Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kedelai merupakan komoditas yang sedang dikembangkan di Indonesia
karena menjadi salah satu tanaman pangan penting setelah beras dan jagung,
sehingga kedelai menjadi sumber gizi protein nabati utama. Kadar protein kedelai
sekitar 40%, cukup tinggi dibandingkan dengan kacang tanah, beras dan jagung.
Kebutuhan atas protein ini akan semakin meningkat seiring peningkatan jumlah
penduduk dan pendapatan, sedang di pihak lain penyediaan sumber protein di
Indonesia masih belum mencukupi. Kedelai merupakan salah satu bahan makanan
yang mempunyai potensi sebagai sumber utama protein. Sebagai sumber protein
yang tidak mahal, kedelai telah lama dikenal dan digunakan dalam beragam
produk makanan, seperti tahu, tempe dan kecap. Selain itu kedelai juga
merupakan bahan baku industri yang penting terutama industri makanan ternak
(Puslitbang Tanaman Pangan, 2005).
Konsumsi kedelai di Indonesia dalam setahun mencapai 2,25 juta ton,
sementara jumlah produksi nasional mampu memasok kebutuhan kedelai hanya
sekitar 779 ribu ton. Kekurangan pasokan sekitar 1,4 juta ton, ditutup dengan
kedelai impor dari Amerika Serikat.
Selama ini kedelai hanya dijadikan sebagai tanaman sampingan yang
ditanam setelah penanaman padi. Berkurangnya produksi kedelai antara lain
menurunnya volume program bantuan langsung benih unggul dari pemerintah
pusat dan daerah serta harga yang belum menjanjikan. Penyebab lain adalah
gairah petani untuk menanam kedelai menurun dipicu oleh kedelai impor yang
masuk dengan harga yang lebih murah (Deptan, 2008).
Untuk itulah dalam praktikum kali ini dibahas mengenai teknologi
produksi benih pada kedelai yang bertujuan untuk mengetahui cara-cara
memproduksi benih kedelai, yang kemudian untuk dibiakkan lagi, dan membantu
dalam menghasilkan benih kedelai bermutu tinggi sehingga mampu meningkatkan
produksi.

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui cara budidaya benih kedelai
2. Untuk mengetahui teknologi produksi benih kedelai
3. Untuk mengetahui pemanenan dan pengolahan benih kedelai

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Morfologi
Klasifikasi tanaman kedelai menurut Adie dan Krisnawati (2007) termasuk
kelas Spermatophyta,Ordo Rosales,Famili Papilionaceae, Genus Glycine, dan
Spesies Glycine max.
Morfologi tanaman kedelai terdiri dari akar, batang, cabang, daun, bunga,
dan polong. Kedelai mempunyai sistem perakaran akar tunggang bercabang yang
tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Pertumbuhan batang kedelai dibedakan
menjadi dua macam, yaitu tipe determinate dan indeterminate. Selain itu terdapat
jenis yang lain yaitu semi determinate atau semi indeterminate. Tipe determinate,
pertumbuhan vegetatif berhenti setelah fase berbunga, batang normal dan tidak
melilit. Tipe indeterminate, pertumbuhan vegetatif berlanjut setelah berbunga dan
batang melilit. Tipe pertumbuhan kedelai lainnya yaitu semi determinate atau
semi indeterminate (Adie dan Krisnawati, 2007).
Kedelai memiliki daun berwarna hijau berbentuk bulat (oval), yang
mempunyai bulu. Panjang bulu bisa mencapai 1 mm dan lebar 0,0025 mm, serta
kepadatan bulu berkisar 3-20 buah/mm. Lebat-tipisnya bulu pada daun kedelai
terkait dengan tingkat toleransi varietas kedelai terhadap serangan jenis hama
tertentu (misalnya hama penggerek batang). Contoh varietas yang berbulu lebat
yaitu IAC 100, sedangkan varietas yang berbulu jarang yaitu Wilis, Dieng,
Anjasmoro, dan Mahameru (Irwan, 2006).
Fase reproduktif kedelai ditandai saat tunas aksilar berkembang menjadi
kelompok bunga dengan 2 hingga 35 kuntum dalam setiap kelompok. Periode
berbunga dipercepat dengan kondisi suhu hangat. Bunga pertama kali muncul
pada buku ke lima atau ke enam dan atau buku di atasnya. Bunga muncul ke arah
ujung batang utama atau ujung cabang. Tingkat keguguran bunga mencapai 2080%. Adanya kecenderungan, varietas dengan jumlah bunga banyak pada per
buku memiliki presentasi keguguran bunga lebih tinggi daripada yang berbunga
lebih sedikit. Jumlah bunga kedelai dari 20 varietas yang ada di Indonesia ratarata 57 bunga. Kedelai varietas Wilis memiliki jumlah bunga 6% lebih banyak
dibandingkan Anjasmoro (Adie dan Krisnawati, 2007).

2.2 Budidaya Tanaman


2.2.1 Persyaratan Benih
Untuk mendapatkan hasil panen yang baik, maka benih yang digunakan
harus yang berkualitas baik, artinya benih mempunyai daya tumbuh yang besar
dan seragam, tidak tercemar dengan varietas-varietas lainnya, bersih dari kotoran,
dan tidak terinfeksi dengan hama penyakit. Benih yang ditanam juga harus
merupakan varietas unggul yang berproduksi tinggi, berumur genjah/pendek dan
tahan terhadap serangan hama penyakit. Beberapa varietas unggul kedelai,
diantaranya Ainggit (137), Clark 63, Davros, Economic Garden, Galunggung,
Guntur, Lakon,Limpo Batang, Merbabu, No.27, No.29, No.452, Orba, Peter,
Raung, Rinjani,Shakti, Taichung, Tambora, Tidar, TK 5, Wilis(Prihatman,2000).
2.2.2 Persiapan Lahan
Pengolahan lahan dimulai sebelum jatuhnya hujan. Tanah diolah dengan
bajak dan garu/cangkul hingga gembur. Untuk pengaturan air hujan perlu dibuat
saluran drainase pada setiap 4 m dan di sekeliling petakan sedalam 30 cm dan
lebar 25 cm. Kedele sangat terganggu pertumbuhannya bila air tergenang.Tanah
bekas pertanaman padi tidak perlu diolah (tanpa olah tanah = TOT). Jika
digunakan lahan tegal lakukan pengolahan tanah secara intensif yakni dengan dua
kali dibajak dan sekali diratakan (Hanum,2008 ).
Pembuatan bedengan dapat dilakukan dengan pencangkulan ataupun
dengan bajak, lebar 50-60 cm, tinggi 20 cm. Apabila akan dibuat drainase, maka
jarak antara drainase yang satu dengan lainnya sekitar 3-4 m ( Prihatman,2000).
Buat saluran dengan kedalaman 2530 cm dan lebar 30 cm setiap 34 m,
yang berfungsi untuk mengurangi kelebihan air sekaligus sebagai saluran irigasi
pada saat tidak ada hujan. Perlakuan benih Untuk mencegah serangan hama lalat
bibit, sebelum ditanam benih dicampur dengan insektisida (Hanum, 2008 ).

2.2.3 Penanaman
Penanaman menggunakan benih bersertifikat dengan kebutuhan benih
sekitar 40 kg/ha. Penanaman benih dengan cara ditugal, jarak tanam ideal yang
digunakan 40 x 10 cm atau 40 x 15 cm sesuai kesuburan tanah, setiap lubang
tanam diisi 2 benih kemudianditutup dengan tanah (Hanum,2008 ).
2.2.4 Pengairan
Fase pertumbuhan tanaman yang sangat peka terhadapkekurangan air
adalah awal pertumbuhan vegetatif (1521 HST), saat berbunga (2535 HST) dan
saat pengisian polong (5570 HST). Dengan demikian pada fase-fase tersebut
tanaman harus diairi apabila hujan sudah tidak turun (Hanum,2008 ).
2.2.5 Pemupukan
Dosis pupuk yang digunakan sangat tergantung pada jenis lahan dan
kondisi tanah. Pada tanah subur atau tanah bekas ditanami padi dengan dosis
pupuk tinggi, pemupukan tidak diperlukan. Pada tanah yang kurang subur,
pemupukan dapat menaikkan hasil. Dosis pupuk secara tepat menurut Prihatman
(2000) adalah sebagai berikut:
a) Sawah kondisi tanah subur: pupuk Urea=50 kg/ha.
b) Sawah kondisi tanah subur sedang: pupuk Urea=50 kg/ha, TSP=75 kg/ha
,danKCl=100 kg/ha.
c) Sawah kondisi tanah subur rendah: pupuk Urea=100 kg/ha, TSP=75 kg/ha
,danKCl=100 kg/ha.
d) Lahan kering kondisi tanah kurang subur: pupuk kandang=2000-5000 kg/ha;
Urea=50-100 kg/ha, TSP=50-75 kg/ha, dan KCl=50-75 kg/ha.
2.2.6 Penyulaman Benih
Penyulaman dilakukan satu minggu setelah tanam dengan varietas yang
sama. Untuk menggantikan tanaman yang tidak tumbuh dengan cara ditugal
sedalam 2-5 cm (Hanum,2008 ).

2.2.7 Penyiangan
Penyiangan dilakukan dangan melihat fase pertumbuhan tanaman yaitu
pada fase vegetatif awal dan generatif awal. Penyiangan I pada saat tanaman
berumur dua minggu, menggunakan cangkul.Penyiangan II bila tanaman sudah
berbunga (kurang lebih umur tujuh minggu), menggunakan arit atau gulma
dicabut dengantangan (Hanum,2008 ).
2.2.8 Pengendalian Hama
Pengendalian hama dilakukan jika populasi hama sudah mendekati
ambang ekonomi dengan menerapkan pengendalian hama terpadu ( PHT), dengan
pengendalian secara kultur teknis, biologis, dan pengendalian menggunakan
insektisida.
Pengendalian secara kultur teknis antara lain penggunaan mulsa jerami,
pengolahan tanah, pergiliran tanaman dan tanam serentak dalam satu hamparan,
dan penggunaan tanaman perangkap jagung dan kacang hijau (Hanum,2008 ).
Pengendalian

secara

biologis

antara

lain

penggunaan

parasitoid

Trichogrammatoidea bactrae-bactrae, penggunaan Nuclear Polyhidrosis Virus


(NPV)untuk ulat grayak Spodoptera litura (SlNPV) dan untuk ulat buah
Helicoverpa armigera(HaNPV), dan Penggunaan feromonoid seks yang mampu
mengendalikan ulat grayak (Hanum,2008 ).
Insektisida hanya akan digunakan bila kerusakan yang disebabkan oleh
hama diperkirakan akan menimbulkan kerugian secara ekonomi, yaitu setelah
tercapainya ambang kendali. Pengendalian hama dilakukan berdasarkan
pemantauan. Pengendalian hama secara bercocok tanam (kultur teknis) dan
pengendalian secara hayati (biologis) saat ini dilakukan untuk menekan
pencemaran lingkungan (Hanum,2008 ).
2.2.9 Pemanenan
Panen dilakukan pada umur sekitar 75-90 hari dengan indikator sebagian
besar daun sudah menguning, polong mulai berubah warna dari hijau menjadi
kuning kecoklatan dan retak, atau polong sudah kelihatan tua, batang berwarna
kuning agak coklat dan gundul. Panen yang terlambat akan merugikan, karena
banyak polong yang sudah tua dan kering, sehingga kulit polong retak-retak atau
pecah dan biji lepas berhamburan. Disamping itu, polong akan gugur akibat
tangkai buah mengering dan lepas dari cabangnya ( Prihatman,2000).

Namun, untuk kedelai yang jadikan benih dipetik pada umur 100-110 hari,
agar

kemasaman

biji

benar-benar

sempurna

dan

merata

(Prihatman,2000).Pemungutan hasil kedelai dilakukan pada saat tidak hujan, agar


hasilnya segera dapat dijemur. Berikut ini adalah beberapa cara pemanenan
kedelai:
a) Pemanenan dengan Cara Dicabut
Sebelum tanaman dicabut, keadaan tanah perlu diperhatikan terlebih dulu.
Padatanah ringan dan berpasir, proses pencabutan akan lebih mudah.
Carapencabutan yang benar ialah dengan memegang batang pokok, tangan dalam
posisi tepat di bawah ranting dan cabang yang berbuah. Pencabutan harus
dilakukan dengan hati-hati sebab kedelai yang sudah tua mudah sekali rontok bila
tersentuh tangan ( Prihatman,2000).
b) Pemungutan dengan cara memotong
Alat yang biasanya digunakan untuk memotong adalah sabit yang cukup
tajam,sehingga tidak terlalu banyak menimbulkan goncangan. Di samping itu
denganalat pemotong yang tajam, pekerjaan bisa dilakukan dengan cepat dan
jumlahbuah yang rontok akibat goncangan bisa diminimalkan. Pemungutan
dengan cara memotong bisa meningkatkan kesuburan tanah, karena akar dengan
bintil-bintil yang menyimpan banyak senyawa nitrat tidak ikut tercabut, tapi
tertinggal di dalam tanah. Pada tanah yang keras, pemungutan dengan cara
mencabut

sukar

dilakukan,

maka

dengan

memotong

akan

lebih

cepat(Prihatman,2000).
2.3 Teknologi Produksi benih
2.3.1 Persyaratan tanah
Tanaman ini pada umumnya dapat beradaptasi terhadap berbagai jenis tanah
dan menyukai tanah yang bertekstur ringan hingga sedang, dan berdrainase baik.
Tanaman ini peka terhadap kondisi salin (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Kedelai membutuhkan tanah yang kaya akan humus atau bahan organik.
Bahan organik yang cukup dalam tanah akan memperbaiki daya olah dan juga
merupakan sumber makanan bagi jasad renik, yang akhirnya akan membebaskan
unsur hara untuk pertumbuhan tanaman. Pada dasarnya kedelai menghendaki

kondisi tanah yang tidak terlalu basah, tetapi air tetap tersedia. Kedelai tidak
menuntut struktur tanah yang khusus sebagai suatu persyaratan tumbuh. Bahkan
pada kondisi lahan yang kurang subur dan agak asam pun kedelai dapat tumbuh
dengan baik, asal tidak tergenang air yang akan menyebabkan busuknya akar.
Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, asal drainase dan aerasi
tanah cukup baik (Prihatman, 2000).
Toleransi keasaman tanah sebagai syarat tumbuh bagi kedelai adalah pH
5,8-7,0 tetapi pada pH 4,5 pun kedelai dapat tumbuh. Pada pH kurang dari 5,5
pertumbuhannya sangat terlambat karena keracunan Aluminium. Sehingga
pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifikasi (proses oksidasi amoniak
menjadi nitrit atau proses pembusukan) akan berjalan kurang baik (Prihatman,
2000).
Aerasi tanah yang kurang biasanya disebabkan oleh drainase air yang
kurang baik sehingga tanah menempati pori-pori besar yang jika tidak demikian
akan memungkinkan pertukaran gas ke udara. Pengaruh kejenuhan air
kadangUniversitas Sumatera Utara kadang diperberat oleh perombakan bahan
organik seperti sisa-sisa tanaman. Dalam situasi-situasi selain daripada kejenuhan
total, pertumbuhan akar kapas dan kedelai tampaknya sama sekali tidak peka
terhadap kandungan O2 serendah kirakira 5 %. Walaupun demikian, periodeperiode tanpa oksigen selama hanya 3 jam untuk kapas, dan 5 jam, untuk kedelai,
mematikan ujung-ujung akar (Goldsworthy dan Fisher, 1992).
Aerasi tanah (kandungan O2 dan CO2 didalam tanah) sangat
mempengaruhi sistem perakaran suatu tanaman. Oksigen merupakan unsur yang
penting untuk proses-proses metabolisme. Kebutuhan oksigen untuk setiap jenis
tanaman berbeda-beda. Pada kedelai kebutuhan O2 dan pengambilan nitrogen
lebih besar pada fase vegetatif dibandingkan dengan fase generatif. Apabila
tanaman ditanam pada tempat yang dijenuhi oleh air (tergenang) maka dalam
jangka waktu yang relatif singkat akan menunjukkan penguningan daun,
pertumbuhan terhambat, dan menyebabkan matinya tanaman. Hal ini disebabkan
karena pada kondisi yang jenuh air, maka kandungan O2 sedikit dan CO2

meningkat. Sehingga akan menghambat pertumbuhan akar yang selanjutnya


berpengaruh pada proses pengisapan air dan unsur hara (Islami dan Utomo, 1995)
2.3.2 Isolasi
Menurut Sadjad (1977) untuk tahap penanaman yaitu :
1. Jarak lubang tanam untuk tipe merambat adalah 20 x 50 cm, 40 x 60 cm, 30 x
40 cm.
2. Dan jarak tanam tipe tegak adalah 20 x 40 cm dan 30 x 60 cm.
3. Waktu tanam yang baik adalah awal musim kemarau/awal musim penghujan,
tetapi dapat saja sepanjang musim asal air tanahnya memadai
4. Benih dimasukkan ke dalam lubang tanam sebanyak 2 biji, tutup dengan tanah
tipis/dengan abu dapur.
Kemudian untuk tahap pemeliharaan tanaman menurut Sutopo (2002) antara
lain;
1. Benih akan tumbuh 3-5 hari setelah tanam.
2. Tanaman yang rusak atau mati dicabut dan segera disulam dengan tanaman
yang baik. Bersihkan gulma (bisa bersama waktu pemupukan).
3. Penyiangan dilakukan pada waktu tanaman berumur 2-3 minggu setelah
tanam, tergantung pertumbuhan rumput di kebun.
4. Penyiangan dengan cara mencabut rumput liar/membersihkan dengan alat
kored.
5. Pasang ajir pada 5 hst ( hari setelah tanam ) untuk merambatkan
tanaman. Daun yang terlalu lebat dipangkas, dilakukan 3 minggu setelah
tanam pada pagi atau sore hari.
6. Pengairan dan Penyiraman rutin dilakukan setiap pagi dan sore hari dengan
cara di siram atau menggenangi lahan selama 15-30 menit. -Selanjutnya
pengairan hanya dilakukan jika diperlukan dan diintensifkan kembali pada
masa pembungaan dan pembuahan.

2.3.3 Roguing
2.3.3.1 Definisi Rouging
Salah satu langka penting yang harus dilakukan dalam kegiatan produksi
benih adalah rouging. Yang dimasud dengan rouging adalah proses pemeriksaan
kondisi tanaman dilapangan dan pembuangan tanaman yang tidak dikehendaki,
yang memiliki ciri berbeda yaitu gulma, tanaman species lain, tanaman varietas
lain dalam satu spesies dan tanaman tipe simpang (off type). Tanaman- tanaman
ini disebut sebagai rogues yang tidak dapat diterima kehadirannya di areal usaha
produksi benih karena benihnya akan mengotori produk benih yang akan dipanen
karena ukuran dan bentuknya sangat mirip sehingga tidak dapat dipisahkan atau
dikenali. Adapun tujuan dari dilakukannya rouging dalam produksi benih adalah
untuk menjaga kemurnian varietas yang dibudidayakan (Mugnisyah, 1995).
2.3.3.2 Pelaksanaan Rouging
Rouging dilakukan beberapa kali pada fase pertumbuhan yang berbeda
secara terus menerus sampai sebelum panen. Rouging sebaiknya dilakukan sepagi
mungkin sebelum matahari terlalu panas agar pengenalan terhadap ciri-ciri kritis
yang ada dapat lebih mudah dilakukan. Waktu terbaik dalam melakukan rouging
adalah pada fase pertanaman berbunga penuh karena pada fase ini sifat-sifat
tanaman hamper ditampilkan sepenuhnya dan perbedaan-perbedaan warna pada
bunga akan tampak nyata. Namun, untuk tanaman menyerbuk silang
senaiknya rouging dilakukan pada fase lebih awal yaitu sebelum pembungaan
penuh atau pada saat pembungaan tetapi sebelum serbuk sari matang dan belum
dilepaskan oleh factor penyerbuk (Mugnisyah, 1995).
2.3.3.3 Teknik Pelaksanaan Roguing
Roguing merupakan pemeriksaan dan pembuangan tanaman-tanaman yang
memiliki ciri berbeda yang dilakukan dilahan produksi benih dengan tujuan untuk
menjaga kemurnian varietas yang diproduksi. Rougingdilaksanakan terhadap
tanaman species lain, tanaman varietas lain, tanaman tipe simpang, dan gulma
berbahaya dengan tujuan menjaga kemurnian benih sehingga persyaratan benih
dapat terpenuhi (Mugnisyah, 1995).
Dalam produksi benih bersertifikat, rouging diikuti dengan pemeriksaan
lapangan oleh petugas sertifikasi benih. Pemerikasaan lapangan tersebut dalam
pelaksanaannya memerlukan keterampilan dalam membedakan tanaman-tanaman
yang mempunyai ciri yang berbeda dengan tanaman yang sedang diproduksi.
2.4 Pemanenan
Pemanenan merupakan kegiatan yang sangat menentukan baik atau
buruknya hasil serta berpengaruh terhadap tinggi atau rendahnya hasil,
sehingga akan mempengaruhi pendapatan usahatani secara ekonomi. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam pemanenan adalah umur panen, waktu panen, dan cara
pemanenan.

Ciri dan Umur Panen


Panen kedelai dilakukan apabila sebagian besar daun sudah menguning,
tetapi bukan karena serangan hama atau penyakit, lalu gugur, buah mulai berubah
warna dari hijau menjadi kuning kecoklatan dan retak-retak, atau polong sudah
kelihatan tua, batang berwarna kuning agak

coklat dan gundul. Panen yang

terlambat akan merugikan, karena banyak buah yang sudah tua dan kering,
sehingga kulit polong retak-retak atau pecah dan biji lepas berhamburan.
Disamping itu, buah akan gugur akibat tangkai buah mengering dan lepas dari
cabangnya. Sedangkan pemanenan kedelai yang terlalu awal yakni stadium belum
cukup umurnya atau polongnya masih hijau dapat mengakibatkan kuantitas dan
kualitas produksi menurun. Selain itu, pemanenan yang terlalu awal dapat
menyebabkan polong mudah busuk, bercendawan, dan berkeriput sehingga mutu
bijinya kurang baik. Jika biji dipergunakan untuk benih akan rendah daya
kecambahnya.
Perlu diperhatikan umur kedelai yang akan dipanen yaitu sekitar 75-110
hari, tergantung pada varietas dan ketinggian tempat. Perlu diperhatikan, kedelai
yang akan digunakan sebagai bahan konsumsi dipetik pada usia 75-100 hari,
sedangkan untuk dijadikan benih dipetik pada umur 100-110 hari, agar kemasakan
biji betul-betul sempurna dan merata.
Kematangan kedelai hingga siap dipanen sangat bergantung pada varietas
dan ketinggian tempat. Berdasarkan varietasnya terdapat varietas umur pendek
atau genjah yaitu kedelai yang sudah dapat mencapai umur panen kurang dari
80 hari, kedelai umur sedang yaitu dapat mencapai umur panen pada 80-85 hari,
dan kedelai umur dalam yang mencapai umur panen lebih dari 86 hari.
Ketinggian tempat mempengaruhi kematangan fisiologis. Pada daerah
yang semakin tinggi dari permukaan laut pada umumnya kematangan fisiologis
tertunda, sedangkan semakin rendah daerahnya akan semakin cepat mencapai
kematangan fisiologis. Perbedaan umur

panen antara daerah dataran tinggi

dengan daerah dataran rendah sekitar 10-20 hari.

Cara Pemanenan
Pemanenan dilakukan dengan menggunakan sabit bergerigi atau sabit
biasa. Penggunaan sabit bergerigi lebih efisien. Untuk seluas 100 m, dengan
sabit bergerigi membutuhkan waktu 40 menit, sedangkan sabit biasa 60 menit.
Pangkal batang dan akar tanaman kedelai tetap ditinggalkan dalam tanah
karena mengandung rhizobium sebagai sumber nitrogen dan penyubur tanah.
Pemotongan harus dilakukan dengan hati-hati karena kedelai yang sudah tua
mudah rontok.
Hasil pemotongan dalam bentuk brangkasan harus segera dikumpulkan
pada suatu tempat dan dipisahkan menurut tingkat kematangan polong. Dari
tempat pengumpulan ini, selanjutnya hasil panen diangkut ke tempat penjemuran
dengan alat bantu karung atau bakul.

Waktu Panen
Pemanenan kedelai sebaiknya dilakukan pada pagi hari pada saat
cuaca cerah, dan kedelai masih agak segar sehingga tidak mudah pecah.
Pemanenan yang dilakukan pada saat hujan menyebabkan biji dapat rusak setelah
dilakukan pengumpulan dan penumpukan.
(Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, 2015)

2.5 Pengolahan Benih (Pengeringan, pembersihan, packing, penyimpanan)


a

Pengeringan Brangkasan
Tujuan pengeringan adalah untuk mengeluarkan sebagian air dari biji
sampai batas aman untuk disimpan atau memudahkan penanganan selanjutnya.
Penjemuran dilakukan sesegera mungkin. Brangkasan tidak boleh ditumpuk sebab
dapat menimbulkan panas yang akan berakibat kepada menurunnya kualitas biji,
terutama biji untuk keperluan benih. Tata laksana pengeringan dapat dilakukan
sebagai berikut:

1) Penjemuran
Penjemuran dilakukan di bawah terik matahari dengan cara dihamparkan di
atas lantai semen atau menggunakan alas dari anyaman bambu, tikar atau
plastik.
Penjemuran pada cuaca baik memerlukan waktu sekitar 1-2 jam. Pengeringan
brangkasan kedelai jangan sampai terlambat
menimbulkan kerusakan hasil. Lama penundaan

atau tertunda karena dapat


pengeringan 2 hari dapat

menyebabkan kerusakan kedelai hingga 32%, sedangkan penundaan 3, 4,dan 5


hari, masing-masing dapat menyebabkan kerusakan hasil kedelai sebesar 35%,
48%, dan 48,6%.
(Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, 2015)
2) Pengeringan Buatan
Pengeringan buatan dilakukan pada saat panenan bertepatan dengan
musim hujan. Hal ini perlu dilakukan karena brangkasan yang dipanen harus
segera dilakukan agar tidak mengalami penurunan kualitas. Pengeringan buatan
dilakukan dengan mesin pengering dengan suhu maksimun 60 C.

Brangkasan diikat ditempatkan secara teratur di rak bambu pengeringan


yang terbuat dari bambu dengan posisi terbalik. Panas yang dihasilkan dari
tungku sekam akan mengalir melalui pipa udara yang berada di bawak rak
karena adanya hembusan dari kipas (blower) sehingga menghasilkan udara panas
yang langsung masuk ke rak-rak bambu.

(Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, 2015)


b

Perontokan Biji
Perontokkan biji kedelai yang tidak tepat dapat menyebabkan kehilangan
hasil yang tinggi. Perontokan yang dilakukan pada tingkat kadar air masih tinggi
menyebabkan

banyaknya

biji

yang

rusak

atau

pecah. Sedangkan

keterlambatan perontokan dapat menyebabkan polong menjadi basah kembali


sehingga menyulitkan pembijian atau pengupasan. Perontokan biji kedelai dari
polongnya dapat dilakukan secara tradisional, dengan pedal theser, dan dengan
mesin.
1) Perontokan secara tradisional
Kadar air biji kedelai untuk dirontokkan secara tradisional
adalah 12 13 %. Perontokkan dengan cara tradisional dilakukan dengan cara
memukul-mukul tumpukan brangkasan, dengan menggunakan gebuk yang terbuat
dari kayu atau pelepah kelapa sampai batang kedelai dan kulit polong.
Selanjutnya batang dan kulit polong dipisahkan dari biji-biji dengan cara ditampi
menggunakan nyiru atau tampah. Biji yang busuk, cacat, kerikil dan tanah harus
dibuang.
Kelemahan perontokan secara tradisional adalah, antara lain, kehilangan
hasil tinggi, mutu fisik biji menjadi rendah, banyak biji yang patah dan
rusak, tenaga kerja yang digunakan banyak, memerlukan waktu yang lama dan
biaya tinggi.
Besarnya kehilangan hasil dengan cara perontokkan tradisional dapat
mencapai 8 %. Tingkat produktivitas tenaga kerja sekitar 10 kg biji bersih per
jam per orang. Dengan demikian, pada tingkat hasil kedelai 1 ton per hektar
dibutuhkan tenaga kerja perontok sebanyak 20 orang. Dengan cara tradisional,
biji utuh yang diperoleh dari hasil perontokkan adalah 69,99%.
2) Perontokan dengan Pedal
Perontok kedelai dengan pedal dapat dilakukan dengan pedal injak atau
dengan pedal kontinyu. Dengan pedal memberikan hasil lebih baik jika
dibandingkan secara tradisional, baik ditinjau dari kapasitas kerja maupun mutu
fisik biji. Kapasitas kerja perontok pedal injak adalah 11,6 kg per jam per
orang dan perontok pedal kontinyu adalah 11 kg per jam per orang. Dengan
menggunakan perontok pedal injak kehilangan hasil mencapai 16,32% dan
biji utuh 80,9%. Sedangkan menggunakan pedal kontinyu kehilangan hasil
mencapai 17,14% dan biji utuh 81,9%.
3) Perontokan dengan mesin Power Thresser
Perontokan kedelai dengan Power Threser dilakukan pada kadar air biji
14-15% dan dengan kecepatan putar silider 600-700 rpm.

Perontokan dengan mesin dapat mempertahankan mutu


kedelai,
kehilangan hasil lebih rendah, tenaga kerja yang diperlukan sedikit, menghemat
waktu, hemat biaya, dan dapat meningkatkan produktivitas.
Kapasitas mesin perontok kedelai bervariasi dari yang rendah (17,42
kg/jam) sampai dengan yang tinggi (80,40 kg/jam). Dengan menggunakan
mesin perontokan 80,40 kg/jam/orang akan menghasilkan biji utuh 98 % atau
biji rusak 2 %, dan persentase kotoran 6,5 %. Cara penggunaannya adalah
sebagai berikut:
Siram dengan air terlebih dulu brangkasan kedelai yang sudah dikeringkan.
Tujuannya untuk mencegah biji-biji pada saat dirintok tidak pecah.
Siapkan ember penampung biji kedelai dan letakkan di bawah saluran
pengeluaran.
Masukkan brangkasan kedelai dalam corong penampungan.
Hidupkan mesin, maka kedelai akan terkupan dan biji kedelai akan keluar
melalui saluran pengeluaran.
Biji yang diperoleh selanjutnya dibersihkan dengan ditampi atau
menggunakan kipas (blower). Pembersihan ini dimaksudkan untuk
memisahkan kotoran yang berupa sisa-sisa kulit polong, batang, daun, dan
kotoran-kotoran lain yang ringan. Untuk kotoran berupa tanah kerikil yang tidak
terpisah dari biji harus dibuang.
(Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, 2015)

Pembersihan dan sortasi


Pembersihan dapat dilakukan dengan manual atau dengan mesin.
Secara manual dengan ditampi dan pemilihan. Biji yang terpilih adalah bebas dari
kotoran, biji seragam ukuran maupun warna biji.
(Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, 2015)

Pengeringan biji
Pengeringan biji dilaksanakan setelah perontokan dengan menggunakan
alas seperti plastik. Pengeringan dilakukan hingga mencapai kadar air 9% jika
untuk keperluan benih. Sedangkan untuk konsumsi 12-13 %. Pengeringan
dilakukan di bawah terik matahari dengan cara sebagai berikut :
Hamparkan biji kedelai di atas tikar atau plastik.
Atur jarak untuk menghindari percampuran fisik antar jenis biji, terutama jika
untuk keperluan benih.
Lakukan pembalikan secara periodik agar kering merata, dan jika suhu melebihi
40C tutup atau angkat ke gudang untuk menghindari kerusakan akibat terlalu
panas.

Keringkan biji hingga kadar air 10% dan biji dari kotoran lain dan terus
dikeringkan hingga mencapai kadar 9% untuk mendapatkan biji yang baik untuk
disimpan.
(Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, 2015)
e

Pengemasan
Biji kedelai yang telah kering dengan kadar air dibawah 10% dapat
dikemas. Pengemasan dilakukan dengan karung goni, kantong plastik, kaleng,
karung plastik. Pengemasan biji dapat dilakukan secara sendiri dalam satu
macam kantong, misalnya hanya menggunakan karung goni atau kantong
plastik saja. Berdasarkan penelitian, biji kedelai yang disimpan pada kadar air
9% lebih baik dibandingkan dengan kadar air lebih dari 10%. Pengemasan
dengan menggunakan karung goni yang di dalamnya dilapisi plastik ternyata
lebih baik jika dibandingkan dengan karung goni atau kantong plastik saja.
Pengemasan dengan karung goni berlapis plastik dapat menekan kerusakan dan
mempertahankan kadar air awal selama enam bulan penyimpanan dalam suhu
kamar.
Pengemasan kedelai dengan karung goni, karung plastik atau kantong
plastik saja pada umumnya dilakukan jika kedelai segera akan dijual. Cara
mengemas biji dengan satu kantong atau adalah sebagai berikut: biji kedelai
dimasukkan ke dalam kantong sebanyak 20-50 kg kemudian kantong ditutup
dengan sistim rapat udara, dijahit atau diikat kuat. Apabila menggunakan
kantong rangkap goni dan plastik, caranya adalah: biji dimasukkan kantong
plastik Polyetilen terlebih dahulu sebanyak 50 kg, kemudian ditutup dengan
sistem rapat udara. Selanjutnya kantong plastik yang sudah diisi dimasukkan
ke dalam karung goni kemudian dijahit rapat.
(Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, 2015)

Penyimpanan
Penyimpanan merupakan kegiatan yang penting terutama dalam upaya
mengawetkan dan menjaga mutu hasil. Dalam penyimpanan biji kedelai
beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah: tempat penyimpanan, suhu,
kelembaban, keadaan biji (kadar air dan kebersihan biji), dan tata cara
penyusunan. Tempat penyimpanan dapat dilakukan dalam ruangan yang
berlantai semen. Biji kedelai yang sudah dikemas disimpan di ruangan
tersebut dengan beralaskan kayu. Hindarkan kemasan biji bersentuhan langsung
dengan lantai atau dinding untuk mengindari agar tidak mempengaruhi
kelembaban biji.
Suhu ruangan yang baik untuk penyimpanan biji kedelai adalah suhu 1820C dan kelembaban sekitar 55%. Kondisi suhu dan kelembaban ini dapat

mempertahankan daya simpan biji kedelai dapat mencapai satu tahun lebih
dengan daya kecambah di atas 85 %.
Biji kedelai yang disimpan harus berkadar air di bawah 10%.
Dengan kadar air seperti ini biji dapat terhindar dari cendawan dan hama gudang.
Biji kedelai yang disimpan lama kadar airnya dapat meningkat melebihi kadar
air awal. Jika kadar air mencapai 14% biji mudah terserang hama bubuk kedelai
(Bluchus sp). Sedangkan untuk mengendalikan hama gudang dapat digunakan
fungisida, pembersihan gudang, dan biji yang rusak segera di gudang.
(Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, 2015)

BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
a Alat

- Cangkul

: untuk mengolah dan menggemburkan tanah

- Ember

: untuk memberi air pada lahan dan tanaman

- Penggaris

: untuk mengukur tinggi tanaman

- Meteran

: untuk mengukur jarak tanam

- Kamera

: untuk dokumentasi

- Alat tulis

: untuk mencatat hasil pengamatan

- Ajir

: untuk membuat lubang tanam

Bahan
- Benih kedelai : sebagai bahan tanam
- Air

: untuk menyirami lahan dan tanaman

- Pupuk NPK

: untuk menambah unsur hara

- Tali rafia

: sebagai pembatas pada tepi bedengan

- Papan

: untuk memberikan tanda (komoditas dan varietas) di


depan bedengan

3.2 Keterangan Lahan


3.2.1 Ketinggian Tempat
Pada praktikum produksi benih lapang ini dilakukan di Kebun Percobaan
Jatimulyo Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya di Kecamatan Lowokwaru
Kabupaten Malang. Kota Malang yang memiliki ketinggian antara 440-667
mdpl yang memiliki suhu berkisar antara 220C 280C.

3.2.2 Sejarah Penggunaan Lahan


Lahan yang kita gunakan untuk menanam kedelai ini telah digunakan
untuk beberapa praktikum dalam mata kuliah yang berbeda yang berhubungan
dengan tanam menaman. Di dalam penggunaannya lahan tersebut pernah
digunakan untuk menanam tanaman palawija, seperti jagung, padi, kacangkacangan, dan beberapa tanaman lain. Jadi dapat diketahui bahwa lahan tersebut
melalui proses rotasi tanah karena penggunaan lahan tersebut tidak monokultur
satu tanaman saja melainkan digunakan untuk berbagai macam tanaman.
3.3 Waktu Pelaksanaan
Kegiatan praktikum lapang dilakukan di lokasi Kebun Percobaan
Jatimulyo Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya di Kecamatan Lowokwaru
Kanupaten Malang. Waktu pelaksanaan penanaman dimulai tanggal 6 Maret 2016
selanjutnya dilakukan pengamatan setiap seminggu sekali dengan pemeliharaan
termasuk pembersihan gulma. Kemudian pada tanggal 21 Mei 2016 memasuki
masa panen.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Pengamatan
Table 1. Pengamatan Tanaman di Lapang
Jenis Tanaman

: Kedelai

Varietas

: Grobogan

Lokasi

: Lahan Percobaan Kelurahan Jatimulyo Kecamatan

Lowokwaru Malang
Tanggal tanam
Deskripsi varietas

:
:

6 Maret 2016

Parameter
Warna Daun
Warna Batang
Warna Bunga
Warna Hipokotil
Warna Polong
Tinggi Tanaman
Bentuk Daun

Karakteristik
Hijau
Coklat muda
Kuning
Coklat lemah
64 cm
Oval Meruncing/Pointed

Warna Bulu Batang


Bentuk polong
Warna Biji
Bentuk Buah
Warna Buah

Ovale
Putih
Lonjong pipih
-

Tipe Pertumbuhan
Keseragaman

Indeterminit
Seragam

Tabel 2. Pengamatan DSTE dan DSTG


Nomor Tanaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

DSTG

DSTE
Hari ke-

3 hst
3 hst
3 hst
3 hst
3 hst
3 hst
3 hst
3 hst
4 hst
4 hst
3 hst
5 hst

5 hst
5 hst
5 hst
5 hst
5 hst
6 hst
6 hst
6 hst
8 hst
6 hst
5 hst
7 hst

13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32

3 hst
3 hst
4 hst
5 hst
3 hst
0 hst
0 hst
0 hst
0 hst
4 hst
4 hst
5 hst
0 hst
3 hst
3 hst
3 hst
3 hst
3 hst
3 hst
3 hst

5 hst
5 hst
6 hst
8 hst
6 hst
0 hst
0 hst
0 hst
0 hst
7 hst
7 hst
8 hst
0 hst
5 hst
7 hst
7 hst
5 hst
5 hst
5 hst
5 hst

Pengamatan persentase kecambah

tanamantumbuh
tanamandalam satubedeng

x 100% =

27
x 100 =84,3
32

4.2 PEMBAHASAN
4.2.1. Pembahasan
Dari data diatas dapat diketahui bahwa dari 32 tanaman terdapat 27
tanaman dapat berkecambah dan 5 tanaman yang tidak berkecambah
sehingga presentase perkecambah tanaman kedelai adalah 84,3 %. Apabila
terdapat benih yang tidak berkecambah maka harus segera dilakukan
penyulaman agar pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang disulam
tidak tertinggal jauh dari tanaman yang sudah berkecambah lebih awal.
Penyulaman dilakukan maksimal 10 hari setelah penanaman.
Proses produksi benih berbeda dengan proses budidaya untuk
konsumsi. Hal utama yang membedakannya adalah pada proses produksi
benih terdapat rouging. Rouging yaitu pencabutan tanaman lain yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan tanaman kedelai. Tanaman kedelai merupakan
tanaman bersari bebas sehingga perlu dilakukan pengontrolan intensif agar
tidak terjadi penyerbukan yang bisa menurunkan sifat genetis dari benih itu
sendiri. Terdapat banyak varietas unggul tanaman buncis di Indonesia.
Namun varietas-varietas tersebut harus disesuaikan dengan kondisi lahan
budidaya.
Berdasarkan hasil praktikum lapang ini, kelompok kami
sudah melakukan

pemanenan, hal ini karena dilihat dari

parameter fisiknya yang telah memenuhi syarat panen, hal


ini juga dipengaruhi oleh varietasnya. Kedelai varietas grobogan
memiliki bentuk polong yang tidak terlalu bersar. Polong kedelai pertama
kali muncul sekitar 10-14 hari setelah bunga pertama muncul. Warna polong
yang baru tumbuh berwarna hijau dan selanjutnya akan berubah menjadi
kuning atau cokelat pada saat tiba dipanen (Fachrudin, 2000).
Berdasarkan hasil pengamatan di lapang untuk DSTG didapatkan hasil
benih yang ditanam rata-rata mulai berkecambah pada 3 hst - 5 hst,
sedangkan untuk DSTE benih kedelai mulai muncul tegakan rata-rata pada
6 hst-8hst. Kecepatan berkecambah tersebut merupakan aspek penting
sebagai indikator daya kecambah dari benih. Menurut Ferryal et.al (2012)
daya kecambah sebagai indikator kemampuan benih untuk tumbuh menjadi
pemberi informasi mengenai kualitas biji dan benih yang dapat

berkecambah adalah benih yang memiliki potensi yang cukup untuk


mendukung berkembang menjadi tanaman muda.
4.2.2 Komoditi Lapang
Berdasarkan komoditi di lapang yang ditanam, yaitu kedelai varietas
grobogan, memiliki daya kecambah yang baik saat ditanam di lahan. Hal
tersebut dapat dilihat dari persentase perkecambahan benih kedelai yang
ditanam di lahan yaitu sebesar 84,3 %. Keberhasilan dari pertumbuhan
benih kedelai dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti sumber benih yang
digunakan, cara budidaya, pemeliharaan hingga waktu panen dan kondisi
lingkungan. Produksi dan mutu benih tanaman kedelai sangat dipengaruhi
oleh dua faktor utama, yaitu faktor genetis dan faktor lingkungan tumbuh.
Faktor genetis merupakan identitas genetik benih yang murni dan mantap,
sedangkan

faktor

lingkungan

tumbuh

sangat

berpengaruh

selama

pembentukan dan pemasakan biji sehingga akan mempengaruhi produksi


dan mutu benih. Faktor lingkungan tumbuh yang berperan dalam
mempengaruhi produksi dan mutu benih yaitu unsur hara, temperature,
cahaya, curah hujan, dan kelembaban tanah (Harnowo, 2005 dalam Rasyid,
2013).
Keberhasilan pada benih kedelai yang ditanam dapat terlihat dari
tanaman yang tumbuh tersebut dapat dipanen. Pemanenan kedelai yang
akan dugunakan untuk benih adalah pada saat masak fisiologis, dimana biji
telah mencapai masa pengisian biji secara maksimal dan mengakhiri masa
pengisian, fase tersebut disebut mass maturity. Menurut Ferryal (2012)
setelah mencapai pengisian materi biji secara maksimal masih terjadi proses
fisiologis biji yaitu proses penurunan kadar air biji hingga optimum yang
kemudian secara keseluruhan menjadi definisi baru masak fisiologis biji.
Kemasakan biji dan persentase berkecambah memiliki hubungan yang erat,
dimana keduanya dipengaruhi oleh kadar air biji. Menurut Ferryal (2012)
penurunan kadar air secara alami pada tanaman induk dan atau perlakuan
sebelum pengeringan yang perlahan (slow pre drying treatment)
menghasilkan benih yang lebih baik kualitasnya daripada benih dikeringkan

secara langsung pada kondisi penyimpanan. Hal tersebut sesuai dengan


pendapat Darmawan et.al (2014) benih yang dipanen ketika masak fisiologis
akan menunjukkan pertumbuhan dan produksi yang optimal sedangkan
benih yang dipanen sebelum maupun sesudah masak fisiologis pertumbuhan
dan produksinya tidak akan optimal. Hal ini dapat disebabkan karena benih
tersebut belum sempurna.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan diperoleh

presentase

perkecambah tanaman kedelai varietas grobogan yaitu 84,3 %, Dan g untuk


DSTG didapatkan hasil benih yang ditanam rata-rata mulai berkecambah pada 3
hst - 5 hst, sedangkan untuk DSTE benih kedelai mulai muncul tegakan rata-rata
pada 6 hst-8hst. Jika terdapat benih yang tidak berkecambah maka harus segera
dilakukan penyulaman.
5.2 Saran
Untuk praktikum kedepan semoga lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian. 2015. Panen dan
Pengelolaan Pascapanen Kedelai. Pusat Pelatihan Pertanian
Darmawan, Adhytya Cahya, Respatijarti dan Lita Soetopo. 2014. Pengaruh
Tingkat Kemasakan Benih terhadap Pertumbuhan dan Produksi Cabai Rawit
(Capsicum frutescent L.) Varietas Comexio. Jurnal Produksi Tanaman. 2:
(4):339-346.
Departemen Pertanian. 2008. Panduan pelaksanaan sekolah lapang pengelolaan
tanaman

terpadu

(SL-PTT)

kedelai.Badan

Litbang.Puslitbangtan.

Balitkabi. Jakarta.
Fachruddin, L., 2000. Budidaya Kacang-kacang. Kanisus, Jakarta.
Ferryal, Maranatha Bernard, Prapto Yudono dan Toekidjo. 2012. Pengaruh
Tingkat Kemasakan Polong terhadap Hasil Benih Delapan Aksesi Kacang
Tunggal (Vigna unguiculata L.) Walp. Fakultas Pertanian Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Goldsworthy, P. R dan RL. Fisher.1992. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Diterjemahkan oleh Tohari. Universitas Indonesia Press. Jakarta
Hanum, Chairani. 2008. Teknik Budidaya Tanaman Jilid 2.Jakarta: Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan MenengahDepartemen Pendidikan Nasional.
Irwan A.W. 2006. Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merill).
Bandung: Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Padjadjaran, Jatinangor.

Islami, T. dan W. H. Utomo, 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP
Semarang Press, Semarang.
Prihatman, Kemal. 2000. Budidaya Pertanian. Jakarta: Sistim Informasi
Manajemen Pembangunan di Perdesaan, Proyek PEMD, Proyek PEMD,
BAPPENAS.
Puslitbang Tanaman Pangan. 2005. Hama, Penyakit dan Masalah Hara pada
Tanaman Kedelai (Identifikasi dan Pengendaliannya). Puslitbang Tanaman
Pangan. Departemen Pertanian. Bogor.
Rasyid, Harun. 2013. Peningkatan Produksi dan Mutu Benih Kedelai Hitam
Varietas Unggul Nasional sebagai Fungsi Jarak Tanam dan Pemberian
Dosis Pupuk P. Jurnal Gamma. 8:(2):46-63.
Rubatzky, V. E. dan M. Yamaguchi, 1998. Sayuran Dunia 2 Prinsip, Produksi, dan
Gizi. ITB, Bandung.
Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Jakarta: Penerbit Gramedia
Zain. 2000. Teknologi Produksi Benih Kedelai. DEPARTEMEN PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN. Irian
Jaya.

Anda mungkin juga menyukai