Anda di halaman 1dari 15

Pembinaan Pengobatan Tradisional

Makalah Ilmu Kesehatan Masyarakat

FITRIANI
2F
B T 12 02 182
AKBID BATARI TOJA WATAMPONE
2014/2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt., yang atas rahmat-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan baik. Terima kasih
kami ucapkan kepada ibu ASRIWATI,S.Kep,S.Pd.MKes sebagai dosen mata kuliah
Ilmu Kesehatan Masyarakat yang dengan dukungannya sehingga tugas kuliah ini
selesai tepat pada waktunya. Terima kasih juga diucapkan kepada teman-teman
serekan yang telah bekerjasama dan bersusah payah, sehingga tugas ini selesai dengan
baik.
Saya sebagai penulis pemula merasa banyak sekali kekurangan dalam penulisan
makalah ini saya merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang saya miliki. Untuk itu
kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.
Akhirnya, saya berharap semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi
sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi kita semua
sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

Watampone,

Mei 2014

Fitriani,

DAFTAR ISI

I.
A.
B.
C.
D.
II.
A.
B.
C.
D.
E.
F.
III.
A.
B.

HALAMAN JUDUL......................................................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
PENDAHULUAN...................................................................................... 1
Latar Belakang.......................................................................................1
Rumusan Masalah.................................................................................2
Tujuan....................................................................................................2
Manfaat..................................................................................................2
PEMBAHASAN.........................................................................................3
Definisi Upaya Kesehatan Tradisional.............................................3
Tujuan Usaha Kesehatan Tradisional...................................................3
Pembinaan Dan Pengawasan Pelayanan Kesehatan Tradisional...........3
Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional........................................6
Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pelayanan Kesehatan Tradisional
Melalui Toga.................................................................................7
Contoh Desa Yang Telah Sukses Melaksanakan Program TOGA........9
PENUTUP.......................................................................................14
Kesimpulan.......................................................................................14
Saran.................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................16

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah mewujudkan Indonesia
Sehat antara lain memuat harapan agar penduduk Indonesia memiliki kemampuan untuk
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata. Untuk mewujudkan citacita tersebut telah dilaksanakan berbagai upaya pembangunan kesehatan dan telah
menunjukkan perubahan yang bermakna berupa peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Walau demikian, berbagai fakta menyadarkan bahwa pelayanan kesehatan yang bermutu, adil
dan merata itu masih jauh dari harapan masyarakat dan membutuhkan upaya yang sungguhsungguh untuk mencapainya.
Berkembangnya pengobatan tradisional belum sepenuhnya dilakukan penataan secara
menyeluruh, sehingga pelayanan pengobatan tradisional masih apa adanya dan belum
sepenuhnya mendapat pembinaan, serta masih diragukan bila ditinjau dari segi hygienis,
seyogianya dilakukan penataan yang menyeluruh dan bertahap agar pelayanan pengobatan
tradisional aman digunakan, bermutu, bermanfaat, dan dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah dan hukum.
Ramuan yang digunakan oleh Batantra hampir keseluruhannya terdiri lebih dari satu
jenis tanaman obat. Pengembangan pengobatan tradisional ramuan sarat dengan nuansa
pembinaan berbasis pada studi epidemilogik, mulai dari observasi. Sementara itu rencana
pengembangan obat bahan alam di Badan POM, mengarah pada pengembangan produk yang
terdiri dari atas satu jenis tanaman obat, melalui pendekatan pengembangan obat pada
umumnya yang berbasis pada uji klinik dan banyak istilah penggunaan nama seperti obat
bahan alam, obat asli Indonesia, Obat tradisional, biofarmaka, jamu, ramuan yang semuanya
menunjukkan pada satu arti yaitu tanaman berkhasiat obat baik empirik maupun ilmiah, yang
telah beredar dan digunakan oleh masyarakat, baik diproduksi oleh industri (obat tradisional
pabrikan) maupun dibuat sendiri dalam rumah tangga.
Perkembangan di bidang informasi dewasa ini telah mempermudah akses masyarakat
terhadap informasi tentang pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional tidak hanya
diminati oleh sekelompok masyarakat desa atau mereka yang pendidikannya rendah tetapi
juga mereka yang berpendidikan tinggi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana upaya pelayanan kesehatan tradisional?
2. Apa tujuan dari Ukestra?
3. Dengan cara apa pembinaan dan pengawasan pelayanan kesehatan tradisional dapat
4.

dilakukan?
Apa upaya pembinaan pengobatan tradisiona pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan
kesehatan tradisional?

C. Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengembangan dalam
upaya kesehatan tradisional (UKESTRA).
D. Manfaat
1. Mahasiswa mampu menjelaskan cara pembinaan dan pengawasan pelayanan kesehatan
tradisional.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan dari Ukestra
3. Mahasiswa mampu menjelaskan upaya pelayanan kesehatan tradisional

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Upaya Kesehatan Tradisional
Upaya pelayanan kesehatan tradisional merupakan pelayanan kesehatan yang secara
tidak langsung memiliki peranan dalam menunjang pencapaian indikator Renstra
Kementerian Kesehatan melalui pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional ramuan dan
ketrampilan dalam tumbuh kembang balita, kesehatan ibu hamil dan nifas, maupun
pemanfaatan pijat untuk kesegaran tubuh.
B. Tujuan Usaha Kesehatan Tradisional
Pelayanan Kesehatan Tradisional sendiri dapat digunakan masyarakat dalam
mengatasi gangguan kesehatan secara mandiri (self-care), baik untuk pribadi maupun untuk
keluarga melalui pemanfaatan Taman Obat Keluarga (TOGA). Hal ini sangat berguna,
khususnya di daerah yang mengalami keterbatasan dalam memperoleh akses pelayanan
kesehatan.
C. Pembinaan Dan Pengawasan Pelayanan Kesehatan Tradisional
Dalam kebijakan Kementerian Kesehatan RI, pembinaan dan pengawasan Pelayanan
Kesehatan Tradisional dilakukan melalui 3 (tiga) pilar. Pilar pertama adalah Regulasi, adapun
dukungan regulasi terhadap Pelayanan Kesehatan Tradisional telah dituangkan dalam
Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 yang telah disebutkan diatas, SKN tahun 2009 yang
menyebutkan bahwa Pengobatan Tradisional merupakan bagian sub sistem Upaya Kesehatan,
Kepmenkes RI Nomor 1076/Menkes/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan
Tradisional dan Kepmenkes No 1/2010 tentang Saintifikasi Jamu berbasis pelayanan. Pilar
kedua adalah Pembina Kemitraan dengan berbagai Lintas Sektor terkait dan organisasi
(asosiasi) pengobat tradisional termasuk pengawasan terhadap tenaga pengobat tradisional
baik yang asli Indonesia maupun yang berasal dari luar negeri. Pilar ketiga adalah
Pendayagunaan Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (Sentra P3T)
untuk menapis metode Pelayanan Kesehatan Tradisional di masyarakat dan melakukan
pembuktian melalui pengkajian, penelitian, uji klinik, baik terhadap cara maupun terhadap
manfaat dan keamanannya. Pada saat ini sudah ada 11 Sentra P3T tersebar di 11 Provinsi

yaitu Sumatera Utara, Jawa Barat, DKI, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Bali, NTB, Maluku,
Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara serta adanya Balai Kesehatan Tradisional Masyarakat
(BKTM) di Makassar dan Loka Kesehatan Tradisional Masyarakat (LKTM) di Palembang.
Pembinaan dan pengawasan terhadap pelayanan kesehatan tradisional dilakukan
secara berjenjang mulai dari tingkat rumah tangga, masyarakat, Pelayanan Kesehatan Dasar
di Puskesmas, Kabupaten/Kota, Provinsi & Kementerian Kesehatan bersama lintas sektor
terkait dan mengikut sertakan asosiasi pengobat tradisional. Sementara ini Kementerian
Kesehatan telah bermitra atau bekerja dengan beberapa jenis Asosiasi Pengobat Tradisional
(Battra) yang terkelompokkan sesuai dengan metodenya masing-masing. Diharapkan asosiasi
Battra bisa membantu Kementrian Kesehatan dalam pembinaan pengobat di Indonesia namun
harus selalu dievaluasi kemitraannya. Terdapat asosiasi Battra yang ada antara lain :
a.

Ikatan Homoeopathy Indonesia (IHI)

b.

Persatuan Akupunktur Seluruh Indonesia (PAKSI)

c.

Perhimpunan Chiroprakasi Indonesia (Perchirindo)

d.

Ikatan Naturopatis Indonesia (IKNI)

e.

Persatuan Ahli Pijat Tuna Netra Indonesia (Pertapi)

f.

Asosiasi Praktisi pijat Pengobatan Indonesia (AP3I)

g.

Asosiasi Reiki Seluruh Indonesia (ARSI)

h.

Asosiasi SPA Terapis Indonesia (ASTI)

i.

Asosiasi Pengobat Tradisional Ramuan Indonesia (ASPETRI)

j.

Ikatan Pengobat Tradisional Indonesia (IPATRI)

k.

Forum Komunikasi Paranormal dan Penyembuh Alternatif Indonesia (FKPPAI)

l.

Asosiasi Therapi Tenaga Dalam Indonesia (ATTEDA)

m. Asosiasi Bekam Indonesia (ABI)


n.

Persatuan Ahli Kecantikan Tiara Kusuma.


Selain itu untuk pengawasan pengobat tradisional, Kementerian Kesehatan juga
berkerjasama dengan Kantor Imigrasi, Mabes POLRI, Kejaksaan, Kementerian Tenaga Kerja
dan Transmigrasi, terutama untuk pengawasan Pengobat Tradisional Asing yang datang ke
Indonesia.
Setiap Warga Negara Indonesia yang bekerja sebagai pengobat tradisional harus
memiliki SIPT/STPT (Surat Izin/Terdaftar Pengobat Tradisional) yang didapatkan dari Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Sampai saat ini, metode Pelayanan kesehatan
tradisional yang telah diakui manfaat dan keamanannya oleh Indonesia adalah akupuntur.

Oleh karena Untuk SIPT hanya dikeluarkan untuk Battra jenis akupuntur yang telah
dilengkapi dengan sertifikat kompetensi, selain jenis akupuntur saat ini hanya mendapatkan
STPT. Untuk Pengobat Tradisional Asing yang akan masuk ke Indonesia, harus memiliki
rekomendasi dari Kementerian Kesehatan. Rekomendasi ini bisa didapatkan setelah yang
bersangkutan dinyatakan lulus oleh tim penilai. Pengobat tradisional asing tidak
diperkenankan berpraktek langsung ke masyarakat Indonesia melainkan hanya sebagia
konsultan dalam rangka transfer ilmu pengetahuan kepada pengobatan tradisional Indonesia.

D. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional


Pengobatan Tradisional, adalah program pembinaan terhadap pelayanan pengobatan
tradisional, pengobat tradisional dan cara pengobatan tradisional. Oleh karena itu yang
dimaksud pengobatan tradisional adalah pengobatan yang dilakukan secara turun temurun,
baik yang menggunakan herbal (jamu), alat (tusuk jarum, juru sunat) maupun keterampilan
(pijat).
Tujuan dari Pembinaan upaya pengobatan tradisional adalah :
a)

Melestarikan bahan-bahan tanaman yang dapat digunakan untuk pengobatan tradisional

b)

Melakukan pembinaan terhadap cara-cara pengobatan tradisional


Pada tingkat rumah tangga pelayanan kesehatan oleh individu dan keluarga
memegang peran utama. Pengetahuan tentang obat tradisional dan pemanfaatan tanaman obat
merupakan unsur penting dalam meningkatkan kemampuan individu/keluarga untuk
memperoleh hidup sehat.
Di tingkat masyarakat peran pengobatan tradisional termasuk peracik obat
tradisional/jamu mempunyai peranan yang cukup penting dalam pemerataan pelayanan
kesehatan untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Kebijakan peningkatan peran pengobatan tradisional dalam system pelayanan
kesehatan, dapat disarikan sebagai berikut:

1. Pengobatan tradisional perlu dikembangkan dalam rangka peningkatan peran serta


masyarakat dalam pelayanan kesehatan primer.
2. Pengobatan tradisional perlu dipelihara dan dikembangkan sebagai warisan budaya bangsa,
namun perlu membatasi praktek-praktek yang membahayakan kesehatan.

3. Dalam rangka peningkatan peran pengobatan tradisional, perlu dilakukan penelitian,


pengujian dan pengembangan obat-obatan dan cara-cara pengobatan tradisional.
4. Pengobatan tradisional sebagai upaya kesehatan nonformal tidak memerlukan izin, namun
perlu pendataan untuk kemungkinan pembinaan dan pengawasannya. Masalah pendaftaran
masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
5. Pengobatan tradisional yang berlandaskan pada cara-cara organobiollogik, setelah diteliti,
diuji dan diseleksi dapat diusahakan untuk menjadi bagian program pelayanan kesehatan
primer. Contoh dukun bayi, tukang gigi, dukun patah tulang. Sedangkan cara-cara psikologik
dan supernatural perlu diteliti lebih lanjut, sebelum dapat dimanfaatkan dalam program.
6. Pengobatan tradisional tertentu yang mempunyai keahlian khusus dan menjadi tokoh
masyarakat dapat dilibtkan dalam upaya kesehatan masyarakat, khususnya sebagai
komunikator antara pemerintah dan masyarakat.
Upaya kesehatan di Indonesia dikembangkan berdasarkan pola upaya kesehatan
Puskesmas, peran serta masyarakat dan rujukan kesehatan. Peran serta masyarakat pada
hakikatnya merupakan suatu proses agar masyarakat makin mampu untuk menyelenggarakan
berbagai upaya kesehatan, baik yang dilakukan diantara masyarakat sendiri atau membantu
pemerintah.
E. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pelayanan Kesehatan Tradisional Melalui Toga
Pelayanan Kesehatan Tradisional sendiri dapat digunakan masyarakat dalam
mengatasi gangguan kesehatan secara mandiri (self-care), baik untuk pribadi maupun untuk
keluarga melalui pemanfaatan Taman Obat Keluarga (TOGA). Hal ini sangat berguna,
khususnya di daerah yang mengalami keterbatasan dalam memperoleh akses pelayanan
kesehatan.
Bila dilihat lebih jauh manfaat TOGA dalam mendukung masyarakat yang sehat
secara mandiri, akan berdampak pada upaya untuk mewujudkan pencapaian tujuan MDGs di
bidang Kesehatan, yaitu Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan, Menurunkan Angka
Kematian Anak, Meningkatkan Kesehatan Ibu, dan Memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan
Penyakit Menular Lainnya.
Upaya dukungan dari Pelayanan Kesehatan Tradisional dalam mencapai tujuan
MDGs antara lain perawatan ibu setelah bersalin dengan memanfaatkan daun Katuk dan
Lobak sebagi sayur dan biji jagung tua yang disangrai untuk memperlancar keluarnya ASI
dalam mendukung pencapaian ASI Eksklusif. Pemanfaatan daun Kacang Panjang, daun

Dadap Serep, dan Bawang Merah untuk mengobati payudara bengkak (mastitis) dengan cara
ditumbuk dan ditempelkan ke seluruh payudara, kecuali pada puting susu.

Jeruk nipis

dicampur dengan kapur sirih dan minyak kayu putih juga dapat dimanfaatkan untuk
perawatan perut setelah melahirkan. Dalam menjaga kesehatan anak, bisa menggunakan
Temulawak dan Beras Kencur untuk menambah nafsu makan. Jika anak demam, dapat
diobati dengan memanfaatkan daun Sambiloto dan Pule yang didihkan dengan air kemudian
diminum, selain itu dapat memanfaatkan daun Dadap Serep dan daun Kembang Sepatu yang
diremas-remas dan ditempelkan di kepala anak. Pemanfaatan pijat pada anak yang sudah ada
turun temurun di Indonesia untuk memperlancar peredaran darah dan meningkatkan
kebugaran pada anak. Pemanfaatan daun Jambu Biji yang masih muda dapat digunakan
dalam penanggulangan diare pada Balita sedangkan untuk mengobati disentri, bisa
memanfaatkan daun Sambiloto kering yang direbus atau menggunakan daun Patikan Cina
yang dicampur dengan Bawang Merah dan Pulosari. Tanaman Serai dan Lavender bisa
dimanfaatkan sebagai pengusir nyamuk. Pemanfaatan TOGA/Jamu untuk memelihara
kesehatan yang berimplikasi pada peningkatan Usia harapan Hidup seperti daun Landep
Segar dan Gandarusa sebagai obat pegal linu dan masih banyak hal-hal lain dari bumi
Indonesia yang belum tergali pemanfaatannya untuk kesehatan.
F. Contoh Desa Yang Telah Sukses Melaksanakan Program TOGA
1.

Desa Merden
Salah satu kegiatan ekonomi produktif yang dikembangkan di desa ini adalah
membudidayakan Tanaman Obat Keluarga (TOGA). Di daerah ini, hampir tidak ada lahan
kosong, semuanya sudah dimanfaatkan untuk berbagai tanaman produktif. Tak hanya di
pekarangan yang luas, di pekarangan yang sempit sekalipun, masyarakat sudah
memanfaakannya dengan baik untuk menanam TOGA. Sebagian besar masyarakatnya
bermata pencaharian sebagai petani dan pedagang. Aktivitas penduduknya sebagian besar
sudah berada di atas rata-rata desa lain, dan pada umumnya mereka sudah paham tentang
kegiatan ekonomi produktif.
Adapun tanaman yang menjadi andalannya adalah jenis tanaman jahe (mulai dari jahe
merah, jahe wulung, maupun jahe putih). Menyadari akan manfaat TOGA, Pemerintah Desa
Merden kini secara terus-menerus mempublikasikan kepada masyarakat dengan membuat
sentra-sentra kegiatan tanaman obat di masing-masing dusun. Sumargo, misalnya, ia
mengolah jahe instan dan jahe biang dalam bentuk cair dan serbuk melalui pelatihan yang
diperolehnya dari Dinas Kesehatan, Pertanian, Perindustrian, dan dinas terkait lainnya.

rogram pengembangan Tanaman Obat Keluarga (TOGA) memang sangat membantu


persoalan-persoalan yang menyangkut kesehatan, kini masyarakat pun telah mampu
mengatasi masalah-masalah tersebut dengan cara yang lebih alami. Hal ini menunjukkan
bahwa obat yang berasal dari sumber bahan alam khususnya tanaman telah memperlihatkan
peranannya dalam penyelenggaraan upaya-upaya kesehatan masyarakat. Budidaya TOGA
juga dapat memacu usaha kecil dan menengah di bidang obat-obatan herbal sekalipun
dilakukan secara individual. Setiap keluarga dapat membudidayakan tanaman obat secara
mandiri dan memanfaatkannya, sehingga akan terwujud prinsip kemandirian dalam
pengobatan keluarga.
2.

Kecamatan Kayen
Pada tanggal 14 Januari 2012, di kecamatan Kayen, kabupaten Pacitan, presiden telah
meresmikan gerakan pengembangan Rumah Pangan Lestari ke seluruh Indonesia. Kemudian
Menteri Pertanian memerintahkan seluruh jajarannya agar mengembangkan KRPL di seluruh
kabupaten/kota di Indonesia. Termasuk Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
mendapat mandat untuk mengembangkan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (MKRPL). Pengembangan KRPL ini diimplementasikan melalui pemanfaatan lahan pekarangan,
baik di perkotaan maupun di perdesaan, dengan menerapkan budidaya tanaman sayuran,
buah-buahan, tanaman obat (TOGA), Komoditas yang dikembangkan yaitu berbagai tanaman
sayuran diantaranya slada, kenikir, sawi, terong, lombok, tomat, kemangi, kangkung, bawang
prey brokoli, brongkol, sledri dan bayam merah (13 jenis). Implementasi KRPL, memang
diisesuaikan dengan kondisi lingkungan yaitu halaman dengan nuansa taman, maka budidaya
tanaman dilakukan dalam polibag/pot plastik yang ditempatkan dan tertata secara berjajar di
atas berbagai model rak bambu, sehingga melengkapi taman yang hijau dan keasrian
lingkungan pendopo.

3.

Kabupaten Banyuwangi
Selain menjadi sumber pemenuhan gizi keluarga, pemanfaatan pekarangan juga dapat
menjadi alternatif pengembangan kegiatan ekonomi produktif dalam meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan keluarga. Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa luasan
lahan pekarangan di Kabupaten Banyuwangi mengisyaratkan masih terbukanya peluang
dalam optimalisasi potensi lahan pekarangan dengan penanaman berbagai jenis tanaman
hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi sekaligus sebagai penunjang kebutuhan nutrisi dan
kesehatan keluarga. Selain berperan sebagai penunjang kebutuhan nutrisi dan kesehatan
keluarga, jenis tanaman hortikultura seperti sayuran dan TOGA tidak membutuhkan areal

yang luas dalam penanamannya serta perawatannya cukup mudah, sehingga sangat sesuai
untuk dikembangkan di lahan pekarangan. Upaya ini akan berlangsung efektif jika
dilaksanakan secara intensif dan berkelanjutan. Oleh karenanya perlu melibatkan peran serta
aktif masyarakat, khususnya kaum wanita sebagai elemen penting pelaku pembangunan.
Didasari oleh hal tersebut, Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Banyuwangi mengadopsi sistem verticultur dengan konstruksi vertical garden dalam konsep
pemanfaatan lahan pekarangan. Struktur bertingkat yang diusung dalam model ini terbukti
hemat ruang serta mampu menampung jauh lebih banyak populasi tanaman dalam polybag
dibandingkan sistem konvensional sehingga terlihat artistik dari segi estetika. Sebagai wujud
komitmen, sejak tahun 2012 Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan konsisten
memfasilitasi pemberian bantuan vertical garden berikut bibit tanaman sayuran, buah dan
TOGA dalam polybag kepada sejumlah Kelompok Wanita Tani (KWT) di Kabupaten
Banyuwangi. Sebagai referensi, masyarakat dapat melihat secara langsung berbagai tanaman
sayuran dan TOGA dalam polybag yang tertata rapi dalam konstruksi vertical garden di
halaman kantor Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Banyuwangi.
4.

Desa Patemon
Desa Patemon dari arah Kota Kecamatan Tengaran siap menjadi Desa Toga (tanaman
obat keluarga) Nasional. Aneka tanaman obat keluarga (Toga) tertanam rapi di sepanjang
jalan desa dan pekarangan milik warga. Desa Patemon lebih mengenal toga dengan sebutan
empon-empon. Warga menanam empon-empon di pekarangan rumah untuk menambah
penghasilan keluarga. Diantaranya dengan menanam kunyit atau kunir yang memiliki nilai
ekonomis lumayan tinggi. Menurut warga kunyit mudah tumbuh dan berbuah pada jenis
tanah mana saja. Dengan biaya perawatan yang rendah, tanaman kunyit dapat dipanen dan
mendatangkan penghasilan yang lumayan bagi warga. Budidaya tanaman obat keluarga ini
ada sejak jaman nenek moyang warga Desa Patemon. Upaya pelestarian terus berjalan turun
temurun hingga saat ini, dari pengembangan massal tanaman kunyit hasil panen tahun lalu
mencapai berat 41 ton.
Bupati mengakui usaha Toga di Desa Patemon telah menjadi semacam gaya hidup
karena telah berlangsung lama. Sebagai gambaran, saat ini di Patemon hamparan tanaman
kunyit mencapai 14 hektar dan jahe seluas 18 hektar. Setidaknya 900 kepala keluarga
menanam aneka toga seperti temulawak, lempuyang di pekarangan rumah.

5.

Puskesmas Banyu Urip

Semangat kader Toga (Taman Obat Keluarga) di wilayah Puskesmas Banyu Urip tak
pernah surut. Setelah menjadi juara III dalam lomba Toga yang dihelat pada pertengahan
bulan Juli lalu, mereka tetap mengembangkan dan memanfaatkan keberadaan Toga di sekitar
mereka. Hal ini diketahui dari hasil Monitoring dan Evaluasi (Monev) Toga oleh Dinas
Kesehatan Kota Surabaya kepada Puskesmas Banyu Urip yang dilaksanakan hari Jumat .
Kegiatan Monev ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pemanfaatan Toga,
khususnya di wilayah Puskesmas Banyu Urip serta mengetahui persiapan para kader dalam
menghadapi lomba Toga. Pada Monev yang pertama tersebut, Puskesmas Banyu Urip
bersama kadernya sudah lama memanfaatkan Toga.
Terbukti Kader Toga dan masyarakat yang berada di wilayah Banyu Urip dan Kupang
Krajan itu memanfaatkan tanaman Toga dengan melakukan demo Toga rutin setiap satu bulan
sekali di Puskesmas Banyu Urip. Kali ini para kader dari RW IX membuat jus jambu dan jus
tomat.Selain demo tersebut, para kader mamanfaatkan Toga dengan cara menjadikannya
bubuk instan, sehingga mudah untuk dikonsumsi. Bubuk instan Toga itu kini banyak
dipergunakan dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Upaya pelayanan kesehatan tradisional merupakan pelayanan kesehatan yang secara tidak
langsung berperan dalam menunjang pencapaian indikator Renstra Kementerian Kesehatan
melalui pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional ramuan dan ketrampilan dalam tumbuh
kembang balita, kesehatan ibu hamil dan nifas, maupun pemanfaatan pijat untuk kesegaran
b.

tubuh.
Tujuan dari Ukestra adalah pelayanan kesehatan tradisional sendiri yang dapat digunakan

masyarakat dalam mengatasi gangguan kesehatan secara mandiri (self-care).


c. Pembinaan Dan Pengawasan Pelayanan Kesehatan Tradisional dapat dilakukan dengan cara
Regulasi Pelayanan Kesehatan Tradisional yang telah dituangkan dalam Undang-Undang RI
No. 36 tahun 2009. Kedua adalah Pembina Kemitraan dengan berbagai Lintas Sektor terkait
dan organisasi (asosiasi) pengobat tradisional termasuk pengawasan terhadap tenaga
pengobat tradisional baik yang asli Indonesia maupun yang berasal dari luar negeri. Pilar
ketiga adalah Pendayagunaan Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional
d.

(Sentra P3T).
Upaya pembinaan pengobatan tradisional dapat dikembangkan berdasarkan pola upaya

e.

kesehatan Puskesmas, peran serta masyarakat dan rujukan kesehatan.


Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pelayanan Kesehatan Tradisional Melalui Toga sangat
membantu perekonomian masyarakat terutama pada daerah yang mengalami keterbatasan
dalam memperoleh akses pelayanan kesehatan. Contoh daerah yang telah berhasil Desa
Merden, Kecamatan Kayen, Kabupaten Banyuwangi, Desa Patemon dan Puskesmas Banyu

Urip.
B. Saran
a. Seharusnya informasi yang didapatkan mengenai upaya kesehatan tradisional
didapatkan didaerah sendiri (Samarinda). Untuk mengetahui lebih dalam dan jauh
mengenai upaya kesehatan tradisional itu sendiri.
b. Upaya kesehatan tradisional yang dilakukan di berbagai daerah sudah mencapai titik
keberhasilan. Namun belum ada upaya yang dilakukan untuk menaikkan tingkat
keberhasilan tersebut. Agar semakin tahun atau bulan upaya kesehatan tradisional
tersebut dapat berjalan dengan baik dan meningkat.
DAFTAR PUSTAKA

Dyson, Laurentus. 1998.Pola Tingkah Laku Masyarakat Dalam Mencari Kesembuhan (Berobat).
Surabaya. Lembaga Penelitian UA.
Salan, Rudi dr. 1983. Perilaku, Perilaku Kesakitan, dan Peranan Sakit (Suatu Introduksi). Pusat
Penelitian Penyakit Tidak Menular. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen
Kesehatan RI.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat
Kesehatan Masyarakat
http://www.ilmukesehatangigi.com/2011/03/23/
http://www.scribd.com/doc/37664698/Referat-Puskesmas-Dan-Posyandu

Anda mungkin juga menyukai