Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini psikotropika sudah menjadi barang yang biasa ada didalam masyarakat, sudah
tidak menjadi barang yang aneh lagi, bayangkan saja disetiap berita televisi selalu ada
berita tentang narkoba. Peredaran psikotropika saat ini sudah bisa mencapai daerah yang
terpelosok sekalipun, dan mulai dari kalangan strata bawah sampai yang paling atas juga
ikut menyalahgunakan psikotropika.
Saat ini sudah ada peraturan yang mengatur tentang penyalahgunaan psikotropika,
tetapi masih banyak juga kasus yang tidak tersentuh oleh peraturan tersebut. Karena
jaringan narkotika ini cukup besar wilayahnya, tidak hanya didalam negeri saja, kasus
penyelahgunaan obat ini sudah melibatkan jaringan internasional dan sudah masuk
kedalam kategori pidana khusus.
Sebagaimana kita ketahui psikotropika sangat bermanfaat dan diperlukan untuk
kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan, sehingga ketersediaannya perlu
dijamin. Tetapi penyalahgunaan psikotropika dapat merugikan kehidupan manusia dan
kehidupan bangsa sehingga dapat mengancam ketahanan nasional. Juga dengan makin
pesatnya kemajuan iptek, transportasi, komunikasi dan informasi telah mengakibatkan
gejala peredaran gelap psikotropika yang makin meluas dan berdimensi internasional. Oleh
karena itu dipandang perlu ditetapkan UU tentang Psikotropika yaitu UU RI No. 5 tahun
1997 serta mengetahui dari pengelolaan psikotropika tersebut agar tidak disalahgunakan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan psikotropika ?
2. Bagaimana penyalahgunaan dari psikotropika ?
3. Apa saja penggolongan dari psikotropika ?
4. Bagaimana pengelolaan dari psikotropika ?
5. Bagaimana penandaan dan label psikotropika ?

1.3 Tujuan
Agar dapat mengetahui pengertian dari psikotropika, penyalahgunaan dari psikotropika
dapat mengetahui apa saja penggolongan dari psikotropika, mengetahui pengelolaan dari
psikotropika serta penandaan dan label psikotropika.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Psikotropika
Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1997 Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah
maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif
pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental
dan perilaku.
2.2 Penyalahgunaan Psikotropika
Dalam penyalahgunaan narkotika dan psikotropika ada istilah Abuser adalah orang
yang

menyalahgunakan

obat

narkotika

dan

psikotropika.

Pada

dasarnya

penyalahgunaan narkotika dan psikotropika dianggap terjadi jika memenuhi alas an


atau kriteria sebagai berikut:
a. Apabila dalampelaksanaannya penggunaan narkotika dan psikotropika tanpa resep
dokter resmi.
b. Penggunaannya tanpa resep dokter.
c. Dokternya mal praktik atau kurang berhati-hati dalam memakai narkotika atau
psikotropika.
d. Kurang memiliki ilmu yang dalam tentang penggunaan.
2.3 Penggolongan Psikotropika
Ruang lingkup pengaturan di bidang psikotropika dalam Undang-Undang No. 5 Tahun
1997 tentang Psikotropika mencakup segala kegiatan yang berhubungan dengan
psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan

sindrom ketergantungan.

Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindrom ketergantungan


digolongkan menjadi :
1. Psikotropika Golongan I, yaitu psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai
potensi sangat kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Psikotropika
Golongan ini terdiri dari 26 macam, contohnya:
a. Lisergida (LSD) adalah zat psikotropika yang dapat memicu timbulnya
halusinasi atau mempunyai pandangan semu terhadap suatu benda yang
kenyataanya tidak ada. Pemanfaatan zat ini sering digunakan untuk membantu
pengobatann mereka yang mengalami sakit ingatan atau gangguan jiwa. Cara
kerja dari zat ini adalah membuat otot-ototyang tegang menjadi rilex kembali.
Biasanya obat ini sering disalahgunakan oleh mereka yang mengalami
ketegangan jiwa dan frustasi.
3

b. MDMA ( Metilen Dioksi Meth Amfetamin) merupakan kelompok obat


psikotropika stimulan. Seseorang yang mengonsumsi jenis psikotropika ini akan
aktif secara berlebih-lebih, denyut jantung, tekanan darah meningkat, serta
mempengaruhi organ-organ tubuh yang lain antara lain seperti otak, jantung, dan
2.

paru-paru. Salah satu obat dari golongan amfetamin adalah ekstasi.


Psikotropika Golongan II, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan, serta mempunyai
potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Psikotropika Golongan ini
terdiri dari 14 macam, Contoh:
a. Metakualon merupakan jenis obat yang digunakan secara resmi untuk obat
penenang dan untuk menghilangkan rasa sakit akan tetapi banyak orang yang
menyalahgunakan obat ini yang digunakan untuk memabukkan diri.
b. Metamfetamin merupakan jenis psikotropika stimulan. Pada dasarnya jenis
psikotropika ini dapat menimbulkan pengaruh yang tidak jauh berbeda dan

3.

amfetamin. Salah satu jenis psikotropika ini adalah sabu-sabu.


Psikotropika Golongan III, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan, serta mempunyai
potensi sedang mengakibatkan sindrom ketergatungan. Psikotropika Golongan ini
terdiri dari 9 macam, Contoh :
a. Amobarbital (sebelumnya dikenal sebagai amylobarbitone) adalah obat yang
merupakan turunan barbiturat. Ini memiliki sifat sedatif-hipnotik. Ini adalah
bubuk kristal putih tanpa bau dan rasa sedikit pahit.
b. Flunitrazepam sebagai hipmosis dimaksudkan untuk menjadi jangka pendek
pengobatan penderita insomnia kronis atau berat tidak responsif terhadap
hipnotik lainnya, terutama di pasien rawat inap. Hal ini dianggap salah satu
hipnotik lainnya, flunitrazepam harus digunakan hanya pada basis jangka

4.

pendek atau pada mereka dengan insomnia kronis secara berkala.


Psikotropika Golongan IV, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan, serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan. Psikotropika
Golongan ini terdiri dari 60 macam, Contoh : Barbiturat merupakan jenis
psikotropika yang termasuk dalam kelompok depresan. Seseorang mengonsumsi
barbiturat akan mengalami perlambatan dan perlemahan aktifitas sistem saraf
sehingga merasa tenang dan nyaman.

2.4 Pengelolaan Psikotropika


1. Pengadaan

Psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan


dan/atau ilmu pengetahuan. Psikotropika hanya dapat diproduksi oleh pabrik obat
yang telah memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Psikotropika yang diproduksi untuk diedarkan berupa obat harus
memenuhi standar dan/atau persyaratan Farmakope Indonesia atau buku standar
lainnya.
2. Peredaran
Peredaran psikotropika terdiri dari penyaluran dan penyerahan. Psikotropika yang
berupa obat hanya dapat diedarkan setelah terdaftar pada departemen yang
bertanggung jawab di bidang kesehatan. Menteri menetapkan persyaratan dan tata
cara pendaftaran psikotropika yang berupa obat. Setiap pengangkutan dalam
rangka peredaran psikotropika wajib dilengkapi dengan dokumen pengangkutan
psikotropika.

Ketentuan

mengenai

kegiatan

penyaluran

dan

penerimaan

psikotropika dan pihak-pihak yang berhak melakukan peredaran psikotropika sama


dengan ketentuan peredaran narkotika. Perbedaannya adalah izin memproduksi
oleh Kimia Farma sebagai industri farmasi dan pedagang besar farmasi, sedangkan
pada psikotropika tidak demikian.
Penyaluran psikotropika sebagaimana dimaksud hanya dapat dilakukan oleh:
a.

Pabrik obat kepada pedagang besar farmasi, apotek, sarana penyimpanan


sediaan farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian
dan/atau lembaga pendidikan.

b.

Pedagang besar farmasi kepada pedagang besar farmasi lainnya,apotek,


sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan
lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan.

c.

Sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah kepada rumah sakit


Pemerintah, puskesmas dan balai pengobatan Pemerintah.

3. Psikotropika golongan I hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang
besar farmasi kepada lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan guna
Psikotropika.
4. Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek
lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan kepada
pengguna/pasien.

5.

Penyerahan psikotropika oleh rumah sakit, balai pengobatan, puskesmas


sebagaimana dimaksud hanya dapat dilakukan kepada pengguna/pasien.

6. Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, dan balai


pengobatan sebagaimana dimaksud dilaksanakan berdasarkan resep dokter.
7. Penyerahan psikotropika oleh dokter sebagaimana dilaksanakan dalam hal:
a.

Menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan;

b.

Menolong orang sakit dalam keadaan darurat;

c.

Menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.

8. Psikotropika yang diserahkan dokter sebagaimana hanya dapat diperoleh dari


apotek.
3. Penyimpanan dan Pemusnahan
Ketentuan mengenai penyimpanan dan pemusnahan psikotropika sama dengan
ketentuan narkotika. Penyimpanan dan pemusnahan tersebut selalu disertai
dokumentasi dan pencatatan yang jelas dan terperinci. Menurut UU No.5 tahun
1997 tentang psikotropika, pemusnahan psikotropika dilakukan apabila:
a.

Kadaluarsa.

b.

Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan atau
pengembangan ilmu pengetahuan.

c.

Berkaitan dengan tindak pidana.

Sehubungan dengan pemusnahan psikotropika, apoteker wajib membuat Berita


Acara dan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam 7 hari setelah mendapat
kepastian. Sampai saat ini penyimpanan untuk obat-obat psikotropika belum
diatur dengan suatu perundang-undangan. Namun karena obat-obat psikotropika
ini cenderung untuk disalahgunakan maka disarankan agar menyimpan obatobatan tersebut dalam suatu rak atau lemari khusus dan membuat kartu stok
psikotropika.
4. Pelaporan
Pelaporan psikotropika dilakukan setiap tiga bulan sekali. Laporan ditujukan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan Kepada
6

Kepala Balai Besar/Balai POM setempat, Kepala Dinas Kesehatan Tingkat


Provinsi, dan arsip yang bersangkutan.
2.5 Penandaan dan Label
Penandaan untuk psikotropika yang dipergunakan sama dengan obat keras, sebelum
ada UU RI No.5 Tahun 1997 tentang psikotropika, maka obat psikotropika termasuk
obat keras karena efeknya dapat mengakibatkan ketergantungan sehingga dulu
disebut obat keras tertentu, penandaannya adalah lingkaran bulat berwarna merah,
dengan huruf K warna hitam yang menyentuh garis tepi berwarna hitam. Penandaan
untuk resep obat psikotropika diatur dalam Kepmenkes RI No. 2396/A/SK/VIII/86
yaitu:

Label psikotropika adalah setiap keterangan mengenai psikotropika yang dapat


berbentuk tulisan, kombinasi gambar, dan tulisan, atau bentuk lain yang disertakan
pada kemasan atau dimasukan dalam kemasan, ditempelkan, atau merupakan bagian
dari wadah dan atau kemasan.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1997 Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah
maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif
pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku. Dalam penyalahgunaan narkotika dan psikotropika ada istilah Abuser adalah
orang yang menyalahgunakan obat narkotika dan psikotropika. Psikotropika yang
mempunyai potensi mengakibatkan sindrom ketergantungan digolongkan menjadi
7

Psikotropika Golongan I Psikotropika Golongan II, Psikotropika Golongan III, dan


Psikotropika Golongan IV. Pengelolaan psikotropika meliputi pengadaan, peredaran
psikotropika terdiri dari penyaluran dan penyerahan, penyimpanan dan pemusnahan dan
pelaporan psikotropika dilakukan setiap tiga bulan sekali. Laporan ditujukan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan Kepada Kepala Balai
Besar/Balai POM setempat, Kepala Dinas Kesehatan Tingkat Provinsi, dan arsip yang
bersangkutan. Penandaan untuk resep obat psikotropika diatur dalam Kepmenkes RI No.
2396/A/SK/VIII/86 dan label psikotropika adalah setiap keterangan mengenai
psikotropika yang dapat berbentuk tulisan, kombinasi gambar, dan tulisan, atau bentuk
lain yang disertakan pada kemasan atau dimasukan dalam kemasan, ditempelkan, atau
merupakan bagian dari wadah dan atau kemasan.

3.2 Saran
Dari makalah ini dapat diketahui bahwa Psikotropika diperlukan untuk kepentingan
pelayanan kesehatan. Jadi agar masyarakat lebih mengetahui dengan pasti Psikotropika
tersebut bukan untuk sembarang dijual belikan yang akan berdampak buruk bagi
masyarakat tapi Psikotropika sangat bermanfaat dan diperlukan untuk kepentingan
kesehatan dan ilmu pengetahuan maka ketersediaannya perlu dijamin.

DAFTAR PUSTAKA

Ruli dkk, Undang-Undang Kesehatan untuk SMK Farmasi


http://www.informasi-obat.com/mengelola-obat-psikotropika.html
http://www.asiatour.com/lawarchives/indonesia/uu_psikotropika/uu_psikotropika_babIV.htm

Anda mungkin juga menyukai