Anda di halaman 1dari 9

FARMASI

PENGERTIAN FARMAKOLOGI MOLEKULER

Farmakologi molekuler adalah ilmu yang mempelajari


mengenai transduksi signal dan mekanisme aksi obat pada
berbagai target aksi obat, meliputi kanal ion, enzim, dan
reseptor. Reseptor pada tingkat molekuler, ikatan obat-reseptor
pada membran plasma dan sel, sistem enzim sebagai target
aksimolekul obat, perubahan-perubahan biokimia karena aksi
obat, keragaman reseptor obat dan ekspresi gen yang berperan
dalam m e ka n i s m e
re s i s t e n s i
obat.Sehingga
m e m b e r i ka n p e n j e l a s a n b a g a i m a n a a ks i o b a t sampai
level
molekuler,
sehingga
banyak
membantu
dalam
menjelaaskan bagaimana mekanisme aksi obat. Farmakologi
molekuler menjadi penting karena interaksi obat dengan
targetnya bersifat kompleks, melibatkan sistem seluler yang
dinamis. Terjadi pada tingkat molekuler dan melibatkan
serangkaian proses biokimiawi di dalam sel untuk menimbulkan
efek. Ilmu tersebut sudah berkembang pesat di Eropa pada
abad ke-19, dengan pioner seorang ilmuwan jerman bernama
Paul Ehrlich (1854-1915). Dia menyatakan obat tidak akan
berkerja jika tidak berikatan degan target aksinya dalam tubuh.
Sejak itu perkembangan farmakologi molekuler sangat pesat
sekali. Pada penemuan saat itu sangat fenomenal antara lain:
Thomas Renton Elliot (1877-1961)dan Sir Hendri Dale (18751968) menjelaskan tentang konsep transmisi senyawakimia
pada sel saraf yang melibatkan neurotransmitter, suatu
senyawa yang memediasi transfer informasi dari satu sel saraf
menuju sel saraf lainnya. Perkembangan penelitian farmakologi
molekuler selanjutnya meliputi kloning gen pengkode beberapa
reseptor, kanal ion, protein regulator, enzim metabolisme. Dari
penelitian tersebut dapat diketahui mekanisme nasib obat dan
atau aksi obat dalam tubuh secara molekuler.

PENDAHULUAN

Mekanisme kerja obat lainnya adalah berikatan dengan


reseptor karena sebagian besar obat berikatan dengan suatu

reseptor. Suatu reseptor dapat berinteraksi dengan suatu ligan,


antara lain: hormone-hormon endogen dan neurotransmitter,
atau agen-agen pengatur lainnya. Pada umumnya obat atau
ligan
dapat
bertindak
sebagai
agonis
atau
antagonis. Agonis merupakan analog hormone endogen dan ne
urotransmitter, artinya agonis menimbulkan suatu efek
biologis, meskipun efek yang ditimbulkannya bias bersifat
menstimulasi atau menghambat.
Agonis yang berbeda mengaktifkan reseptor dengan
tingkat efektivitas yang berbeda pula. Agonis yang
menyebabkan atau menstabilkan proses konformasi yang
kurang produktif disebut agonis parsial. Sebaliknya, obatobatan antagonis adalah agen-agen yang menghambat efekefek yang diperantarai oleh reseptor setelah dipicu oleh
hormone, neurotransmitter, atau obat-obat agonis melalui
persaingan untuk mendapatkan reseptor.
Obat-obat antagonis adalah penghambat kompetitif bagi
agonis dalam mendapatkan reseptor. Namun, baru-baru ini,
agen-agen antagonis ditemukan memiliki aktivitas intrinsic
negative, atau bertindak bertolak-belakang dengan agonis dan
menurunkan aktivitas reseptor basal (tidak tergantung agonis
atau constitutive).Sebagian antagonis menjadi perantara efek
melalui interaksi dengan lokasi alosterik lain, bukan di tempat
berikatannya suatu agonis aslinya (lokasiortosterik).

RESEPTOR

Reseptor merupakan suatu molekul protein di dalam atau di


membran sel yang fungsinya untuk berinteraksi dengan
pembawa pesan kimia endogen di dalam tubuh (hormone,
neurotransmitter, mediator kimia bagi system kekebalan tubuh,
dan lain-lain) sehingga dapat memicu respons sel. Reseptor
membantu mengoordinasikan respons dari sel-sel tubuh. Obatobatan
yang
digunakan
dalam
dunia
kedokteran
memanfaatkan
sensor
kimia
ini-baik
dengan
cara
merangsangnya (obat-obatan ini disebut agonis) atau dengan
mencegah mediator endogen atau agonis untuk menstimulasi
respons (obat-obatan ini di sebut antagonis).
Terdapat 4 jenis reseptor berdasarkan perbedaan
letaknya di membran sel dan transduksi sinyal. Reseptor
tersebut adalah :

1. Reseptor yang menggandeng protein G (GPCR: protein


pengikat nukleotida guanine); juga dikenal sebagai protein
metabotropic;
2. Reseptor yang terkait dengan kanal ion; juga dikenal dengan
reseptor ionotropik atau kanal ion teraktivasi ligan;
3. Reseptor yang mempengaruhi transkripsi Gen;
4. Reseptor yang terkait dengan enzim (mis., kinase
guanilatsiklase, dll); reseptor ini kemungkinan besar memicu
kaskade kinase di dalam sel.

RESEPTOR YANG MENGGANDENG PROTEIN G

Reseptor yang menggandeng protein G (GPCR) berjumlah


lebih 2% dari seluruh gen dalam genom manusia. GPCR dikenal
karena keterlibatannnya dalam fungsi fisologis, termasuk
neurotransmisi, pengliahatan, penciuman, aksi hormone,
agregasi platelet, dan kemotaksis leukosit. Induksi fungsi
biologis yang berbeda-beda ini terjadi karena aktivasi sejumlah
protein G heterotrimerik, yang terdiri dari sub unit dan sub
unit -y yang saling berkaitan. Sub-unit bertanggung jawab
terhadap pengikatan GTP pada GDP serta hidrolisis GTP,
sementara sub-unit dan y berkaitan erat dengan suatu
kompleks -y.
Kerumitan transduksi sinyal yang diinisiasi GPCR
tergambar dengan banyaknya protein G, termasuk 18 subunit yang bias di kelompokkan menjadi empat, 12 sub-unit ,
dan 5 sub-unit y. Protein G umumnya di kenali melalui subunit -nya. Jadi, kompleks heterotrimerik G memiliki -G; Gq
memiliki-G, dan seterusnya. Ada empat sub-familidari sub-unit
y. GPCR diaktivasi oleh sejumlah stimulus, seperti hormone,
kemokin, nukleotida, pembawa pesan yang berasal dari lipid,
kation divalen, dan cahaya.
Di antara mutasi alami GPCR yang menimbulkan penyakit
pada manusia, retensi di dalam sel (intraseluler) adalah defek
yang paling lazim ditemukan untuk fenotip hilangnya fungsi.
Retensi intraseluler pernah ditemukan pada rhodopsin (mutasi
menimbulkan retinitis pigmentosa), reseptor vasopressin V2
(mutasi menimbulkan penyakit Hirschprung), reseptor perasa
kalsium/calcium-sensing receptor (mutasi pada neonatus),
reseptor hormone pelepas gonadotropin (mutasi menimbulkan

hipo-gonadisme hipogonadotropik idiopatik), lutropin,


reseptor follitropin (mutasi menimbulkan infertilitas).

dan

KLASIFIKASI RESEPTOR PROTEIN G

Reseptor
yang
menggandeng
protein
G
dapatdiklasifikasikanmenjadi 6 kelas, antaralain :
Kelas A (atau 1) (mirip rhodopsin)
Kelas B (atau 2) (kelompokreseptorsekretin)
Kelas C (atau 3) (glutamate metabotropic/feromon)
Kelas D (atau 4) (reseptorferomon)
Kelas E (atau 5) (reseptor AMP siklik)
Kelas F (atau 6) (frizzled/smoothened)
1) KelasA : Reseptormirip rhodopsin
Adalah kelompok GPCR terbesar dan kelompok yang paling
banyak diteliti dari sudut pandang fungsional dan structural.
Berikut adalah 21 contoh reseptor mirip rhodopsin:
1. Reseptor adrenergic
2. Reseptor purinergik
3. Reseptor 5-hidroksitriptamin (serotonin)
4. Reseptor neuropeptide
5. Reseptor hormone adrenokortikotropik (ACTH)
6. Reseptor oreksin
7. Reseptor bombesin
8. Reseptor muskarini kasetilkolin
9. Reseptor dopamine
10. Reseptor galanin
11. Reseptor eicosanoid
12. Reseptor kanabinoid
13. Reseptor kemokin
14. Reseptor kinin
15. Reseptor endotelin
16. Reseptor histamine
17. Reseptor melanokortin
18. Reseptor lisofosfolipid
19. Reseptor vasopressin
20. Reseptor somatostatin
21. Reseptor angiotensin
2) Kelas B: Reseptor sekretin
GPCR mirip sekretin di antaranya adalah sekretin, kalsitonin,
peptide-peptida terkait hormone paratiroid, dan peptide

vasoaktif usus; semuanya mengaktifkan adenilil siklase dan


jalur fosfatidil-inositol-kalsium.
1.
Reseptor CELSR
2.
Reseptor Kalsitonin
3.
Reseptor pelepasan Hormon Kortokotropin
4.
Reseptor Glukagon
5.
Reseptor penghambat angiogenesis spesifik
6.
Reseptor EGF
7.
Reseptor Polipeptida Intestinal Vasoaktif
8.
Reseptor GHRH
9.
Reseptor Hormon Paratiroid
3) Kelas C : Reseptor metabotropik glutamat
Adalah suatu jenis reseptor glutamate yang aktif melalui
suatu proses metabotropik tidak langsung. Reseptor ini adalah
anggota keluarga Grup C pada reseptor tergandeng Protein G
(GPCR). Sama halnya seluruh reseptor glutamat, mGluR
berikatan dengan glutamat (suatu asam amino yang berfungsi
sebagai neurotransmitter eksitasi).
Berikut adalah beberapa contoh kelas reseptor ini :
1.
Reseptor perasa kalsium (calcium-Sensing Receptor, CaSR)
2.
Reseptor GABA-B
4) Kelas F : Reseptor Frizzled/Smoothened
Smoothene adalah suatu protein tergandeng protein G dan
disandi oleh gen SMO di jalur hedgehog (landak) yang
terkonservasi dari lalat sampai manusia. Smoothened adalah
sasaran molekuler siklopamin teratogen.

RESEPTOR INTI

Reseptor inti merupakan anggota suatu superfamili yang


besar dari faktor transkripsi DNA, yang mengatur program yang
terlibat dalam suatu spectrum fenomena fisiologis yang luas.
Penjajaran
sekuen
dan
bangunan
pohon
filogenetik
menghasilkan suatu klasifikasi keluarga reseptor inti pada
manusia menjadi enam kelompok evolusioner dengan ukuran
yang tidak sama :
1.

Kelompok yang besar memiliki TR, RAR, VDR (NR111),


dan PPAR, seperti ROR, Rev-erb, CAR (NR113), PXR
(NR112), LXR, dan lain-lain;

2.
3.
4.

5.

6.

Kelompok yang termasuk RXR, COUP-TF, dan HNF-4;


Kelompok subfamily yang termasuk receptor steroid
seperti ER, GR dan AR, serta ERR;
Kelompok kecil yang memiliki kelompok klon B yang
diinduksi faktor pertumbuhan saraf dari reseptor, yaitu
[NGFI-B (NR4A1), NURR1 (NR4A2), dan NOR1 (NR4A3)];
Kelompok
kecil
lainnya
yang
memiliki
faktor
steroidogenik 1 (NR5A1) dan reseptor-reseptor yang
terkait dengan Droshopila FTZ-F1;
Subfamili yang hanya memiliki reseptor GCNF1
(NR6A1); Yang tidak begitu cocok dengan subfamily
lainnya.

TRANSDUKSI SINYAL RESEPTOR INTI


Reseptor inti dapat di kelompokkan kedalam dua kelas
besar menurut mekanisme aksi serta distribusi subsel saat
ligannya tidak ada. Senyawa lipofilik kecil, seperti hormone
alami dapat melewati membrane sel dan dapat mengikat diri ke
reseptor-reseptor inti yang terletak di sitosol (NR Tipe 1) atau
nucleus sel (NR Tipe 2 ). Hal ini menyebabkan perubahan pada
konformasi reseptor, yang dapat memicu sejumlah kejadiankejadian hilir (tergantung kepada kelas mekanismenya, tipe I
atau tipe II) dan akhirnya menyebabkan upregulasi atau
downregulasi ekspresi gen. Selain itu , dua kelas tambahan Tipe
III (yang merupakan varian tipe I) dan tipe IV (yang mengikat
DNA sebagai monomer) juga telah diketahui.
Oleh sebab itu , rseptor inti dapat di bagi lagi kedalam
empat kelas mekanisme.
1. TIPE I
Pengikatan ligan ke reseptor inti tipe I di dalam sitosol
menyebabkan disosiasi atau pemisahan protein-protein homodimerisasi, translokasi atau perpindahan dari sitoplasma ke inti
sel, dan pengikatan ke sekuen DNA spesifik yang di kenal
sebagai unsure respons hormone (hormone response element,
HRE).
2. TIPE II
Berbeda denga tipe I, selain mengikat diri ke DNA sebagai
heterodimer (biasanya dengan RXR), reseptor tipe II terdapat di
dalam nucleus. Jika ligan tidak ada, reseptor inti tipe II
seringkali membentuk kompleks dengan protein corepressor.

3.

TIPE III
Reseptor inti tipe III (terutama subfamily 2) sama dengan
reseptor tipe I karena kedua kelas ini mengikat diri ke DNA
sebagai homodimer. Namun berbeda dari tipe I. Reseptor inti
tipe III mengikat diri ke HRE direct repeat, bukan ke HRE
inverted repeat.
4. TIPE IV
Reseptor inti tipe IV mengikat diri sebagai monomer atau
dimer, namun hanya satu domain pengikatan DNA pada
reseptor ini yang mengikat diri ke satu tempat ikatan HRE.
Reseptor tipe IV ditemukan pada sebgaian besar subfamily
reseptor inti.
AKSI FARMAKOLOGIS LIGAN PADA RESEPTOR
Potensi farmakoogis reseptor inti terletak pad kemampuan
turunan sintetis untuk memprodusksi atau menghambat
aktivitas ligan alami. Saat ini, agonis dan antagonis sintesis dari
sejumlah reseptor inti digunakan sebagai obat antikanker pada
kemoterapi leukemia promielositik akut (agonis retinoid),
kanker prostat (antagonis androgen), dan kanker payudara
(antagonis esterogen). Selanjutnya, glukokortikoid digunakan
segbagai obat imunosupresi dan antiinflamasi. Namun,
penggunaan ligan alami untuk keperluan terapi seringkali
terhalang oleh spesifisitasnya yang rendah dan menimbulkan
toksisitas ketika ligan ini digunakan dengan dosis terapi.

RESEPTOR YANG TERKAIT TIROSIN KINASE


Tirosin Kinase (TK) adalah suatu kelas enzim tersendiri,
yang bertanggung jawab terhadap fosforilasi residu tirosin pada
protein sasaran.
Reseptor tirosin Kinase (RTK) memegang peranan penting
dalam proses transduksi sinyal dan komunikasi antar
sel. RTK bertindak sebagai reseptor permukaan sel untuk
sejumlah faktor pertumbuhan dan hormone yang sangat
penting. Selain peran penting yang dimainkan RTK ini sebagai
pengatur (regulator) proses sel normal, RTK juga memiliki sisi
negative, yakni perannya dalam inisiasi dan perkembangan
sejmlah sel kanker. Pada kanker tipe ini, translokasi
(pemindahan) gen menghasilkan penggabuan protein kinase
disertai aktivitas yang terkontrol.
RTK terdiiri dari empat domain:
i.
Domain pengikatan ligan ekstraseluler

ii.

Domain tirosin kinase intraseluler, dengan sekuens asam amino


pada pengikatan ATP dan daerah-daerah pengikatan substrat
yang terpelihara oleh protein kinase yang tergantung
cAMP(Capk, PKA).
iii.
Domain pengatur (regulatory) intraseluler.
iv.
Domain Transmembran.
TRANSDUKSI SINYAL RESEPTOR TIROSIN KINASE
Reseptor kinase transmembran adalah enzim yang berperan
di jalur transduksi sinyal intraseluler dengan memancarkan
sinyal dari reseptor membrane ke bagian dalam sel dan
disandarkan
ke
membrane
sel
oleh
suatu
domain
transmembran hidrofobik. Sinyal ekstraseluler diterima enzim
ini melalui pengikatan ligan dngan wilayah luar reseptor
membrane, yang merangsang aktivasi domain sitoplasmik.
Proses aktivasi ini memiliki dua tahap yang sangat penting.
Tahap pertama tergantung kepada dimerisasi reseptor yang
menebabkan perubahan konformasi. Pada tahap kedua, TK di
autofosforilasi, yang di atur oleh ligan pengatur. Proses ini
menjadi pemicu terjadinya kaskade reaksi fosforilasi yang
mengaktifkan sejumlah protein hingga sinyal mencapai nucleus
dan menyebabkan perubahan ekspresi gen spesifik yang
menjadi target kerja.

KLASIFIKASI RESEPTOR TIROSIN KINASE


Reseptor Tirosin Kinase dapat di kelompokan ke dalam 10
subfamili berikut :
Subfamili reseptor faktor pertumbuhan epidermal IRGFR) :
EGFR, ERBB2, ERBB4.;
Subfamili reseptor insulin (InsR): IGF1R, INSR;
Subfamili reseptor faktor pertumbuhan dan platelet (PDGFR):
FLT3;
Subfamili faktor pertumbuhan endotel vaskuler (VEGFR) : KIT,
FLT1, KDR
Subfamili reseptor faktor pertumbuhan fibroblast (FGFR):
FGFR1, FGFR2, FGFR3
Subfamili reseptor faktor pertumbuhan hepatosit (Met): MET;
Subfamili Eph: EPHA1,EPHA2, EPHA4, EPHA8, EPHB2;
Subfamili Musk (Reseptor tirosin kinase spesifik-otot); protein
tirosin kinase yang menjangkau membrane : MUSK;
Subfamili Tie (tirosin kinase dengan domain hemologi lg dan
EGF); protein tirosin kinase yang menjangkau membrane : TIE2

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

10.
Subfamili Trk (kinase terkait tropomisin) : TRKA, TRKB,
TRKC.
DAFTAR
PUSTAKA
Dr. Syamsudin, M.Biomed., Apt.2013. "Farmakologi Molekuler".
EGC

Anda mungkin juga menyukai