Anda di halaman 1dari 7

Rendra Tri Saputra

I4051161022
LAPORAN PENDAHULUAN (LP)
Asma
1. Definisi
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversiel dimana
trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu1.
Asma adalah penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai inflamasi saluran
napas dan spasme akut otot polos bronkiolus.Kondisi ini menyebabkan produksi
mukus yang berlebihan dan menumpuk, penyumbatan aliran udara, dan penurunan
ventilasi alveolus2.
Asma adalah penyakit inflamasi obstruktif yang ditandai oleh periode episodik
spasme otot-otot polos dalam dinding saluran udara bronkhial (spasme
bronkus).Spasme bronkus ini menyempitkan jalan napas, sehingga membuat
pernapasan menjadi sulit dan menimbulkan bunyi mengi3.
2. Klasifikasi
Asma terbagi menjadi alergi, idiopatik, nonalergik, dan campuran (mixed)4.
a. Asma alergik/ekstrinsik, merupakan suatu jenis asma yang disebabkan oleh
alergen (misalnya bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan, dan
lain-lain). Alergen yang paling umum dalah alergen yang perantaraan
penyebarannya melalui udara (airborne) dan alergen yang muncul secara
musiman (seasonal). Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai
riwayat alergi pada keluarga dan riwayat pengobatann ekzema atau rhinitis
alergik. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma. Gejala
asma umumnya dimulai saat kanak-kanak.
b. Idiopatik atau nonallergic asthma/intrinsik, merupakan jenis asma yang tidak
berhubungan secara langsung dengan alergen spesifik. Faktor-faktor seperti
common cold, infeksi saluran napas atas, aktivitas, emosi, dan polusi
lingkungan dapat menimbulkan serangan asma. Beberapa agen farmakologi,
antagonis beta-adrenergik, dan agen sulfite (penyedap makanan) juga dapat
berperan sebagai faktor pencetus. Serangan asma idiopatik atau nonalergik
dapat menjadi lebih berat dan sering kali dengan berjalannya waktu dapat
berkembang menjadi bronkhitis dan emfisema. Pada beberapa pasien, asma

jenis ini dapat berkembang menjadi asma campuran. Bentuk asma ini biasanya
dimulai pada saat dewasa (>35 tahun).
c. Asma campuran (mixed asthma), merupakan bentuk asma yang paling sering
ditemukan. Dikarakteristikkan dengan bentuk kedua jenis asma alergi dan
idiopatik atau nonalergi.
3. Etiologi
Sampai saat ini, etiologi asma belum diketahui dengan pasti. Namun suatu hal
yang sering kali terjadi pada semua penderita asma adalah fenomena hiperaktivitas
bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsang imunologi
maupun non imunologi. Karena sifat tersebut, maka serangan asma mudah terjadi
akibat berbagai rangsang baik fisik, metabolisme, kimia, alergen, infeksi, dan
sebagainya4.
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma bronkhial atau sering
disebut sebagai faktor pencetus adalah1:
a. Alergen
Alergen adalah zat-zat tertentu yang bila dihisap atau dimakan dapat
menimbulkan serangan asma misalnya debu rumah, tungau debu rumah
(Dermatophagoides pteronissynus), spora jamur, bulu kucing, bulu binatang,
beberapa makanan laut, dan sebagainya.
b. Infeksi saluran pernapasan
Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus influenza
merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma
bronkhial. Diperkirakan, dua pertiga penderita asma dewasa serangan asmanya
ditimbulkan oleh infeksi saluran pernapasan.
c. Tekanan jiwa
Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus asma, karena banyak
orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderita asma
bronkhial. Faktor ini berperan mencetuskan serangan asma terutama pada
orang yang agak labil kepribadiannya. Hal ini lebih menonjol pada wanita dan
anak-anak.
d. Olahraga/kegiatan jasmani yang berat
Sebagian penderita asma bronkhial akan mendapatkan serangan asma bila
melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan
bersepeda adalah dua jenis kegiatan paling mudah menimbulkan serangan
asma. Serangan asma karena kegiatan jasmani (exercise induced asma-EIA)

terjadi setelah olahraga atau aktivitas fisik yang cukup berat dan jarang
serangan timbul beberapa jam setelah olahraga.
e. Obat-obatan
Beberapa klien dengan asma bronkial sensitif atau alergi terhadap obat
tertentu seperti penisilin, salisilat, beta blocker, kodein, dan sebagainya.
f. Polusi udara
Klien asma sangat tpeka terhadap udara berdebu, asap pabrik/kendaraan,
asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal,
serta bau yang tajam.
g. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja

diperkirakan

merupakan

faktor

pencetus

yang

menyumbang 2-15% klien dengan asma bronkhial.


4. Tanda dan Gejala
Gambaran asma terdiri atas triad: dispnea, batuk, dan mengi (bengek atau
sesak napas). Gejala sesak napas sering dianggap sebagai gejala yang harus ada.
Hal tersebut berarti jika penderita menganggap penyakitnya adalah asma namun
tidak mengeluhkan sesak napas, maka perawat harus yakin bahwa pasien bukan
menderita asma. Gambaran klinis pasien yang menderita asma adalah4:
a. Gambaran objektif yang ditangkap perawat adalah kondisi pasien dalam
keadaan seperti:
Sesak napas parah dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing.
Dapat disertai batuk dengan sputum kental dan suliit dikeluarkan.
Bernapas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan.
Sianosis, takikardia, gelisah, dan pulsus paradoksus.
Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apeks dan hilus).
b. Gambaran subjektif yang ditangkap perawat adalah pasien mengeluhkan
sukar bernapas, sesak, dan anoreksia.
c. Gambaran psikososial yang diketahui perawat adalah cemas, takut, mudah
tersinggung, dan kurangnya pengetahuan pasien terhadap situasi penyakitnya.
5. Patofisiologi
Asma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan olerh
limfosit T dan B. Asma diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul
IgE yang berikatan dengan sel mast4.
Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi fase akut asma adalah
aspirin, tartazin, antagonis beta-adrenergik, dan bahan sulfat. Mekanisme
terjadinya bronkospasme oleh aspirin ataupun obat lainnya belum diketahui, tetapi

mungkin berkaitan dengan pembentukan leukotrien yang diinduksi secara khusus


oleh aspirin4.
Faktor penyebab yang telah disebutkan di atas ditambah dengan sebab internal
pasien akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan antibodi. Reaksi tersebut
mengakibatkan

dikeluarkannya

substansi

pereda

alergi

yang

sebetulnya

merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan, yaitu dikeluarkannya


histamin, bradikinin, dan anafilatoksin. Sekresi zat-zat tersebut menimbulkan tiga
gejala seperti berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler, dan
peningkatan sekresi mukus4.
6. Komplikasi
Komplikasi asma dapat mencakup status asmatikus, fraktur iga, pneumonia,
koma, asidosis metabolik, asidosis respiratorik, gagal napas, kematian dan
atelektasis. Obstruksi jalan napas, terutama selama episode asmatik akut, sering
mengakibatkan hipoksemia membutuhkan pemberian oksigen dan pemantauan
gas darah arteri. Cairan diberikan karena individu dengan asma mengalami
dehidrasi akibat diaforesis dan kehilangan cairan tidak aksat mata dengan
hiperventilasi1.
Status asmatikus adalah keadaan spasme bronkiolus berkepanjangan yang
mengancam jiwa yang tidak dapat dipulihkan dengan pengobatan dapat terjadi
pada

beberapa

individu.Pada

kasus

ini,

kerja

pernapasan

sangat

meningkat.Apabila kerja pernapasan meningkat, kebutuhan oksigen juga


meningkat.Karena individu yang mengalami serangan asma tidak dapat
memenuhi kebutuhan oksigen normalnya, individu semakin tidak sanggup
memenuhi kebutuhan oksigen yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk
berinspirasi dan berekspirasi melawan spasme bronkiolus, pembengkakan
bronkiolus, dan mukus yang kental.Situasi ini dapat menyebabkan pneumotoraks
akibat besarnya tekanan untuk melakukan ventilasi.Apabila individu kelelahan,
dapat terjadi asidosis respiratorik, gagal napas, dan kematian1.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah1:
a. Pengukuran fungsi paru (Spirometri), pengukuran ini dilakukan sebelum dan
sesudah pemberian bronkodilator aerosol golongan adrenergik. Peningkatan
FEV dan FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma.

b. Tes provokasi bronkus, tes ini dilakukan pada Spirometri internal. Penurunan
FEV sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90%
dari maksimum dianggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 10%
atau lebih.
c. Pemeriksaan kulit, untuk menunjukkan adanya antibodi IgE hipersensitif yang
spesifik dalam tubuh.
d. Pemeriksaan radiologi, hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma
biasanya normal, tetapi prosedur ini harus dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya proses patologi di paru atau komplikasi asma seperti
pneumothoraks, pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain.
e. Pemeriksaan lab: AGD, sputum, sel eosinofil, dan pemeriksaan darah rutin dan
kimia.
8. Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan berdasarkan stadium asma yang diderita pasien.
Prinsip-prinsip penatalaksanaan asma adalah sebagai berikut4:
a. Diagnosis status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan :
a. Saatnya serangan.
b. Obat-obatan yang telah diberikan (macam atau dosis).
b. Pemberian obat bronkodilator.
c. Penilaian terhadap perbaikan serangan.
d. Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid.
e. Penatalaksanaan setelah serangan mereda.
a. Cari faktor penyebab
b. Modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya.
9. Diagnosa Keperawatan dan intervensi
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. bronkokonstriksi, bronkospasme,
serta sekresi mukus yang kental.
Tujuan, yaitu bersihan jalan napas efektif dengan kriteria hasil: tidak ada suara
tambahan dan wheezing, RR normal, dan dapat mendemonstrasikan batuk
efektif.
Intervensi:
Monitor status respirasi dan status O2

Auskultasi jalan napas, catat adanya suara tambahan

Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

Lakukan fisioterapi dada jika perlu

Berikan bronkodilator jika perlu

b. Ketidakefektifan pola napas b.d. hiperventilasi

Tujuan, yaitu ventilasi efektif dengan kriteria hasil: menunjukkan jalan napas
yang paten dan TTV dalam batas normal.
Intervensi:
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Atur peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi oksigenasi pasien
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. penurunan nafsu
makan.
Tujuan, yaitu asupan nutrisi klien terpenuhi dengan kriteria hasil: tidak terjadi
penurunan berat yang berarti.
Intervensi:
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Monitor adanya penurunan berat badan
Berikan makanan yang terpilih
Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
d. Intoleransi aktivitas b.d. ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
Tujuan, yaitu toleransi aktifitas meningkat dengan kriteria hasil: mampu
melakukan akitvitas sehari-hari dengan mandiri.
Intervensi:
Monitor respon fisik, emosi, sosial, dan spiritual
Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
Bantu mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan
Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi, dan sosial
Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
e. Ansietas b.d. ancaman pada status kesehatan
Tujuan, yaitu cemas terkontrol dengan kriteria hasil: mampu mengidentifikasi
dan mengungkapkan gejala cemas serta menunjukkan kontrol cemas.
Intervensi:
Berikan informasi factual meengenai diagnosis, pengobatan dan

prognosis
Dukung penggunaan mekanisme koping yang tepat
Gunakan pendekatan yang menenangkan
Dukung pengungkapan secara verbal tentang perasaan dan ketakutan
Turunkan rangsangan lingkungan yang dapat diartikan sebagai suatu
ancaman

Daftar Pustaka
1. Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta. Salemba Medika.
2. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta. EGC.
3. Asih, Niluh Gede Yasmin dan Christantie Effendy. 2004. Keperawatan
Medikal Bedah Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta. EGC.
4. Soemantri, Irman. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta. Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai