Anda di halaman 1dari 2

Terdapat dua mekanisme terjadinya edema paru:

1. Membran kapiler alveoli


Edema paru terjadi jika terdapat perpindahan cairan dari darah ke ruang
interstitial atau ke alveoli yang melebihi jumlah pengembalian cairan ke dalam
pembuluh darah dan aliran cairan ke sistem pembuluh limfe. Dalam kedaan normal
terjadi pertukaran dari cairan, koloid dan solute dari pembuluh darah ke ruang
interstitial. Studi eksperimental membuktikan bahwa hukum Starling dapat
diterapkan pada sirkulasi paru sama dengan sirkulasi sistemik (Harun dan Sally,
2009).
Q(iv-int) = Kf [(Piv - Pint) df (IIiv IIint)]
Keterangan:
Q = Kecepatan transudasi dari pembuluh darah ke ruang interstitial
Piv = Tekanan hidrostatik intravaskular
Pint = Tekanan hidrostatik interstitial
IIiv = Tekanan osmotik koloid intravaskular
IIint = Tekanan osmotik koloid interstitial
df

= Kefisien refleksi protein

Kf = Kondukstan hidraulik
2. Sistem limfatik
Sistem limfatik ini dipersiapkan untuk menerima larutan koloid dan cairan
balik dari pembuluh darah. Akibat tekanan yang lebih negatif di daerah interstitial
peribronkhial dan perivaskular. Dengan peningkatan kemampuan dari interstitium
alveolar ini, cairan lebih sering meningkat jumlahnya di tempat ini ketika kemampuan
memompa dari saluran limfatik tersebut berlebihan. Bila kapasitas dari saluran limfe
terlampaui dalam hal jumlah cairan maka akan terjadi edema. Diperkirakan pada

pasien dengan berat 70 kg dalam keadaan istirahat kapasitas sistem limfe kira-kira
20ml/jam. Pada percobaan didapatkan kapasitas sistem limfe bisa mencapai
200ml/jam pada orang dewasa dengan ukuran rata-rata. Jika terjadi peningkatan
tekanan atrium kiri yang kronik, sistem limfe akan mengalami hipertrofi dan
mempunyai kemampuan untuk mentransportasi filtrat kapiler dalam jumlah yang
lebih besar yang dapat mencegah terjadinya edema. Sehingga sebagai konsekuensi
terjadinya edema interstitial, saluran nafas yang kecil dan pembuluh darah akan
terkompresi (Harun dan Sally, 2009).

Anda mungkin juga menyukai