Anda di halaman 1dari 33

TUGAS KHUSUS

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSPAD GATOT SOEBROTO


TINJAUAN PUSTAKA MONITORING EFEK SAMPING OBAT JANTUNG

OLEH :

DESI TIRTAWATI, S. Farm


HERI SURACHMAT, S. Farm
MARYANI, S. Farm
RETNO YUWITA, S. Farm
ROSYIDAH, S. Farm

ANGKATAN LXI

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER-DEPARTEMEN FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2005

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Penggunaan

obat

yang

rasional

sebagai

bagian

integral

dari

pembangunan kesehatan nasional merupakan suatu hal mutlak yang harus


dilakukan pada saat sekarang ini. Dengan penggunaan obat yang rasional
diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap optimalisasi penggunaan
dana,

pengurangan

resiko

efek

samping

dan

resistensi,

peningkatan

ketersediaan obat serta peningkatan mutu pengobatan dan pelayanan kesehatan


Namun demikian, pengobatan rasional menghadapi problem besar
karena informasi yang tidak seimbang, bias dan tidak etis yang disampaikan oleh
pabrik obat. Beragamnya jumlah dan jenis obat-obatan yang ada saat ini tidak
disertai oleh informasi yang lengkap dan jelas melainkan hanya promosi yang
bersifat persuasif semata. Akibatnya sering terjadi pengobatan yang tidak
rasional. Ketidakrasionalan ini dapat berupa ketidaktepatan indikasi, pemberian
dosis, dan efek samping yang tidak dilaporkan. Dampak negatif dari tindakan
tersebut adalah tingginya frekuensi dan intensitas efek samping dan besarnya
biaya pengobatan yang harus dikeluarkan penderita.
WHO action programme on essential drugs (1994), mengemukakan
bahwa untuk menetapkan penggunaan obat secara rasional perlu dilalui
serangkaian langkah, salah satunya adalah dengan melakukan monitoring.
Dengan monitoring dapat ditentukan apakah pengobatan memberi hasil seperti
yang diharapkan. Atau perlu dilakukan tindak lanjut. Bila penyakit telah sembuh
obat perlu dihentikan, bila penyakit belum sembuh tetapi terapi efektif tanpa efek
samping pengobatan dapat dilanjutkan, bila timbul efek samping perlu ditelaah
kembali obat yang diberikan. Bila terapi tidak efektif perlu dipertimbangkan
kembali diagnosis yang telah dibuat, obat yang dipilih, apakah dosis dan cara
penggunaannya telah sesuai, dan apakah cara monitoring telah tepat.
Evaluasi

disertai

umpan

balik

yang

dilaksanakan

secara

berkesinambungan memberi dampak positif terhadap pengobatan rasional.


Penerapan konsep obat esensial dan obat generik di fasilitas kesehatan publik
perlu diperkuat melalui monitoring dan evaluasi penggunaan obat serta

pengendalian suplai obat. Monitoring dan evaluasi dapat meningkatkan ketaatan


pada berbagai ketentuan dan pedoman yang berlaku.
Berdasarkan keterangan diatas maka sangat diperlukan adanya kegiatan
monitoring dan evaluasi penggunaan obat dalam rangka meningkatkan
efektivitas, keamanan dan nilai ekonomis dari penggunaan obat khususnya di
rumah sakit (RS). Oleh karena itu Panitia Farmasi dan Terapi RSPAD Gatot

Subroto, sebagai suatu badan yang membantu pimpinan rumah sakit untuk
menetapkan kebijakan menyeluruh tentang pengelolaan dan penggunaan obat di
rumah sakit, melakukan kegiatan monitoring efek samping obat. Dengan adanya
monitoring efek samping obat ini diharapkan dapat mengurangi kejadian efek
samping obat yang timbul dan dapat mendukung penggunaan obat yang
rasional.

B. Tujuan
1. Mengetahui efek samping obat yang dapat ditimbulkan oleh obat jantung.
2. Mencari hasil monitoring efek samping obat jantung yang timbul dari berbagai
sumber.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Monitoring Efek Samping Obat


Efek samping obat (ESO) menurut WHO adalah tiap respon dari obat
yang merugikan atau tidak diharapkan, yang terjadi pada dosis yang digunakan
pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi.
Monitoring efek samping obat (MESO) perlu dilakukan karena adanya
efek

samping

obat

akan

menambah

masalah

dalam

hal

morbiditas,

perawatan/perpanjangan masa perawatan dan kematian penderita. Selain itu


MESO juga diperlukan karena informasi secara lengkap mengenai obat sebelum
beredar di pasaran sulit didapat, sehingga perhatian terhadap reaksi yang tidak
diinginkan selama pemakaian sulit diketahui. Informasi mengenai obat sulit
didapatkan karena beberapa faktor antara lain:
1. Uji coba pada hewan tidak cukup menjamin keamanannya pada manusia.
2. Uji klinis terbatas baik secara kualitas maupun kuantitas.
3. Beberapa informasi mengenai efek samping jarang dilaporkan.
Dalam melakukan monitoring efek samping obat perlu memperhatikan
beberapa aspek dalam pemakaian obat yaitu efektivitas, keamanan, mutu,
rasional dan harga obat. Aspek keamanan tidak terlepas dari kemungkinan
terjadinya efek samping obat.
B. Tujuan Monitoring Efek Samping Obat
Tujuan dari adanya monitoring efek samping obat dapat dibagi menjadi:
1. Langsung dan segera
a. Menemukan efek samping obat sedini mungkin terutama yang berat, tidak
dikenal dan yang frekuensinya jarang.
b. Menemukan dan menentukan frekuensi dan insidensi ESO baik yang sudah
dikenal ataupun yang baru saja ditemukan.
c. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi
timbulnya ESO atau mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya reaksi
ESO.

2. Selanjutnya
a. Memberi umpan balik adanya interaksi pada petugas kesehatan.
b. Membuat peraturan yang sesuai.
c. Memberi peringatan pada umum bila dibutuhkan.
d. Membuat data esensial yang tersedia sesuai sistem yang dipakai WHO.
C. Cara Monitoring Efek Samping Obat
Dalam melakukan monitoring efek samping obat dapat dilakukan dengan
berbagai cara antara lain:
1. Laporan insidental
a. Biasanya dikemukakan pada pertemuan-pertemuan di RS atau laporan kasus
di majalah.
b. Tidak dapat tersebar dengan cepat karena tidak ada organisasi nasional yang
mengatur.
c. Pengenalan ESO yang diduga, sangat tergantung pada motivasi masingmasing klinikus.
2. Laporan sukarela
a. Dikoordinir oleh pusat.
b. Disebut laporan spontan.
c. Diminta melaporkan ESO pada praktek sehari-hari.
3. Laporan intensif di RS
a. Kelompok dokter, perawat terlatih, ahli farmasi mencari dan mengumpulkan
ESO.
b. Populasi tertentu dan terbatas di RS.
c. Data yang terkumpul dianalisa oleh tim ahli.
4. Laporan lewat catatan medik
a. Pengumpulan data melalui riwayat penyakit serta pengobatan yang diterima
dari bermacam sumber.
b. Mungkin dikerjakan di tempat dimana pelayanan medik yang lengkap,
terorganisisr baik dan fasilitas komputer yang canggih.
5. Laporan wajib
Ada peraturan mewajibkan setiap petugas kesehatan melaporkan ESO di
tempat tugas atau praktek sehari-hari.

Setiap kejadian ESO walau masih dugaan, bila ragu-ragu lebih baik
melapor dari pada tidak melapor sama sekali. Yang harus dilaporkan dari
kejadian ESO adalah :
1. ESO yang tidak diketahui sebelumnya oleh pelapor.
2. ESO yang berat.
3. Dugaan ketergantungan obat.
Prosedur pelaporan ESO di Rumah Sakit secara umum dapat di
gambarkan sebagai berikut :

Pasien
(1)

gejala ESO

Perawat jaga
(2)

melapor

Dokter jaga
formulir
ESO
(3)

Mengambil
tindakan medis

(4)

Mengisi formulir
MESO
(5)

feed back

Sub panitia MESO


PFT
(6)

Sekretaris PFT
(7)

Panitia MESO
Nasional
Gambar 1. Prosedur pelaporan ESO di RS

D. Penyakit Jantung
Di negara-negara industri maju penyakit jantung dan pembuluh
(PJP)seperti angina pectoris, infark jantung, gagal jantung dan hipertensi
merupakan penyebab kematian terbesar.
Jantung dapat diibaratkan suatu pompa berganda, yang terdiri dari bagian
kanan dan kiri. Bagian kanan memompa darah dari bagian tubuh ke paru-paru,
sedangkan bagian kiri memompa darah dari paru-paru ke tubuh. Fungsi utama
peredaran darah adalah penyaluran oksigen dan zat-zat gizi lain yang
dibutuhkan untuk metabolisme ke jaringan dan organ. Jika terjadi gangguan
pada peredaran darah tersebut dapat menyebabkan terjadinya penyakit jantung.
Gangguan pembuluh yang berperan sangat penting pada terjadinya PJP
adalah atherosclerosis yang bercirikan menebal dan mengerasnya dinding arteri
besar dan sedang. Keadaan ini diakibatkan oleh endapan dari antara lain
kolesterol, lemak, kalsium, dan fibrin (plaks, atheroma) di dinding pembuluh.
Penyakit jantung yang lebih serius adalah angina pectoris dimana jantung
tidak menerima cukup darah (dan oksigen) karena liang arteri jantung sudah
hampir tertutup oleh plaks. Bila arteri jantung atau otak tersumbat sama sekali,
dapat menimbulkan infark jantung atau infark otak (stroke). Pada gangguan
gawat ini sebagian atau seluruh jantung/otak menjadi mati, sehingga sering
bersifat fatal. Akibat beban jantung yang diperbesar dapat pula timbul gagal
jantung karena jantung tak sanggup lagi memelihara peredaran darah secara
normal.
E. Obat obat Jantung
Obat-obat jantung atau cardiaca adalah obat-obat yang secara langsung
dapat memulihkan fungsi otot jantung yang terganggu kekeadaan normal. Obatobat lain, yang disamping sifat khususnya juga bekerja terhadap jantung, tidak
termasuk definisi ini.
Obat-obat jantung (obat kardiovaskular) dapat dibagi menjadi beberapa
golongan yaitu :
1. Antihipertensi
2. Antiaritmia jantung
3. Antihemoroid
4. Glikosida Jantung
5. Vasodilator

F. Antihipertensi
G. Vasodilator Koroner
Zat-zat ini memperlebar arteri jantung, memperlancar pemasukan darah
serta oksigen, dan dengan demikian meringankan beban jantung.
Obat-obat vasodilator koroner terdiri dari:
1. Golongan Nitrat
2. Beta Blockers
Beta-blocker memperlambat pukulan jantung (bradicardia, efek kronotropik
negatif), sehingga mengurangi kebutuhan oksigen miokard. Juga digunakan
pada terapi interval. Zat-zat ini mengikat diri secara reversibel pada reseptor adrenerg dan dengan demikian memblok reaksi atas simpuls saraf simpatik atrau
katecholamin (nor/adrenalin, serotonin dan sebagainya) dari sirkulasi.
3. Antagonis Ca
Calcium

entry-blockers

mengurangi

penggunaan

oksigen

selama

exertion, karena tekanan darah arteri umumnya turun akibat vasodilatasi periper
dan turunya frekuensi jantung (efek kronotrop negatif).

H. Antihemoroid
Obat obat haemorheological adalah obat obat yang digunakan
berhubungan dengan sifat sifat reologi struktur pembuluh yang bersentuhan
langsung dengan darah
Kecepatan aliran darah tergantung dari sifat sifat rheologis lebarnya
pembuluh darah dan tekanan darah. Sifat rheologis berkaitan dengan viskositas
darah yang dapat diperbaiki dengan jalan meningkatkan kelenturan eritrosit dan
mencegah penggumpalan trombosit.
Gangguan penyaluran darah perifer kebanyakan disebabkan oleh
penyempitan ( stenosis) akibat athero- sclerosis tanpa kelainan tekanan darah.
Terapi yang digunakan salah satunya adalah zat zat yang memperbaiki sifat
rheologi darah yaitu Isoxuprin, siklandelat, Pentoksifin, Buflomedil, dan bensiklan.
Obat obat ini dapat memperbaiki sifat rheologi dan viskositas darah
dengan jalan mencegah pembekuan eritrosit ( akibat antara lain pemasukan
kalsium ) dan mempertahankan / memperbaiki kelenturannya. Berkat kelenturan
ini, eritrosit pada keadaan normal berdaya mengubah bentuknya dan mampu
memasuki kapiler terkecil dengan 3 4 mikron yakni lebih kurang separuh dari
diameternya sendiri. Daya ini hilang pada eritrosit yang sudah hilang

elastisitasnya, hingga mikro sirkulasi di jaringan bersangkutan akan terhalang


dengan efek hypoxia.

I. Glikosida Jantung
Glikosida jantung merupakan golongan kardiotonika, dimana kardiotonika
adalah obat-obat dengan khasiat memperkuat kontraktilitas otot jantung.
Terutama digunakan pada gagal jantung (dekompensasi) untuk memperbaiki
fungsi pompanya.
Gagal jantung terjadi sewaktu kontraktilitas jantung brekurang dan
ventrikel tidak mampu memompa keluar darah sebanyak yang masuk selama
diastol. Hal ini menyebabkan volume diastolic-akhir ventrikel secara progresif
bertambah.
Seiring dengan peningkatan progesif volume diastolic-akhir, sel-sel otot
ventrikel mengalami peregangan melebihi panjang optimumnya sehingga sertaserat otot tertinggal dalam kurva panjang tegangan. Tegangan dihasilkan menjadi
berkurang karena ventrikel teregang oleh darah. Gagal jantung adalah suatu
lingkaran yang tidak berkesudahan. Semakin terisi berlebihan ventrikel, semakin
sedikit darah yang dapat dipompa keluar sehingga akumulasi darah dan
peregangan otot bertambah. Akibatnya, volume sedikit, curah jnatung dan
tekanan darah turun. Respons-respons refluks tubuh yang mulai bekerja sebagai
jawaban

terhadap

penurunan

tekanan

darah

akan

secara

bermakna

memperburuk situasi.
Penyebab

gagal

jantung

mencakup

apapun

yang

mnyebabkan

peningkatan volume plasma sampai derajat tertentu sehingga volume diastolicakhir meregangkan serat-serat ventrikel melebihi panjang optimumnya. Sebabsebab tersebut anatara lain adaalh gagal ginjal. Namun yang lebih sering adalah
cedera pada jantung itu sendiri yang memulai siklus kegagalan dengan
mengurangi kekuatan kontraksi jantung. Penyebab gagal jantung yang terdapat
di jantung antara lain adalah infark miokardium, miopati jantung, defek katup,
malformasi congenital, dan hipertensi kronik.
Kelompok kardiotonika terdiri dari :
a. Glikosida jantung (digoksin, metildigoksin, dan digitoksin)
b. Dopaminergika (dopamine, ibopamin, dan dobutamin)
c. Penghambat fosodiesterase (amrinom dan milrinom)

Semua obat ini berasal dari tumbuhan, yang terpenting adalah digitalis.
Semua glikosida jantung memiliki rumus teroida, seperti hormon kelamin dan
anak-ginjal, kolesterol dan vitamin D.

J. Vasodilator
Vasodilator didefinisikan sebagai zat-zat yang berkhasiat melebarkan
pembuluh secara langsung. Zat-zat dengan khasiat vasodilatasi tidak langsung
tidak termasuk definisi ini, misalnya obat-obat hipertensi yang menimbulkan
vasodilatasi melalui blokade saraf-saraf perifer, aktivasi saraf-saraf otak, atau
mekanisme lainnya seperti alfa- dan beta- blockers, penghambat ACE, dan
Antagonis kalsium.
Berdasarkan penggunaannya dapat dibedakan tiga kelompok vasodilator,
yaitu :
1. obat-obat hipertensi.
2. vasodilator koroner (obat angina pectoris).
3. vasodilator perifer (obat gangguan sirkulasi).
Dalam bahasan ini vasodilator dimaksudkan sebagai vasodilator perifer
karena vasoldilator koroner dibahas sebagai obat angina pectoris. Ditinjau dari
sudut farmakodinamika, vasodilator perifer dan obat-obat hipertensi dengan daya
vasodilatasi tidak dapat dipisahkan dengan tegas. Perbedaannya terutama
terletak

pada

penggunaannya,

dimana

vasodilator

perifer

terutama

diperuntukkan pada perbaikan sirkulasi pada keadaan peredaran darah


terhalang (ischemia). Akan tetapi

sejumlah obat antihipertensi tertentu juga

digunakan sebagai vasodilator perifer, misalnya antagonis kalsium dan alfablocker.


Vasodilator perifer dapat digolongkan secara kimiawi dan menurut titik
kerjanya sebagai berikut :
1. alfa blockers : prazosin, buflomedil dan ko-dergokrin.
Zat-zat ini merintangi reseptor alfa-adrenergik dengan efek memperlemah
daya vasokonstriksi noradrenalin terhadap arteriole.
2. beta-adrenergika: isoxuprin
Zat ini menstimulasi reseptor beta-adrenergik di arteriole dengan efek
vasodilatasi di bronchia dan otot, tetapi terutama di bagian yang tidak sakit.
3. antagonis Ca : nifedipin dan nimodipin, bensiklan, flunarizin dan sinarizin.

Obat-obat ini memblok saluran Ca (calcium channels) di sel otot jantung dan
otot polos pembuluh, sehingga menghindarkan kontraksi dengan efek
vasodilatasi di arteriole. Dinding vena tidak dipengaruhi karena jauh kurang
sensitif.
4. derivat nikotinat : nikotinilalkohol, xantinol, inositol-, metil-, dan tokoferolnikotinat.
Asam nikotinat dan derivat-derivatnya terutama mendilatasi pembuluh kulit di
muka, leher, dan otot lengan, sedangkan penyaluran darah ke bagian bawah
tubuh justru berkurang. Maka itu, zat ini kurang berguna terhadap gangguan
sirkulasi di betis atau kaki (claudicatio), lebih efektif pada vasospasme di kulit
(S. Raynoud).
5. Obat-obat lainnya : iloprost, pentoksifilin, ekstrak gingko biloba, dan
siklandelat (Cyclospasmol).

BAB III
HASIL PENGAMATAN

A. Antihipertensi
B. Antiaritmia Jantung
1. NITROGLISERIN
Trinitrat dari gliserol ini (1952) berkhasiat relaksasi otot pembuluh,
bronchia, saluran empedu, lambung-usus, dan kemih. Berkhasiat vasodilatasi
berdasarkan terbentuknya nitrogenoksida (NO) dari nitrat dari sel-sel dinding
pembuluh. NO ini bekerja mengendorkan sel-sek ototnya, sehingga pembuluh
terutama vena mendilatasi dengan langsung.
Indikasi :
Mengontrol hipertensi sebelum, selama dan setelah operasi. Gagal
jantung yang bersifat infark miokard akut. Terapi angina pektoris yang
tidak berespon pada dosis nitrat organik dan -blockers. Mengontrol
hipotensi.
Kontraindikasi :
Hipotensi, idiosinkrasi, perikarditis konstriktiva, tamponade perikardial,
anemia berat, hipoksemia arteri.
Perhatian :
Kerusakan fungsi hati atau ginjal yang berat. Dapat diabsorbsi oleh plastik
atau filter.
Efek samping :
Yang terpenting berupa nyeri kepala dan (reflex) tachycardia, juga
hipotensi ortostatis, pusing, nausea, flushing, disusul dengan muka
pucat. Bila efek terakhir timbul maka pasien harus mengeluarkan sisa
tablet dari mulut dan segera berbaring. NPlester dapat menimbulkan
iritasi kulit (merah) dengan rasa terbakar dan gatal-gatal.
Interaksi Obat :
Efek hipotensi ditingkatkan oleh alkohol, -blocker, anti hipertensi,
antidepresan

trisiklik,

narkotik.

Meningkatkan

antikolinergik. Efek antagonis dari simpatomimetik.


Dosis :

efek

anti

histamin,

Pada serangan akut dibawah lidah 0,4-1 mg sebagai tablet, spray, atau
kapsul (harus digigit), jika perlu dapat diulang sesudah 3-5 menit. Bila
efek sudah dicapai, obat harus dikeluarkan dari mulut.
2. ISOSORBID DINITRAT
Derivat nitrat siklis ini sama kerjanya dengan nitrogliserin, tetapi bersifat
long-acting. Didinding pembuluh zat ini diubah menjadi nitrogenoksida (NO) yang
mengaktivasi enzim tertentu. Karena itu,kadar cGMP (cyclo Guanyl-MonoPhosfate) disel otot polos

naik dengan akibat vasodilatasi. Secar sublingual

mulai kerjanya dalam 3 menit dan bertahan sampai 2 jam, secar spray masingmasing 1 menit dan 1 jam, sedangkan oral masing-masing 20 menit dan 4 jam
(tablet retard 8-10 jam).
Indikasi :
Terapi angina pektoris, profilaksis serangan angina pada pasien dengan
penyakit koroner kronik, terapi kelainan angina setelah infark miokardium.
Kontraindikasi :
Glaukoma, perdarahan serebral, hipotensi dengan tekanan darah sistolik
yang rendah, gangguan sirkulasi akut, infark miokardium akut dengan
tekanan pengisian rendah.
Perhatian :
Kardiomiopati, hamil trisemester 1, sirkulasi yang labil.
Efek samping :
Sakit kepala, hipotensi ortostatik, refleks takikardia, palpitasi.
Interaksi Obat :
Peningkatan efek hipotensi jika dikombinasi dengan vasodilator lain,
seperti hidralazin, prazosin, nifedipin. Peningkatan efek nitrat dan
hipotensi dengan alkohol.
Dosis :
Pada serangan akut atau profilaksis, sublingual tablet 5 mg, bila perlu
diulang setelah beberapa menit. Interval : oral 3 dd 20 mg d.c. atau
tablet/kapsul retard maksimum 1-2 dd 80 mg. Spray 1,25-3,75 mg (1-3
semprotan)
3. DIPIRIDAMOL

Senyawa dipirimidin (1959) berkhasiat menghindarkan agregasi trombosit


dan adhesinya pada dinding pembuluh. Juga menstimulasi efek dan sintesa
epoprostenol. Sebagai penghambat fosfodiesterase, derivat dipiperidino ini
berdaya inotrop positif lemah tanpa menaikkan penggunaan oksigen dan
vasodilatasi, juga terhadap arteri jantung.
Indikasi :
Mencegah atau mengobati jangka lama angina pektoris yang kronis dan
insufisiensi koroner, profilaksis dan pemeliharaan setelah infark jantung.
Perhatian :
Jangan untuk serangan angina akut, stenosis aorta subvalvular.
Hemodinamik tidak stabil yang berhubungan dengan infark miokardium.
Efek Samping :
Gangguan lambung-usus, nyeri kepala, pusing dan palpitasi sementara.
Interaksi Obat :
Derivat xantin, teofilin dan kafein menurunkan efek vasodilator. Aspirin
menginduksi efek antitrombotik.
Dosis :
Pada angina oral 3 dd 50 mg 1 jam a.c. pada bedah katup jantung; 4 dd
75-100 mg a.c.
4. PROPRANOLOL
- blocker pertama ini (1964) memiliki efek lokal anastetik kuat, tetapi
tidak kardioselektif dan tidak memiliki ISA. Meskipun banyak sekali derivat lain
telah dipasarkan dengan sifat farmakologi lebih baik namun propranolol masih
merupakan - blocker penting.
Obat jantung dan hipertensi ini adalah salah satu -blocker (reseptor 1
dan 2) tanpa efek ISA, yang efektif sebagai pencegah serangan migrain. Khasiat
ini

mungkin

berdasarkan

antitrombotisnya,

juga

daya

karena

kerja

berkhasiat

anti

serotonin,

mencegah

anksiolitis

dilatasi

arteri

dan
dan

menghambat lipolyse yang diinduksi oleh katecholamin (NA,SHT,DA) hingga


sintesa prostaglandin dikurangi. Obat-obat dengan khasiat kardioselektif (1blockers) juga sama efektifnya, seperti metoprolol dan atenolol.
Obat-obat ini tidak dapat di kombinasi dengan ergotamin, karena salah
satu efek sampingnya

1-blockers secara tidak langsung (melalui 2-bockers)

juga menimbulkan vasokontriksi (jari-jari tangan dingin).

Indikasi :
Hipertensi, angina pektoris, aritmia jantung, migrein, tremor esensial,
ansietas dan takikardia karena ansietas, pasca infark miokardium,
glaukoma, disaritmia jantung, tirotoksikosis, hipertropi kardiomiopati
obstruktif.
Kontraindikasi :
Riwayat

asma

bronkial

atau

bronkospasme,

bradikardia,

syok

kardiogenik, hipotensi, asidosis metabolik, setelah lama puasa, gangguan


sirkulasi arteri perifer berat, blok jantung derajat 2 atau 3, sindroma sick
sinus, feokromositoma yang tidak terobati (dengan antagonis adrenoseptor), gangguan jantung yang tak terkontrol, angina prinzmetal.
Perhatian :
Pasien dengan fungsi jantung yang buruk, gangguan sirkulasi arteri
perifer, blok jantung derajat 1, hipoglikemia, tirotoksikosis. Riwayat reaksi
anafilaktif. Dekompensasi sirosis, gangguan fungsi hati , hipertensi portal,
hamil dan laktasi.
Efek samping :
Gangguan gastrointestinal, kelemahan otot, lelah. Jarang : bradikardia,
parestesia, trombositopenia, purpura, ruam kulit.
Ekstermistas yang dingin, lesu, kelelahan, deteriorasi pada gagal jantung,
perubahan mood, parestesia, bronkospasme, fenomena raynaund,
alopesia.
Interaksi obat :
Meningkatkan efek depresan miokardium yang lain, Ca antagonis dan
hipoglikemi. Efak dihilangkan oleh isoprendia.
Dosis :
Hipertensi, angina dan aritmia : oral 2-3 dd 40 mg d.c, bila perlu dinaikkan
dengan interval 1 minggu sampai 320 mg sehari.
Profilaksis re-infark 3 dd 40 mg selama 2-4 minggu dalam waktu 3
minggu. Infark pertama pemeliharaan 2-3 dd 80 mg selama minimal 2
tahun.
5. VERAPAMIL

Rumus kimia senyawa amin ini (1963) mirip papaverin. Khasiat


vasodilatasinya tidak sekuat nifedipin dan derivatnya, tetapi efek inotrop
negatifnya lebih besar. Bekerja kronotrof negatif ringan dan memperlambat
penyaluran impuls AV.
Indikasi :
Angina pektoris, angina variant/stabil, hipertensi, dan aritmia tertentu
(antara lain tachycardia supra-ventrikuler, fibrilasi serambi)
Kontraindikasi :
Hipotensi karena syok kardiogenik, bradikardia, blok AV parsial atau
komplit, gagal jantung tak terkompensasi, sindrom sick sinus. Hamil.
Perhatian :
Kardiomiopati hipertrofi, gangguan konduksi nodus, fibrilasi atrium.
Gangguan fungsi ginjal.
Efek samping :
-Konstipasi,

hipotensi,

pusing,

sakit

kepala,

kemerahan

muka,

bradikardia, depresi nodus AV atau SA, gagal jantung memburuk, asistol


sementara.
-Gangguan konduksi nodus, vertigo, edema tungkai, lemah, letih, cemas,
eritomelagia, parestesia, neoropatik, aritmia bradikardia, gagal jantung
kongestif, dispneu, peningkatan kadar prolaktin, galaktorea, mialgia,
atralgia,

reaksi

ginekomastia,

alergi

kulit,

peningkatan

purpura,

transaminase

dermatitis
dan

fotosensitisasi,

alkaline

fosfatase

sementara, hiperplasia gingival, takikardia palpitasi, impotensi, tinitus,


tremor.
Dosis :
Angina variant/stabil, aritmia dan hipertensi ; oral semula 3-4 dd 80 mg,
pemeliharaan 4 dd 80-120 mg, tablet SR (slow release) : 1-2 dd 240 mg.
6. DILTIAZEM
Derivat 1,5 benzothiazepin ini (1973) sama penggunaanya dengan
verapamil, adakalanya juga melalui injeksi pada angina stabil. Derivat 1,5
benzodiazepin ini berkhasiat vasodilatasi lebih kuat dari verapamil, tetapi efek
inotrop negatifnya lebih ringan. Penggunaanya sama dengan verapamil pada
angina variant / stabil, hipertensi dan aritmia tertentu. Diltiazem merupakan obat
primer untuk angina variant dan obat pilihan kedua untuk angina stabil. Juga

digunakan sebagai obat antiaritmia kelas IV. Permulaan dan penghentian


pengobatan harus dengan berangsur dengan menghindarkan efek samping yang
tak diinginkan.
Indikasi :
Angina pektoris karena spasme arteri koroner, meredakan serangan
angina pada penderita variant angina.
Kontraindikasi :
Blok SA, blok AV derajat 2 atau 3, hamil, hipersensitif, hipotensi.
Perhatian :
Bradikardia berat (< 50 denyut/menit), gangguan hati dan ginjal.
Efek samping :
- Pusing, lemas, sakit kepla kemerahan diwajah, ruam kulit, gangguan
gastrointestinal, konstipasi, bradikardia, peningkatan SGOT, SGPT.
-Sinus bradikardia, blok sinus artrial, ruam kulit dengan atau tanpa gatal,
edema tungkai, mulut kering, muka merah, letih, hipotensi, palpitasi, nyeri
abdominal, eritematosus multi form.
Dosis :
Angina variant/stabil oral : 3-4 dd 60 mg, max 3 dd 120 mg, hipertensi3 dd
60 mg, bila perlu dinaikan sampai 3 dd 120 mg. Aritmia : iv 1 dd 0,25 0,3
mg/kg dalam 2 menit.
7. NIFEDIPIN
Nifedipin adalah zat pertama (1975) dari kelompok dihidropiridin dengan
gugusan fenil pada posisi para. Khasiat utamanya adalah vasodilatasi, maka
terutama digunakan pada hipertensi esensil (ringan/sedang), juga pada angina
variant berdasarkan efeknya terhadap jantung yang relatif ringan, tidak
berkhasiat inotrop negatif.
Indikasi :
Hipertensi, angina pektoris kronik stabil, termasuk angina vasospastik, angina
prinzmetal, angina pektoris pasca infark.
Kontraindikasi :
Hamil dan laktasi, syok kardiovaskuler, infark miokard akut termasuk 8 hari
pertama setelah infark miokard.
Perhatian :
Hipotensi berat, monitor pasien dialisis dengan hipertensi maligna, gagal
jantung, stenosis aorta berat.
Efek samping :

Awalnya vasodilatasi ringan dan sementara, hipotensi. Pusing, wajah


kemerahan, sakit kepala, edema perifer. Jarang hepatitis, ruam kulit, kram
otot, sindroma nefrotik, psikosis akut, hiperplasia gingival.
Interaksi Obat :
Efek meningkat oleh antihipertensi, simetidin, penghambat reseptor ,
digoksin, kuinidin (monitor kadar plasma).
Dosis :
Angina dan hipertensi pagi hari 30 mg tablet retard, berangsur-angsur
dinaikkan sampai 1 dd 120 mg.
8. DISOPIRAMID
Derivat butiramida ini (1969) mirip khasiatnya dengan kinidin. Efek
stabilisasi membrannya lebih kurang 3 kali lebih kuat, tetapi efek inotrop
negatifnya lebih lemah. Zat ini juga memperpanjang masa refrakter dan
penyaluran impuls. Penggunaannya juga pada profilaksis aritmia serambi dan
tachycardia supraventrikuler.
Indikasi :
Aritmia jantung, aritmia supra-ventrikuler dan ventrikuler. Mengendalikan
kontraksi ventrikel prematur, kontraksi atrium prematur, takikardia supraventrikuler paroksismal. Pengobatan aritmia jantung primer dan aritmia
karena infark miokard, aritmia yang berhubungan dengan sindroma WolfParkinson-White.

Mempertahankan

ritme

sinus

setelah

tindakan

kardioversi.
Kontraindikasi :
Blok jantung derajat 2 atau 3 dan gangguan nodus sinus jika tidak ada
alat pacu jantung, syok kardiogenik, dekompensasi kordis.
Perhatian :
Gagal

jantung

kardiomiopati,

kerusakan

ginjal

dan

hati,

ketidakseimbangan K, hipoglikemia, glaukoma, miastenia gravis.


Efek samping :
Yang paling sering terjadi adalah efek antikolinerg (mulut kering,
obstipasi, retensi kemih, gangguan penglihatan, tachykardia, dan
adakalanya impotensi). Kadang-kadang gangguan lambung-usus, nyeri
dan lemah otot, rasa lelah, pusing dan exanthema.
Interaksi obat :

Obat anti aritmia tipe 1 lain dan atau propranolol, dapat mengakibatkan
efek inotropik negatif atau konduksi yang memanjang; obat yang
menginduksi enzim hati.
Dosis:
Oral 4 dd 100-150 mg, maksimum 1,2 g sehari. Tablet retard 2 dd 125375 mg. I.v sebagai fosfat 2 mg/kg dalam 10 menit, disusul oleh infus 0,4
mg/kg/jam, maksimum 800 mg sehari dengan kontrol ECG.

C. Antihemoroid
1. Pentoxifillin
Pentoxifillin merupakan obat yang digunakan untuk memperbaiki aliran
darah pasien yang memiliki masalah dengan sirkulasinya. Pentoxifillin bekerja
dengan cara mengurangi kekentalan dari darah yang mengakibatkan perubahan
aliran darah menjadi lebih lancar terutama pada pembuluh darah kecil disekitar
tangan dan kaki.
Pentoxifillin merupakan derivate xantin dengan tiga substitusi dengan
rumus kimia 1-(5-oxohexyl)-3,7- dimetil xantin, zat ini larut dalam air dan etanol
dan sangat mudah larut dalam tpluen.
AKSI KERJA
Pentoxifillin dan turunannya memperbaiki laju aliran darah dengan
mengurangi viskositasnya. Pada pasien dengan penyakit arteri peripheral kronis,
penambahan aliran darah

menimbulkan kecendrungan mikro sirkulasi dan

perubahan oksigenasi jaringan. Aksi kerja yang tepat dari Pentoxifillin dan
turunannya dalam perkembangan pengobatan klinik belum dapat diketahui
dengan jelas. Pentoxifillin telah menunjukkan dalam dosis tertentu memiliki
hubungan dengan efek hemorheologi, penurunan kekentalan darah dan
memperbaiki elastisitas eritrosit. Hemorrheologi lekosit memiliki

arti penting

dalam studi mahluk hidup secara in vitro dengan modifikasi pada hewan dan
menhalangi

aktivasi

dan

adhesi

neutrophil.

Tingkat

oksigen

jaringan

menunjukkan adanya signifikasi dengan penambahan dosis terapetik dari


Pentoxifillin pada pasien dengan penyakit arteri peripheral.
INDIKASI DAN KEGUNAAN
Pentoxifillin diindikasikan untuk pengobatan pasien dengan
KoNTRA INDIKASI

Pentoxifillin tidak boleh digunakan pada pasien dengan pendarahan


serebral atau retinal yang masih baru atau pasien yang telah menunjukkan
intoleransi pada sediaan ini atau metal xantin seperti coffein, theophyllin dan
theobromin
EFEK SAMPING
Percobaan klinik telah dilakukan menggunakan berbagai sediaan lepas
terkendali selama 60 minggu dan pelepasan segara dari sediaan kapsul selama
24 minggu. Rentang dosis pada sediaan tablet adalah 400 mg 2 kali sehari dan
3 kali sehari, sedangkan pada kapsul 200 mg 400 mg 3 kali sehari. Insidensi
efek samping ( dalam persen) menunjukkan reaksi yang ditimbulkan cendrung
signifikan dengan jumlah obat yang digunakan.
INTERAKSI OBAT
Meskipun hubungan penyebabnya belum diketahui, sudah banyak
laporan terjadinya pendarahan dan perpanjangan protombin time pada
pengobatan pasien dengan Pentoxifillin dan tanpa anti koagulan atau inhibitor
agregasi platelet. Pasien dengan penggunaan warfarin seharusnya mendapat
pengawasan prothombin time lebih sering, sedangkan pasien dengan berbagai
resiko yang rumit akibat pengeluaran darah sebagai contoh pada pembedahan
yang masih baru, atau peptic ulcer harus mendapatkan pengobatan untuk
pendarahan termasuk hematokrit dan haemoglobin secara periodik. Penggunaan
pentoxifillin dan theophyllin memeliki pengaruh meningkatkan kadar theophyllin
dan menimbulkan keracunan theophyllin pada beberapa individu. Beberapa
pasien seharusnya diawasi secara ketat , untuk tanda tanda dari keracunan
dan memiliki dosis theophyllin yang telah diatur sesuai kebutuhan. Pentoxifillin
telah digunakan bersama- sama dengan obat anti hipertensi, beta blockers,
Digitalis, diuretic, anti diabetic dan anti aritmia. Tanpa mengalami efek samping .
Sedikit penurunan tekanan darah telah diamati di beberapa pengobatan pasien
dengan Pentoxifillin. Sistem pengawasan tekanan darah secara periodic telah
dilakukan kepada pasien yang menerima terapi anti hipertensi. Jika menunjukkan
hal yang tidak semestinya maka dosis dari antihipertensi harus dikurangi.
Meskipun hubungan penyebabnya belum dipahami , sudah banyak
laporan Efek samping yang terjadi pada penggunaan tablet Trental suistained
release selama 60 minggu atau trental kapsul selama 24 minggu menunjukan
pada penggunaan trental controlled release

2. Bensiklan
Dalam evaluasi efikasi klinis tablet fludilat telah dipelajari 75 pasien terdiri
dari 37 pasien wanita ( 49,3 %) dan 38 pasien pria ( 50,7 %) dengan usia
berkisar antara 36 tahun hingga 98 tahun selama 3 bulan.
50 pasien dapat menerima fludilat tablet dengan dosis 3 tablet sehari
selama 3

bulan . Dibandingkan dengan 25 pasien yang menerima placebo

selama waktu atau periode yang sama. Didapatkan hasil yang sangat
memuaskan sebanyak 63,5 % , memuaskan sebanyak 20,4 % dan tidak
memuaskan sebanyak 16,1 % pasien yang diobati dengan fludilat. Hasil dari
penggunakan placebo menunjukkan 2,9 % sangat memuaskan, memuaskan
41,8 % dan tidak memuaskan 55,3 %. Dari hasil observasi tidak ditemukan efek
samping selama pengobatan. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa fludilat
adalah obat yang efektif untuk pengobatan

D. Glikosida Jantung
1. Digoksin
Digoksin dan digitoksin terdapat dalam daun tumbuhan Digitalis purpurea
dan D. lanata sebagai aglukon dari glikosida. Rumus kimianya terdiri dari

inti-

steroid dengan rantai samping cincin lakton tak jenuh.

Khasiatnya bermacam-macam, yang terpenting adalah efek inotrop positif,


yakni memperkuat kontraksi jantung, hingga volume-pukulan, volume-menit
dan diuresis diperbesar, serta jantung yang membesar mengecil lagi.
Frekuensi denyutnya juga diturunkan (efek chronotrop negative) akibat
stimulasi nervus vagus. Sifat ini bertentangan dengan banyak zat inotrop
positif (adrenalin, derivate xanthin, glikagon dan ion Ca) yang memiliki kerja
chronotrop positif pula. Disamping itu zat ini menghambat penyaluran impuls
AV, yang penting pada gangguan ritme serambi (efek dromotrop negative).

Penggunaannya terutama pada dekompensasi jantung dan hidrilasi serambi


dengan ritme bilik pesat.

Resorpsinya dari usus tidak lengkap, ca 70%, PP-nya ca 25%, plasma t 1/2nya lebih kurang 40 jam. Dalam hati hanya sebagian kecil dirombak menjadi
metabolit inaktif; ekskresinya berlangsung lewat kemih terutama secara utuh.
Setelah penghentian pengobatan, kerjanya dapat bertahan sampai 4 hari.

Efek sampingnya berupa gangguan lambung-usus: mual muntah, diare dan


nyeri perut. Efek lainnya berupa efek sentral seperti pusing, melihat kuning,

letih, lemah otot, gelisah, kekacauan dan konvulsi. Pada over dosis terjadi
efek jantung, antara lain gangguan ritme, khususnya ekstrasistole dan fibrilasi
bilik berbahaya yang dapat mengakibatkan shock fatal.

Gejala ini lebih cepat timbul bila terdapat kekurangan kalium (hipokaliemia),
karena otot jantung lebih peka bagi digoksin. Maka itu, penggunaannya harus
berhati-hati pada pasien ayng sedang diobati dengan diuretika dan
kortikosteroida.
Wanita hamil dan yang menyusui diperbolehkan menggunakan digoksin
dalam dosis normal.

Interaksi. Kinidin memperlambat eliminasi sampai lebih kurang 45%, maka


dosisnya (loading dan pemeliharaan) perlu dikurangi separuh bila kedua obat
dikombinasi.

Dosis: digitalisasi oral 0,25-0,75 mg sehari a.c. selama 1 minggu,


pemeliharaan 1 dd 0,125-0,5 mg a.c.

2. Metildigoksin
Metildigoksin adalah derivate metal semisintetis dengan resorpsi lebih
baik, lebih dari 90%. Di hati zat ini dirobak menjadi digoksin. Mulai kerjanya lebih
cepat, setelah 20 menit, dan bertahan sampai 6 hari (t 1/2 42 jam). Maka, bahaya
kumulasi lebih besar. Dosis : pemeliharaan oral 2-3 dd 0,1 mg
Lanitop

Komposisi : -metil digoksin.

Indikasi : gagal jantung.

Dosis : digitalisasi lambat mulai dengan dosis pemeliharaan. Digitalisasi


sedang 1 tab 3 x perhari selama 2-4 hari. Pemeliharaan 1-2 tab /hari.

Kontra Indikasi :fibrilasi ventricular, obstruksi cardiomiopati hipertrofi.


Intoksikasi digitalis, hiperkalsemia, hipokalemia, defibrilasi dan kardioversi
sebelumnya. Kekacauan konduksi AV, bradikardia berat.

Perhatian : kerusakan fungsi ginjal, gangguan keseimbangan elektrolit,


gangguan fungsi tiroid, usia lanjut, hamil. Penderita dengan gangguan ginjal,
alkalosis, hipoksia dan hipomagnesia. Hindari pemberian Ca secara IV.

Efek samping : anoreksia, gannguan pencernaan, sakit kepala, nyeri muka,


lelah, pusing, disorientasi, kebingungan, psikosis, gangguan penglihatan,
aritmia, ginekomastia, eritroderma.

Interaksi Obat : potensiasi efek dengan diuretic, laxative, penisilin, tetrasiklin,


eritromisin, amfoterisin B, karbenoksolon, glukokortikoid, ACTH, salisilat, Ca
antagonis, kuinidin, amiodaron, reserpin. Penurunan aktifitas oleh neomisin,
PAS, sitostatik, difenilhidantoin, K, antasida, penurunan bioavailabilitas oelh
penggqantian ion resin, antasida.

3. Digitoksin
Digitoksin adalah derivate tanpa OH dengan resorpsi lebih baik (lebih
lipofil). Plasma t1/2-nya panjang sekali, 4-6 hari dengan terutama perombakan
dalam hati menjadi metabolit inaktif. Karena ekskresinya lambat, maka bahaya
kumulasi lebih besar daripada digoksin.
Dosis : pemeliharaan oral 0,05-0,2 mg sehari.

E. Vasodilator
1. Buflomedil : Loftyl
a. Mekanisme Aksi
Derivat pyrolidin ini berkhasiat alfa adrenolitik (alfa-blocker), menghambat
agregasi trombosit , dan memperbaiki kelenturan eritrosit dengan efek
meningkatkan sirkulasi darah perifer. Efektif pada claudicatio dengan
memperbaiki jarak jalan tanpa nyeri dan total efeknya baru nyata setelah 2-4
minggu.
b. Efek Samping
Efek samping bersifat umum. Pada dosis terlampau tinggi dapat terjadi
agitasi, rasa kantuk, konvulsi.
c. Dosis
Oral 2 dd 150 mg selama minimal 12 minggu. Setengah dosis pada
gangguan hati dan ginjal serta lansia.
2. Kodergokrin : Ergotika, DH3, dihidroergotoksin, Hydergin.
a. Mekanisme Aksi
Ko-dergokrine

mesilat

mempunyai

aktivitas

alpha

simpatolitik

tanpa

menimbulkan efek vasokontriksi lokal dan mempunyai aktivitas sebagai


penghambat alpha adrenoreseptor diantara semua alkaloid-alkaloid ergot
lainnya. Ko-dergokrine merupakan agonis dopamin dan antagonis serotonin
terutama aktivitasnya sebagai vasikonstriktor dari golongan amine ini pada

pembuluh darah serebral. Beberapa eksperimen menunjukkan khasiat dari


Ko-dergokrine adalah pada gangguan fungsi serebral disebabkan oleh efek
yang baik terhadap metabolisme otak dan sirkulasi darah pada otak.
b. Efek Samping
Efek samping yang dilaporkan tidak terlalu serius. Kadang-kadang efek yang
tidak diinginkan bisa terjadi misalnya mual, gangguan lambung, gatal-gatal,
hidung tersumbat dan hipotensi ortostatik.
c. Dosis
Parenteral : pada gangguan cerebrovaskuler akut pertama-tama diberikan
parenteral kemudian dilanjutkan pengobatan secara oral; 0,3 mg (1 ml)
injeksi IV atau injeksi IV drip secara perlahan-lahan (dalam 20 ml dekstrosa
atau salin) 1 atau 2 X sehari. Dapat juga diberikan secara IM atau SC 0,3 mg
(1 ml) satu sampai beberapa kali sehari.
Oral : 1 tablet ergotika 4,5 mg sehari atau 1-2 mg 3 X sehari.
3. Flunarizin : Sibelium
a. Mekanisme Aksi
Derivat sinarizin ini

adalah antagonis kalsium khusus (calcium overload

blocker), yakni menghindarkan peningkatan berlebihan kadar Ca intraseluler


selama adanya ischemia (tak menerima darah setempat akibat terhalangnya
pemasukan darah). Karena itu tak terjadi vasokonstriksi akibat kejang dan
hypoxia otak. Berkhasiat memperbaiki kelenturan eritrosit dan sedatif
(terhadap serambi organ keseimbangan). Pada dosis tinggi berkhasiat
antihistamin dan antiserotonin.
Obat ini tidak aktif terhadap arteri jantung, juga tidak mempengaruhi fungsi
jantung serta tidak menurunkan daya tahan pembuluh dan tekanan darah.
b. Efek Samping
Yang paling sering terjadi adalah rasa letih dan kantuk, terutama selama
minggu pertama. Adakalanya berat badan bertambah, mungkin berhubung
efek antiserotonin. Tachycardia dan flushing tidak terjadi. Pada tahun-tahun
terakhir mulai dilaporkan depresi dan gejala ekstrapiramidal terutama pada
lansia. Oleh karena itu tidak dianjurkan untuk pasien parkinson.
c. Dosis
Vertigo dan gangguan sirkulasi perifer : oral malam hari 10 mg, orang tua
5 mg.

4. Sinarizin : Cinniprine, Stugeron


a. Makanisme Aksi
Adalah zat induk flunarizin dengan khasiat dan penggunaan yang lebih
kurang sama, tetapi kerjanya lebih lemah, kecuali sifat antihistaminiknya lebih
kuat pada dosis biasa.
b. Efek Samping
Yang paling umum terjadi adalah efek samping anti histamin yaitu sedasi,
kesulitan berkonsentrasi, inkoordinasi. Efek samping lain adalah gangguan
GI, mual, muntah, diare atau konstipasi, anoreksia, peningkatan nafsu
makan, dan nyeri lambung. Efek sentral dapat menyebabkan kelemahan otot,
sakit kepala dan euphoria.
c. Dosis
Pada vertigo oral 1-3 dd 25-50 mg, pada gangguan sirkulasi perifer 3 dd 75
mg.
5. Nikergolin : Sermion
a. Mekanisme Aksi
Nikergolin menurunkan resistensi vaskular dan meningkatkan aliran arteri
dan penggunaan oksigen serta glukosa. Dari hasil penelitian menunjukkan
nikergolin menghambat agregasi platelet.
c. Efek Samping
Gangguan pencernaan, merasa panas, pusing, tidak dapat tidur.
d. Dosis
Tablet: 30-60 mg sehari dibagi dalam 2-3 dosis dengan interval teratur,
sebaiknya diberikan pada waktu perut kosong; injeksi : IM 2x sehari 2-4 mg;
infus: 4-8 mg tiap dosis dalam 100 ml larutan garam fisiologis atau glukosa,
diberikan dengan cara intra arteri: 4 mg perdosis dalam 10 ml larutan garam
fisiologis diinjeksikan dengan waktu 2 menit.
6. Isoxsuprin : Duvadilan
a. Mekanisme aksi
Derivat fenoksi ini adalah adrenergikum dengan kerja antikolinergik, juga
berkhasiat

vasodilatasi

dan

menurunkan

viskositas

darah

dengan

memperbaiki kelenturan eritrosit. Terutama bekerja terhadap pembuluh otot di

beberapa organ, termasuk uterus; dan bekerja lebih ringan terhadap


pembuluh kulit. Isoxuprin mengurangi frekuensi dan intensitas kontraksi
uterus (spontan dan akibat oxytocin).
b. Efek samping
Kadang timbul palpitasi, penurunan tekanan darah atau pusing yang dapat
diatasi dengan pengurangan dosis.
c. Dosis
Oral pada vasospasme perifer dan dysmenorroe 3-4 dd 10-20 mg p.c., IM
3 dd 10 mg.
7. Pentoxyfilin : Trental
a. Mekanisme Aksi
Derivat teofilin ini berkhasiat vasodilatasi, antitrombotis dan fibrinolitis, serta
memperbaiki

kelenturan

eritrosit.

Mekanisme

kerjanya

diperkirakan

berdasarkan penghambatan fosfodiesterase hingga kadar ATP (energi) dan


fosforilasi protein membrane dan eritrosit meningkat. Juga bersifat inotrof
positif terutama dianjurkan pada claudicatio.
b. Efek Samping
Mual, gangguan lambung, rasa panas pada muka.
c. Dosis
Oral 2-3 dd 400 mg d.c. selama 2-3 bulan.
8. Xantinolnikotinat : Complamin
a. Mekanisme aksi
Senyawa kompleks dari asam nikotinat dengan basa kuat xantinol yang
sebagai derivate teofilin berdaya inotrop positif lemah. Berdaya fibrinolitis
seperti semua derivate lainnya.
b. Efek Samping
Efek sampingnya jarang terjadi dan bersifat umum.
c. Dosis:
Oral 2-3 dd 300-600 mg d.c atau 2 dd 500 mg
9. Iloprost : Ilomedine
a. Mekanisme Aksi

Mekanisme kerjanya belum begitu diketahui, tetapi zat ini berkhasiat


vasodilatasi

dan

fibrinolitis,

juga

menghambat

agregasi

trombosit.

Mengurangi pelepasan radikal bebas oksigen.


b. Efek Samping
Flushing, nyeri kepala, juga gangguan lambung usus, dan gejala influenza
dengan perasaan kacau sedasi, dan tachycardia.
c. Dosis
Infus IV 0,5 nonagram/kg/menit selama 2-3 hari pertama. Lalu dinaikkan
seperlunya.
10 Ekstrak Gingko Biloba : Tebakon, Tavonin
a. Mekanisme Aksi
Flavonoida meringankan keregasan kapiler dan meningkatkan ambang
keluarnya darah dari kapiler, sehingga kerusakan otak dihalangi.
Gingkolida B menghambat kuat PAF (Platelet activating factor) yang
dihasilkan oleh banyak jaringan. PAF berkhasiat menstimulasi agregasi
trombosit, bronchokonstriksi, vasodilatasi kulit, hipotensi dan pelepasan zatzat peradang dari fagosit. Zat ini meningkatkan daya mengalirnya darah
dengan efek penurunan viskositasnya dan perbaikan sirkulasi terutama di
arteri kecil dan sedang serta di kapiler.
b. Efek samping
Ringan dan tak sering terjadi: gangguan lambung usus, nyeri kepala, dan
reaksi alergi kulit. Akhir-akhir ini telah dilaporkan terjadinya perdarahan di
bawah selaput otak (sub arachnoida) pada seorang pasien berusia 61 tahun
yang

telah

menggunakan

ekstrak

ini

untuk

waktu

yang

panjang.

Penyebabnya diperkirakan karena efek anti PAF kuat dari gingkolida B.


c. Dosis
Oral 3 dd 1 tablet a.c. tanpa dikunyah selama minimal 3 bulan.

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Antihipertensi
B. Antiaritmia Jantung
C. Antihemoroid
D. Obat Payah Jantung
E. Vasodilator
Hasil pengamatan berupa monitoring efek samping dari empat obat
vasodilator perifer yang ada di RSPAD Gatot Soebroto melalui studi literatur
menunjukkan masih terbatasnya kejadian efek samping obat yang dilaporkan
dari obat-obat yang diamati.
Terbatasnya informasi mengenai efek samping obat ini disebakan oleh
banyak faktor diantaranya ESO yang tidak biasa timbul umumnya kecil (< 1 %
kasus); populasi yang sangat selektif misalnya hanya terjadi pada golongan umur
tertentu, pada wanita hamil, pada pasien dengan penyakit yang bukan indikasi
atau pada pasien yang pada saat bersamaan menggunakan obat lain; selain itu

lama penelitian yang terbatas juga menjadi penyebab terbatasnya informasi


mengenai efek samping obat.
Secara

umum

obat-obat

jantung

golongan

vasodilator

perifer

menimbulkan beberapa efek samping yang bertalian dengan vasodilatasi, yakni :


-

turunnya tekanan darah (hipotensi) dengan pusing dan nyeri kepala


berdenyut-denyut. Efek hipotensif dari obat-obat hipertensi dapat diperkuat.

tachycardia reflektoris (frekuensi jantung naik akibat aksi balasan) dengan


gejala debar jantung (palpitasi), perasaan panas di muka (flushing), dan
gatal-gatal.

gangguan

lambung-usus,

seperti

mual

dan

muntah-muntah.

Guna

mengurangi efek yang tak diinginkan ini, vasodilator baiknya diminum pada
waktu atau sesudah makan.
Kebanyakan vasodilator perifer belum tersedia data mengenai keamanannya
bagi janin, maka sebaiknya tidak digunakan oleh wanita hamil. Pengecualiannya
adalah isoxuprin, yang juga dapat diminum selama laktasi. Antagonis kalsium
dan derivat nikotinat dapat mencapai air susu.

Dalam monitoring efek samping obat peran rumah sakit sebagai sarana
kesehatan publik menjadi sangat penting dikarenakan banyak kasus luar biasa
dan serius umumnya terjadi di RS. Selain itu rumah sakit merupakan tempat
para ahli yang dapat membantu pengembangan pelaporan sukarela. Data yang
diperoleh di RS pun akan lebih akurat dan kemampuan RS lebih tinggi dalam
mendeteksi ESO.
MESO merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Panitia Farmasi dan
Terapi di RS. Kegiatan MESO menyangkut pengetahuan, kemampuan dan
kewaspadaan dari tim pelayanan kesehatan (dokter, farmasis dan perawat).
Sedangkan PFT sendiri merupakan forum komunikasi para dokter dan farmasis
tentang segala aspek obat dalam seluruh kegiatan pelayanan kesehatan di RS.
Di RSPAD Gatot Soebroto Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
dimasukan ke dalam struktur Instalasi Farmasi. Kegiatan MESO berada dalam
tugas Paur MESO yang berada di bawah Kasi Info dan MESO. Tetapi fungsi
MESO ini masih terbilang baru dikarenakan baru terbentuk pada struktrur baru
Instalasi Farmasi. Sehingga dalam pengamatan ini pencarian informasi
mengenai efek samping tidak dilakukan di lapangan mengingat terbatasnya

waktu dan masih terbatasnya informasi mengenai efek samping yang dilaporkan
di RS khususnya.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan tampak bahwa Informasi yang
lengkap dan jelas serta terkini mengenai suatu obat yang digunakan (seperti
indikasi, kontraindikasi, efek samping, dosis dan lain-lain) mutlak diperlukan.
Dengan adanya informasi yang lengkap dan jelas mengenai suatu obat sangat
berguna untuk pemilihan pengobatan yang rasional dan keamanan pemakaian
obat.
Di masa yang akan datang perlu dilakukan kerjasama yang baik diantara
dokter, farmasis dan perawat

sebagai satu tim yang berperan dalam hal

monitoring efek samping obat. Dengan demikian, peran rumah sakit

dalam

pengembangan pelaporan ESO secara sukarela dapat berjalan dengan baik.


Dengan adanya kerjasama yang baik diharapkan jumlah laporan ESO yang
bermakna semakin meningkat sehingga dapat dijadikan pedoman dalam
pengobatan den kejadian ESO dapat dikurangi atau dihindari.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN

1. Antihipertensi
2. Antiaritmia Jantung
3. Antihemoroid
4. Obat Payah Jantung
5. Vasodilator
a. Secara umum obat-obat jantung golongan vasodilator perifer menimbulkan
beberapa efek samping yang bertalian dengan vasodilatasi seperti hipotensi,
tachycardia dan ganguan pada lambung usus.
b. Sampai saat ini kejadian efek samping yang dilaporkan dari pemakaian obatobat vasodilator perifer masih sangat terbatas, hal tersebut dikarenakan ESO
yang tidak biasa timbul umumnya kecil, populasi yang sangat selektif dan
lama penelitian yang terbatas

B. SARAN
1. Peran dan fungsi Panitia Farmasi dan Terapi RSPAD Gatot Soebroto perlu
ditingkatkan untuk menunjang kegiatan monitoring efek samping obat.
2. Kerjasama yang baik diantara tenaga kesehatan (dokter, farmasis dan
perawat) harus terus diupayakan sehingga kegiatan pelaporan ESO secara
sukarela dapat berjalan dengan baik.
3. Menjalin kerjasama dengan Instansi lain semisal Badan Pengawas Obat dan
Makanan (Badan POM), yang mengeluarkan Buletin MESO, mengenai hasil
Monitoring Efek Samping Obat yang terjadi di RS sehingga bisa
dipublikasikan ke tenaga kesehatan pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Farmakologi dan Terapi Edisi IV, bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia, Jakarta, 1995.
2. Hoan Tjay, Tan dan Rahardja, Kirana. Obat -obat Penting Edisi V, PT Elex
Media Komputindo, Jakarta, 2002.
3. Informasi Spesialite Obat Indonesia, Volume 39, Ikatan Sarjana farmasi
Indonesia, Jakarta, 2004

Anda mungkin juga menyukai