Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

MATA KULIAH PENGENDALIAN VEKTOR

Oleh :
Kelompok 4
Meza Nuraisya

25010113120004

Endang Sri Utami

25010113120028

Novi Astriana

25010113120031

Tuti Yuniatun

25010113120033

Wahyuni Christiany br. Sinaga

25010113120048

Agustina Pima Popylaya

25010113120080

Norma Dewi Suryani

25010113120106

Yuniar Triasputri

25010113120109

Wiwin Rahma Dhiana

25010113120116

Devita Melinda Nugraheni

25010113120120

Aprisa Anggie Praditya

25010113120124

Elfa Yesi Giovani

25010113120133

Ari Pratiwi

25010113120153

Vrishelli Setiadi Putri

25010113130298

Raras Sekti Pudyasari

25010113130395

Khairunnisa

25010115183004

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI DAN PENYAKIT TROPIK


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
TAHUN 2016

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
DAFTAR TABEL...............................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
A.
B.
C.
D.
E.

Latar Belakang...........................................................................................1
Tujuan........................................................................................................4
Manfaat......................................................................................................5
Peserta........................................................................................................6
Waktu dan Tempat Pelaksanaan.................................................................6

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................7
A.
B.
C.
D.
E.

Instalasi Parasitologi..................................................................................7
Instalasi Bakteriologi...............................................................................20
Instalasi Rodentologi................................................................................23
Instalasi Entomologi................................................................................31
Instalasi Pengendalian Vektor..................................................................34

BAB III PENUTUP...........................................................................................42


A. Kesimpulan..............................................................................................42
B. Saran.........................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................43
LAMPIRAN......................................................................................................44

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Identifikasi spesies parasite malaria dalam SD tebal ............................13
Tabel 2.2 Karakteristik spesies cacing filarial ......................................................17
Tabel 2.3 Primer Spesifik Serotip .........................................................................21
Tabel 2.4 Komposisi PCR mix...............................................................................21
Tabel 2.5 Hasil Identifikasi Tikus Di Bagian Rodentologi P2b2 Banjarnegara.... 30
Tabel 2.6 Alat dan Bahan Uji Kerentanan.............................................................35

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Sediaan Darah Tebal dan Tipis..........................................................13
Gambar 2.2 Ovarium nyamuk parous dan nuliparous..........................................32
Gambar 2.3 Ovarium Nyamuk Anopheles nulliparous ........................................33
Gambar 2.4 Tabung uji dan kontrol ......................................................................35
Gambar 2.5 Uji Kerentanan Nyamuk Menggunakan Insektisida..........................38
Gambar 2.6 Alat untuk uji Bio-assay.....................................................................39

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit menular merupakan penyakit yang disebabkan adanya agent
penyakit atau produk toksin yang dihasilkan dan didapatkan karena penularan
oleh orang yang terinfeksi kepada orang yang rentan (James Chin, 2000).
Dalam

Peraturan

Menteri

Kesehatan

No

82

tahun

2014

tentang

Penanggulangan Penyakit Menular Bab 1 Pasal 1 ayat 1, Penyakit Menular


didefinisikan sebagai penyakit yang dapat menular ke manusia yang
disebabkan oleh agen biologi, antara lain virus, bakteri, jamur dan parasit.
Pada proses penularan suatu penyakit menular, dapat terjadi secara langsung
dan tidak langsung. Penyakit menular masih merupakan masalah utama
kesehatan masyarakat Indonesia, disamping mulai meningkatnya masalah
penyakit tidak menular. Penyakit menular tidak mengenal batas-batas daerah
administratif, sehingga pemberantasan penyakit menular memerlukan
kerjasama antar daerah, misalnya antar propinsi, kabupaten/kota bahkan antar
negara.

Beberapa penyakit menular yang menjadi masalah utama di

Indonesia adalah diare, malaria, demam berdarah dengue, influenza, tifus


abdominalis, penyakit saluran pencernaan dan penyakit lainnya.
Penyakit zoonosis adalah penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia
atau sebaliknya. Salah satu cara penularan penyakit ini dapat terjadi melalui
vektor. Saat ini banyak penyakit zoonosis pada manusia yang merupakan
Kejadian Luar Biasa (KLB) muncul karena peranan vektor yang tak
terkendali. Penyakit ini sebenarnya sudah lama diketahui keberadaannya dan
dianggap umum, tetapi karena kegagalan pengendalian vektor maka penyakit
ini selalu terjadi berulang kali (Berijaya, 2006).
Salah satu penyakit menular yang merupakan masalah kesehatan
masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi adalah
penyakit demam berdarah dengue (DBD). Penyakit DBD merupakan salah
satu masalah kesehatan masyarakat di wilayah tropis. Daerah endemis
tersebar di sebagian besar wilayah Indonesia, dan berulang kali menimbulkan
kejadian luar biasa (KLB) disertai kematian yang banyak. Penyakit yang

ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti ini dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti lingkungan domestik maupun iklim, demografi, sosial ekonomi dan
perilaku. Pengendalian vektor nyamuk terdiri dari beberapa langkah. langkah
awal dengan menurunkan populasi nyamuk, dengan memberantas tempat
perindukan nyamuk dan juga aktivitas untuk membunuh nyamuk dewasa
ataupun larva nyamuk dengan insektisida (Komariah, 2010).Penyemprotan
rumah

dan

pemakaian

kelambu

berinsektisida

pada

prinsipnya

memperpendek umur nyamuk sehingga penyebaran dan penularan penyakit


dapat terputus (Sucipto, 2011).DBD pada tahun 2013, dilaporkan ada 112.511
kasus dengan kematian 871 orang. Incidence Rate adalah 45,85 per 100.000
penduduk dan tahun 2013 ini meningkat dibandingkan tahun 2012 yaitu
dengan IR 37,27 per 100.000 penduduk. Kemudian kematian akibat DBD
masih tergolong tinggi yaitu >2%. Selain itu, indikator untuk upaya
pengendalian DBD yaitu dengan Angka Bebas Jentik di Indonesia masih
belum mencapai target. Pada tahun 2013, angka bebas jentik secara nasional
adalah 80,09% sedangkan target nasional adalah 95% (Kementerian
Kesehatan RI, 2014).
Tikus (Rodentia) adalah mamalia yang termasuk dalam suku Muridae.
Tikus merupakan hewan pengerat oleh karena itu banyak benda disekitar
rumah menjadi rusak dikarenakan tikus yang sering mengauskan giginya
dengan cara membentur-bentur giginya ke benda-benda keras. Spesies tikus
yang paling dikenal adalah mencit (Mus.sp) dan tikus got (Rattus norvegicus)
yang ditemukan hamoir di semua negara dan merupakan suatu organisme
model yang penting dalam biologi; juga merupakan hewan peliharaan yang
populer (Wikepedia, 2010). Habitat tikus sebenarnya berada di sekitar
manusia. Tikus biasanya mencari lingkungan yang terlindung dari
gangguan,di dalam gudang,di atas plavon bangunan,serta di daerah hutan di
sekitar pemukiman. Tikus sangat mengganggu bagi manusia baik dari
suara,kotoran,bangkai,bekas gigitan serta bau yang ditimbulkan. Hal ini
digunakan sebagai kunci identifkasi untuk membedakan antara pemakan
serangga (insektivora) dan tikus pengerat (rodensia). Akan tetapi kedua

hewan tersebut bersifat pemakan hewan maupun biji-bijian (omnivora).


Vektor yang biasannya menumpang pada tikus antara lain pinjal,capalak,serta
tungau. Akan tetapi vector yang sering ditemukan dan lebih berbahaya adalah
pinjal. Species pinjal yang sering ditemukan pada tikus antara lain Xenopsylla
cheopis dan Pulex irritans. Oleh karena itu tikus dan pinjal harus 3
dikendalikan agar tidak berbahaya bagi manusia. Untuk itu maka identifikasi
tikus sangat penting.
Penyakit malaria ditularkan melalui gigitan vektor nyamuk Anopheles
betina yang sudah terinfeksi oleh Plasmodium sp. Malaria adalah salah satu
masalah kesehatan penting di dunia. Secara umum ada 4 jenis malaria, yaitu
tropika, tertiana, ovale, dan quartana. Pada 2013, terdapat 14 kabupaten/kota
yang masuk ke dalam daerah endemis tinggi malaria. Angka kesakitan
malaria (dengan Annual Parasite Incidence) secara nasional menurun, yaitu
dari 4,1 per 1000 penduduk pada tahun 2005 menjadi 1,38 per 1000
penduduk pada tahun 2013. Akan tetapi masih belum mencapai target Renstra
Kementerian Kesehatan, yaitu dengan API 1,25 per 1.000 penduduk. Di
Indonesia, 3 provinsi dengan kasus malaria tertinggi adalah Papua (42,65),
Papua Barat (38,44), dan Nusa Tenggara (16,37) (Kementerian Kesehatan RI,
2014). Berdasarkan Buku Saku Kesehatan Jawa Tengah 2013, proporsi kasus
malaria Indigenous tahun 2013 mengalami peningkatan dari 2012, yaitu dari
55,17% di tahun 2012 menjadi 57,17% di tahun 2013. Untuk proporsi kasus
malaria import ditahun 2013 sebanyak 42,83%. Masih tinggainya proporsi
kasus malaria, perlu menjadi perhatian, terlebih untuk perkembangan vektor
malaria itu sendiri (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2014).
Menurut Slamet JS (1994), pengendalian vektor merupakan suatu kegiatan
untuk menurunkan kepadatan populasi vektor pada tingkat yang tidak lagi
membahayakan kesehatan manusia. Sedangkan menurut Iskandar (1985),
pengendalian vektor ialah semua usaha yang dilakukan untuk mengurangi
atau

menurunkan

populasi

vektor

dengan

maksud

mencegah

dan

memberantas penyakit yang ditularkan vektor atau gangguan (nuisance) yang


diakibatkan oleh vektor. Berdasarkan PMK No. 374 tentang Pengendalian
Vektor, maksud dan tujuan pengendalian vektor adalah untuk mencegah atau
3

membatasi terjadinya penularan penyakit tular vektor di suatu wilayah


sehingga penyakit tersebut dapat dicegah dan dikendalikan.
Mata kuliah Pengendalian Vektor merupakan salah satu mata kuliah wajib
yang harus diikuti oleh mahasiswa semester 6 Peminatan Epidemiologi dan
Penyakit Tropik di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.
Dalam perkuliahan ini mahasiswa dituntut untuk dapat melakukan
pengendalian vektor agar keberadaan vektor dan binatang pengganggu seperti
nyamuk dan tikus dapat dikendalikan. Hal ini dapat dicapai apabila terdapat
manajemen pengendalian yang baik melaui kegiatan atau proses pelaksanaan
penurunan densitas populasi vektor sampai pada tingkat yang tidak
membahayakan. Oleh karena itu, praktikum Pengendalian Vektor ini diadakan
sebagai aplikasi terwujudnya tujuan dari pengendalian vektor itu sendiri.
B. Tujuan
1. Umum
Mahasiswa mampu memahami langkah-langkah pengendalian vektor dan
mampu mengidentifikasi vektor penyakit dengan melakukan pengamatan
secara langsung.
2. Khusus
a. Mampu mengidentifikasi nyamuk dewasa.
b. Mampu mengidentifikasi telur dan jentik nyamuk.
c. Mampu mengidentifikasi pinjal pada tikus.
d. Mampu mengidentifikasi sibling spesies nyamuk malaria.
e. Mampu mengidentifikasi nyamuk penular malaria (menemukan
sporozoit) dan filariasis (larva cacing ditubuh nyamuk).
f. Mampu melakukan pemeriksaan parasit malaria secara mikroskopis.
g. Mampu melakukan pemeriksaan parasit malaria dengan rapid test.
h. Mampu melakukan uji parasit (malaria, filaria, helmint) dengan
menggunakan Enzym Link Immuno Sorbent Assay (ELISA).
i. Melakukan

uji

parasit

(malaria,

filaria,

helmint)

dengan

menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR).


j. Mampu mengetahui berbagai ragam teknik trapping (pengumpulan
tikus baik hidup maupun mati).

k. Metode pengawetan spesimen baik basah maupun kering.


l. Mampu mengetahui cara uji rodentisida.
m. Mampu menelaah Epidemiologi penyakit bersumber binatang.
n. Mampu mengetahui cara analisis secara spasial dari praktikum yang
sudah dilakukan.
C. Manfaat
1. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat
a. Meningkatkan kerja sama FKM Undip dengan pihak institusi B2P2
Banjarnegara.
b. Menambah wawasan keilmuan mahasiswa FKM Undip.
2. Bagi B2P2 Banjarnegara
a. Meningkatkan kerja sama FKM Undip dengan pihak institusi B2P2
Banjarnegara.
b. Sebagai bahan masukan dalam peningkatan pelayanan B2P2
Banjarnegara.
3. Bagi Masyarakat
Meningkatkan jumlah dan kapasitas Epidemiologis dalam pencegahan
dan pengendalian vektor penyebar penyakit malaria, filariasis, dan DBD.
4. Bagi Peneliti
a. Mengetahui struktur, tugas, dan fungsi B2P2 Banjarnegara.
b. Mengetahui cara penentuaan status bertelur nyamuk melalui
pembedahan ovarium.
c. Mengetahui keberadaan Plasmodium dalam tubuh nyamuk melalui
saliva nyamuk Anopheles.
d. Mengetahui karakteristik berbagai nyamuk penular penyakit (malaria,
DBD, dan filariasis).
e. Mengetahui cara pemeriksaan status malaria seseorang melalui
pemeriksaan sediaan darah tebal.
f. Mengetahui cara pemeriksaan parasit penyebar penyakit Leptospirosis
dan pes dalam tubuh tikus melalui pembedahan tikus.
D. Peserta
Kelompok IVMahasiswa semester 6 Peminatan Epidemiologi dan Penyakit
Tropik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.
E. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 9-10 Mai 2016 di Balai Litbang
P2B2 banjarnegara.

BAB II
PEMBAHASAN
A. INSTALASI PARASITOLOGI
Instalasi parasitologi merupakan salah satu dari lima instalasi yang ada di
Balai Litbang P2B2 Banjarnegara. Kemampuan yang dimiliki instalasi
parasitologi antara lain :
1. Pembuatan preparat malaria sediaan darah tipis dan tebal
2. Pembuatan preparat malaria dengan pewarnaan giemsa
3. Pemeriksaan parasit malaria secara mikroskopis
4. Pemeriksaan parasit malaria dengan rapid test
5. Menghitung densitas (human malaria) pada sediaan darah tipis dan
tebal
6. Menghitung parasitemia pada hewan coba
7. Pembuatan preparat filaria dengan pewarnaan giemsa
8. Pemeriksaan parasit filaria secara mikroskopis
9. Pembuatan preparat endoparasit
10. Pemeriksaan endoparasit
11. Pemeriksaan telur cacing pada feses tikus
12. Pemeriksaan serologis malaria menggunakan ELISA
1. Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit
plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah
manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk
Anopheles betina. Parasit malaria adalah protozoa (binatang bersel satu)
bergenus plasmodium yang hidup sebagai parasit pada sel darah merah.
Plasmodium memakan hemoglobin dari sel darah merah mengakibatkan induk
semang/host/penderita mengalami anemia.

Spesies plasmodium ada 4 macam yaitu :


a. Plasmodium falciparum

Merupakan penyebab penyakit malaria


tropika

yang

sering

menyebabkan

malaria berat/malaria otak yang fatal,


gejala serangannya timbul berselang
setiap dua hari (48 jam) sekali.
b. Plasmodium vivak
Penyebab malaria tertiana yang
gejala

serangannya

timbul

berselang setiap tiga hari

c. Plasmodium malariae
Penyebab penyakit malaria
quartana

yang

serangannya

gejala
timbul

berselang setiap empat hari

d. Plasmodium ovale
Jenis ini jarang ditemui di
indonesia, banyak dijumpai di
Afrika dan Pasifik Barat

Seseorang dapat terinfeksi lebih dari satu jenis plasmodium, infeksi


demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Yang terbanyak terdiri
dari dua campuran yaitu plasmodium falciparum dengan plasmodium vivak
atau p.falciparum dengan p.malariae. Infeksi campuran biasanya terjadi di
daerah yang angka penularan yang tinggi.
Gejala klinis penyakit malaria yaitu demam, menggigil, berkeringat,
sakit kepala, mual atau muntah dan gejala khas daerah setempat (diare pada
balita dan sakit otot pada orang dewasa). Pemeriksaan malaria dapat dilakukan
dengan cara mikroskopik, yaitu mengamati sediaan darah di bawah mikroskop
dan pemeriksaan menggunakan RDT (Rapid Diagnostic Test).
Langkah-langkah pemeriksaan darah untuk malaria
a. Pembuatan sediaan darah tebal dan tipis untuk malaria
i.
Memberi label/etiket pada salah satu ujung object glass yang telah
ditempel kertas label/magic tape, dengan menulis nama, nomer dan
ii.

tanggal pembuatan
Memegang tangan kiri pasien dengan telapak tangan menghadap ke atas

iii.

Membersihkan jari tengah atau jari manis yang akan diambil darahnya,
dengan menggunakan kapas beralkohol untuk menghilangkan minyak dan
kotoran pada jari tersebut, setelah kering, jari ditekan agar darah

iv.

terkumpul di ujung jari


Menusuk ujung jari (agak pinggir,dekat dengan kuku) dengan lancet

v.

Membersihkan tetes darah pertama dengan kapas kering untuk

vi.

menghilangkan bekuan darah dan sisa alkohol


Meneteskan 2-3 tetes darah untuk sediaan darah tebal dan 1 tetes darah
untuk sediaan darah tipis pada object glass

vii.

Untuk pembuatan sediaan darah tipis, ambil object glass baru, tempelkan
ujungnya pada 1 tetes darah yang telah diambil sebelumnya sampai darah
tersebut menyebar sepanjang sisi object glass

10

viii.

Dengan sudut 45 geser object glass dengan cepat kearah berlawanan


dengan tetes darah untuk sediaan darah tebal,sehingga didapatkan sediaan

ix.

hapus (bentuk lidah)


Untuk sediaan darah tebal, ujung/sudut object glass kedua ditempelkan
pada tiga tetes darah tebal. Darah dibuat homogen dengan memutar ujung
object glass searah jarum jam sehingga membentuk bulatan diameter 1 cm

x.

Proses pengeringan sediaan darah harus dilakukan di tempat yang datar

xi.

dengan dianginkan
Selama pengeringan, sediaan darah harus dihindarkan dari gangguan

xii.

serangga, debu, panas, kelembapan tinggi, dan getaran


Setelah kering, darah tersebut harus segera diwarnai. Pada keadaan tidak
memungkinkan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam sediaan darah
harus sudah diwarnai

b. Pewarnaan sediaan darah malaria


i.

Sediaan darah tipis kering difiksasi dengan methanol, jangan sampai


terkena sediaan darah tebal, tunggu hingga kering

ii.

Meletakkan sediaan darah pada rak pewarnaan dengan posisi darah di atas

iii.

Menyiapkan larutan giemsa dan aquades dengan perbandingan 1:7 (1 tetes


giemsa dilarutkan dengan 7 tetes aquades)

iv.

Menuangkan larutan giemsa hingga menggenangi seluruh permukaan


sediaan darah, biarkan selama 10-15 menit

v.

Membilas dengan aquades secara perlahan-lahan dengan menuangkannya


dari tepi object glass sampai larutan giemsa yang terbuang menjadi jernih

11

vi.

Mengangkat dan Mengeringkan sediaan darah dengan cara meletakkan


berdiri pada rak pengeringan

vii.

Sediaan darah dikeringkan secara alami, tidak langsung terkena sinar


matahari

viii.

Setelah kering, disimpan dalam slide box dan siap untuk diperiksa di
bawah mikroskop

c. Pengamatan sediaan dibawah mikroskop


i.

Sediaan darah tipis


-

Sel darah merah (eritrosit)


Merupakan sel darah yang terbanyak dalam SD tipis, berbentuk bulat
dan pada pewarnaan Giemsa yang baik, terlihat berwarna merah muda
keabuan. Sel darah merah tidak mempunyai inti dan jumlahnya sekitar
5 jula/l darah.

Sel darah putih(leukosit)


Sel darah putih berjumlah 6000-8000/l darah. Sel darah putih terdiri
dari inti, sitoplasma dan mempran sel.

Trombosit/plateles
Ukurannya kecil, bentuk tidak beraturan, berwarna merah dan tidak
berinti. Jumlahnya 150-400 ribu/l darah. Jika pembuatan SD tidak
baik, trombosit yang umumnya berkelompok 5-10 sel tampak
menyatu dengan jumlah yang lebih besar.

ii.

Sediaan darah tebal


Pada waktu memeriksa SD tebal dengan lensa objektif 100x dan okuler
7x akan terlihat : Sisa-sisa sel darah merah, sel darah putih, trombosit.
Pada SD tebal gambaran sel darah putih dan trombosit menyerupai SD
tipis, hanya ukurannya lebih kecil.

12

SD Tipis

SD Tebal

Gambar 2.1 Sediaan Darah Tebal dan Tipis


Identifikasi spesies parasite malaria dalam SD tebal
Spesies
Bisanya terlihat Trofozoit muda, lanjut dan/atau gametosit matang

Plasmodium falciparum

Trofozoit

Stadium Parasit
Skizon

Gametosit

Ukuran: kecil sampai

Biasanya ditemukan

Stadium muda dengan

sedang

bersamaan dengan

ujung lancip jarang

Jumlah: seringkali

sejumlah besar stadium

ditemukan

banyak

cincin muda

Stadium lanjut:

Bentuk yang sering

Ukuran: kecil, kompak

berbentuk pisang atau

ditemukan: cincin dan

Jumlah: sedikit, biasanya

bulat

koma

pada malaria berat

Inti: tunggal, jelas.

Inti: kadang-kadang

Stadium lanjut: terdiri

Pigmen tersebar, kasar.

ditemukan berinti 2

dari 12-30 merozoit

Kadang-kadang

Sitoplasma: teratur,

berkelompok, pigmen

ditemukan balon merah.

halus sampai tebal

menggumpal berwarna

Stadium lanjut: kadang-

gelap

kadang ditemukan pada

13

malaria berat,
sitoplasma kompak
yang terlihat sebagai

Terlihat semua stadium, titik Schuffer dalam bayangan merah

Plasmodium vivax

granula kasar

Ukuran: kecil sampai

Ukuran: besar

Stadium muda sulit

besar

Jumlah: sedikit sampai

dibedakan dengan

Jumlah: sedikit sampai

sedang

trofozoit lanjut

sedang

Stadium lanjut: terdiri

Stadium lanjut: bulat dan

Bentuk yang sering

dari 12-24 merozoit

besar

ditemukan: cincin

(biasanya 16), tersebar

Inti: tunggal, jelas.

dengan sitoplasma

tidak merata, pigmen

Pigmen tersebar, halus

terputus-putus samapi

tidak menggumpal

sitoplasma yang
bentuknya tidak teratur
Inti: tunggal, kadangkadang dua
Sitoplasma: tidak
teratur atau terputusputus
Stadium lanjut:
kompak, padat, pigmen

Plasmodium ovale

halus tersebar

Ukuran: lebih kecil dari

Ukuran: lebih

Stadium muda sulit

P.vivax

menyerupai P. malariae

dibedakan dengan

14

Terlihat semua stadium, titik Schuffer lebih jelas dalam bayangan merah

Jumlah: biasanya

Jumlah: sedikit

trofozoit lanjut

sedikit

Stadium lanjut: terdiri

Stadium lanjut: bulat

Bentuk yang sering

dari 4-12 merozoit

mungkin lebih kecil dari

ditemukan: bentuk

(biasanya 8), yang

P.vivax

cincin sampai bentuk

tersebar tidak

Inti: tunggal, jelas.

bulat atau kompak

berkelompok, pigmen

Pigmen tersebar, kasar.

Inti: tunggal, menonjol

berkumpul

Sitoplasma: agak
teratur, tebal. Pigmen
kasar tersebar.

15

Terlihat semua stadium

Plasmodium malariae

Ukuran: kecil

Ukuran: kecil, kompak

Stadium muda sulit

Jumlah: sedikit

Jumlah: sedikit

dibedakan dengan

Bentuk yang sering

Stadium lanjut: terdiri

trofozoit lanjut

ditemukan: bentuk

dari 6-12 merozoit

Stadium lanjut: bulat,

cincin sampai bentuk

(biasanya 8) yang

kompak

bulat atau kompak

tersebar tidak

Inti: tunggal, jelas.

sitoplasma teratur,

berkelompok, pigmen

Pigmen tersebar, kasar

tebal.

berkumpul

Inti: tunggal dan besar


Sitoplasma: teratur,
padat, pigmen
berjumlah banyak,
tersebar berwarna
kuning pada stadium
lanjut
Tabel 2.1 Identifikasi spesies parasite malaria dalam SD tebal

2. Filariasis
Filariasis (penyakit kaki gajah) ialah penyakit menular yang
disebabkan karena infeksi cacing filaria, yang hidup di saluran dan kelenjar
getah bening (limfe) serta menyebabkan gejala akut, kronis dan ditularkan
oleh berbagai jenis nyamuk.
Penyakit Kaki Gajah ( Filariasis ) disebabkan oleh 5 spesies cacing
filaria, yaitu: Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori, Brugia
pahangi, Brugia kalimantani
Gejala klinis akut kaki gajah berupa :

Demam berulang-ulang selama 3-5 hari. Demam dapat hilang bila istirahat
dan timbul lagi setelah bekerja berat.

Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) di daerah lipatan


paha, ketiak yang tampak kemerahan, panas dan sakit.

16

Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang
menjalar dari pangkal kaki atau lengan ke arah ujung.

Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, kantong buah zakar yang terlihat
agak kemerahan dan terasa panas

Terjadi abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah


bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah
Gejala klinis kronis kaki gajah berupa: pembesaran yang menetap pada

tungkai, lengan, buah dada, buah zakar


Diagnosa penyakit kaki gajah dapat diperoleh secara :
a. Klinis: ditegakkan bila pada seseorang tersangka terkena penyakit kaki
gajah ditemukan tanda-tanda dan gejala klinis akut ataupun kronis
b. Laboratorium: dengan pemeriksaan darah jari yang pengambilan darahnya
disesuaikan dengan periodisitas mikrofilaria didalam darah, seseorang
dinyatakan terkena penyakit kaki gajah apabila dalam sediaan darah tebal
ditemukan mikrofilaria.
No
1

Karakteristik
W. bancrofti
Gambaran umum Melengkung

B. malayi
Melengkung

B. timori
Melengkung

dalam

kaku dan patah

kaku dan patah

1:2

1:3

Merah muda
175

Tidak berwarna
-

sediaan mulus

darah
Perbandingan

1:1

lebar dan panjang


3
4

ruang kepala
Warna sarung
Tidak berwarna
Ukuran panjang 240-300

(m)
Inti badan

Jumlah

ujung ekor
Gambaran ujung Seperti
ekor

Halus,

inti

rapi
di 0

tersusun Kasar,

Kasar,

berkelompok
2
pita Ujung

berkelompok
2

agak Ujung

kearah ujung
tumpul
Tabel 2.2 Karakteristik spesies cacing filaria

agak

tumpul

17

Langkah-Langkah Pemeriksaan Darah untuk Filariasis


a. Pembuatan dan pewarnaan sediaan darah untuk filaria
i.

Memberi label/etiket pada salah satu ujung object glass yang telah
ditempel kertas label/magic tape, dengan menulis nama, nomer dan
tanggal pembuatan

ii.

Memegang tangan kiri pasien dengan telapak tangan menghadap ke atas

iii.

Membersihkan jari tengah atau jari manis yang akan diambil darahnya,
dengan menggunakan kapas beralkohol untuk menghilangkan minyak dan
kotoran pada jari tersebut, setelah kering, jari ditekan agar darah
terkumpul di ujung jari

iv.

Menusuk ujung jari (agak pinggir,dekat dengan kuku) dengan lancet

v.

Membersihkan tetes darah pertama dengan kapas kering untuk


menghilangkan bekuan darah dan sisa alkohol

vi.

Meneteskan darah pada obyek glass yang telah disediakan, (jika ingin
mengetahui kepadatan mikrofilaria maka digunakan tabung mikrokapiler
dengan cara menghisap darah di ujung jari dengan tabung kapiler
sebanyak 20 l atau sesuai kebutuhan) kemudian dibuat apusan di atas
object glass, diratakan dan dilebarkan sehingga membentuk sediaan darah
tebal dan berbentuk oval dengan diameter 2 cm

vii.

Membersihkan sisa darah di ujung jari dengan kapas

viii.

Proses pengeringan sediaan darah harus dilakukan di tempat yang datar


dengan dianginkan

ix.

Selama pengeringan, sediaan darah harus dihindarkan dari gangguan


serangga, debu, panas, kelembapan tinggi, dan getaran

x.

Setelah kering, darah di-hemolisis dengan air selama beberapa menit


sampai warna merah hilang, dibilas lagi dengan air dan dikeringkan

xi.

Sediaan darah difiksasi dengan methanol selama 1-2 menit dan


dikeringkan, kemudian diwarnai dengan giemsa yang telah dilarutkan di
dalam aquades dengan perbandingan giemsa dan aquades 1:7, selama 1015 menit

18

xii.

Sediaan darah diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran rendah


(10x10) untuk menentukan jumlah mikrofilaria, pembesaran tinggi
(10x40) untuk menentukan jenis/spesiesnya

b. Pengamatan sediaan dibawah mikroskop (menentukan kepandatan


mikrofilaria)
-

Sediaan diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran rendah (10


x 10).

Jumlah mikrofilaria yang tampak pada seluruh lapangan pandang


dihitung dengan cara menggeser sediaan.

Dimulai dari tepi paling kiri, digeser ke kanan sampai pinggir sediaan.
Kemudian diturunkan pada lapangan pandang berikutnya dan digeser
ke arah sebaliknya sampai ke pinggirnya lagi. Begitu seterusnya
sampai seluruh lapangan sediaan diperiksa.

Jumlah dan jenis mikrofilaria yang ditemukan dicatat pada tepi kaca
benda dan pada Formulir Survei Darah Jari sesuai dengan Kode
Sediaan yang ditulis pada tepi kaca benda.

B. INSTALASI BAKTERIOLOGI
1. Isolasi DNA Nyamuk
Langkah isolasi DNA nyamuk dengan metode chelex 100 adalah:
Memisahkan bagian tubuh nyamuk untuk diambil bagian proboscis;
memasukkan 100 l ddH2O kemudian nyamuk di grinding; memasukkan 1

19

ml saponin 0,5% yang telah ditambahkan PBS; inkubasi pada suhu 4C


selama 3 jam; sentrifuge pada 12.000 rpm selama 10 menit,membuang
supernatant, menambahkan 1 ml PBS 1x; sentrifuge pada 12.000rpm selama
5 menit,membuang supernatant; menambahkan 100 l ddH2O dan 50 l 20%
chelex 100; memanaskan selama 10 menit, melakukan vortex setelah 5 menit
berjalan; memindahkan supernatan ke dalam tube baru sebanyak 100l;
inkubasi hasil gDNA kedalam freezer (suhu -20C.)
2. Pemeriksaan RT-PCR untuk Deteksi Serotip Virus Dengue
RT-PCR adalah salah satu jenis PCR, yaitu suatu teknik laboratoris
yang digunakan untuk membentuk kopi suatu sekuen DNA dalam jumlah
yang banyak dalam proses yang disebut amplifikasi. Pada RT-PCR, rantai
RNA terlebih dahulu ditranskrip menjadi suatu complementary DNA (cDNA)
dengan menggunakan enzim reverse transcriptase.
1) Prinsip kerja RT-PCR adalah:
a. Sintesis DNA : Merubah RNA menjadi cDNA
b. Denaturasi

: Membuka rantai Double Helix

c. Annealing

: Penempelan primer

d. Ekstensi

: Polimerisasi copy DNA

2) Alat dan Bahan


a.
b.
c.
d.
e.
f.

Sampel berupa serum atau nyamuk infeksius


Kit isolasi RNA
Kit PCR
Primer untuk virus dengue
Agarose
Buffer TBE 1x

g. Pewarna DNA
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.

Marker DNA
Tabung mikrosentrifus 1,5 ml
Tabung PCR 0,2 ml
Mikro pipet
Sentrifus
Thermal cycler
Perangkat elektroforesis horizontal

3) Cara Kerja
20

a. RNA virus Dengue untuk pemeriksaan RT-PCR diisolasi dari organ


thorax nyamuk Ae. aegypti dengan menggunakan High Pure Viral
Nucleic Acid Kit (Roche).
b. Untuk mendeteksi RNA virus Dengue, digunakan metode One-Step
Multiplex RT-PCR menggunakan kit Superscript III One-Step RTPCR Systemwith Platinum. Taq DNA Polymerase (Invitrogen, Cat.
No. 12574-026) dengan menggunakan primer spesifik serotip seperti
yang terdapat pada tabel berikut:
Serotip

Prim

Posisi

Virus

er
Dcon

5-AGTTGTTAGTCTACGTGGACCGACA

Primer
1-25

DEN1

D1

5-CCCCGTAACACTTTGATCGCTCCATT

317-342

342 bp

DEN2

D2

5-CGCCACAAGGGCCATGAACAG

231-251

251 bp

DEN3

D3

5-GCACATGTTGATTCCAGAGGCTGTC

514-538

538 bp

DEN4

D4

5-GTTTCCAATCCCATTCCTGAATGTGGTGT 726-754
Tabel 2.3 Primer Spesifik Serotip

754 bp

Sekuens Primer

c. PCR mix dibuat dalam PCR tube 0,2 ml yang bebas nuclease dan
dikerjakan di dalam es dengan komposisi sebagai berikut:
N
o
1
2
3
4
5

Komponen

Volume

2x Reaction Mix
Superscript III RT/ Platinum. Taq Mix
Primer Dcon (Forward)
Primer D3 (Reverse)
RNA
Tabel 2.4 Komposisi PCR mix

12, 5 ul
0,5 ul
1 ul
1 ul
5 ul

Komponen-komponen tersebut dicampur perlahan-lahan dan


dipastikan semua komponen berada di bagian bawah/ dasar tabung,
jika perlu dapat disentrifus sebentar.
d. PCR mix dimasukkan ke dalam thermal cycler, kemudian alat
dijalankan sesuai dengan program sebagai berikut:
1) Sintesis cDNA 1 siklus
: 60C selama 45 menit.

21

Ukuran
Pita

2) Predenaturasi 1 siklus
: 94C selama 2 menit.
3) Amplifikasi 30-35 siklus : 94C selama 30 detik (denaturasi),
60C selama 30 detik (annealing), 68C selama 1 menit
(ekstensi).
4) Ekstensi akhir 1 siklus
: 68C selama 5 menit.
e. Produk RT-PCR dielektrofresis pada gel agarose 1,5% dan 100 bp
ladder digunakan sebagai marker untuk menganalisis besar produk
PCR. Ukuran pita yang diharapkan seperti yang terdapat pada tabel di
atas.
3. Elektroforesis
Pembacaan hasil PCR dilakukan dengan elektroforesis dan diperlukan gel
sebagai media. Langkah pembuatan gel meliputi: membuat larutan TBE 1x
dari larutan stok 10x (10ml TBE ditambahkan aquades hingga volume 100ml);
membuat larutan agarosa 1,5% dalam TBE 1x (1,5 gr agarosa dalam 100ml
aquades); memanaskan larutan agarosa dengan hotplate/microwave sampai
semua agarosa larut; agarosa didiamkan sampai suhu sekitar 70C; menambah
etidium bromide 10l; menyiapkan gel caster dan pastikan posisinya sudah
rata dengan permukaan; mencetak agarosa di dalam caster, tunggu hingga
mengeras, lalu lepaskan gel comb dari agarose; memindahkan agarose ke
dalam chamber elektroforesis dan rendam dengan TBE 1x; mengeluarkan
produk PCR dari mesin thermocycle; memasukkan DNA ladder ke dalam
sumuran pertama agarosa; memasukkan kontrol positif, sampel dan kontrol
negatif secara berurutan ke dalam sumuran selanjutnya; menutup chamber
elektroforesis dan pastikan posisi kabel negatif dan positif tidak terbalik;
mengalirkan aliran listrik dari negatif menuju positif (dengan voltase dan
waktu tertentu); mengambil agarosa dari chamber elektroforesis; menyalakan
mesin GelDoc; memasukkan agarosa ke dalam mesin GelDoc. Capture
agarosa untuk membaca ada tidaknya DNA target; membaca dan analisa hasil.
Hasil positif apabila terbentuk band/pita pada 322 bp, 644 bp atau 966 bp.
C. INSTALASI RODENTOLOGI

22

Untuk dapat mengenal jenis-jenis tikus di lingkungan rumah dan


sekitarnya digunakan cara pengenalan yang berpedoman pada karakter
morfologi, yang meliputi karakter eksternal dan tengkorak. Pengenalan
karakter eksternal ini terutama dilakukan dengan melihat ukuran tikus secara
keseluruhan (berat badan, panjang badan termasuk kepala panjang ekor,
tungkai belakang dan panjang telinga).
Identifikasi tikus merupakan penetapan atau penentuan jenis tikus
berdasarkan ciri-ciri atau identitas tertentu. Untuk menentukan jenis tikus
digunakan tanda-tanda morfologi luar yang meliputi:

Panjang total, dari ujung hidung sampai ujung ekor (Panjang Total = PT),

Panjang ekor, dari pangkal sampai ujung (Panjang Ekor = PE),

Panjang telapak kaki belakang, dari tumit sampai ujung kuku (Panjang
kaki belakang=K),

Panjang telinga, dari pangkal daun telinga sampai ujung daun telinga (T),

Berat badan (gram)

Jumlah puting susu pada tikus betina, yaitu jumlah puting susu di bagian
dada dan perut (Dada (D) + Perut (P)). Contoh 2 + 3 = 10 artinya 2 pasang
di bagian dada dan 3 pasang di bagian perut sama dengan 10 buah.

Warna dan jenis rambut, warna dan panjang ekor, bentuk dan ukuran
tengkorak,

Semua ukuran badan tikus dalam literatur ilmu binatang diutarakan dalam
unit sistem metrik. Paling lazim dalam milimeter (mm) untuk ukuran linear
dan untuk bobot dalam gram (g).

23

Untuk membedakan jenis tikus di lingkungan rumah dan sekitarnya untuk


famili Muridae dapat digunakan kunci identifikasi sebagai berikut;
1. Tikus besar, panjang total lebih dari 350 mm, panjang kaki belakang lebih
dari 42 mm (Gambar 1a & b). Tikus sedang atau kecil, panjang total
kurang dari 350 mm, panjang kaki belakang kurang dari 42 mm (Gambar
1c & d)

Gambar 1a

Gambar 1b

Gambar 1c
Gambar 1d
2. Rambut badan atas dan bawah berwarna gelap (Gambar 2 a). Rambut
badan atas dan bawah berwarna terang (Gambar 2 b)

24

3. Rambut badan atas dan bawah hitam, warna ekor polos/seragam sama
dengan warna rambut badan, rambut punggung kasar, rambut di bagian
posterior panjang dan kaku, panjang telinga lebih dari 29 mm (Gambar 3 a
/ Bandicota indica. Rambut badan atas dan bawah coklat kelabu atau
coklat kehitaman, warna rambut ekor bagian bawah lebih terang daripada
warna rambut ekor bagian atas, rambut punggung halus, rambut di bagian
posterior pendek dan halus, panjang telinga kurang dari 29 mm (Gambar 3
b / Rattus norvegicus).

4. Warna rambut badan atas kuning-coklat muda, rambut badan bawah putih
bersih, panjang ekor 1,5-2 kali panjang badan (gambar 4 a / Rattus
sabanus. Warna rambut badan atas coklat tua ke abu-abuan, rambut badan
bawah coklat kelabu, panjang ekor 1-1,25 kali panjang badan (gambar 4
b / Rattus mulleri.

25

5. Tikus kecil, panjang total kurang dari 180 mm, panjang kaki belakang
kurang 12-18 mm (Gambar 5a & b / Mus musculus). Tikus sedang,
panjang total lebih dari 180 mm, panjang kaki belakang lebih dari 20 mm
(Gambar 5 b & c).

6. Warna ekor bagian atas, bawah, dan ujung sama (Gambar 6 a). Warna ekor
bagian atas, bawah, dan ujung tidak sama (Gambar 6 b).

26

7. Panjang kaki belakang 24 32 mm (Gambar 7 a). Panjang kaki belakang


33 39 mm (Gambar 7 b).

8. Rumus mamae 2 + 2 = 8; warna badan bagian bawah putih (Gambar 8


a&b). Rumus mamae 2 + 2 = 8 atau 2 + 3 = 10. Warna badan bagian
bawah coklat atau keabu-abuan (Gambar 8c&d).

9. Warna rambut badan bagian bawah putih bersih, ujung ekor berambut
panjang, panjang ekor 1,25 1,5 kali panjang badan (Gambar 9 a / Rattus
cremoriventer). Warna rambut badan bagian bawah putih kelabu, ujung
ekor tidak berambut, panjang ekor 1 1,2 kali panjang badan (Gambar 9 b
/ Rattus exulans).

27

10. Warna rambut badan bagian atas kuning kecoklatan, rambut badan bawah
putih atau putih kecoklatan, rumus mamae 3 + 3 = 12 (Gambar 10 a & b) /
Rattus argentiventer. Warna rambut badan bagian atas coklat, rambut
badan bawah putih krem, rumus mamae 2 + 3 = 10 (Gambar 10 b & c) /
Rattus tiomanicus.

11. Warna ekor hitam coklat polos, panjang kaki belakang 23 38 mm


(Gambar 11a) / Rattus tanezumi. Warna ekor bagian atas coklat dan bagian
bawah putih, panjang kaki belakang 24 32 mm (Gambar 11b) / Rattus
whiteheadi.

28

12. Ekor panjang (1 1,5 kali panjang badan), panjang kaki belakang 26-29
mm (Gambar 12a) /Rattus niviventer. Ekor pendek (maksimal 1 kali
panjang badan), panjang kaki belakang 37 40 mm (Gambar 12 b) /
Rattus surifer.

Determinasi kelamin
Untuk mebedakan kelamin berdasarkan karakter morfologi pada tikus
yang masih kecil (candil) atau belum dewasa adalah dengan melihat jarak
antara anus dengan alat kelamin, yang telah ada sejak lahir. Jika jarak
antara kelamin dengan anus pendek/lebih pendek , maka tikus tersebut
adalah betina, tetapi sebaliknya bila jarak antara alat kelamin dan anus
jauh/agak jauh , maka tikus tersebut adalah jantan (Gambar 8). Sedangkan
determinasi kelamin pada tikus dewasa cukup dilihat puting susu dan
vagina untuk tikus betina, yang masing-masing terletak pada bagian dada
dan dekat pangkal ekor, dan untuk tikus jantan ditandai dengan adanya
testis dan kantong testis (scrotum) yang terletak pada bagian pangkal ekor.

29

Sex

Measurement In Mm

Testis/

Weight

Mammae
Total
Tail
HF
Ear
Betina
330
116
36
20
3+3
260
Jantan
400
182
38
19
18 X 11
325
Tabel 2.5 Hasil Identifikasi Tikus Di Bagian Rodentologi P2b2 Banjarnegara

30

D. INSTALASI ENTOMOLOGI
Prosedur Bedah Ovarium Nyamuk
1. Tujuan
Untuk mengetahui kondisi kandung telur (ovarium) nyamuk sebagai vektor,
apakah parous (sudah pernah bertelur), nuliparous (belum pernah bertelur)
atau develop (hampir bertelur).
2. Alat
a. Respirator
b. Breeder
c. Mikroskopdisecting
d. Mikroskopcompound
e. Jarum seksi
f. Cawanpetri
g. Obyek glass
3. Bahan
a. Kloroform
b. Aquades
c. Nyamuk
4. Cara kerja :
a. Menangkap nyamuk pada kandang dengan menggunakan respirator.
b. Memasukan nyamuk ke dalam breeder, lalu membiusnya dengan
memasukan kapas yang telah diberi klorofom ke dalam breeder.
c. Setelah nyamuk mati/pingsan, lalu nyamuk diletakkan ke dalam cawan
petri.
d. Nyamuk yang telah mati diletakkan di atas objek glass, kemudian tetesi
dengan aquades.
e. Ambil 2 jarum, masing-masing dipegang dengan tangan kanan dan kiri
f. Jarum pada tangan kiri gunakan untuk menahan bagian dada (thoraks)
nyamuk, sedangkan jarum di tangan kanan merobek segmen perut ruas ke2 dari belakang.
g. Ujung abdomen (perut) nyamuk di tarik perlahan-lahan ke belakang,
sampai indung telur keluar
h. Di periksa indung telur dan perut nyamuk yang keluar.
5. Identifikasi nulliparous dan parous
a. Digunakan mikroskop compound dengan perbesaran 10 kali
b. Dua kantong ovarium di tarik keluar dari aquades, kemudian dikeringkan
(di break dulu).
c. Apabila terlihat bahwa ujung trakeola masih menggulung, maka berarti
nyamuk belum pernah bertelur (nulliparous).

31

d. Apabila ujung trakeola sudah terurai dan tidak menggulung, berarti


nyamuk sudah pernah bertelur atau parous

Gambar 2.2 Ovarium nyamuk parous dan nuliparous


Hasil
Pembedahan ovarium menunjukan bahwa nyamuk anopheles yang dibedah belum
pernah bertelur (nulli parous). Hal tersebut dapat dilihat dari ujung trakeola
nyamuk yang masih menggulung.

Gambar 2.3 Ovarium Nyamuk Anopheles nulliparous


Pembahasan

32

Dalam kaitanya dengan penghitungan kepadatan nyamuk untuk mengetahui


misalnya tingkat keberhasilan pemberantasan vektor nyamuk anopheles dapat
dilakukan pembedahan ovarium untuk menentukan umur nyamuk dan juga
perkiraan jumlah populasi serta telah berapa kali nyamuk tersebut bertelur dengan
menghitung dilatasi pada ovarium nyamuk tersebut. Sedangkan umur nyamuk
dapat diketahui dengan 1 simpul dilatasi mewakili 1 siklus gonotropik daerah
tersebut, karena daerah satu dengan yang lain siklus gonoropiknya bisa berbeda.
Sedangkan umur populasi dapat dihitung dengan rumus:
P=

: peluang hidup nyamuk setiap hari

: lama siklus gonotropik

: proporsi parous

Ln

: Natural Logaritma (Log e)

1
Perkiraan umur nyamuk = loge p
Dari nyamuk yang di bedah terlihat adanya ovarium, badan malpighi dan usus.
Dari hasil pemeriksaan di dalam ovarium tidak terdapat simpul dilatasi, itu
menunjukan bahwa nyamuk tersebut belum pernah bertelur.
Untuk mengetahui rata-rata umur nyamuk, apakah nyamuk baru (baru menetas)
atau nyamuk yang sudah tua digunakan indeksparity rate.
Parity rate :

jumlah nyamuk betina dengan ovarium porous


jumlah nyamuk betina yang diperiksa ovariumya

x 100%

E. INSTALASI PENGENDALIAN VEKTOR


UJI KERENTANAN NYAMUK
1. DASAR TEORI
Uceptibility test atau uji kerentanan adalah suatu test untuk mengetahui
tingkat kerentanan atau kekebalan serangga, terhadap suatu racun/insektisida.
Kekebalan seranggan terhadap insektisida adalah kemampuan populasi
serangga untuk bertahan terhadap pengaruh insektisida yang biasanya
33

mematikan. Proses seleksi peningkatan kekebalan terhadap insektisida tidak


terjadi dalam waktu singkat, tetapi berlangsung lama dalam singkat ada banyak
generasi yang diakibatkan oleh perlakuan inssektisida secara terus menerus.
Uji ini bertujuan untuk menyelidiki apakah ada kekebalan atau tidak, dan
kalau ada,kapan timbulnya. Oleh karena itu uji ini tidak cukup hanya dilakukan
sekali saja,melainkan berulang-ulang sejak sebelum ada penyemprotan sampai
sesudahnya. Uji ini untuk menyelidiki kekebalan fisiologis, bukan untuk
mengetahui kekuatan racun/insektisida. Hal demikian terjadi karena adanya
index absorbsi yang berlainan, ada tidaknya

jaringan tubuh yang

dapatmenyimpan racun (misal: lemak), organ ekskresi yang berlainan,


kemampuan regenerasi dan detoksikasi yang dimiliki, dan karena perilaku
yang berubah/berbeda (misal: mampu menghindari racun)
2. DASAR KERJA UJI KERENTANAN
Menguji nyamuk dewasa (vektor) dengan cara mengkontakkan (expose)
pada suatu permukaan (misalnya kertas) yang telah dilapisi (mengandung)
insektisida dengan konsentrasi tertentu, selama periode waktu yang telah
ditentukan (misalnya 1 jam, 2 jam, dst.), kemudian mencatat jumlah kematian
(presentase kematian) setelah diobservasi selama 24 jam. Untuk meyakinkan
bahwa kematian disebabkan oleh insektisida, dalam melakukan uji kerentanan
harus disertai dengan kelompok pembanding (kontrol).

34

Gambar 2.4 Tabung uji dan kontrol


3. TUJUAN
Untuk mengukur daya bunuh insektisida yang digunakan dalam pengendalian
nyamuk yang berperan sebagai vektor.
4. ALAT DAN BAHAN
Alat dan bahan yang digunakan WHO susceptibility test kit yang terdiri dari :
No
1

Tabung uji

Alat

Bahan
Insecticide impragnated paper

(8 buah tabung percobaan dengan

dengan berbagai konsentrasi

tanda merah, terbuat dari plastic)

(missal untuk DDT: 0,25%,


0,5%, 1,0%, 2,0%, 4,0%, dan

Tabung kontrol

kontrol).
Untuk impragnated paper

(10 buah tabung penyimpanan

(kertas putih biasa) ukuran

nyamuk dengan tanda hijau untuk

12x15 cm

penyimpanan sebelum dan sesudah


pengujian, masing-masing disertai
dengan slide plastic yang dapat
digeser-geser pada waktu
memindahkan nyamuk.
35

)
Aspirator

Species nyamuk yang akan


diuji/dicoba kira-kira 75-100
ekor setiap percobaan (setiap

20 buah cincin yang terbuat dari

tembaga
20 buah cincin yang terbuat dari

6
7

perak
Timer/pengukur waktu
Tempat/kotak penyimpanan tabung

ulangan).
Air gula.

percobaan yang mengandung nyamuk


untuk penyimpanan selama 24 jam
8
9

(24 hours holding period).


Handuk kecil/pelepah pohon pisang.
Kapas
Tabel 2.6 Alat dan Bahan Uji Kerentanan

5. PROSEDUR KERJA
Setelah semua bahan dan alat yang diperlukan telah disiapkan, pertamatama masukkan sejumlah nyamuk yang sejenis (satu spesies) dalam keadaan
fisiologi yang sama (keadaan perut yang sama, umur diusahakan yang sama
apabila menggunakan nyamuk dari koloni laboratorium), ke dalam tabung
kontrol yang sudah dilapisi un-impragnated paper (kertas putih biasa) yang
telah diberi label/tanda dengan besarnya konsentrasi racun serangga yang
akan digunakan.
Tiap tabung dapat diisi dengan 20-25 nyamuk dari spesies. Setelah
semua nyamuk disiapkan dalam tabung penyimpanan sebaiknya diperiksa
lagi apakah ada nyamuk yang mati/lemah sebelum test dilakukan dan
sebelum nyamuk dipindahkan ke dalam tabung percobaan.
Kemudian pindahkan semua nyamuk dari tabung penyimpanan ke
dalam tabung prcobaan dengan jalan meniup perlahan-lahan secara berurutan.
Putarlah pengatur waktu (perhatikan jam tangan) untuk menentukan lamanya
waktu kontak yang diinginkan, misalnya 1 jam.
36

Setelah waktu kontak (exposure period) yang diinginkan selesai


pindahkan lagi nyamuk-nyamuk tersebut dengan cara meniup ke dalam
tabung penyimpanan, dengan diberi makanan air gula pada kapas, nyamuknyamuk tersebut disimpan/dipelihara selama 24 jam pada tempat yang baik
dan sejuk. Temperature maximum/minimum selama waktu penyimpanan
dicatat.
6. INTERPRETASI DATA/HASIL
Interpretasi Data :
1. Kematian < 80% = resisten
2. Kematian 80-98 % = toleran (perlu pembuktian lebih lanjut)
3. Kematian 90-100 % = rentan
Setelah waktu penyimpanan 24 jam periksalah pertama-tama catatan suhu
minimum dan maximum selama 24 jam pengamatan, kelompok nyamuk
pembanding (kontrol) dan apabila ada kematian catatlah angka kematian dan
kemudian diperiksa /dihitung jumlah nyamuk yang mati pada tabung-tabung
percobaan.
Apabila presentase kematian pada kelompok pembanding 5 s/d 20% maka
untuk factor koreksi harus digunakan rumus Abbot (Abbot formula):

% kematian nyamuk yang diuji - % kematian pada control


X 100
100 - % kematian pada control
Tetapi apabila kematian pada control di atas 20% maka uji (test)
tersebut dinyatakan gagal/hasilnya tidak dapat dipakai.
Perhitungan presentase kematian dimasukkan ke dalam blanko
formulir untuk susceptibility test dari WHO dengan disertai beberapa catatancatatan yang diperlukan (lihat blangko form). Kemudian dari beberapa
ulangan (replicates) dihitung rata-rata presentase kematian untuk setiap
konsentrasi (dosis) racun serangga yang digunakan dan kemudian
berdasarkan angka rata-rata kematian dapatlah dibuat garis regresi

37

(Regression line) dan berdasarkan garis regresi kita dapat mengatakan apakah
spesies nyamuk yang bersangkutan masih rentan (susceptible) atau sudah
keba (resisten) terhadap racun serangga yang digunakan dan dapat juga
ditentukan LC50 dan LC59.
LC50 (Lethal Concentration 50%)
adalah konsentrasi dosis yang dibutuhkan/diperlukan untuk membunuh
50% dari populasi spesies tertentu yang diuji.
LC59
adalah konsentrasi racun serangga yang membunuh 95% dari populasi
spesies tertentu yang diuji, (untuk mencari LC50 dan LC59 test/uji yang
dilakukan harus dengan menggunakan konsentrasi standard yang lengkap).

Gambar 2.5 Uji Kerentanan Nyamuk Menggunakan Insektisida


UJI BIO-ASSAY
1. DASAR TEORI
Suatu uji untuk mengukur kekuatan racun serangga terhadap nyamuk
dewasa maupn nyamuk pradewasa, berupa kurungan atau alat penurung
nyamuk untuk memaksa nyamuk kontak dengan racun serangga. Adapun
bentuknya ada beberapa macam dan juga ukurannya disesuaikan dengan
kebutuhan.
Nyamuk (vektor) yang masih rentan terhadap insektisida yang akan
diuji, dikontakkan pada insektisida yang disemprotkan (pada permukaan atau
pada ruangan) selama periode waktu yang telah ditentukan (misalnya: 1 jam,
2 jam, dan seterusnya). Kemudian presentase kematiannya dihitung setelah
diobservasi/dipelihara selama 24 jam. Untuk nyamuk dewasa dikenal tiga

38

cara uji bio-assay. Yaitu 1) Indoor Residual Spraying (IRS) ; 2)Uji Bioassay
Fogging; 3) Uji Bioassay Kelambu

Gambar 2.6 Alat untuk uji Bio-assay


2. TUJUAN
Uji Bioassay digunakan untuk mengukur efektivitas suatu insektisida
terhadap vektor penyakit.
3. ALAT DAN BAHAN
Bahan dan alat yang digunakan untuk bio-assay adalah:

Nyamuk-nyamuk dari spesies tertentu yang akan dicoba


Beberapa jenis permukaan dinding yang sdah disemprot dengan racun
serangga yang bersifat residual misalnya tembok, papan kayu,

bamboo, dan laina-lain.


Aspirator bengkok (sucking tube)
Kerucut bio-assay (bio-assay cone)
Dellopane, untuk melekatkan bio-assay cone pada permukaan dinding
Gelas kertas (paper cup)
Kotak nyamuk untuk nyamuk hidup
Pengukur waktu (timer)
Larutan air gula dan kapas

4. CARA KERJA
1. Indoor Residual Spraying (IRS)

39

IRS digunakan untuk menguji apakah teknik penyemprotan yang


dilakukan sudah merata pada seluruh permukaan dengan benar. Pengujian
ini dilakukan dengan prinsip menempelkan residual insektisida pada
permukaan dinding, pintu atau almari. Permukaan dinding biasanya
dipilih dari tiga jenis permukaan yang berbeda yaitu tembok, kayu dan
bambu. Pemilihan metode IRS mempertimbangkan hasil survei
entomologi yang telah dilakukan sebelumnya dengan kriteria sebagai
berikut,
a. Termasuk daerah endemis dengan kecenderungan peningkatan kasus
b. Vektor mempunyai kebiasaan mengigit didalam rumah
c. Kepadatan nyamuk didalam rumah cukup tinggi
Cara Kerja :
1) Menempatkan kerucut plastik (cone) pada berbagai permukaan
(minimal 3)
2) Memasukkan nyamuk 15-20 ekor kedalam kerucut plastik
menggunakan respirator
3) Membiarkan nyamuk kontak dengan residu insektisida pada
permukaan dinding selama 30 menit
4) Memindahkan nyamuk kedalam gelas bertutup kasa dan
menghitung jumlah nyamuk yang pingsan
5) Memberi larutan gula pada kapas sebagai nutrisi nyamuk
6) Menyimpan nyamuk dalam kotak penyimpanan selama 24 jam
7) Menghitung kematian nyamuk
Kematian > 70 % berarti insektisida masih efektif
2. Uji Bioassay Fogging
Pengujian ini dilakukan untuk mengukur efektivitas pengasapan
atau penyemprotan yang dilakukan. Kerucut plastik (cone) diletakkan
didalam dan diluar rumah (2 didalam, 1 diluar). Holding selama 24 jam
dan fogging efektif jika kematian >70 %.
3. Uji Bioassay Kelambu
Kerucut plastic (cone) ditempelkan pada kelambu yang akan diuji. Pemasangan
cone berpasangan dengan posisi kelambu berada ditengah. Memasukkan nyamuk
pada masing-masing cone. Kemudian mengamati kematian nyamuk selama 3o
menit lalu pindahkan nyamuk kedalam gelas plastic dan holding selama 24 jam.

40

Setelah 24 jam mencatat kematian nyamuk, jika kematian > 80 % berarti


insektisida pada kelambu bersifat efektif.

41

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengendalian vektor merupakan suatu kegiatan untuk menurunkan
kepadatan populasi vektor pada tingkat yang tidak lagi membahayakan
kesehatan manusia. Praktikum Pengendalian Vektor ini diadakan untuk
mengaplikasikan dan membandingkan penerapan teori yang diterima selama
perkuliahan dengan keadaan di lapangan. Terdapat 5 instalasi yang harus
dikunjungi saat menjalani praktikum di Balai Litbang P2B2 Banjarnegara,
antara

lain:

Instalasi

Parasitologi,

Instalasi

Bakteriologi,

Instalasi

Rodentologi, Instalasi Entomologi, dan Instalasi Pengendalian Vektor.


Banyak pengetahuan baru yang didapat oleh mahasiswa saat menjalani
praktikum di Balai Litbang P2B2 Banjarnegara.
B. Saran
Praktikum di Balai Litbang P2B2 Banjarnegara digunakan sebagai
tempat untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru, sebaiknya
waktu kunjungan setiap Instalasi lebih dari satu jam, agar mahasiswa lebih
memahami materi, permasalahan yang ada di lapangan, dan tahapan
praktikum yang telah diberikan. Selain itu diharapkan semua mahasiswa
memiliki

kesempatan

untuk

melakukan

praktikum,

sehingga

dapat

mengatahui dan mempraktikkan secara langsung pengetahuan dan ilmu yang


baru diperoleh.

42

DAFTAR PUSTAKA
Balai Litbang P2B2. 2014. Profil Balai Litbang P2B2 Banjarnegara Tahun 2014.
Dalam

http://www.bp4b2banjarnegara.litbang.depkes.go.id/2014/wp-

content/uploads/2015/07/PROFIL.pdf. Diakses pada 19 Mei 2016


Chandra, Budiman. 2009. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas. Jakarta :
EGC
Chin, James. 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menula
Dinkes, Jateng.Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun2014, Semarang:
Dinkes Jateng
Kementerian Kesehatan RI, 2010. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
Tahun 2010-2014. Jakarta
Muslim. 2009. Parasitologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Natadisastra, Djaenudin. 2009. Parasitologi : Ditinjau dari Organ Tubuh yang
Diserang. Jakarta : EGC
Prabowo, Arlan. 2004. Malaria : Mencegah dan Mengatasinya. Jakarta : Puspa
Swara
Slamet,

J.S.

1994.Kesehatan

Lingkungan.

Gadjah

Mada

University

Press.Yogyakarta.
Sucipto, C.D., Vektor Penyakit Tropis. 2011, Yogyakarta: Gosyen Publishing.

43

LAMPIRAN

Alat Pemeriksaan RT-PCR

Alat Pemeriksaan RT-PCR


44

Alat Pemeriksaan RT-PCR

Alat Pemeriksaan RT-PCR

45

Pengukuran panjang ekor tikus

Pengukuran panjang kaki tikus

46

Tikus yang digunakan dalam praktikum

47

Anda mungkin juga menyukai