Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia patut bersyukur karena diberi kekayaan alam berupa aneka
jenis tumbuhan serta warisan dari nenek moyang berupa kemampuan untuk meramunya
menjadi obat yang bermanfaat bagi kesehatan. Dengan demikian, penduduk Indonesia,
baik yang dipedesaan maupun diperkotaan, dapat memperoleh bahan obat yang murah
dan mudah diperoleh.
Nenek moyang bangsa Indonesia sejak dahulu telah menekuni pengobatan
dengan memanfaatkan aneka tanaman yang terdapat di alam. Warisan yang berharga ini
secara turun temurun diajarkan oleh generasi yang terdahulu ke generasi selanjutnya. Di
daerah pedesaan, tradisi ini sebagian besar masih dipertahankan. Namun, masyarakat
perkotaan umumnya sudah melupakannya. Selain jenis tanaman tersebut tidak banyak
ditanam di perkotaan, umumnya masyarakat kota lebih memilih cara praktis, yaitu pergi
ke dokter jika sakit.
Kecendrungan untuk meninggalkan pengetahuan mengenai tanaman obat
tampaknya memang berlangsung terus. Padahal, Toga amatlah penting bagi keluarga.
Selain dimanfaatkan untuk obat, tanaman obat tersebut dapat ditata dengan baik
sebagai penghias pekarangan. Dengan demikian, pekarangan rumah menjadi tampak
asri dan penghuninya dapat memperoleh obat-obatan yang diperlukan untuk menjaga
kesehatan.
B. Tujuan Penulisan
Karya tulis ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan informasi dan sumber bagi
pihak yang berkompeten terhadap masalah yang dibahas.
C. Ruang Lingkup
Dalam kajian ini penulis hanya membatasi pada masalah petunjuk pemakaian dan
pengolahan tanaman obat serta jenis-jenis tanaman obat dan khasiatnya.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Petunjuk Pemakaian dan Pengolahan
1. Bahan Tanaman
Pemilihan simplisia bahan baku obat herbal sebaiknya memperhatikan aroma,
rasa, kandungan kimia, maupun sifat fisiologisnya. Ketepatan pemilihan bahan baku obat
herbal tidak hanya pada jenis tanaman, tetapi juga bagian tanaman yang digunakan. Hal
ini disebabkan setiap bagian tanaman memiliki khasiat khusus yang berbeda.
Bagian tanaman yang biasanya digunakan sebagai obat, diantaranya akar (akar
ginseng dan akar pasak bumi), rimpang (kunyit, jahe, kencur, dan lengkuas), batang
(brotowali), daun (daun dewa, katuk, dan sirih), bunga (melati), buah (belimbing wuluh
dan jeruk nipis), dan kulit buah (mahkota dewa). Namun ada pula pemanfaatan obat dari
seluruh bagian tanaman (meniran dan pegagan).
Bahan tanaman yang hendak digunakan untuk pengobatan sebaiknya dalam
keadaan segar. Untuk menjaga kesegaran bahan dengan cara menyimpannya di tempat
yang bersih dan jauh dari panas atau sinar matahari langsung. Akan lebih baik jika bahan
disiapkan atau dipetik pada hari itu juga sehingga tidak perlu disimpan. Jika telah terpilih,
bahan bahan yang berkualitas baik tersebut dicuci terlebih dahulu dengan air hingga
bersih.
Ada kalanya tanaman obat dibuat dari bahan kering. Misalnya rimpang (temu
lawak dan kunyit) yang disajikan dalam bentuk potongan tipis yang dikeringkan. Jika
harus menggunakan yang kering keadaan bahan harus dalam kondisi baik. Bahan yang
terkena kotoran, lembab, berjamur, dimakan serangga, atau tergeletak di tempat yang
kotor sebaiknyatidak dipakai.
2.

Peralatan yang Digunakan


Tidak dapat dipungkiri bahwa kelemahan utama pada pengobatan tradisional
ialah kurangnya perhatian pada peralatan yang digunakan. Hal ini tidak boleh dianggap
sepele. Alat yang digunakan dapat menularkan penyakit, membawa kotoran lain, atau
bahkan menghilangkan khasiat obat jika tidak bersih atau alatnya salah.
Sendok, gelas, panci perebusan, atau peralatan yang dipakai sebaiknya
dibersihkan terlebih dahulu. Jika perlu, alat tersebut direbus atau direndam dalam air
panas. Setelah digunakan, alat harus dibersihkan lagi. Jangan beranggapan alat tidak
perlu dibersihkan benar karena hendak dipakai lagi untuk membuat obat yang sama.
Memang alat akan terkena kotoran lagi, tetapi kotoran lama yang tertimbun justru dapat
mendatangkan masalah baru. Misalnya, menimbulkan residu pada alat atau
mendatangkan kuman penyakit.
Saringan atau perasan harus dibersihkan dengan benar, sebaiknya direbus
dengan air mendidih. Jika menggunakan saringan dari kain, gunakan kain bersih, tidak
perlu kain baru, yang penting tidak habis digunakan untuk keperluan lain. Seandainya
kain digunakan untuk keperluan lain maka kain perasan harus dibersihkan dengan baik
sebelum dan sesudah pemakaian.
Panci perebusan hendaknya terbuat dari bahan tanah, keramik kaca, atau
stainless steel. Sedapat mungkin jangan merebus bahan dengan panci dari alumunium,
besi atau kuningan. Peralatan dari timah hitam atau timbal juga dilarang keras
dipergunakan untuk membuat ramuan. Tujuannya untuk menghindari timbulnya endapan

pembentukan zat racun, konsentrasi larutan obat menurun, atau efek samping karena
reaksi bahan kimia panci dengan zat yang dikeluarkan tanaman.
Selain kebersihan alat, pelaku yang meracik obat sebaiknya juga menjaga
kebersihan tangan dan ruangan.

3.

Pengolahan Ramuan
Beberapa cara mengolah tanaman obat, diantaranya memipis, merebus, dan
menyduh.
a.
Memipis
Biasanya bahan yang digunakan berupa bagian tanaman atau tanaman yang
masih segar seperti daun, biji, bunga, dan rimpang. Bahan tersebut dihaluskan dengan
ditambahkan sedikit air. Bahan yang sudah halus diperas hingga cangkir. Jika kurang
dari cangkir, air matang ditambahkan pada ampas, lalu diperas lagi.
b.

Merebus
Tanaman obat direbus agar zat-zat yang berkhasiat di dalam tanaman larut ke
dalam larutan air. Api yang digunakan untuk merebus sebaiknya yang volumenya mudah
diatur. Pada awal perebusan digunakan api besar hingga mendidih. Jika telah mendidih,
bahan di dalam air dibiarkan selama 5 menit. Selanjutnya, api kompor dikecilkan untuk
mencegah air rebusan meluap sampai air rebusan tersisa sesuai kebutuhan. Bahan yang
berukuran besar dipotong terlebih dahulu.
Air yang digunakan dalam perebusan adalah air yang tidak berwarna, tidak
berbau, tidak berasa, dan bening. Air yang kekuningan, berbau, dan mengandung
kotoran sebaiknya tidak digunakan.

c.

Menyeduh
Bahan baku yang digunakan dapat berupa bahan yang masih segar atau bahan
yang sudah dikeringkan. Sebelum diramu, bahan-bahan dipotong kecil-kecil setela hsiap,
bahan diseduh dengan air panas. Setelah didiamkan selama 5 menit, bahan hasil
seduhan disaring.

B.
1.
a.

Aneka Jenis Tanaman Obat dan Khasiatnya


Belimbing Wuluh
Nama
Nama Ilmiah
: Averrhoa bilimbi L,
Nama Daerah
:
Limeng (Aceh), selemeng (Gayo), asom belimbing balimbingan
(Batak), malimbi (Nias), blimbing wuluh (Jawa), bhalimbing bulu (Madura), blingbing
buloh (Bali) Calene (Bugis); dan malibi (Halmahera).
Nama asing
: Bilimbi atau cucumber tree (Inggris) dan kamias (Filipina)
b. Ciri Fisik
Tanaman belimbing wuluh merupakan pohon kecil. Tingginya mencapai 10 m.
Batang tanaman tidak begitu besar dengan permukaan yang kasar, dan berbenjol-benjol.
Daun majemuknya berbentuk menyirip dan berjumlah ganjil yang terdiri dari 21-45

pasang anak daun. Bunganya berukuran kecil-kecil, berbentuk bintang, bergerombol, dan
berwarna merah keunguan. Buah belimbing merupakan buah buni. Bentuk buahnya bulat
lonjong persegi, berair banyak, dan rasanya sangat asam. Di dalam buah terdapat
banyak biji. Saat masih muda buah berwarna hijau tua. Setelah tua, warna buah menjadi
kekuningan. Buah tumbuh bergerombol, bergantung pada batang atau pangkal cabang
yang besar.
c.
Tempat Tumbuh
Tanaman yang berasal dari Amerika ini dapat tumbuh di daerah dengan
ketinggian hingga 500 m dari permukaan laut (dpl). Daerah yang banyak terkena
matahari langsung, tetapi cukup lembab merupakan tempat tumbuh yang disukainya.
d. Perbanyakan
Tanaman belimbing wuluh dapat diperbanyak dengan menyemai bijinya. Selain
itu, teknik penyetekan dapat pula dilakukan meskipun agar sulit.

e.

Kandungan zat kimia


Tanaman belimbing wuluh mengandung saponin, tanin, glukosida, kalsium
oksalat, sulfur, asam format, dan peroksida.
f.
Khasiat untuk pengobatan
Penggunaan belimbing wuluh untuk pengobatan, diantaranya sebagai berikut :
a.
Gusi berdarah
Mengonsumsi buah belimbing wuluh baik segar maupun manisannya secara rutin
setiap hari.
b. Jerawat
Siapkan 3 buah belimbing wuluh segar. Cuci hingga bersih. Selanjutnya, buah
diparut dan diberi sedikit garam. Tempelkan ramuan ini pada kulit yang berjerawat.
Lakukan pengobatan sebanyak 2 kali sehari.
2. Brotowali
1. Nama
Nama Ilmiah
: Tinospora crispa L. Miers
Nama Daerah
: Antawali (Sunda), brotowali (Jawa), kayu ular (Makasar), dan patarwali,
akar sertin, atau panamar gantung (Kalimantan Tengah).
Nama asing
: shen jin teng (Cina)
2. Ciri Fisik
Brotowali merupakan tanaman perdu pemanjat. Tingginya mencapai 2,5 m.
Batang tanaman ini berduri semu yang lunak serupa bintil-bintil. Daun tunggalnya
bertangkai, berbentuk mirip jantung atau agak membulat, dan berujung lancip.
3. Tempat Tumbuh
Tanaman diduga berasal dari Asia Tenggara ini dapat ditemui tumbuh liar di hutan
atau ladang. Namun, karena khasiatnya, penduduk Indonesia banyak yang menanamnya
dipekarangan.
4. Perbanyakan
Perbanyakan dengan setek batang. Batang yang dipilih sudah agak tua.
Selanjutnya, batang ditanam di tempat khusus terlebih dahulu agar membentuk akar
sebelum ditanam di lahan.
5. Kandungan Zat Kimia

Tanaman brotowali mengandung alkoloid, damar lunak, pati, glikosida


pikroretosid, pikroretin, harsa, berberin, dan palmatin. Sementara itu, kandungan zat
kimia batang, diantaranya zat pahit (pikroretin), berberin, tinokrisposid, saponin,
kolumbin, palmatin, kaemferol, dan pati. Akarnya mengandung kolumbin.
3.

Cabe Jawa
1. Nama
Nama Ilmiah
: Piper retrofractum Vahl.
Nama Daerah
: Lada panjang atau cabe panjang (Sumatera), cabe jamu, cabean,
cabe areuy, atau cabe sula (Jawa), serta cabi jamo, cabo onggu, cabi solah (Madura)
Nama asing
: Bi ba (Cina)
2. Ciri Fisik
Merupakan perdu memanjat serta agak mirip lada atau sirih.
3. Tempat Tumbuh
Cabe jawa merupakan tanaman yang merambat pada tembok, pagar, pohon lain,
atau rambatan yang dibuat khusus.
4. Perbanyakan
Perbanyakan tanaman cabe jawa dapat dilakukan dengan pernanaman setek
batang yang sudah cukup tua atau biji.
5.
a.
b.
c.
d.

Khasiat untuk pengobatan


Obat kuat atau membersihkan rahim sehabis melahirkan.
Batuk, pencernaan terganggu, bronkitis, ayan, demam
Liver yang menderita urus-urus.
Sakit gigi.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kecendrungan untuk meninggalkan pengetahuan mengenai tanaman obat
tampaknya memang berlangsung terus. Padahal, Toga amatlah penting bagi keluarga.
Selain dimanfaatkan untuk obat, tanaman obat tersebut dapat ditata dengan baik
sebagai penghias pekarangan. Dengan demikian, pekarangan rumah menjadi tampak
asri dan penghuninya dapat memperoleh obat-obatan yang diperlukan untuk menjaga
kesehatan.
B.

Saran
Karena penelitian tentang tanaman obat semakin marak dan banyak bermunculan
tanaman obat yang populer, maka karya tulis ini perlu diperbaiki. Penulis berharap
semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi masyarakat secara luas, terutama yang
ingin memanfaatkan pekarangannya.

DAFTAR PUSTAKA
Afriastini, JJ. 1988. Bertanam Kencur. Jakarta : Penebar Swadaya.
Anonim. 1994. Bumbu pun Ternyata Berguna dan Berkhasiat untuk Kesehatan. Media Indonesia,
hal XV 23 Juni 1994.
Anonim. 1993. Pentingnya Pelestarian Tanaman Temu-temuan. Sinar Tani,

hal. V 22 Mei 1993

Anda mungkin juga menyukai