sadar penuh, atentif dan orientatif (GCS = 15)

Gangguan yang biasanya terjadi yaitu gangguan mototik (hemiparese), sensorik


(anestesia, hiperestesia, parastesia/geringgingan, gerakan yang canggung serta
simpang siur, gangguannervus kranial, saraf otonom (gangguan miksi, defeksi, salvias),
fungsi luhur (bahasa, orientasi, memori, emosi) yang merupakan sifat khas manusia,
dan gangguan koordinasi (sidrom serebelar).5

Tabel 2. Gangguan nervus kranial

18

Nervus kranial
I: Olfaktorius

Fungsi

Penemuan

klinis

Penciuman

dengan lesi
Anosmia (hilangnya daya
penghidu)
Amaurosis
kontriksi Diplopia (penglihatan

II: Optikus
III:

Penglihatan
Gerak mata;

Okulomotorius

pupil; akomodasi

kembar),

ptosis;

midriasis;hilangnya
IV: Troklearis
V: Trigeminus

akomodasi
Gerak mata
Diplopia
Sensasi umum wajah, kulit mati rasa pada wajah;
kepala, dan gigi; gerak kelemahan otot rahang

VI: Abdusen
VII: Fasialis

mengunyah
Gerak mata
Pengecapan;

Diplopia
sensasi Hilangnya

kemampuan

umum pada platum dan mengecap


telinga

luar;

kelenjar

sekresi pertiga

pada

anterior

dua
lidah;

lakrimalis, mulut kering; hilangnya

submandibula

dan lakrimasi; paralisis otot

VIII:

sublingual; ekspresi wajah


Pendengaran;

wajah
Tuli; tinitus(berdenging

Vestibulokokleari

keseimbangan

terus

menerus);

s
IX:

Pengecapan;

Glosofaringeus

umum pada faring dan pengecapan


telinga;

vertigo; nitagmus
sensasi Hilangnya

pada

mengangkat sepertiga posterior lidah;

palatum; sekresi kelenjar anestesi


X: Vagus

daya

parotis
Pengecapan;

pada

farings;

mulut kering sebagian


sensasi Disfagia (gangguan

umum pada farings, laring menelan) suara parau;


dan

telinga;

menelan; paralisis palatum

fonasi; parasimpatis untuk


jantung
XI:

dan

visera

abdomen
Asesorius Fonasi; gerakan kepala; Suara parau; kelemahan

19

Spinal
XII: Hipoglosus

leher dan bahu

otot kepala, leher dan

Gerak lidah

bahu
Kelemahan dan pelayuan
lidah

Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese yang dimana Pendeita
stroke non hemoragik yang mengalami infrak bagian hemisfer otak kiri akan
mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada sebalah kanan, dan begitu pula sebaliknya
dan sebagian juga terjadi Hemiparese dupleks, pendeita stroke non hemoragik yang
mengalami hemiparesesi dupleksakan mengakibatkan terjadinya kelemahan pada kedua
bagian tubuh sekaligus bahkan dapat sampai mengakibatkan kelumpuhan.
Penelitian yang dilakukan Sri Andriani Sinaga (2008) terhadap 281 pasien stroke
di Rumah Sakit Haji Medan di dapatkan hemiparese sinistra yaitu 46,3%, diikuti
oleh hemiparese dekstra 31,7%, tidak tercatat sebanyak 14,2% dan hemiparesese
dupleks 7,8%. Gambaran klinis utama yang berkaitan dengan insufisiensi arteri ke otak
mungkin berkaitan dengan pengelompokan gejala dan tanda berikut yang tercantum dan
disebut sindrom neurovaskular:11
1. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior : gejala biasanya unilateral)
a. Dapat terjadi kebutaan satu mata di sisi arteria karotis yang terkena, akibat
insufisiensi arteri retinalis
b. Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral karena insufisiensi arteria
serebri media
c. Lesi dapat terjadi di daerah antara arteria serebri anterior dan media atau arteria
serebri media. Gejala mula-mula timbul di ekstremitas atas dan mungkin
mengenai wajah. Apabila lesi di hemisfer dominan, maka terjadi afasia ekspresif
karena keterlibatan daerah bicara motorik Broca.
2. Arteri serebri media (tersering)
a. Hemiparese atau monoparese kontralateral (biasanya mengenai lengan)
b. Kadang-kadang hemianopsia (kebutaan) kontralateral
c. Afasia global (apabila hemisfer dominan terkena): gangguan semua fungsi yang
berkaitan dengan bicara dan komunikasi
d. Disfasia
3. Arteri serebri anterior (kebingungan adalah gejala utama)
20

a. Kelumpuhan kontralateral yang lebih besar di tungkai


b. Defisit sensorik kontralateral
c. Demensia, gerakan menggenggam, reflek patologis
4. Sistem vertebrobasilaris (sirkulasi posterior: manifestasi biasanya bilateral)
a. Kelumpuhan di satu atau empat ekstremitas
b. Meningkatnya reflek tendon
c. Ataksia
d. Tanda Babinski bilateral
e. Gejala-gejala serebelum, seperti tremor intention, vertigo
f. Disfagia
g. Disartria
h. Rasa baal di wajah, mulut, atau lidah
i. Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasi
j. Gangguan penglihatan dan pendengaran
5. Arteri serebri posterior
a. Koma
b. Hemiparese kontralateral
c. Afasia visual atau buta kata (aleksia)
d. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga: hemianopsia, koreoatetosis.

Gambar 3. Sistem limbik


G. Penatalaksanaan

21

Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non hemoragik


yang di perlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari stroke hanya 3-6
jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar dalam
menentukan hasil akhir pengobatan.1
1. Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik
a. Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama)
menggunakan

trombolisis

dengan

rt-PA (recombinan

tissue-plasminogen

activator). Ini hanya boleh di berikan dengan waktu onset <3 jam dan hasil CT
scan normal, tetapi obat ini sangat mahal dan hanya dapat di lakukan di rumah
sakit yang fasilitasnya lengkap.
b. Mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam yang
diantaranya yaitu :
1)

Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi dengan

manitol dan hindari cairan hipotonik.


2)

Ekstensi teritori infark, terapinya dengan heparin yang dapat mencegah

trombosis yang progresif dan optimalisasi volume dan tekanan darah yang dapat
menyerupai kegagalan perfusi.
3)

Konversi hemoragis, msalah ini dapat di lihat dari CT scan, tiga faktor

utama adalah usia lanjut, ukuran infark yang besar, dan hipertensi akut, ini tak
boleh di beri antikoagulan selama 43-72 jam pertama, bila ada hipertensi beri obat
antihipertensi.
c. Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala stroke terapi
dengan heparin.
2.

Protokol penatalaksanaan stroke non hemoragik akut


a. Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB (dosis maksimum 90 mg) 10% di
berikan bolus intravena sisanya diberikan per drip dalam wakti 1 jam jika onset
di pastikan <3 jam dan hasil CT scan tidak memperlihatkan infrak yang luas.
b. Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau iskemia
miokard, bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat diberikan
digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg intravena atau
amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam.

22

c. Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat memperluas


infrak dan perburukan neurologis. Pedoman penatalaksanaan hipertensi bila
terdapat salah satu hal berikut :
1)

Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan hipertensi neurologis

seperti, iskemia miokard akut, edema paru kardiogenik, hipertensi maligna


(retinopati), nefropati hipertensif, diseksi aorta.
2)

Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali

pengukuran selang 15 menit dimana sistolik >220 mmHg, diastolik >120


mmHg, tekanan arteri rata-rata >140 mmHg.
3)

Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana

tekanan darah sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg.


Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin. Nifedifin sublingual
harus dipantau ketat setiap 15 menit karena penurunan darahnya sangat drastis.
Pengobatan lain jika tekanan darah masih sulit di turunkan maka harus
diberikan nitroprusid intravena, 50 mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200
mg/ml) dengan kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit) dan dititrasi sampai tekanan
darah yang di inginkan. Alternatif lain dapat diberikan nitrogliserin drip 10-20
mg/menit, bila di jumpai tekanan darah yang rendah pada stroke maka harus di
naikkan dengan dopamin atau debutamin drips.
d. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda klinis
atau radiologis adanya infrak yang masif, kesadaran menurun, gangguan
pernafasan atau stroke dalam evolusi.
e. Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infrak yang luas.
f. Pertimbangkan

sken

resonasi

magnetik

pada

pasien

dengan

stroke

vetebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infrak yang tidak nyata pada CT
scan.
g. Pertimbangkan pemberian heparin intravena di mulai dosis 800 unit/jam,
20.000 unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai
masa tromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada kondisi :
1)

Kemungkinan besar stroke kardioemboli

2)

TIA atau infrak karena stenosis arteri karotis

3)

Stroke dalam evolusi

23

4)

Diseksi arteri

5)

Trombosis sinus dura

Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada infrak yang luas. Pasien stroke non
hemoragik dengan infrak miokard baru, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung atau
trombus intrakardiak harus diberikan antikoagulan oral (warfarin) sampai minimal satu
tahun.
Perawatan umum untuk mempertahankan kenyamanan dan jalan nafas yang adekuat
sangatlah penting. Pastikan pasien bisa menelan dengan aman dan jaga pasien agar tetap
mendapat hidrasi dan nutrisi. Menelan harus di nilai (perhatikan saat pasien mencoba
untuk minum, dan jika terdapat kesulitan cairan harus di berikan melalui selang
lambung atau intravena.
H. Komplikasi
Kebanyakan morbiditas dan mortilitas stroke berkaitan dengan komplikasi non
neurologis yang dapat di minimalkan dengan perawatan umum, komplikasi-komplikasi
tersebut yaitu :1
1. Demam, yang dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus di obati secara
agresif dengan antipiretik atau kompres dingin. Penyebab demam biasanya adalah
pneumonia aspirasi, kultur darah dan urin kemudian beri antibiotik intravena sesuai
hasil kultur.
2. Kekurangan nutrisi, bila pasien sadar dan tidak memiliki risiko aspirasi maka dapat
dilakukan pemberian makanan secara oral, tetapi jika pasien tidak sadar atau
memiliki risiko aspirasi beri makanan secara enteral melalui pipa nasoduodenal
ukuran kecil dalam 24 jam pertama setelah onset stroke.
3. Hipovolemia, dapat di koreksi dengan kristaloid isotonis. Cairan hipotonis
(dekstrosa 5% dalam air, larutan NaCl 0,45 %) dapat memperberat edema serebri
dan harus di hindari.
4. Hiperglikemi dan hipoglikemi, ini dapat lakukan terapi setiap 6 jam selama 3-5 hari
sejak onset stroke :
a.

< 50 mg/dl

: dekstrosa 40% 50 ml bolus intravena

b.

50-100 mg/dl

: dekstrosa 5 % dalam NaCl 0,9 %, 500 ml dalam 6 jam

c.

100-200 mg/dl

: pengobatan (-), NaCl 0,9 % atau Ringer laktat

24

d.

200-250 mg/dl

: insulin 4 unit intravena

e.

250-300 mg/dl

: insulin 8 unit intravena

f.

300-350 mg/dl

: insulin 12 unit intravena

g.

350-400 mg/dl

: insulin 16 unit intravena

h.

> 400 mg/dl

: insulin 20 unit intravena

5.

Atelektasis paru, dapat di cegah dengan fisioterapi dada setiap 4 jam

6.

Dekubitus, dicegah dengan perubahan posisi tubuh setiap 2 jam, kontraktur


dilakukan latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari,
pemendekan tendo

achilesdi

lakukan

splin

tumit

untuk

mempertahankan

pergelangan kaki dalam posisi dorsofleksi.


7. Defisit sensorik, kognitif, memori, bahasa, emosi serta visuospasial harus di
lakukanneurorestorasi dini.
8. Trombosis vena dalam, di cegah dengan pemberian heparin 5000 unit atau
fraksiparin 0,3 cc setiap 12 jam selama 5-10 hari.
9. Infeksi vesika, pembentukan batu, gangguan sfingter vesika biasanya di karenakan
pemasangan kateter urin menetap, latihan vesika harus segera di lakukan sedini
mungkin bila pasien sudah sadar.
I. Pencegahan
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan menghindari rokok, stres mental,
alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebih, obat-obat golongan amfetamin, kokain
dan sejenisnya. Mengurangi kolesterol dan lemak dalam makanan. Menggendaliakan
hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit vaskular aterosklerotik lainya.
Perbanyak konsumsi gizi seimbang dan olahraga teratur.1
Pencegahan sekunder dengan cara memodifikasi gaya hidup yang berisiko
seperti hipertensi dengan diet dan obat antihipertensi, diabetes melitus dengan diet dan
obat hipoglikemik oral atau insulin, penyakit jantung dengan antikoagulan oral,
dislipidemia dengan diet rendah lemak dan obat antidislipidemia, berhenti merokok,
hindari kegemukan dan kurang gerak.1
J. Prognosis

25

Prognosis stroke dipengaruhi oleh sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis
yang dihasilkan. usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan
juga mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, kurang dari 80% pasien dengan
stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan
hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu
setengah samapai dua pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar 15%
memerlukan perawatan institusional. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi
500.000 penduduk terkena serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang
meninggal dan sisanya mengalami cacat ringan atau berat. Sebanyak 28,5% penderita
stroke meninggal dunia, sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya
15% saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.13

DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta


Kedokteran FKUI Jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta. 2000: 17-8.
2. Widjaja AC. Uji Diagnostik Pemeriksaan Kadar D-dimer Plasma Pada
Diagnosis

Stroke

Iskemik. UNDIP.

Semarang.

2010. http://eprints.undip.ac.id/24037/1/Andreas_Christian_Widjaja.pdf
3. Widjaja AC. Uji Diagnostik Pemeriksaan Kadar D-dimer Plasma Pada
Diagnosis

Stroke

Iskemik. UNDIP.

Semarang.

2010. http://eprints.undip.ac.id/24037/1/Andreas_Christian_Widjaja.pdf

(1 ja

nuari 2012)
4. Sabiston. Buku Ajar Bedah Bagian 2. EGC. Jakarta. 1994.hal:579-80.
5. Mardjono M &

Sidharta P. Neurologi

Klinis

Dasar. Penerbit

Dian

Rakyat. Jakarta.2010: 290-91.


6. Rismanto. Gambaran Faktor-Faktor Risiko Penderita Stroke Di Instalasi Rawat
Jalan Rsud Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Tahun 2006.FKM

26

UNDIP.Semarang.2006.http://www.fkm.undip.ac.id/data/index.php?
action=4&idx=3745.
7. Madiyono B & Suherman SK. Pencegahan Stroke & Serangan Jantung Pada
Usia Muda. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2003.hal:3-11.
8. Ritarwan K.Pengaruh Suhu Tubuh Terhadap Outcome Penderita Stroke
YangDirawat Di Rsup H. Adam Malik Medan.FK USU.medan.2003.
9. Utami IM.Gambaran Faktor - Faktor Risiko Yang Terdapat Pada Penderita
Stroke

Di

Rsud

Kabupaten

Kudus.FK

UNDIP.Semarang.2002.http://eprints.undip.ac.id/4021/1/2042.pdf
10. Sudoyo AW. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. 2006.
11. Price

SA

&

Wilson

LM. Patofisiologi. Konsep

Klinis

Proses-Proses

Penyakit jilid 2.EGC. Jakarta. 2006: 1110-19


12. Lamsudin R. Algoritma Stroke Gajah Mada Penyusunan Dan Validasi Untuk
Membedakan Stroke Perdarahan Intraserebral Dengan Stroke Iskemik Akut
Atau Stroke Infark. FKUGM. Yogyakarta. 1996.
13. Yayasan

Stroke

Indonesia. Stroke

Non

2011.http://www.yastroki.or.id/read.php?id=250

27

Hemoragik.

Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai