Anda di halaman 1dari 22

Pneumothoraks

Case Report

Oleh
Prima Indra Dwipa

1110313087

Pembimbing
dr. Juli Ismail, Sp.B-TKV

BAGIAN / SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M DJAMIL PADANG
2016

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Anatomi
Paru-paru merupakan organ pernapasan dalam tubuh yang sebagian besar terdiri
dari gelembung (alveoli). Alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika
dibentangkan luas permukaannya 90m2. Banyaknya alveoli paru-paru ini kurang lebih
700 juta buah.

Gambar 1.1 Anatomi paru-paru


Paru-paru terbagi menjadi dua, yaitu paru kanan dan paru kiri. Paru kanan (pulmo
dekstra) terdiri dari tiga lobus, lobus pulmo dekstra superior, lobus media dan lobus
inferior. Paru-paru kiri (pulmo sinistra), terdiri dari dua lobus, pulmo sinistra lobus
superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil bernama
segmen. Paru-paru kanan mempunyai sepuluh segmen, yaitu lima buah segmen pada
lobus superior, dua buah segmen pada lobus medial, dan tiga buah segmen pada lobus
inferior. Paru-paru kiri mempunyai sepuluh segmen, yaitu lima buah segmen pada lobus
superior, dan lima buah segmen pada inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi
menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.

Gambar
1.2 Lobus

paru-

paru
Diantara
lobulus

satu

dengan

yang

lainnya

dibatasi

oleh

jaringan

ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat
sebuah bronkeolus. Di dalam lobulus, bronkeolus ini bercabang-cabang yang disebut
duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya
antara 0,2 0,3 mm.
Letak paru-paru di rongga dada, menghadap ke tengah rongga dada/kavum
mediastinum. Pada bagian tengah terdapat bagian tampuk paru-paru yang disebut hilus.
Pada mediastinum depan terdapat jantung.
Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi dua
a. Pleura visceral, yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru.
b. Pleura parietal, yaitu selaput yang melapisi rongga dada luar.

Gambar 1.3
Lapisan Pleura

Antara kedua pleura


ini terdapat

rongga

(kavum)

yang disebut kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini hampa udara dan
juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaan pleura,
menghindari gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernafas.3

Gambar 1.4 Kavum pleura


Karena tidak ada ruangan yang sesungguhnya memisahkan pleura parietalis dan
pleura viseralis, maka apa yang disebut rongga pleura atau kavitas pleura hanyalah
suatu ruangan potensial saja. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan
atmosfir, mencegah kolaps paru. Bila terserang penyakit, pleura dapat mengalami
peradangan, udara atau cairan dapat masuk ke dalam rongga pleura, menyebabkan paruparu tertekan atau kolaps. 3

1.2 Fisiologi
Fungsi paru paru ialah untuk pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Pada
pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen di ambil melalui
hidung dan mulut pada waktu bernapas. Oksigen masuk melalui trakea dan pipa
bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler
pulmonaris. Hanya satu lapis membran, yaitu membran alveoli-kapiler, yang
memisahkan oksigen dari darah.
Oksigen menembus membran ini dan diambil oleh hemoglobin sel darah merah
dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa di dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah
meninggalkan paru paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini
hemoglobinnya 95 persen jenuh oksigen.

Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan metabolisme,


menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui
pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut.
Gerakan Pernapasan
a) Inspirasi
Adalah proses aktif yang diselenggarakan kerja otot. Kontraksi diafragma
meluaskan rongga dada dari atas sampai ke bawah. Penaikan iga-iga dan sternum,
yang ditimbulkan kontraksi otot interkostalis , meluaskan rongga dada kedua sisi dan
dari belakang ke depan. Paru-paru yang bersifat elastis mengembang dan terisi udara
melalui saluran pernapasan. Otot interkostal eksterna diberi peran sebagai otot
tambahan, hanya bila inspirasi menjadi gerak sadar.

Gambar 1.5 Gerakan Pernapasan


b) Ekspirasi
Udara dipaksa keluar oleh pengenduran otot dan karena sifat elastis dari paruparu. Gerakan ini adalah proses pasif. Ketika pernapasan sangat kuat, gerakan dada
bertambah. Otot leher dan bahu membantu menarik iga-iga dan sternum ke atas. Otot
sebelah belakang dan abdomen juga dibawa bergerak, dan alae nasi (cuping atau sayap
hidung) dapat kembang kempis. 4
Fungsi mekanis pleura adalah meneruskan tekanan negative thorax kedalam paruparu yang elastic dapat mengembang. Tekanan pleura pada waktu istirahat (resting
pressure) dalam posisi tiduran adalah -2 sampai -5 cm H2O; sedikit bertambah negative
di apex sewaktu posisi berdiri. Sewaktu inspirasi tekanan negative meningkat menjadi
-25 sampai -35 cm H2O. Selain fungsi mekanis, seperti telah disinggung diatas, cavum
pleura steril karena mesothelial bekerja melakukan fagositosis benda asing; dan cairan
yang diproduksinya bertindak sebagai lubrikans.

Cairan cavum pleura sangat sedikit, sekitar 0,3 ml/ kg, bersifat hipoonkotik
dengan kosentrasi protein 1g/ dl. Gerakan pernafasan dan gravitasi kemungkinan besar
ikut mengatur jumlah produksi dan resorbsi cairan cavum pleura. Resorbsi terjadi
terutama pada pembuluh limfe pleura parietalis, dengan kecepatan 0,1 sampai 0,15
ml/kg/jam. 1
1.3 Definisi
Pneumothoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura.
Pada keadaan normal rongga pleura tidak terisi udara, supaya paru-paru leluasa
mengembang terhadap rongga dada. Saat pneumotoraks terjadi, tekanan negatif yang
normalnya terdapatdi rongga pleura menjadi lebih positif dari tekanan intraalveolar dan
paru menjadi kolaps. Pelura parietal tetap berhubungan dengan permukaan dalam dari
dinding dada, namun pleura viseral mengalami retraksi ke arah hilum seiring dengan
kolapsnya paru5.

Gambar 1.6 Pneumothoraks


1.4 Epidemiologi
Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak
diketahui. Namun dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa

pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun.
Laki-laki lebih sering daripada wanita, dengan perbandingan 5 : 1. 3
Di Amerika Serikat, insidens pneumotoraks spontan primer pada laki-laki adalah
7,4 kasus per 100.000 orang tiap tahunnya sementara pada wanita insidensnya adalah
1,2 kasus per 100.000 orang. Sedangkan insidens pneumotoraks spontan sekunder pada
laki-laki adalah 6,3 kasus per 100.000 orang dan wanita 2,0 per 100.000 orang.
Pneumotoraks traumatik lebih sering terjadi daripada pneumotoraks spontan dengan laju
yang semakin meningkat.
Pneumotoraks spontan primer terjadi pada usia 20 30 tahun dengan puncak
insidens pada usia awal 20-an sedangkan pneumotoraks spontan sekunder lebih sering
terjadi pada usia 60 65 tahun.
Di RSUD Dr. Soetomo, lebih kurang 55% kasus pneumothorax disebabkan oleh
penyakit dasar seperti tuberculosis paru aktif, tuerkulosis paru disertai fibrosis atau
emfiesema local, bronkotis kronis dan emfiesema. Selain karena penyakit tersebut di
atas, pneumothorax pada wanita dapat terjadi saat menstruasi dan sering berulang.
Keadaan ini disebut pneumothorax katamenial yang disebabkan oleh endometriosis di
pleura. Kematian akibat pneumothorax lebih kurang 12%4.
1.5 Klasifikasi
Pneumothoraks dapat terjadi secara spontan atau traumatik dan klasifikasi
pneumothoraks berdasarkan mekanisme kejadian adalah sebagai berikut :
1.5.1

Pneumothoraks Spontan

Adalah pneumothoraks yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya suatu penyebab


trauma atau iatrogenik, ada 2 jenis yaitu :
1.5.1.1

Pneumothoraks Spontan Primer (PSP)


Suatu pneumothoraks yang terjadi tanpa riwayat penyakit paru

yang mendasari sebelumnya, umumnya pada individu sehat, dewasa


muda, tidak berhubungan dengan aktifitas fisik yang berat tetapi justru
pada saat istirahat dan sampai sekarang belum diketahui penyebabnya.4
Mekanisme yang diduga mendasari terjadinya PSP adalah ruptur
bleb subpleura pada apeks paru-paru. Udara yang terdapat di ruang
intrapleura tidak didahului oleh trauma, tanpa disertai kelainan klinis dan
radiologis. Riwayat keluarga dengan kejadian serupa dan kebiasaan
merokok meningkatkan resiko terjadinya pneumotoraks ini.

Faktor yang saat ini diduga berperan dalam patomekanisme PSP


adalah terdapat sebagian parenkim paru-paru yang meningkat porositasnya.
Peningkatan porositas menyebabkan kebocoran udara viseral dengan atau
tanpa perubahan emfisematous paru-paru. Hubungan tinggi badan dengan
peningkatan resiko terjadinya PSP adalah karena gradien tekanan pleura
meningkat dari dasar ke apeks paru. Akibatnya, alveoli pada apeks paruparu orang bertubuh tinggi rentan terhadap meningkatnya tekanan yang
dapat mendahului proses pembentukan kista subpleura.6
PSP umumnya dapat ditoleransi dengan baik oleh penderitanya
karena tidak adanya penyakit paru-paru yang mendasari. 5 Pada sebagian
besar kasus PSP, gejala akan berkurang atau hilang secara spontan dalam
24-48 jam.6
1.5.1.2

Pneumothoraks Spontan Sekunder (PSS)


Penumothoraks yang terjadi karena penyakit paru yang

mendasari. PSS paling sering disebabkan ruptur kista subpleura apeks7,


bleb, atau bulla, dan paling sering terjadi pada pria usia 30-40. Hal ini
mungkin merupakan komplikasi dari tuberkulosis, asma, granuloma
eosinofilik, fibrosis interstisial pulmonar, atau pneumonia stafilokokus.
Kronik pneumotoraks mengindikasikan adanya fistula bronkopleural8.
1.5.2 Pneumothoraks Traumatik
Adalah pneumothoraks yang terjadi akibat suatu trauma, baik trauma
penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada
maupun paru. Pneumothoraks traumatik dibagi menjadi 2 yaitu:
1.5.2.1.1

Pneumothoraks Traumatik Iatrogenik


Suatu pneumothoraks yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan

medis. Pneumothoraks jenis inipun masih dibedakan menjadi 2 yaitu : a)


Pneumothoraks Traumatik Iatrogenik Aksidental yaitu penumothoraks yang
terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan/komplikasi tindakan medis
tersebut,

b)

Pneumothoraks

Traumatik

Iatrogenik

Artifisial

yaitu

pneumothoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisi udara ke


dalam rongga pleura melalui jarum dengan suatu alat Maxwell box.4
1.5.2.1.2

Pneumothoraks Traumatik bukan Iatrogenik


Penumothoraks yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas

pada dinding dada baik terbuka maupun tertutup.4

Pneumotoraks jenis ini terjadi akibat trauma tumpul atau tajam yang
merusak pleura viseralis atau parietalis. Pada trauma tajam, luka
menyebabkan udara dapat masuk ke rongga pleura langsung ke dinding
toraks atau menuju pleura viseralis melalui cabang-cabang trakeobronkial.
Luka tusuk atau luka tembak secara langsung melukai paru-paru perifer
menyebabkan terjadinya hemothoraks dan pneumotoraks di lebih dari 80%
lesi di dada akibat benda tajam.
Pada trauma tumpul pneumotoraks terjadi apabila pleura viseralis
terobek oleh fraktur atau dislokasi costae. Kompresi dada tiba-tiba
menyebabkan peningkatan tekanan alveolar secara tajam dan kemudian
terjadi ruptur alveoli. Saat alveoli ruptur udara masuk ke rongga intersisiel
dan terjadi diseksi menuju pleura viseralis atau mediastinum. Pneumotoraks
terjadi saat terjadi ruptur pada pleura viseralis atau mediastinum dan udara
masuk ke rongga pleura.
Pneumotoraks traumatik bukan iatrogenik juga dapat terjadi akibat
barotrauma. Pada suhu konstan, volume massa udara berbanding terbalik
dengan tekanannya, sehingga apabila ditempatkan pada ketinggian 3050 m,
volume udara yang tersaturasi pada tubuh meningkat 1,5 kali lipat daripada
saat di ketinggian permukaan laut. Pada peningkatan tekanan tersebut,
udara yang terjebak dalam bleb dapat mengalami ruptur dan menyebabkan
pneumotoraks. Hal ini biasanya terjadi pada kru pesawat terbang.
Sedangkan pada penyelam, udara yang terkompresi dialirkan ke paru-paru
harus melalui regulator dan sewaktu naik ke permukaan barotrauma dapat
terjadi seiring dengan penurunan tekanan secara cepat sehingga udara yang
terdapat di paru-paru dapat menyebabkan pneumotoraks.
Klasifikasi Pneumotoraks Berdasarkan Jenis Fistula
1.5.2 Pneumothoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)

Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka
pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di
dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah
menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi
tersebut paru belum mengalami reekspansi, sehingga masih ada rongga pleura,
meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan
pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif. Misal terdapat robekan

pada pleura viseralis dan paru atau jalan nafas atau esofagus, sehingga masuk
kavum pleura karena tekanan kavum pleura negative.
1.5.3 Pneumothoraks Terbuka (Open Pneumothorax)

Gambar 1.7 Pneumothoraks Terbuka


Pneumotoraks terbuka yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan
antara rongga pleura dengan bronkus karena terdapat luka terbuka pada dada.
Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada
pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini
sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan. Pada
saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi
positif. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal, tetapi
pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka
(sucking wound).
1.5.4 Pneumothoraks Ventil (Tension Pneumothorax)

Gambar 1.8 Pneumothoraks Ventil

Pneumotoraks ventil adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura


yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura
viseralis yang bersifat ventil atau satu arah. Pada waktu inspirasi udara masuk
melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju
pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura
tidak dapat keluar. Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin
tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura
ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas. Tension
pneumotoraks merupakan salah satu komplikasi yang mengancam jiwa dari
trauma dada, dan merupakan kegawatdaruratan. Tension pneumotoraks dapat
didiagnosis secara klinis, namun penatalaksanaannya membutuhkan evaluasi
radiografi9.
1.6 Diagnosis
1.6.1 Anamnesis
a) Nyeri dada hebat yang tiba-tiba pada sisi paru terkena khususnya pada saat
bernafas dalam atau batuk.
b) Sesak, dapat sampai berat, kadang bisa hilang dalam 24 jam, apabila sebagian
paru yang kolaps sudah mengembang kembali
c) Mudah lelah pada saat beraktifitas maupun beristirahat.
d) Warna kulit yang kebiruan disebabkan karena kurangnya oksigen (cyanosis).

Gejala tersebut dapat berdiri sendiri maupun kombinasi. Derajat


gangguannya bisa mulai dari asimptomatik atau menimbulkan gangguan ringan
sampai berat.
1.6.2 Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi: dapat terjadi pergeseran trakea, pencembungan dan pada waktu
pergerakan nafas, tertinggal pada sisi yang sakit.
b) Palpasi: Pada sisi yang sakit ruang sela iga dapat normal atau melebar, iktus
jantung terdorong kesisi thoraks yang sehat. Fremitus suara melemah sampai
menghilang.
c) Perkusi: Suara ketok hipersonor sampai timpani, batas jantung terdorong ke
thoraks yang sehat.

d) Auskultasi: suara nafas melemah sampai menghilang, nafas dapat amforik


apabila ada fistel yang cukup besar.
1.6.3 Pemeriksaan Penunjang
a)

Radiologis:
Garis pleura viseralis tampak putih lurus atau cembung terhadap
dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis. Celah antara
kedua garis pleura tersebut tampak lusen karena berisi kumpulan
udara dan tidak didapatkan corakan vaskuler pada daerah tersebut
(gambar 2.6.1).
Pleura viseral berbentuk konveks terhadap dinding dada (gambar
2.6.2)5.
Perdorongan pada jantung misalnya pada pneumotoraks ventil ke
arah yang sehat
Adanya tanda deep sulcus sign di sudut kostofrenikus pada posisi
supinasi
Adanya gambaran hipodens antara paru dengan dinding dada pada
pemeriksaan CT scan (gambar 2.6.3)

Pada saat pasien posisi supinasi, udara terkumpul di daerah anterior. Saat
pasien dalam posisi tegak, udara terkumpul di apeks10.
b) Blood Gas Arteri: untuk melihat kadar oksigen dalam darah.
Gambar 1.6.1
Pleural visceral line

Gambar 1.6.2
Kontur konveks pleura
viseral terhadap dinding
dada

Gambar 1.6.3
Gambaran
pneumotoraks pada CT
scan

1.7 Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan
udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada
prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah adalah sama seperti penanganan
trauma, yaitu dengan melakukan tindakan ABCDE, yang kemudian diikuti tindakan
sebagai berikut:
1. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang
luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra
pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan
cara :

Dapat memakai infus set


Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura,
kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan
dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan
tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di
dalam botol.
Jarum abbocath

Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan
kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di ICS 2 midklavikularis sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula
tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus
set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah
klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari
ujung infuse set yang berada di dalam botol.
Pipa water sealed drainage (WSD)
WSD adalah merupakan suatu system yang digunakan untuk mengalirkan
cairan atau udara dari torak dengan tujuan untuk mempertahankan tekanan
negatif

yg

normal

dalam

cavum

pleura,

sehingga

akan

dapat

mengembalikan dan atau mempertahankan pengembangan paru.


Gambar 1.9
Water Sealed Drainage

Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan


perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit (Kelly forceps).
Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan
bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea
aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis mid
klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke rongga
pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang
masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada
di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya.
Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di

bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar
melalui perbedaan tekanan tersebut .
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap
positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar
10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru
telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif
kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu
dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam
rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut.
Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi
maksimal .

Gambar 1.10 Pencabutan WSD


a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura,
dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan
berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil

2. Torakoskopi
Toraskopi adalah suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks
dengan alat bantu toraskop. Tindakan ini dilakukan apabila :
tindakan aspirasi maupun WSD gagal
paru tidak mengembang setelah 3 hari pemasangan tube toraskostomi
terjadinya fistula bronkopleura
timbulnya kembali pneumothoraks setelah tindakan pleurodesis
3. Torakotomi
Tindakan torakotomi dilakukan bila :
Kebocoran paru yang massif sehingga paru tak dapat mengembang (bullae /
fistel Bronkhopleura).
Pneumotoraks berulang.
Adanya komplikasi (Empiema, Hemotoraks, Tension pneumothorax).
Pneumotoraks bilateral.
1.8 Komplikasi
1.8.1 Pneumomediastinum
Terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari basis sampai
ke apeks.
1.8.2 Emfisema subkutan
Biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang
tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang
lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang
mudah ditembus udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup banyak
maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada dan
belakang.
1.8.3 Piopneumothorax
Berarti terdapatnya pneumothorax disertai emfiesema secara bersamaan pada
satu sisi paru.
1.8.4 Pneumothorax kronik
Menetap selama lebih dari 3 bulan. Terjadi bila fistula bronkopleura tetap
membuka.
1.8.5 Hidro-pneumothorax
Ditemukan adanya cairan dalam pleuranya. Cairan ini biasanya bersifat
serosa, serosanguinea atau kemerahan (berdarah).

BAB II
LAPORAN KASUS

ANAMNESIS
Identitas Pasien
Nama

: Tn. S

Jenis Kelamin : Laki - laki


Umur

: 56 tahun

Alamat

: Lubeg

Agama

: Islam

Pekerjaan

: PNS

Nomor RM

: 195223

Seorang pasien perempuan dibawa ke IGD RSUD Dr M Djamil Padang tanggal 13 Mei 2016
dengan :
Keluhan utama : Sesak yang semangkit meningkat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang :

Sesak yang semakin meningkat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak
dirasakan sudah 1 minggu SMRS. Sesak dirasakan terus menerus. Sesak tidak

dipengaruhi posisi. Sesak tidak di pengaruhi cuaca, makanan, suhu. Sesak tidak

disertai dengan suara bunyi menciut.


Pasien didiagnosa dengan ca rekti dan sudah menjalani radioterapi sebanyak 21 kali
Demam (-) batuk (-)
BAK dalam batas normal, BAB kecil kecil seperti kotoran kambing.
Mual (-) muntah (-)

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah mendertia TB 2 tahun yang lalu

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan seperti ini

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran

: Komposmentis kooperatif

Tekanan darah

: 110/70 mmHg

Nadi

: 90x /menit

Nafas

: 24x/menit

Suhu

: 36,8 C

Status Generalis
Kepala

: Normocepal

Mata

: Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik

Thorak

: Jantung

: Iktus kordis tidak tampak, teraba pada RIC V linea


midclavicula sinsitra, Irama teratur, bising (-)

Paru

: Pergerakan tidak simetris, fremitus kiri > kanan,


sonor/hipersonor, nafas vasikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen

: Supel, Hepar dan Lien tidak teraba

Ekstremitas

: Akral hangat, refilling kapiler < 2 detik,

Status Lokalis
Regio Thoraks

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: Pergerakan dada tidak simetris


: fremitus kiri > kanan
: sonor/hiper sonor
: vesikuler , rhinki (-/-) wheezing (-/-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (13 Mei 2016)
Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Nilai normal

Hemoglobin

14,8

g/dl

13-18

Hematrokit

46

40-50

Leukosit

16.500

/mm3

4000-10000

Trombosit

341.000

/mm3

150000-400000

PT

12,1

9,5 11,7

APTT

37,4

28 - 42

Ureum

27

mg/dl

15-45

Kreatinin

0,9

mg/dl

0,7-1,2

SGOT (ASAT)

31

u/L

10-38

SGPT (ALAT)

43

u/L

9-40

Hematology

Faal Ginjal

Faal Hati/Jantung

Elektrolit
Natrium

139

mmol/L

137-147

Kalium

4,1

mmol/L

3,6-5,4

Khlorida

105

mmol/L

100 - 108

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Rontgen Thorak

Diagnosis

Pneumothorak + ca recti susp metastase


Rencana Tatalaksana :

Pemasangan WSD
IVFD RL 28 tetes/menit
Cefoperazon 2x1 gr (IV)
Ranitidin 2x1 amp (IV)
Ketorolac 2x1 amp (IV)

Prognosis
Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad bonam


Ad sanactionam: dubia ad bonam

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.ED:11. Jakarta :


EGC; 2007.P.598.
2. Rasad, Sjahriar .Radiologi Diagnostik. Jakarta : Indonesia University; 2008. P. 120.
3. Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed Lung).
Cited

2011

January

10.

Available

from

http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.html.
4. Hisyam, B. Budiono, Eko. Pneumothoraks spontan. Dalam : Sudoyo, Aru, W.
Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti (editor).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.
P. 1063-1068.
5. Herring W. Recognizing Pneumothorax, Pneumomediastinum, Pneumopericardium,
and Subcutaneous Emphysema. In: Merrit J, Vosburgh A, editors. Learning
radiology : recognizing the basics. 2nd ed. Philadelphia: Elsevier Mosby; 2012. p. 5963.
6. Mackenzie, SJ, and Gray, A. 2007.Primary Spontaneous Pneumothorax: why all the
confusion over first-line treatment?. Journal of Royal College of Physicians of
Edinburgh; 37:335-338.
7. Wilson AG, Flower CDR. The chest wall, pleura and diaphragm. In: Wood-Allum C,
editors. Diagnostic Radiology An Anglo-American Textbook of Imaging. 2 nd ed. New
York: Churchill Livingstone; 1992. p. 168-70.
8. Burgener FA, Kormano M. Hyperlucent lung. In: Burgener FA, Kormano M.
Differential Diagnosis in Conventional Radiology. 2nd. New York: Thieme Medical
Publishers, Inc; 1991. p. 488.
9. Gaveli G, Napoli G, Bertaccini P, Battista G, Fattori R. Imaging of Thoracic Injuries.
In: Marincek B, Dondelinger RF. Emergency Radiology Imaging and Intervention. 1 st
ed. New York: Springer; 2007. p. 162-3.
10. Ralph JK. The pre-operative assessment. In: Hopkins R, Peden C, Gandhi S.
Radiology for anaesteshia & intensive care. 1st ed. San Fransisco: Greenwich Medica
Media; 2003. p. 12.

Anda mungkin juga menyukai