PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara sederhana hukum waris adat merupakan tata cara pengalihan
atau penerusan warisan menurut hukum adat yang berlaku. Hal ini sebagai
konsekuensi atas berlakunya dan masih terpeliharanya hukum adat di beberapa
daerah di Indonesia sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa Indonesia.
Hukum waris adat pada dasarnya merupakan hukum kewarisan yang
bersendikan prinsip-prinsip komunal atau kebersamaan sebagai bagian dari
kepribadian bangsa Indonesia. Prinsip kebersamaan dalam hukum waris adat
membuat hukum waris adat tidak mengenal bagian-bagian tertentu untuk para
ahli waris dalam sistem pembagiannya.
Jika merujuk pada salah satu pengertian yang didefinisikan oleh
beberapa ahli, salah satu nya adalah Prof Soepomo dalam Bab-Bab Tentang
Hukum Adat merumuskan hukum adat waris sebagai berikut: Hukum Adat
Waris memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta
mengoperasikan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak
berwujud benda (Immateriele goedern) dari suatu angkatan manusia (generatie)
kepada turunannya. Yang artinya hal ini menjadi penting sebab pewarisan
merupakan hal yang tak terbantahkan dalam proses kehidupan setiap manusia
di dunia.
Jika berkaca pada budaya barat, bukanlah hal yang terlalu urgent
untuk dipermasalahkan, sebab, budaya instan yang dianut mereka dipengaruhi
dengan sifat individualistis yang akhirnya tidak menyulitkan dalam pembagian
harta sebab tidak akan terdapat harta
Namun, Indonesia adalah negara dengan beragam adat dan kebudayaan yang
mengakibatkan pewarisan pun didasarkan adat-istiadat yang dianut masingmasing warga negara. Namun, tidak jarang juga hukum agama masuk dalam
ranah pewarisan ini mengakibatkan perpaduan hukum adat dan hukum islam
dalam pewarisan, namun tak jarang juga masih ada kelompok maysyarakat
hukum adat yang masih mempertahanan eksistensi hukum pewarisan adanya
masing-masing.
Maka, menjadi pentinglah pengkajian hukum waris adat secara umum
guna mengetahui secara mendasar terkait hukum waris adat untuk kemudian
dapat mendalami lebih jauh terkait hukum waris adat di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana sistem kewarisan menurut Hukum Islam, Hukum Adat, dan
Hukum Perdata?
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui dasar hukum berlakunya, sistem kewarisan serta
pembagian harta menurut Hukum Waris Islam, Adat, maupun Perdata di
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
definisi
ini
juga
tampak
unsur-unsur
Harta
warisan
atau
harta
peninggalan,
yaitu
ahli
waris.
Pada
asasnya
dalam
konsep
tentang
waris
dalam
hubungannya
yang
mengatur
proses
Wirjono:
warisan
bagaimanakah
itu
Pengertian
adalah
pelbagai
warisan
soal
hak-hak
ialah,
apakah
dan
dan
kewajiban-
warisan
menurut
Wirjono
adalah
cara
Islam
maupun
hukum
barat.
Sebab
pada
beberapa
daerah
masih
sangat
kuat
atas
pelbagai
macam
aliran
serta
asas
monogami)
misalnya,
seorang
perkawinan
maupun
keluarga
melalui
warisan
adalah
harta
kekayaan
yang
keturunan,
harta
pencaharian
dapat
keturunan,
harta
pencaharian
menjadi
10
berupa
dari
benda
leluhur
pusaka
dan
peninggalan
merupakan
milik
bersama keluarga.
b) Peninggalan yang dapat terbagi
Akibat adanya perubahan-perubahan dari harta
pusaka menjadi harta kekayaan keluarga serumah
tangga yang dikuasai dan dimiliki oleh ayah dan ibu
karena
melemahnya
pengaruh
kekerabatan,
maka
masih
hidup
Ketika
menjadi
bekal
kehidupan
para
ahli
waris
selanjutnya.14
2. Harta bawaan
Harta bawaan dapat berarti harta bawaan dari
suami maupun istri, karena masing-masing suami dan
isteri membawa harta sebagai bekal ke dalam ikatan
perkawinan yang bebas dan berdiri sendiri. Harta asal
13 Satriyo Wicaksono, Hukum Waris Cara Mudah dan Tepat Membagi
Harta Warisan. hlm.156-157.
14 Satriyo Wicaksono, Hukum Waris Cara Mudah dan Tepat Membagi
Harta Warisan. hlm.157.
11
(warisan).
Harta
bawaan
yang
masuk
seseorang
atau
suami
istri
bersama
atau
seseorang
meninggal
dimungkinkan
12
3) Ahli waris
Ahli waris menurut hukum waris adat dibedakan
dalam
tiga
sistem
kekeluargaan,
yaitu
patrilineal,
tuanya.
Namun,
anak
laki-laki
tidak
dapat
13
atau
pembagian
harta
warisan
dapat
14
hukum-Nya
untuk
membagi
harta
di
antara
para
ahli
waris
dan
semua
keturunannya.
2) Asas kesamaan dan kebersamaan hak
Yaitu setiap ahli waris mempunyai kedudukan
yang sama sebagai orang yang berhak untuk mewarisi
harta peninggalan pewarisnya, seimbang antara hak
dan kewajiban bagi setiap ahli waris untuk memperoleh
harta warisan. Oleh karena itu, memperhitungkan hak
dan kewajiban setiap ahli waris
bukanlah berarti
18 Ibid., hlm. 9.
15
jasa,
sehingga
setiap
keluarga
pewaris
maupun
bagian
sebagai
bukan
ahli
waris,
sebagai anggota
keluarga pewaris.
Berdasarkan
diuraikan
di
atas,
asas-asas
ditemukan
kewarisan
warga
adat
masyakat
yang
yang
pewarisan
oleh
menurut
struktur
hukum
waris
adat
kemasyarakatannya
atau
setiap
berbeda-beda
daerah.
Penarikan
tersebut
garis
selanjutnya
keturunan
akan
yang
menentukan
keturunan
yang
berlaku
pada
masing-masing
17
leluhur,
misalnya
bapak
ibunya
sama
18
garis
ibu,
di
menonjol pengaruhnya
mana
dari
kedudukan
wanita
kedudukan pria
lebih
di
dalam
individual
atau
dengan
sistem
dapat
menguasai
dan
memiliki
bagian
harta
19
Sistem
ini
banyak
berlaku
di
kalangan
sistem
dipengaruhi
hukum
Islam.
Adapun
faktor
yang
20
berhak
untuk
mengusahakan
dan
menggunakan
serta
bertanggung
jawab
penuh
untuk
memelihara,
pewarisan
mayorat
sebenarnya
termasuk
21
memakai
dan
menikmati
harta
tersebut
secara
bersama-sama.26
Kelemahan dan kelebihan sistem pewarisan secara
mayorat ini terdapat pada kepemimpinan anak tertua di
mana dalam hal ini kedudukannya sebagai pengganti orang
tua yang telah wafat dalam mengurus harta kekayaannya
dan memanfaatkannya guna kepentingan seluruh ahli waris.
Anak tertua yang memiliki tanggung jawab penuh akan
dapat
mempertahankan
keutuhan
dan
kerukunan
dalam
pengertian
hukum
adat
adalah
22
sesuai
menentukan
dengan
langsung
kehendak
kepada
pemilik
siapa
harta
harta
dan
itu
ingin
diberikan.27
Hibah
bertujuan
untuk
dasar
kehidupan
materil
23
24
pada
waktu
pernyataan
wasiat
dilaksanakan.
terakhir
kali
tentang
pembagian
harta
kewajiban
untuk
membagi-bagi
harta
25
sama
tidak
berarti
sama
jumlahnya
dengan
sama
adalah
setiap
ahli
waris
merupakan
orang
yang
pada
saat
Pewaris
meninggalnya
berdasarkan
adalah
atau
putusan
yang
orang
yang
pada
dinyatakan
pengadilan
saat
meninggal
beragama
Islam,
27
2. Ahli waris
Dalam Pasal 171 butir c Kompilasi Hukum Islam
dijelaskan bahwa ahli waris adalah orang yang pada saat
meninggal
dunia
mempunyai
hubungan
darah
atau
KUHPerdata,
pewaris
adalah
orang
yang
telah
dengan
unsur-unsur
pewarisan,
dalam
28
membunuh
atau
mencoba
membunuh
atau
kejahatan
yang
terancam
dengan
hukuman
si
yang
meninggal
untuk
membuat
atau
Mereka
yang
telah
menggelapkan,
merusak
atau
29
Orang-orang
yang
berhak
menerima
warisan
dapat
pertama,
terdiri
dari
suami/istri
dan
keturunannya
2. Golongan kedua, terdiri dari orang tua, saudara dan
keturunan saudara.
3. Golongan ketiga, terdiri dari leluhur lain-lainnya.
4. Golongan keempat, terdiri dari sanak keluarga lainlainnya
dalam
garis
menyimpang
sampai
dengan
derajat keenam.
Apabila golongan pertama masih ada, maka
golongan berikutnya tidak mendapat apa-apa dari harta
peninggalan pewaris. Apabila semua golongan ahli waris
itu tidak ada, maka segala harta peninggalan dari si
yang meninggal menjadi milik negara. Negara wajib
melunasi utang-utang dari si meninggal sepanjang harta
untuk itu mencukupi.
Ahli waris menurut wasiat adalah ahli waris yang
menerima warisan, karena adanya wasiat (testamen)
dari pewaris kepada ahli waris, yang dituangkannya
dalam surat wasiat. Surat wasiat adalah suatu akta yang
30
memuat
pernyataan
seorang
tentang
apa
yang
olehnya
dapat
dicabut
kembali
(Pasal
875
KUHPerdata).34
Untuk bagian yang diterima ahli waris KUHPerdata
mengatur :
1.
Bagian
keturunan
dan
suami-istri
(Pasal
852
KUHPerdata)
Pasal
852
KUHPerdata
telah
menentukan,
hak
perempuan.
bapak,
Apabila
ibu,
saudara
pewaris
tidak
laki-laki
dan
meninggalkan
31
atau
perempuan
1/3
bagian.
Pasal
855
laki-laki
dan
saudara
pewaris.
Bagian
saudara
perempuan
laki-laki
dan
dari
saudara
pewaris
tidak
meninggalkan
keturunan,
lebih
dahulu,
maka
yang
berhak
32
menuntut
seluruh
harta
warisan
dengan
33
anak
dan
keturunan
yang
sah
berhak
Jika
anak
luar
kawin
meninggal
dunia
tidak
34
pewaris,
tetapi
anak
zina
hanya
berhak
untuk
baik
piutang-piutang
maupun
utang-
mendapat
upah
sebesar
3%
dari
seluruh
terhadap
mereka
yang
menguasai
sebagian
35
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Adapun kesimpulan daripada Hukum Waris dalam tinjauan secara umum
adalah sebagai berikut:
1. Berlaku atas dasar Pasal II AP UUD 1945 yang memberlakukan Hukum Waris
BW, Hukum Waris Islam dan Hukum Waris Adat menurut Tatahukum Pem.
Hindia Belanda berdasar atas Pasal 131 IS dan pasal 163 IS. Berlakunya bersifat
sementara dan sebagai suatu sistem memiliki hubunganm secara sistemik dengan
sistem hukum keluarga dan perkawinan, oleh karena itu ada konsekuensi yuridis
dengan berlakunya UU no. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan UU No. 7
Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama dan Perubahannya dengan UU No. 3
Tahun 2006. Hukum yang sedang mengalami perubahan karena adanya perubahan
masyarakat dan perubahan pandangan hukum melalui Yurisprudensi Mahkamah
Agung RI, terutama mengenai pembagian warisan secara individual.
2. Teer Haar dalam Beginslesen en stelsel van het adat recht merumuskan
hukum adat waris sebagai berikut: Hukum adat waris meliputi peraturanperaturan hukum yang bersangkutan dengan proses yang sangat mengesankan
serta yang akan selalu berjalan tentang penerusan dan pengoperasian kekayaan
materiil, dan immateriil dari suatu generasi ke generasi berikutnya.(halaman 197
buku tersebut). Hal yang penting dalam warisan ini adalah, bahwa pengertian
warisan itu memperlihatkan adanya tiga unsur , yang masing-masing merupakan
unsur esensialia (mutlak) yakni:
a. Seorang peninggal warisan yang pada wafatnya meninggalkan harta kekayaan.
b.Sseorang atau beberapa orang ahli waris yang berhak menerima kekayaan yang
ditinggalkan itu.
c. Harta warisan atau harta peninggalan, yaitu kekayaan in concreto yang
ditinggalkan dan sekali beralih kepada ahli waris itu.
3. Adapun asas yang mendasari Hukum Adat Waris di Indonesia adalah:
a. azas ketuhanan dan pengendalian diri
b. azas kesamaan hak dan kebersamaan hak
c. azas kerukunan dan kekeluargaan
36
37