Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

Gagal jantung merupakan diagnosa utama pada pasien rawat inap di rumah
sakit sebesar 1 juta orang per tahun di Amerika Serikat dan Eropa, dan angka
kematiannya di rumah sakit meningkat dari 4% menjadi 36% pada kasus berat yang
membutuhkan ventilasi mekanik (Gheorghiade et al. 2012; Ursella et al, 2007).
Pasien dengan gagal jantung akut dapat hadir berupa edema paru akut kardiogenik
yang merupakan bentuk hipoksemia dari kegagalan pernafasan akut (Gray et al,
2009).
Edema paru akut kardiogenik merupakan keadaan darurat medis yang menyumbang hingga
15.000-20.000 orang masuk rumah sakit per tahun di Inggris. Angka kematiannyapun cukup
tinggi sebesar 10-20% terutama pada pasien berkaitan dengan infark miokard akut (Alasdair
et al, 2008).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gagal Jantung Akut


2.1.1 Definisi dan Klasifikasi
'

Gagal jantung dapat didefinisikan sebagai suatu kelainan struktur atau


fungsi jantung yang menyebabkan kegagalan jantung untuk menghantarkan oksigen
yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan meskipun
tekanan pengisian normal (atau hanya terjadi peningkatan tekanan pengisian).
Gagal jantung secara klinis didefinisikan sebagai sindrom dengan gejala (misalnya

sesak napas, pembengkakan kaki, dan kelelahan) dan tanda-tanda yang khas
(misalnya tekanan vena jugularis meningkat, ronkhi pada paru, dan pelebaran iktus
jantung) akibat kelainan struktur atau fungsi jantung (Dickstein et al, 2008; ESC,
2012).
Gagal jantung akut adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
serangan cepat dari gejala-gejala atau tanda tanda dari gagal jantung yang
memerlukan penanganan medis segera dan biasanya menyebabkan pasien harus
masuk rumah sakit secepatnya. Kondisi ini mengancam jiwa pasien dan gagal
jantung akut dapat berupa acute de novo (serangan baru dari gagal jantung
akut, tanpa ada kelainan jantung

sebelumnya)

atau

dekompensasi

akut

dari

gagal

jantung

kronik

(Gheorghiade et al, 2012). Pada pasien yang telah menderita gagal jantung,
sebelumnya apabila terjadi gagal jantung akut biasanya terdapat faktor pencetus
(misalnya aritmia atau penghentian terapi diuretik pada pasien gagal jantung dengan
ejection fraction yang rendah, overload cairan atau hipertensi berat (ESC, 2012)

2.1.2 Patofisiologi dan Patogenesis


Gagal jantung merupakan manifestasi akhir dari kebanyakan penyakit
jantung. Pada disfungsi sistolik, kapasitas ventrikel untuk memompa darah
terganggu karena gangguan kontraktilitas otot jantung yang dapat disebabkan oleh
rusaknya miosit, abnormalitas fungsi miosit atau fibrosis, serta akibat pressure
overload yang menyebabkan resistensi atau tahanan aliran sehingga stroke
volume menjadi berkurang. Sementara itu, disfungsi diastolik terjadi akibat
gangguan relaksasi

miokard,

dengan

kekakuan

dinding

ventrikel

dan

berkurangnya compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada pengisian


ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering disfungi diastolik adalah penyakit
jantung

koroner,

kardiomiopati

hipertensi

dengan

hipertrofi

ventrikel

kiri

dan

hipertrofi. Disfungsi sistolik lebih sering terjadi yaitu pada 2/3

pasien gagal jantung. Namun ada juga yang menunjukkan keduanya, baik
disfungsi sistolik maupun diastolik (Gheorghiade et al, 2005).
Beberapa mekanisme kompensasi alami akan terjadi pada pasien
gagal jantung sebagai respon terhadap menurunnya curah jantung serta untuk
membantu mempertahankan tekanan darah yang cukup untuk memastikan perfusi
organ yang cukup. Mekanisme tersebut antara lain (Gheorghiade et al, 2005;
McCance, 2006):
a. Mekanisme Frank Starling
Menurut hukum Frank-Starling, penambahan panjang serat menyebabkan
kontraksi menjadi lebih kuat sehingga curah jantung meningkat.
b. Perubahan neurohormonal
Salah

satu

mempertahankan

respon neurohumoral

yang

terjadi paling

curah jantung adalah peningkatan

aktivitas

awal

untuk

sistem saraf

simpatis. Katekolamin menyebabkan kontraksi otot jantung yang lebih kuat


(efek inotropik positif) dan peningkatan denyut jantung. Sistem saraf simpatis juga
turut berperan dalam aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron (RAA) yang
bersifat mempertahankan volume darah yang bersirkulasi dan mempertahankan
tekanan darah. Selain itu dilepaskan juga counter-regulator peptides
jantung

seperti

natriuretic

peptides

yang

dari

mengakibatkan terjadinya

vasodilatasi perifer, natriuresis dan diuresis serta turut mengaktivasi sistem saraf
simpatis dan sistem RAA.

Anda mungkin juga menyukai