Case Report Anestesia Soft Tissue GA TIVA
Case Report Anestesia Soft Tissue GA TIVA
PENDAHULUAN
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama
Jenis kelamin
Umur
Alamat
Diagnosis Pre Op
Tindakan Op
Tanggal Masuk
Tanggal Operasi
: Ny. S
: Perempuan
: 29 tahun
: Wonorejo 2/14 Alas Tuo Kebak Kramat
: Soft tissue tumor regio dorsum inferior
: Eksisi
: 19 Mei 2015
: 20 Mei 2015
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Benjolan pada punggung belakang
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD Karanganyar untuk melakukan operasi
pengambilan benjolan pada punggung belakang sejak 3 bulan, tidak
nyeri dan tidak bertambah besar.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi
: disangkal
Riwayat DM
: disangkal
Riwayat Alergi Obat
: disangkal
Riwayat keluhan serupa
: disangkal
Riwayat makan makanan tidak berserat : diakui
4. Riwayat Keluarga
Riwayat Hipertensi
Riwayat DM
Riwayat Alergi Obat
Riwayat keluhan serupa
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
C. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Keadaan Umum
: Compos Mentis
Vital Sign :
- Tekanan darah : 130/80 mmHg
- Frekuensi Nadi : 80 x/ menit
- Frekuensi Nafas : 22 x/ menit
- Suhu : 36,5 o C
Kepala
Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), nafas cuping
hidung (-)
Leher
Retraksi suprasternal (-/-), deviasi trakea (-), JVP (-),
pembesaran kelenjar limfe (-/-)
Thoraks
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Redup
Auskultasi
jantung (-)
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
:
Depan
Sonor
Sonor
Sonor
Auskultasi
Depan
Belakang
Sonor
Sonor
Sonor
Sonor
Sonor
Sonor
Sonor
Sonor
Sonor
:
Belakang
Vesikuler Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Vesikuler
Suara tambahan: Whezing (-/-) , ronkhi (-/-)
Abdomen
:
Inspeksi
Bentuk
abdomen
sejajar
dengan
+
+
+
+
b. Status Lokalis
Regio Dorsum Inferior
Benjolan dengan konsistensi kenyal lunak, mobile, tidak nyeri
tekan, dengan diameter 3 cm
2. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Darah Rutin
Hemoglobin
Leukosit
Trombosit
CT
BT
Kreatinin
Ureum
Glukosa Sewaktu
15,4
7.080
278000
04.30 menit
2 menit
0,96
22,7
87
14.0 18.0
4000 - 10.000
150000 -300000
2-8 menit
1-3 menit
0,8-1,1
10-50
70-150
: (-)
Derajat ASA
:I
Jenis pembedahan
: Minor
Status Anestesi
Persiapan Anestesi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
anestesi.
8. Perawatan pasca anestesi di ruang pemulihan.
Penatalaksanaan Anestesi
Jenis anestesi
Premedikasi
Ondancetron 1 amp
Ketoprofen 2 amp
Fentanyl 1 amp
Medikasi
Propofol 10cc
O2 3 liter/menit
Teknik anestesi
Spontan
Posisi
Miring
Tutofusin 500 Ml
60 cc
masuk
Perdarahan
selama
operasi
Pemantauan selama anestesi :
Mulai anestesi
09.00
Mulai operasi
09.15
Selesai anestesi
09.45
Selesai operasi
09.30
Durasi Operasi
20 Menit
Tekanan
Nadi
SpO2
Keterangan
09.00
09.00
darah
135/83
139/89
93
93
99
99
09.15
09.20
09.25
09.30
133/83
131/81
128/79
125/76
88
82
82
80
99
99
99
99
Pelaksanaan Operasi
1. Di Ruang Recovery
-
Waktu
Tekanan
Nadi
RR
Keterangan
09.45
Darah
120/80
80
20
20
20
20
Vital
Monitoring tanda Vital
Monitoring tanda Vital
Monitoring tanda Vital
09.50
09.55
10.00
120/80
120/80
120/80
81
80
80
Aldrette Score 10
mmHg,
infus
dipercepat.
Bila
muntah,
berikan
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anestesi Umum (General Anestesi)
1. Definisi
anestesi
dapat
dianggap
berada
dalam
keadaan
Pentothal
Dipergunakan dalam larutan 2,5% atau 5% dengan dosis
permulaan 4-6 mg/kg BB danselanjutnya dapat ditambah sampai
1 gram.
10
Penggunaan :
-
Ketalar (Ketamine)
Diberikan IV atau IM berbentuk larutan 10 mg/cc dan 50
mg/cc.Dosis: IV 1-3 mg/kgBB,IM 8-13 mg/kgBB1-3 menit
setelah penyuntikan operasi dapat dimulai.
Penggunaan :
-
b. Perectal
Obat anestesi diserap lewat mukosa rectum kedalam darah dan
selanjutnya sampai ke otak. Dipergunakan untuk tindakan
diagnostic (katerisasi jantung, roentgen foto, pemeriksaanmata,
telinga, oesophagoscopi, penyinaran dsb) terutama pada bayi-bayi
dan anak kecil. Juga dipakai sebagai induksi narkose dengan
inhalasi pada bayi dan anak-anak. Syaratnya adalah:
-
c. Per inhalasi
Obat anesthesia dihirup bersama udara pernafasan ke dalam paruparu, masuk ke darah dan sampai di jaringan otak mengakibatkan
narkose.
a. N2O
Berbentuk gas, tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar
dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian harus disertai O2
11
12
e. Induksi sevofluran
Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan
isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan
napas, sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi
disamping halotan. Induksi dengan sevofluran lebih disenangi
karena pasien jarang batuk walaupun langsung diberikan dengan
konsentrasi
tinggi
sampai
vol
%.
Seperti
dengan
dengan
memberikan
premedikasi
yang
adekuat,
lakrimasi
negafif,
reflex
laring
dan
peritoneal
d. Stadium IV
Dari paralisis diafragma sampai apneu dan kematian. Juga disebut
stadium over dosis atau stadium paralysis. Ditandai dengan
hilangnya semua refleks, pupil dilatasi, terjadi respiratory failure
dan dikuti dengan circulatory failure.
4. Persiapan Anestesia Umum
Praktek anestesi yang aman dan efisien memerlukan personil
bersertifikat, obat-obatan dan peralatan yang tepat, serta keadaan pasien
yang optimal.
a. Persyaratan minimum untuk anestesi umum
Kebutuhan infrastruktur minimum untuk anestesi umum
termasuk ruang yang cukup terang dengan ukuran yang memadai,
sebuah sumber oksigen bertekanan (paling sering di pipa); perangkat
15
d. Persiapan Pre-anestesia
Persiapan mental dan fisik pasien
1) Anamnesis
a) Identitas pasien, misalnya : nama, umur, alamat dan
pekerjaan
b) Riwayat penyakit yang sedang atau pernah diderita yang
mungkin dapat menjadi
17
rutin terbatas
ASA 4:pasien dengan penyakit sistemik berat yang tak dapat
melakukan aktivitas rutin dan penyakit merupakan ancaman
18
h. Premedikasi
Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi
anesthesia dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan
bangun dari anestesi diantaranya :
19
i.
Persiapan induksi
Untuk persiapan induksi anestesi sebaiknya kita mempersiapkan STATICS
:
a. S : Scope (stetoskop, laringoskop)
Stetoskop : untuk mendengarkan suara paru dan jantung.
Laringoskop : untuk membuka mulut dan membuat area mulut
lebih luas serta melihat daerah faring dan laring, mengidentifikasi
epiglotis, pita suara dan trakea.
Ada dua jenis laringoskop, yaitu:
-
laringoskopi dewasa.
- Blade lurus.
b. T : Tube (pipa endotraceal, LMA)
- Pipa Endotrakeal
Endotracheal tube mengantarkan gas anastetik langsung
ke dalam trakea.
-
21
d. T : Tape (plaster)
Plester untuk memfiksasi pipa trakea setelah tindakan intubasi
supaya tidak terlepas
e. I : Introducer (stilet/ forceps Magill)
Stilet (mandren) digunakan untuk mengatur kelengkungan pipa
endotrakeal sebagai alat bantu saat insersi pipa. Forseps intubasi
(Mc gill) digunakan untuk memanipulasi pipa endotrakeal nasal
atau pipa nasogastrik melalui orofaring.
f. C : Connection
Connection ialah hubungan antara mesin respirasi/anestesi
dengan sungkup muka, serta penghubung-penghubung yang lain,
g. S : Suction
Digunakan untuk membersihkan jalan napas dengan cara
menyedot lendir, ludah, dan lain-lainnya.
j. Cara memberikan anestesi
Pemberian anestesi dimulai dengan induksi yaitu memberikan
obat sehingga penderita tidur. Tergantung lama operasinya, untuk
operasi yang waktunya pendek mungkin cukup dengan induksi saja.
Tetapi untuk operasi yang lama, kedalaman anestesi perlu
dipertahankan dengan memberikan obat terus menerus dengan dosis
tertentu, hal ini disebut maintenance atau pemeliharaan.
Kedaaan ini dapat diatasi dengan cara mendalamkan anestesi.
Pada operasi-operasi yang memerlukan relaksasi otot, bila
relaksasinya kurang maka ahli bedah akan mengeluh karena tidak
bisa bekerja dengan baik, untuk operasi yang membuka abdomen
22
anestesi
yang
diberikan
sedemikian
tinggi,
sehingga
maka
tergantung
keperluan.
Dengan
demikian
berdasar
disebut
anestesi
anesthesia/TIVA).
Bila
intravena
induksi
total
dan
(total
intravenous
maintenance
anestesi
24
pada
waktu
penderita
masih
teranestesi
dalam
25
Nilai
1. Kesadaran:
Sadar penuh
Bangun bila dipanggil
Tidak ada respon
2
1
0
2. Respirasi:
Dapat melakukan nafas dalam, bebas, dan dapat batuk
Sesak nafas, nafas dangkal atau ada hambatan
Apnoe
2
1
0
2
1
0
4. Aktivitas:
perintah:
4 ekstremitas
2 ekstremitas
Tidak dapat
dapat
menggerakkan
ekstremitas
atas
2
1
0
5. Warna kulit
26
Normal
Pucat, gelap, kuning atau berbintik-bintik
Cyanotic
2
1
0
berkembangbiak
menjadi
epitel
kulit
dengan
27
lemak merupakan 15-20% dari berat badan, pada wanita normal 2025% dari berat badan.
Jaringan fibrosa
Jaringan ikat Fibrosa (Fibrosa) tersusun dari matriks yang
mengandung serabut fleksibel berupa kolagen dan bersifat tidak elastis.
Fibrosa ditemukan pada tendon otot, ligamen, dan simfisis pubis.
Fungsinya antara lain sebagai penyokong dan pelindung, penghubung
antara otot dan tulang serta penghubung antara tulang dan tulang.
Otot
Otot adalah sebuah jaringan dalam tubuh dengan kontraksi sebagai
tugas utama. Otot diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu otot lurik,
otot polos dan otot jantung. Otot menyebabkan pergerakan suatu
organisme maupun pergerakan dari organ dalam organisme tersebut.
- Otot lurik
Otot lurik bekerja di bawah kehendak (otot sadar) sehingga
disebut otot volunteer. Pergerakannya diatur sinyal dari sel saraf
motorik. Otot ini menempel pada kerangka dan digunakan untuk
pergerakan.
- Otot polos
Otot yang ditemukan dalam intestinum dan pembuluh darah
bekerja dengan pengaturan dari sistem saraf tak sadar, yaitu saraf
otonom.
- Otot jantung
Kontraksi otot jantung bersifat involunter, kuat dan berirama.
3. Klasifikasi Soft Tissue Tumor
No.
1.
2.
Lipoma
Liposarkoma
Fasilitis Nodularis
Fibromatosis
28
Fibromatosis Superfisialis
Fibromatosis Profunda
Fibrosarkoma
Histiositoma Fibrosa
3.
Tumor Fibriohistiositik
Dermatofibrosarkoma
Protuberans
Histiositoma Fibrosa
Maligna
4.
Rabdomioma
Rabdomiosarkoma
Leiomioma
Leiomiosarkoma
5.
6.
Tumor Vaskular
Hemangioendotelioma
Hemangioperisitoma
Angiosarkoma
Neurofibroma
7.
Schwannoma
Tumor ganas selubung
saraf perifer
Tumor Sel Granular
Sarkoma Sinovium
8.
29
BAB IV
PEMBAHASAN
Sebelum dilakukan operasi, kondisi penderita tersebut termasuk dalam
ASA I karena penderita berusia 29 tahun dan tidak memiliki gangguan sistemik.
Selain itu dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, tidak ditemukan kelainan
organik, fisiologik, psikiatrik, dan biokimia yang berarti. Berdasarkan diagnosis
bedah pasien yaitu soft tissue tumor, rencana operasinya adalah eksisi sehingga
jenis anestesi yang akan dilakukan adalah general anestesi karena membuat
pasien lebih tenang.
Obat-obatan premedikasi yang diberikan adalah ondancetron 1 ampul dan
ketoprofen 1 ampul. Ondansetron merupakan suatu antagonis reseptor serotonin
5-HT3 selektif yang diindikasikan sebagai pencegahan dan pengobatan mual dan
muntah pasca bedah. Pelepasan 5HT3 ke dalam usus dapat merangsang refleks
muntah dengan mengaktifkan serabut aferen vagal lewat reseptornya.
30
Ondansetron diberikan pada pasien ini untuk mencegah mual dan muntah yang
bisa menyebabkan aspirasi pada pasien saat operasi. Ketoprofen adalah termasuk
dalam golongan obat anti inflamasi non steroid (AINS), derivat asam propionat.
Obat anti inflamasi non steroid merupakan obat yang mempunyai efek analgesik
(penghilang rasa sakit), antipiretik (penurun panas) dan antiinflamasi
(menghilangkan
pembengkakan)
dengan
mekanisme
kerjanya
adalah
GABA
di
hippocampus,
propofol
menghambat
pelepasan
31
= 70x 2 cc
= 140cc/jam
= 46 tetes/menit
Point
4 ekstermitas
2 ekstremitas
Spontan + batuk
Nilai
2
1
0
2
Pada Pasien
32
Sirkulasi
Kesadaran
Kulit
Nafas kurang
Beda <20%
20-50%
>50%
Sadar penuh
Ketika dipanggil
Kemerahan
Pucat
Sianosis
Total
1
0
2
1
0
2
1
0
2
1
0
10
Apabila total Aldrete score >8 pasien sudah dapat dipindah ke bangsal.
Pada saat malam hari post operasi.
Sistem Pernapasan
Respiratory Rate : 20 x/mnt
Sistem Sirkulasi
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi
: 80 x/mnt
Sistem Saraf Pusat
GCS
: 15
Sistem Perkemihan
Dalam batas normal
Sistem Pencernaan
Bising usus
: 5x/mnt
Sistem Muskuloskeletal
Dalam batas normal
33
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ny. S, usia 29 tahun, berat badan 70 kg, tinggi badan 165 cm. Pasien
pada kasus ini didiagnosis dengan soft tissu tumor regio dorsum dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan pasien
berencana operasi pengambilan benjolan yang sudah ada 3 bulan. Untuk
rencana penatalaksanaan pasien ini dengan operatif, teknik operatif eksisi
dengan anestesi general.
Kebutuhan cairan selama operasi yaitu jumlah dari maintanance dan
stress operasi (140 + 280 = 420 cc) untuk 1 jam pertama karena pasien
hanya memerlukan 20 menit untuk operasi jadi hanya memerlukan cairan
140 cc, sedangkan cairan yang sudah diberikan saat operasi adalah 500 cc,
sehingga balance cairannya adalah +360cc. Selama proses operasi tidak
terjadi masalah gejolak hemodinamik.
Di ruang pemulihan (recovery room), vital sign pasien dalam batas
normal dan nilai aldrette score mencapai 10 sehingga pasien selanjutnya
bisa dipindahkan ke bangsal.
B. Saran
34
DAFTAR PUSTAKA
dr. Gde Mangku, Sp.An. KIC, dr. Tjokorda Gde Agung Senapathi, Sp.An.,
Editors; Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta: Indeks Jakarta.
2010.
Desai, A. General Considerations.
http://emedicine.medscape.com/article/1271543-overview#showall.
Latief SA., Suryadi KA., Dachlan MR., Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta:
FK UI. 2009; 2: 29-96
Pecci M., Kreher JB., Clavicle fracture. (Cited) January, 1 st 2008. Available from
URL: http://www.aafp.org/afp/2008/0101/p.65.html
Rubino LJ., Clavicle Fracture. (Cited) March, 7th 2012. Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1260953-overview#a0199.
Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC,
Jakarta, 2005,
35