Anda di halaman 1dari 25

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................1
BAB I.............................................................................................. 2
PENDAHULUAN................................................................................2
BAB II............................................................................................. 3
PEMBAHASAN.................................................................................3
1.

DEFINISI DAN EPIDEMIOLOGI..................................................................3


1.1
Osteoartritis....................................................................................3
1.2
Artritis Gout.....................................................................................3
1.3
Rematoid Artritis.............................................................................3
2. ETIOLOGI................................................................................................ 4
2.1
Osteoartritis....................................................................................4
2.2
Artritis Gout.....................................................................................4
2.3
Reumatoid Artritis...........................................................................4
3. KLASIFIKASI............................................................................................ 4
3.1
Osteoarthritis..................................................................................5
3.2
Artritis Gout.....................................................................................5
3.3
Reumatoid Artritis...........................................................................5
4. PATOFISIOLOGI........................................................................................ 5
4.1
Osteoartritis....................................................................................5
4.2
Artritis Gout.....................................................................................6
4.3
Reumatoid Artritis...........................................................................7
5. TANDA DAN GEJALA................................................................................7
5.1
Osteoartritis....................................................................................8
5.2
Artritis Gout.....................................................................................8
5.3
Reumatoid Arritis.............................................................................9
6. DIAGNOSIS............................................................................................10
6.1
Osteoartritis..................................................................................10
6.2
Artritis Gout...................................................................................11
6.3
Reumatoid Artritis.........................................................................12
7. PENATALAKSANAAN..............................................................................13
7.1
Osteoartritis..................................................................................13
7.2
Artritis Gout...................................................................................14
7.3
Reumatoid Artritis.........................................................................14
BAB III EFEK VITAMIN PADA PENYAKIT SENDI..................................16
3.1Osteoartritis............................................................................................... 16
3.2Artritis Gout............................................................................................... 22
3.3 Reumatoid Artritis.....................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................25

BAB I
PENDAHULUAN
Arthritis adalah suatu keadaan dimana adanya proses peradangan pada
sendi. Keadaan ini dapat terjadi pada satu atau beberapa sendi pada tubuh.
Terdapat lebih dari seratus tipe berbeda untuk arthritis. Tidak ada batasan untuk
umur, jenis kelamin dan suku terjadinya proses peradangan sendi, dan arthritis
salah satu penyebab kecacatan di Amerika Serikat. Menurut data statistik yang
dikeluarka oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC), diperkirakan
0,4-1,3% orang di dunia terkena arthritis. Pada tahun 2015 1,5 juta orang (0,6%)
di Amerika yang berusia diatas 18 tahun mengalami arthritis.1 Secara garis besar
arthritis dapat dibagi menjadi osteoarthritis (OA) , rheumatoid arthritis (RA), dan
gouty arthritis (GOUT).
Gejala yang dikeluhkan pada pasien dengan arthritis adalah bengkak,
nyeri, kaku sendi, dan berkurangnya range of motion (ROM). Gejala dapat hilang
dan timbul. Gejala yang timbul terdiri dari ringan, sedang, dan berat. Gejala tidak
berubah selama setahun pertama sejak keluhan muncul, dan akan memburuk
secara progresif tiap tahun. Arthritis derajat berat menyebabkan nyeri yang
berkepanjangan, ketidakmampuan melakukan aktifitas harian, dan menyulitkan
untuk berjalan dan naik tangga.
Progresifitas dari arthritis menyebabkan perubahan permanen pada sendi.
Perubahan sendi dapat terlihat secara nyata, namun kerusakannya hanya bisa
terlihat melalui metode radiologi X-ray .
Terapi yang biasa diberikan berupa obat-obatan, penurunan berat badan
bila pasien gemuk, latihan fisik dan kajian nutrisi untuk arthritis. Berbicara
tentang nutrisi, vitamin ternyata memiliki peran dalam menangani masalah
arthritis. Dalam tinjauan ini akan dibahas lebih lanjut dampak vitamin pada
penyakit sendi arthritis.

BAB II
PEMBAHASAN
1.

DEFINISI DAN EPIDEMIOLOGI

1.1

Osteoartritis

Kerusakan progresif dari tulang rawan dan tulang yang disebabkan oleh kegagalan
perbaikan kerusakan sendi karena tekanan pada sendi.1 Prevalensi osteoarthritis
meningkat seiring pertambahan usia (35% pada usia 30 tahun, 85% pada usia 80
tahun).1
1.2

Artritis Gout

Gout adalah penyakit metabolik yang diakibatkan karena produksi urat yang
meningkat atau yang paling sering karena pembuangan asam urat yang terganggu,
menyerang usia dewasa, lansia, dan wanita post-menopause.2
1.3

Rematoid Artritis

Reumatoid atau Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun sistemik.


RA merupakan salah satu kelainan multisistem yang etiologinya belum diketahui
secara pasti dan dikarateristikkan dengan destruksi sinovitis. Penyakit ini
merupakan peradangan sistemik yang paling umum ditandai dengan keterlibatan
sendi yang simetris. Penyakit RA ini merupakan kelainan autoimun yang
menyebabkan inflamasi sendi yang berlangsung kronik dan mengenai lebih dari
lima sendi (poliartritis).3
Prevalensi RA relatif konstan yaitu berkisar antara 0,5-1% di seluruh dunia.
Insidensi prevalensi RA bervariasi berdasarkan lokasi geografis dan diantara
berbagai grup etnik dalam suatu negara. Prevalensi RA lebih banyak ditemukan
pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki dengan rasio 3:1 dan dapat terjadi
pada semua kelompok umur, dengan angka kejadian tertinggi didapatkan pada
dekade keempat dan kelima.3,4

2.

ETIOLOGI

2.1

Osteoartritis

Etiologi dari osteoarthritis terbagi dalam primer, sekunder, dan lainnya. Primer
termasuk didalamnya adalah idiopatik. Ini adalah yang paling banyak angka
kejadiannya. Yang termasuk di dalam osteoarthritis sekunder adalah post
traumatik atau mekanik, post inflamasi (RA) atau post infeksi, gangguan endokrin
(akromegaly, hiperparatiroidisme, hipotiroidisme), gangguan metabolik (gout,
wilsons disease), neuropatik (charcot joints), trauma sendi atipikal karena
neuropati perifer (diabetes, sifilis), dan nekrosis avaskuler. Sedangkan yang
lainnya adalah malformasi karena kongenital.1
2.2

Artritis Gout

Banyak pengaruh yang dapat menyebabkan gout di antaranya adalah kelainan


genetik, jenis kelamin, usia terutama pada pria lanjut usia dan wanita postmenopause, obesitas, konsumsi alcohol, dan diet tinggi purin.2
2.3

Reumatoid Artritis

Etiologi dari RA berupa faktor Genetik (berhubungan dengan gen HLA-DRB1)3,4,


Hormon Sex, Faktor Infeksi, Heat Shock Protein (HSP) (Merupakan protein yang
diproduksi sebagai respon terhadap stres. Protein ini mengandung untaian
(sequence) asam amino homolog. Diduga terjadi fenomena kemiripan molekul
dimana antibodi dan sel T mengenali epitop HSP pada agen infeksi dan sel Host.
Sehingga bisa menyebabkan terjadinya reaksi silang Limfosit dengan sel Host
sehingga mencetuskan reaksi imunologis)3,4 dan Faktor Lingkungan salah satu
contohnya adalah merokok.3,4

3.

KLASIFIKASI

3.1

Osteoarthritis

Klasifikasi osteoarthritis terbagi berdasarkan etiologi, Primer (Idiopatik-paling


banyak), Sekunder (Post traumatik atau mekanik, post inflamasi (RA) atau post
infeksi, gangguan endokrin, gangguan metabolik, neuropatik, trauma sendi

atipikal karena neuropati perifer, nekrosis avaskuler dan Lainya (malformasi


kongenital).1
3.2

Artritis Gout

Artritis gout terbagi dua menurut manifestasi klinisnya yaitu akut dan kronik.
Artritis gout akut adalah manifestasi awal dari arthritis gout yang terjadi dalam
rentang waktu 3-10 hari. Sedangkan arthritis gout kronik adalah arthritis gout akut
yang berulang dan progresif. Setiap individu mempunyai perbedaan dalam
rentang waktunya. Artritis gout kronik dapat terjadi sampai erosi dan destruksi
kartilago.2
3.3

Reumatoid Artritis

Reumatoid arthritis klasik. Pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6
minggu.2,10,11
Reumatoid arthritis defisit. Pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala
sendi yang berlangsung terus menerus paling sedikit dalam waktu 6 minggu.2,10,11
Probable rheumatoid arthritis. Pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan
gejala sendi yang berlangsung terus menerus paling sedikit dalam waktu 6
minggu.2,10,11
4.

PATOFISIOLOGI

4.1

Osteoartritis

Kerusakan tulang rawan artikular karena faktor biomekanik lokal dan pelepasan
enzim proteolitik dan kolagenolitik dimana OA terjadi ketika katabolisme tulang
rawan > sintesis dan hilangnya proteoglikan dan air.1
Proses metabolism yang abnormal dari tulang menyebabkan kerusakan yang lebih
jauh pada sendi dan kerusakan dan perubahan fungsi sendi.1
4.2

Artritis Gout

Gout dianggap sebagai jenis yang paling umum dari arthritis tipe inflamasi dan
biasanya terkait dengan penurunan kualitas hidup bagi mereka yang menderita
gout. Tingginya kadar asam urat serum, disebut hiperurisemia, merupakan

prasyarat yang diperlukan untuk sumber terjadinya gout. Keadaan hiperurisemia


dapat disebabkan oleh tingginya diet purin pada nutrisi pasien.1,5
Karena kadar asam urat yang terlalu tinggi dalam tubuh dan ambang kejenuhan
berlebih, kristal monosodium urat disimpan di sekitar sendi terutama perifer dari
sendi sinovial. Bentuk kristal monosodium urat yang tajam menjadikan ligament,
kartilago, dan tendon tergesek olehnya. Daerah yang paling sering terkena adalah
sendi metatarsal phalanx jari pertama. Sering disebut sebagai buku jari
pertamadarijempol kaki.1,5
4.3

Reumatoid Artritis

RA merupakan penyakit autoimun sistemik yang menyerang sendi. Reaksi


autoimun terjadi dalam jaringan sinovial. Kerusakan sendi mulai terjadi dari
proliferasi makrofag dan fibroblas sinovial. Limfosit menginfiltrasi daerah
perivaskular

dan

terjadi

proliferasi

sel-sel

endotel

kemudian

terjadi

neovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh
bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terbentuknya pannus akibat terjadinya
pertumbuhan yang iregular pada jaringan sinovial yang mengalami inflamasi.
Pannus kemudian menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang Respon
imunologi melibatkan peran sitokin, interleukin, proteinase dan faktor
pertumbuhan. Respon ini mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi
sistemik.2,3

Gambar 1 . Patofisiologi RA3

Sel T dan sel B merupakan respon imunologi spesifik. Sel T merupakan bagian
dari sistem immunologi spesifik selular berupa Th1, Th2, Th17, Treg, Tdth,
CTL/Tc, NKT. Sitokin dan sel B merupakan respon imunologi spesifik humoral,
sel B berupa IgG, IgA, IgM, IgE, IgD (Baratwidjaja, 2012). Peran sel T pada RA
diawali oleh interaksi antara reseptor sel T dengan share epitop dari major
histocompability complex class II (MHCII-SE) dan peptida pada antigenpresenting cell (APC) pada sinovium atau sistemik. Dan peran sel B dalam
imunopatologis RA belum diketahi secara pasti.3

5.

TANDA DAN GEJALA

5.1

Osteoartritis

Tanda dan gejala osteoarthritis terlokalisir pada sendi yang terkena (bukan
merupakan penyakit sistemik) dan nyerinya sering membahayakan, bertahap
progresif, dan fluktuatif.1 Osteoartritis ditandai dengan1,2 garis sendi kabur dengan
nyeri pada penekanan, pembesaran penonjolan tulang pada sendi yang terkena,
deformitas (angulasi), terbatasnya pergerakan sendi, tanda tanda peradangan
terkadang positif, atrofi otot periartikular. Dengan gejala sebagai berikut 1,2 nyeri
sendi dirasakan saat bergerak dan hilang saat istirahat, kekakuan yang singkat (<
30 menit) setelah mobilisasi, sendi yang menekuk, hilangnya fungsi sendi.Sendi
yang terkena biasanya asimetris. Pada tangan adalah sendi Carpometacarpal yang
paling banyak terkena. Pada pinggul, nyeri dapat tumpul atau tajam pada area
trokhanter, terkadang nyeri menjalar sampai paha namun tidak melewati lutut.
Pada sendi lutut biasanya terbatas pada satu kompartemen dan medial lebih sering
daripada lateral, sendi antara patella dan femur yang sering terkena. Pada kaki
paling sering pada sendi metatarsophalangeal pertama. Pada Vertebra Lumbal,
paling sering, biasa pada L4-L5, L5-S1, proses degenerasi pada diskus
intervertebralis dan sendi facet, spondilolistesis. Pada tulang cervical, umumnya
nyeri leher menjalar ke bahu, terutama daerah C5 dan C6.1,2
5.2

Artritis Gout

Artritis gout akut adalah manifestasi klinis awal yang paling umum dari gout.
Biasanya hanya satu sendi yang terkena, namun poliartikular gout dapat terjadi

pada episode berikutnya. Episode pertama dari gout akut dimulai pada malam hari
dengan nyeri sendi disertai dengan pembengkakan pada sendi. Sendi dengan cepat
menjadi hangat dan kemerahan mirip selulitis. Serangan awal cenderung mereda
spontan dalam waktu 3-10 hari, dan kebanyakan pasien memiliki interval waktu
yang berbeda-beda sampai episode berikutnya.2
Artritis gout akut umumnya paling sering terkena pada satu sendi, atau banyak
sendi pada ekstremitas bawah. Paling umum sendi yang terkena adalah
metatarsophalangeal I, midtarsal, pergelangan kaki, dan sendi lutut. Nyeri hebat,
eritema, dan bengkak, terjadi pada pagi hari lalu gejala semakin meningkat dan
membaik dalam 24-48 jam.2,8
Artritis gout kronik adalah serangan arthritis gout akut yang berulang. Deposit
Kristal monosodium urat dapat berada di interphalangeal. Keadaan ini dapat
memacu pada erosi dan destruksi sendi jika tidak ditangani. Pada keadaan ini
gejala mirip dengan rheumatoid arthritis, namun dengan aspirasi cairan sendi dan
didapatkan Kristal monosodium urat dapat mengkonfirmasi arthritis gout.2,8
5.3

Reumatoid Arritis

RA dapat ditemukan pada semua sendi dan sarung tendo, tetapi paling sering di
tangan. RA juga dapat menyerang sendi siku, kaki, pergelangan kaki dan lutut.
Sinovial sendi, sarung tendo, dan bursa menebal akibat radang yang diikuti oleh
erosi tulang dan destruksi tulang disekitar sendi.4,5

Gambar 2. Manisfestasi RA4

Ditinjau dari stadium penyakitnya, ada tiga stadium pada RA yaitu :


a. Stadium sinovitis. Artritis yang terjadi pada RA disebabkan oleh sinovitis,
yaitu inflamasi pada membran sinovial yang membungkus sendi. Sendi yang
terlibat umumnya simetris, meski pada awal bisa jadi tidak simetris. Sinovitis ini
menyebabkan erosi permukaan sendi sehingga terjadi deformitas dan kehilangan
fungsi .Sendi pergelangan tangan hampir selalu terlibat, termasuk sendi
interfalang proksimal dan metakarpofalangeal.4,5
b. Stadium destruksi Ditandai adanya kontraksi tendon saat terjadi kerusakan
pada jaringan synovial.4,5
c. Stadium deformitas Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan
berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi yang terjadi secara menetap.4,5
Manifestasi klinis RA terbagi menjadi 2 kategori yaitu manifestasi artikular dan
manifestasi ekstraartikular, yaitu sebagai berikut :
a. Manfestasi artikular RA terjadi secara simetris berupa inflamasi sendi, bursa,
dan sarung tendo yang dapat menyebabkan nyeri, bengkak, dan kekakuan
sendi, serta hidrops ringan Tanda kardinal inflamasi berupa nyeri, bengkak,
kemerahan dan teraba hangat mungkin ditemukan pada awal atau selama
kekambuhan, namun kemerahan dan perabaan hangat mungkin tidak dijumpai
pada RA kronik. Sendi-sendi besar, seperti bahu dan lutut, sering menjadi
manifestasi klinis tetap, meskipun sendi-sendi ini mungkin berupa gejala
asimptomatik setelah bertahun-tahun dari onset terjadinya.4,5
b. Manifestasi ekstraartikular pada RA, meliputi :
o Konstitusional, terjadi pada 100% pasien yang terdiagnosa RA. Tanda dan
gejalanya berupa penurunan berat badan, demam >38,3o c , kelelahan
(fatigue), malaise, depresi dan pada banyak kasus terjadi kaheksia, yang secara
umum merefleksi derajat inflamasi dan kadang mendahului terjadinya gelaja
awal pada kerusakan sendi.4,5
o Nodul, terjadi pada 30-40% penderita dan biasanya merupakan level tertinggi
aktivitas penyakit ini. Saat dipalpasi nodul biasanya tegas, tidak lembut, dan

dekat periosteum, tendo atau bursa. Nodul ini juga bisa terdapat di paru-paru,
pleura, pericardium, dan peritonuem. Nodul bisanya benign (jinak), dan
diasosiasikan dengan infeksi, ulserasi dan gangren.4,5
o Sjogrens syndrome, hanya 10% pasien yang memiliki secondary sjogrens
syndrome. Sjogrens syndrome ditandai dengan keratoconjutivitis sicca (dry
eyes) atau xerostomia.4,5
o Paru (pulmonary) contohnya adalah penyakit pleura kemudian diikuti dengan
penyakit paru interstitial.4,5
o Jantung (cardiac) pada jantung yang disebabkan oleh RA adalah perikarditis,
kardiomiopati, miokarditis, penyakti arteri koreoner atau disfungsi diastole.4,5
o Vaskulitis, terjadi pada RA yang kronis.4,5

6.

DIAGNOSIS

6.1

Osteoartritis

Modalitas pencitraan radiografi bermanfat untuk mendiagnosis osteoarthritis.


Magnetic Resonance Imaging (MRI), Optical Coherence Tomography (OCT), dan
Ultrasound

(USG)

dapat

memvisualisasikan

struktur

dan

mengevaluasi

progresifitas penyakit. Radiografi terutama berguna untuk mengkaji struktur sendi


dan tulang. OCT dapat digunakan untuk mengevaluasi kartilago sendi dan USG
dapat

digunakan

untuk

ligamentum

dan

cairan

synovial.

MRI

dapat

memvisualisasikan semua struktur intraartikular beserta patologisnya.1,9


6.2

Artritis Gout

Diagnosis arthritis gout menggunakan kriteria dari American College of


Rheumatology (ACR) tahun 1977 2,6:
a. Ditemukannya Kristal urat di cairansendi,atau
b. Adanya tofus berisi Kristal urat, atau
c. Terdapat lebih dari satu kali serangan arthritis akut
d. Terdapat 6 dari 12 kriteria klinis, laboratoris dan radiologis berikut :
o Inflamasimaksimalterjadidalamwaktusatuhari
o Arthritis monoartikuler
o Kemerahanpadasendi
10

o Bengkakdannyeripadametatarsal phalanx-1 (MTP-1)


o Artritis unilateral yang melibatkanMTP-1
o Artritis unilateral yang melibatkansendi tarsal
o Kecurigaanadanyatofus
o Pembengkakansendi yang asimetris (radiologis)
o Kistasubkortikaltanpaerosi (radiologis)
o Kulturmikroorganisme negative padacairansendi
6.3

Reumatoid Artritis

Kriteria untuk Reumatoid arthritis dari American College of Rheumatology


(ACR) 2010 mulai diperkenalkan dengan menitikberatkan pada gambaran klinis
tahap awal penyakit. Reumatoid Arthritis ditegakkan berdasarkan adanya sinovitis
pada paling sedikit 1 sendi, tidak adanya diagnosis alternative lain yang dapat
menjelaskan sinovitis, serta skor total individu dari 4 kriteria (keterlibatan sendi,
pemeriksaan serologis, peningkatan acute phase reactant, dan durasi gejala) 6.2,12

Gambar 4. Kriteria Reumatoid arthritis berdasarkan American College of


Rheumatology (ACR)/ European League Againts Rheumatism (EULAR) 20102,12

11

Keterlibatan sendi ditandai dengan adanya sendi nyeri atau bengkak pada saat
pemeriksaan, yang dapat dikonfirmasi dengan bukti gambaran sinovitis. Yang
termasuk sendi besar adalah sendi bahu, siku, pingul, lutut, dan tumit, sedangkan
yang termasuk kecil adalah sendi metacarpophalangeal, interphalangeal distal,
sendi metatarsophalangeal kedua sampai kelima, sendi interphalangeal ibu jari,
dan pergelangan tangan. Antibodi anti-CCP lebih spesifik dibandingkan
rheumatoid factor (RF) untuk penegakkan diagnosis rheumatoid arthritis secara
dini dan lebih baik dalam memprediksi progresifitas penyakit.2,12
Pemeriksaan penunjang lainnya berupa : laboratorium serum untuk IgA, IgM, IgG
, antibodi anti-CCP dan RF, 19 analisis cairan sinovial, foto polos sendi, MRI, dan
ultrasound.2,3

7.

PENATALAKSANAAN

7.1

Osteoartritis

Tujuan dari terapi OA adalah mengurangi rasa nyeri dan meminimalisasi


hilangnya fungsi fisik.
7.1.1

Non-Farmakoterapi2
a.Mengurangi aktifitas yang membebankan sendi yang menyebabkan
rasa nyeri tersebut.
b.

Meningkatkan

kekuatan

dan

kondisi

dari

otot

yang

menghubungkan sendi sehingga mengotimalkan fungsinya.


c.Meringankan beban sendi dengan menurunkan berat badan .
7.2.2

Farmakoterapi2
a.Oral : Acethaminofen, NSAID, glusamin+kondroitin
b.

Topikal : NSAID

c.Injeksi sendi : NSAID, as. Hialuronik


7.1.3

Pembedahan2
a.Joint debridement
b.

Osteotomy

12

c.Partial or total joint replacement


7.2

Artritis Gout

7.2.1

Non Farmakoterapi

Prinsip dari pengobatan pasien gout adalah menghindari faktor resiko seperti
mengurangi makanan tinggi purin seperti daging merah dan makanan laut. Ice
pack yang diletakan pada sendi dan istirahat dapat membantu meringankan nyeri.
Selain itu kontrol berat badan, tingkatkan asupan air, kurangi makanan yang
mengandung purin dan fruktosa, dan hindari diuretic untuk mengkoreksi
hiperurisemia.2,7
7.2.2

Farmakoterapi

Beberapa golongan obat yang dapat mengobati serangan akut gout 2,7 :
-

NSAID : anti-inflamasi yang paling banyak digunakan. Indomethacine


(25-50 mg), naproxen (500 mg), ibuprofen (800 mg).

Colchicine : dapat diberikan 0,6 mg/ 8 jam

Glukokortikoid : diberikan IM atau oral. Prednison 30-50 mg/hari dapat


bermanfaat untuk poliartikular gout.

Kortikosteroid

Kontrol utama untuk arthritis gout adalah mengkoreksi hiperurisemia. Normalnya


kadar serum asam urat < 300-360 umol/L (5-6 mg/dL). Beberapa golongan obat
yang dapat mengurangi kadar asam urat dalam tubuh7 :
-

Allopurinol : lini I. Dapat diberikan single dose pada pagi hari 100 mg dan
dapat ditingkatkan sampai 800 mg jika perlu.

7.3

Febuxostat : 40-80 mg/ hari, sekali sehari.

Probenecid
Reumatoid Artritis

RA harus ditangani dengan sempurna. Penderita harus diberi penjelasan bahwa


penyakit ini tidak dapat disembuhkan. Terapi RA harus dimulai sedini mungkin
agar menurunkan angka perburukan penyakit. Penderita harus dirujuk dalam 3

13

bulan sejak muncul gejala untuk mengonfirmasi diganosis dan inisiasi terapi
DMARD (Disease Modifying Anti-Rheumatic Drugs).4,5
Obat-obatan dalam terapi RA terbagi menjadi lima kelompok, yaitu4,5 :
1. NSAID (Non-Steroid Anti-Inflammatory Drugs) untuk mengurangi rasa
nyeri dan kekakuan sendi.
2. Second-line agent seperti injeksi emas (gold injection), Methotrexat dan
Sulphasalazine.

Obat-obatan

ini

merupakan

golongan

DMARD.

Kelompok obat ini akan berfungsi untuk menurukan proses penyakit dan
mengurangi respon fase akut. Obat-obat ini memiliki efek samping dan
harus di monitor dengan hati-hati.
3. Steroid, obat ini memiliki keuntungan untuk mengurangi gejala simptomatis
dan tidak memerlukan montoring, tetapi memiliki konsekuensi jangka
panjang yang serius.
4. Obat-obatan immunosupressan. Obat ini dibutuhkan dalam proporsi kecil
untuk pasien dengan penyakit sistemik.
5. Agen biologik baru, obat ini digunakan untuk menghambat sitokin
inflamasi. Belum ada aturan baku mengenai kelompok obat ini dalam
terapi RA.

14

BAB III
EFEK VITAMIN PADA PENYAKIT SENDI
3.1 Osteoartritis
3.1.1 Vitamin C15
Stres oksidatif yang menghasilkan Reactive Oxygen Species (ROS) berperan
penting pada proses OA. Metabolisme dalam kondrosit dan sinoviosit
menghasilkan radikal bebas, ROS, dan turunannya. Bahan kimia berbahaya
tersebut dapat terakumulasi dalam sendi sinovial, menyebabkan kerusakan yang
luas, peradangan, serta kematian sel. Antioksidan alami dapat mengurangi agenagen yang mampu menghambat ROS, radikal bebas, serta derivatnya. Vitamin C
merupakan salah satu antioksidan yang telah teridentifikasi memiliki efek
antioksidan berkaitan dengan Osteoartritis.
ROS terlibat dalam respon peradangan dalam tubuh. Sebagai contoh, salah satu
cara kerja ROS dapat menstimulasi transkripsi faktor NF-kB yang sangat
berpengaruh dalam proses inflamasi, imunitas, proliferasi sel, dan apoptosis.15
Antioksidan diduga mengganggu proses inflamasi dengan menghambat ROS,
radikal bebas, serta derivatnya. Antioksidan bekerja dengan cara mengoksidasi
diri mereka sendiri. Sel juga menggunakan berbagai enzim antioksidan seperti
katalase, superoksida dismutae, dan berbagai peroksidase untuk mengontrol kadar
seluler ROS. Kekurangan antioksidan atau penghambatan sistem enzim
antioksidan dapat menyebabkan stres oksidatif dan dapat merusak ataupun
membunuh sel. Stres oksidatif merupakan komponen penting dalam proses
terjadinya berbagai penyakit. Stres oksidatif terjadi karena ketidakseimbangan
antara proses oksidatif dan kadar antioksidan, yang diduga berkaitan dengan
proses degeneratif.15
Penyakit muskuloskeletal identik ditandai dengan adanya stres oksidatif.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa stres oksidatif memainkan peran penting
dalam berkembangnya penyakit osteoartritis dan reumatoid artritis. Adanya

15

hubungan yang jelas antara stres oksidatif, ROS, serta, patogenesis OA dan RA,
pasien dengan penyakit tersebut disarankan untuk mempertahankan diet yang
sehat yang terdiri dari antioksidan alami seperti vitamin C. 15
Vitamin C merupakan antioksidan yang kuat. Vitamin C bereaksi dengan radikal
bebas dan bertindak sebagai kofaktor untuk enzim hyroxylase dalam sintesis
kolagen dalam tulang rawan. Vitamin C diperlukan untuk pertumbuhan dan
perbaikan jaringan. Vitamin C juga berperan sebagai donor elektron. Sebagai
donor elektron, vitamin C merupakan antioksidan larut air yang sangat potensial
dalam tubuh manusia. Dalam kondrosit, vitamin C memiliki efek anabolik yang
merangsang dan meningkatkan pembentukkan dan penyusunan matriks tulang.
Vitamin C juga bekerja bersamaan dengan vitamin D dalam proses mineralisasi
sel pada tulang. Dengan demikian, vitamin C merupakan antioksidan yang penting
untuk kondrosit, yang memiliki beberapa jalur untuk penyerapan. Sehingga
asupan atau suplementasi vitamin C dapat membantu pasien OA dengan
komorbiditasnya. Sumber makanan yang tinggi akan vitamin C adalah jambu biji,
paprika, kiwi, brokoli, stroberi, jeruk, tomat, pepaya, kacang polong, kubis. setiap
orang membutuhkan 75-90 mg vitamin C per hari dan untuk dapat memberikan
efek antioksidan di perlukan 200-1000 mg vitamin C per hari.

3.1.2 Vitamin D
Vitamin D merupakan vitamin yang dibutuhkan tubuh untuk menjalankan fungsi
pentingnya

terutama

dalam

perkembangan

sel

tubuh.

Tubuh

manusia

membutuhkan vitamin D untuk mengabsorbsi kalsium dan merangsang


pertumbuhan tulang, meregulasi sistem imun dan sistem neuromuskular. Vitamin
D menjaga kadar kalsium dalam darah dan mengatur kalsium dan fosfor yang
berfungsi menjaga kepadatan tulang dan gigi. Metabolisme vitamin D diatur oleh
PTH. 16
Penelitian menunjukkan bahwa orang dengan kadar vitamin D yang tinggi
memiliki risiko yang rendah terhadap penyakit. Terapi vitamin D membantu
dalam penanganan ataupun pencegahan terhadap autism, penyakit autoimun,

16

kanker, penyakit kronik, depresi, diabetes, tekanan darah tinggi, penyakit


neuromuscular dan osteoporosis.
Dalam keadaan normal tubuh memproduksi vitamin D dengan bantuan paparan
sinar matahari pada kulit. Pada orang yang memiliki warna kulit gelap cenderung
mengabsorbsi sedikit sinar matahari sehingga tidak mendapatkan banyak vitamin
D dari paparan sinar matahari dibandingkan dengan orang dengan warna kulit
putih.16
Paparan sinar matahari pada wajah, kaki dan punggung selama 30 menit tanpa
pelindung matahari setidaknya dua

kali seminggu akan memberikan banyak

vitamin D. Tetapi terlalu banyak terpapar sinar matahari secara langsung juga
akan meningkatkan risiko terkena kanker akibat radiasi sinar UV. Sehingga pada
umumnya vitamin dapat diperoleh melalui makanan dan suplemen vitamin.
Kandungan vitamin D dalam darah dapat diukur melalui pengukuran kadar 25hydroxyvitamin D (25OHD). Batas normal : > 15 ng/mL. Sumber vitamin D
terkandung dalam ikan salmon, mackerel, jamur, susu, yogurt, daging, kuning
telur, keju .

Kebutuhan vitamin D
0 6 bulan
6 12 bulan
1 3 tahun
4 8 tahun
9 70 tahun
>70 tahun
Percobaan pada hewan menunjukan bahwa PTH

400 IU/hari, max 1.000 IU/hari


400 IU/hari, max 1.500 IU/hari
600 IU/hari, max 2.500 IU/hari
600 IU/hari , max 3.000 IU/hari
600 IU/hari, max 4.000 IU/hari
800 IU/hari, max 4.000 IU/hari
memiliki pengaruh terhadap

tulang subcondral. Tetapi hubungan antara PTH dan progresifitas OA belum


diketahui dengan pasti
Tahun 2012, Zhang F et al melakukan penelitian tentang hubungan vitamin D dan
pregrosivitas osteoarhtritis dengan metode serum dikelompokkan menjadi 3
golongan < 20 ug/L low vit D, Median dan 30 ug/L high vit D
Responden dibagi menjadi rendah 25(OH)D, tinggi PTH dan keduanya (rendah
25(OH)D dan tinggi PTH) yang dibandinglkan dengan tinggi 25(OH)D dan
rendah PTH.
Dinilai apakah makanan dan intake suplemen vitamin D memiliki pengaruh
terhadap progresifitas OA dan apakah hubungan antara serum 25(OH)D/PTH dan
progresifitas OA yang dimodifikasi oleh status OA, intake suplemen vitamin D,
17

intake kalsium, jenis kelamin dan IMT. Usia rata-rata responden : 61 tahun 9
tahun. IMT rata-rata responden : 29.6 4.6 kg/m2. Intake vit D rata-rata responden
: 406 IU/d (106 makanan dan 286 suplemen). Intake kalsium rata-rata: 934 mg/d
(605 makanan dan 130 suplemen). Konsentrasi rata-rata: 25(OH)D = 26.210.3
dan PTH 54.526.6.
Hasil yang di dapat
Low 25(OH)D resiko OA meningkat 2x
Tinggi PTH tidak menunjukan pengaruh penting terhadap progresifitas

OA
Rendah 25(OH)D dan tinggi PTH resiko OA meningkat 3x [serum
25(OH)D rendah tetapi PTH tidak tinggi berhubungan dengan penurunan
signifikan pada densitas colum femur tetapi tidak berhubungan dengan

progresifitas OA]
Pada Australian cohort pada orang tua dengan OA serum 25(OH)D <

20 ug/L diperkirakan akan meningkatkan kehilangan kartilago pada lutut


Orang dewasa usia 65 tahun, serum 25(OH)D < 15ug/L

meningkatkan resiko progresifitas OA


Responden dengan konsentrasi vitamin D yang rendah (serum 25(OH)D <
15 ug/L)menunjukkan adanya peningkatan progresifitas OA. Pemberian
suplemen vitamin D menunjukkan pengaruh yang baik pada responden
dengan defisiensi vitamin D.

Kekurangan penelitian:
Konsentrasi serum vitamin D dipengaruhi oleh produksi vitamin D kulit

setelah paparan sinar matahari


Serum vitamin D ditentukan dari penghitungan tunggal dan dapat terjadi
kesalahan klasifikasi terhadap status vitamin D

Kesimpulan

dari penelitian tersebut adalah serum vitamin D yang rendah

berhubungan dengan peningkatan risiko progresifitas knee OA. Pemberian


suplemen vitamin D dapat membantu memperbaiki progresifitas penyakit
terutama pada individu dengan defisiensi vitamin D.

3.1.3 Vitamin E

18

Vitamin E merupakan mineral yang termasuk dalam kelompok larut dalam lemak.
Vitamin E terdiri dari tocopherols dan tocotrienols. Tocopherols adalah jenis
vitamin E yang paling banyak dikonsumsi. Sebagai antioksidan yang larut dalam
lemak, vitamin E bekerja paling aktif pada membran sel sebagai pengangkut
radikal bebas dan menurunkan aktivitas radikal bebas. Radikal bebas adalah
komponen yang dapat menyebabkan kerusakan sel. Contoh sumber vitamin E
dalam makanan adalah minyak zaitun, minyak jagung, ikan mackarel, salmon,
mangga, avocad. Orang dewasa membutuhkan 15 mg(22.4 IU) vitamin E per hari.
Namun banyak orang yang tidak memenuhi kebutuhan minimal per hari dari
vitamin E.17,18
Pada 2009, penilitian yang dilakukan di thailand mengukur konsentrasi
antioksidan pada cairan sinovial pasien dengan osteoartritis. Cairan sinovial
pasien osteoartritis dibandingkan dengan cairan sinovial pasien dengan cidera
lutut.

Konsentrasi

vitamin

diukur

dengan

High-performance

liquid

chromatography (HPLC). Didapatkan konsentrasi vitamin E sangat rendah pada


cairan sinovial pasien osteoartritis dibandingkan dengan pasien cidera lutut. Dari
penelitian ini disimpulkan terapi vitamin E mungkin memiliki dampak positif
dalam proteksi kartilago terhadap kerusakan.17
Radikal bebas menyerang sel kartilago dan merusak strukturnya. Sebagai hasilnya
kertilago sendi semakin berkurang. Dengan fungsi vitamin E sebagai pengangkut
radikal bebas dan mengurangi aktivitas radikal bebas, vitamin E dapat digunakan
sebagai terapi osteoartritis.
Pada tahun 2012 penelitian lain dilakukan membahas efek radikal bebas terhadap
degenerasi kartilago dan manfaat antioksidan seperti vitamin E. Bhattacharya, et.
al, menemukan bahwaaktivitas radikal bebas berhubungan dengan progressifitas
dari osteoartritis. Namun, dengan pengaruh vitamin E proses ini dapat
diperlambat. Penelitian ini menemukan vitamin E dapat menurunkan inflamasi
pada sendi dan meningkatkan antioksidan. Akibatnya, efek radikal bebas menjadi
berkurang pada kerusakan sendi. Namun studi lebih lanjut perlu dilakukan untuk
memastikan efek pasti dari vitamin E dan mekanisme yang terkait.18

19

Vitamin E adalah antioksidan yang dapat menurunkan aktivitas radikal bebas. Hal
ini dapat membantu mengurangi kerusakan tulang rawan sendi akibat stres
oksidatif. Karena vitamin E juga memiliki komponen anti-inflmasi hal ini dapat
bermanfaat untuk terapi dari osteoartritis.18

3.1.4 Vitamin K
Vitamin K berperan penting dalam mengatur mineralisasi kartilago dan tulang
rawan di dalam tubuh. Secara khusus, vitamin K adalah kofaktor yang penting
untuk karboksilasi protein Gla yang tidak hanya mencakup faktor dalam koagulasi
cascade, tetapi juga berada di dalam tulang dan tulang rawan, seperti matriks Gla
protein (MGP), dan osteocalcin. Tulang - tulang rawan dan protein Gla
memainkan peran penting dalam mineralisasi tulang. Perubahan kelainan paralel
terlihat pada osteoarthritis, seperti kekurangan mineralisasi dari tulang rawan,
hipertrofi dari kondrosit, apoptosis kondrosit, dan osifikasi endokhondral.
Kondrosit serta MGP yang terkarboksilasi dari pasien yang terkena OA lebih
sedikit dibandingkan dengan kondrosit dari orang yang tidak terkena OA. Dan ini
menunjukkan osteoarthritis mungkin terkait dengan tidak berfungsinya MGP.
Defisiensi vitamin k bisa dinilai dari kadar plasma phylloquinone, normalnya
kadar phylloquinone adalah 0,5-2,5 Nm. Apabila kadar vitamin K < 0,5 Nm bisa
dikatakan defisiensi vitamin K. Evaluasi nya dinilai dari MRI dan foto rontgent
genue. Konsentrasi plasma phylloquinone yang rendah berhubungan dengan
peningkatan prevalensi dari gambaran radiaografi osteoartritis. 19
Defisiensi vitamin K dikaitkan dengan peningkatan risiko osteoarthritis pada lutut
yang terlihat pada radiografi dan lesi tulang rawan yang terlihat pada MRI. Studi
lebih lanjut vitamin K dapat digunakan untuk terapeutik / profilaksis yang poten
untuk osteoarthritis.19

3.2 Artritis Gout

20

Pada Gout, Supplementasi vitamin C dapat menurunkan faktor resiko terjadinya


hiperurisemia dengan berbagai mekanisme, kemungkinan karena efek urikosurik
dari vitamin C yang memfasilitasi peningkatan ekskresi asam urat. Hal ini
ditunjukkan dari Hyon K Choi, dkk (2010). mengemukakan bahwa konsumsi
Vitamin C 1500mg/ hari menurunkan resiko gout dalam jangka 20 tahun. Pada
jangka pendeknya, didapatkan bahwa konsumsi 500 mg/dL selama 2 bulan dapat
menurunkan asam urat 0,5 mg/dl. Hal tersebut juga terlihat pada penelitian Natalia
Dubchak, dan Gerald F. (2010) menemukan bahwa kadar asam urat dapat
menurun 14.5% setelah 5 jam paska mengkonsumsi 280 gram chery Red Bing
( atau setara dengan 4700mg Vitamin C), mereka menemukan efek pencegahan
serangan gout di dapat dari mengkonsumsi cherry sebanyak 0,2kg. Juice Cherry
memberi efek hipourisemik dengan menurunkan produksi purin dan
meningkatkan eksresi purin. Penelitian Osama Kenshara dan Firas Azzeh (2012)
juga menunjukkan bahwa konsumsi vitamin C 500mg perhari dapat menurunkan
resiko hiperurisemia, dan mengungkapkan bahwa diet tinggi vitamin C lebih baik
daripada konsumsi supplement vitamin C. Efek antiinflamasi pada vitamin C
masih diragukan pada penelitian Hyon K Choi, dkk, adapun penelitian Natalia
Dubchak dan Gerald F menunjukkan adanya efek anti-inflamasi pada juice
Cherry.14

3.3 Rheumatoid Artritis

Beberapa vitamin dan mineral berfungsi sebagai antioksidan dan memberikan


efek antiinflamasi. Vitamin E sebagai vitamin bersama dengan asam lemak omega
3 dan omega 6 dapat memberikan efek memproduksi sitokin dan eicosanoid
dengan menurunkan sitokin proinflamasi dan mediator lemak. Cairan synovial
dan konsentrasi kadar plasma selain seng mengalami perubahan inflamasi pada
rheumatoid arthritis. Konsentrasi elemen RA dihasilkan dari perubahan sitokin
imunomodulator. Degradasi kolagen dan stimulasi eikosanoid berhubungan
dengan kerusakan oksidatif. Tetapi tidak terdapat data signifikan yang mendukung
pemberian suplemen dengan vitamin C, vitamin A, betakaroten kecuali pada
pasien yang memiliki kadar antioksidan yang tidak adekuat14.

21

Pasien RA sering mendapat asupan nutrisi yang kurang dari standar makanan
(DRIs) untuk asam folat, kalsium, vitamin D, vitamin E, seng, vitamin B dan
selenium. Sebagai tambahan, semakin seringnya penggunaan obat methotrexate
menurunkan kadar folat pada pasien dengan hasil peningkatan kadar homosistein.
Pada kondisi tersebut, diperlukan pemasukan yang adekuat pada asam folat,
vitamin B6 dan B12. Malarbsorpsi kalsium dan vitamin D serta demineralisasi
tulang merupakan karakteristik derajat penyakit, mengarah ke osteoporosis dan
fraktur. Penggunaan jangka panjang glukokortikoid juga dapat menimbulkan
osteoporosis. Maka suplemen kalsium dan vitamin D perlu dipertimbangkan.
Vitamin D merupakan imunosupresan pilihan dan semakin besar asupan vitamin
D mungkin dapat menguntungkan. Karena pengurangan kadar vitamin dan
mineral oleh karena penggunaan obat, beberapa penelitian mendukung
suplementasi diatas kadar minimum vitamin D dan E, asam folat, dan Vitamin B6
dan B12.14 Hal ini didukung oleh penelitian Ifigenia Kostoglou-Athanassiou et all
vitamin D dan RA defisiensi vitamin D banyak ditemukan pada pasien RA dan
berhubungan dengan derajat keparahan pada RA maka vitamin D dapat
dipertimbangkan karena

dapat meningkatkan toleransi imunologi, dimana

defisiensi vitamin D dapat menghilangkan toleransi ini sehingga muncul penyakit


autoimun. Selain itu, vitamin D juga memiliki sifat imunomodulator dengan
berbagai mekanisme dari menurunkan presentasi antigen sampai dengan
menghambat sel Th1, dan sebagainya. Selain berfungsi sebagai terapi, vitamin D
juga dapat digunakan untuk mengurangi nyeri, musculoskeletal serta mencegah
osteoporosis20.

Osteoporosis merupakan komplikasi tersering dari penyakit

inflamasi autoimun seperti Reumatoid artritis (RA), ankylosing spondylitis (AS),


systemic lupus erythematosus (SLE) dan multiple sclerosis (MS). Timbulnya
osteoporosis pada penyakit ini disebabkan oleh berbagai factor dan belum
sepenuhnya diketahui. Kegagalan dalam beberapa system regulasi tulang
dianggap bertanggung jawab sebagai komplikasi dari penyakit inflamasi sistemik
meskipun teori ini masih belum terbukti sebagian.
Kegagalan metabolisme vitamin D pernah ditemukan pada pasien penyakit
inflamasi rheumatic, meskipun hubungan pathogenesis dari penyakit autoimun
dan konsekuensi pada kesehatna tulang tidak sepenuhnya dimengerti. Kadar

22

vitamin D yang rendah juga merupakan sebuah factor risiko terjadinya


kekambuhan RA.21 Pada pasien dengan keaktifan penyakit ringan sampai
sedang,kekurangan vitamin D berhubungandengan skor DAS,nyeri,dan disabilitas
yang lebih tinggi22.
Kadar yang meningkat dari tembaga dan seruloplasmin dalam serum dan cairan
sendi ditemukan pada RA. Kadar tembaga plasma berhubungan dengan derajat
inflamasi sendi dan menurun setelah inflamasi berhenti. Meningkatnya kadar
plasma dari seruloplasmin yang merupakan protein pembawa dari tembaga
mungkin memiliki mekanisme protektif karena aktivitas antioksidannya.14

DAFTAR PUSTAKA

1. CDC. Arthritis-Related Statistics.


http://www.cdc.gov/arthritis/data_statistics/arthritis-related-stats.htm
(accessed 28 agustus 2016).
2. Loung m. Et al., 2014. Rheumatologi, Comprehensive Medical References
And Review For Mcqe And Usmle II : 1278-1279
3. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, at al..Harrison's
PRINCIPLES OF INTERNAL MEDICINE, 19th ed. New York:
McGrawHill; 2008.
4. Farid Hambali Prihantoro, A. POLA PERESEPAN OBAT PADA
MANAJEMEN AWAL PASIEN ARTRITIS REUMATOID DI RSUD

23

ABDOEL MOELEOK KOTA BANDAR LAMPUNG PERODE JULI 2012


JUNI 2013. : Universitas Lampung; 2014.
5. Isbagio Hary, Albar Zuljasri, Setiyohadi Bambang, Kasjmir Yoga Iwanoff,
Sumariyono, Wijaya Linda K, at al.. Diagnosis dan Pengelolaan Arthritis
Reumatoid. : Perhimpunan Reumatologi Indonesia; 2014. S
6. Reumatoid Arthritis. UGM. Jogjakarta. 2015
7. Zuljasri Albar. Gout: Diagnosis and management. Medical Journal of
Indonesia 2007; 16(1): .
http://mji.ui.ac.id/journal/index.php/mji/article/viewFile/256/254
(accessed 28 agustus 2016).S
8. Arthritis Foundation. Gout Treatment. http://www.arthritis.org/aboutarthritis/types/gout/treatment.php (accessed 28 agustus 2016).S
9. Aaron T, Eggbeen. Gout: An Update. University of Pittsburgh Arthritis
Institute, Pittsburgh, Pennsylvania. 2007;76:801-8S
10. Hillary J. Braun, Garry E. Gold. Diagnosis of osteoarthritis: Imaging . The
Bone Journal 2012; 51(2): http://www.thebonejournal.com/article/S87563282(11)01358-5/pdf.
11. Maria Kourilovitch, Claudio Galarza-Maldonado, Esteban Ortiz-Prado.
Diagnosis and classification of rheumatoid arthritis. Journal of
Autoimmunity 2014; 48(49): .
https://www.researchgate.net/profile/Esteban_OrtizPrado/publication/270449901_Diagnosis_and_classification_of_rheumatoi
d_arthritis/links/54aa92f90cf2bce6aa1d4cf3.pdf?origin=publication_detail
(accessed 28 agustus 2016).
12. Frank C Arnett, Steven M Edworthy, Daniel A Bloch, Dennis J McShane,
James F Fries, Norman S Cooper, at al. The American Rheumatism
Association 1987 Revised Criteria For The Classification Of Rheumatoid
Arthritis. Arthritis and Rheumatism1988; 31(3): .
https://www.rheumatology.org/Portals/0/Files/1987_revised_criteria_classi
fication_ra.pdf (accessed 28 agustus 2016).
13. Daniel Aletaha, Tuhina Neogi, Alan J. Silman, Julia Funovits, David T.
Felson, Clifton O. Bingham, et al.. 2010 Rheumatoid Arthritis
Classification Criteria. American College of Rheumatology 2010; 62(9): .
https://www.rheumatology.org/Portals/0/Files/2010_revised_criteria_classi
fication_ra.pdf (accessed 28 agustus 2016).
14. Krause,Medical Nutrition Therapy for Rheumatic Disease in Food and
the Nutrition Care Process hlm 913-914
15. Mobasheri A, Biesalki HK, Shakibaei M, Henrotin Y. Antioxidants and
Osteoarthtritis; 2014 [cited 24 Aug 2016] Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed
16. Zhang F et al. Vitamin D Deficiency is Associated with Progression of
knee Osteoarthritis. J Nutr. 2014; 144:2002-8
24

17. Sutipornpalangkul et al. Lipid peroxidation, glutathione, vitamin E, and


antioxidant enzymes in synovial fluid from patient with osteoarthritis. Int J
Rheum Dis (2009) 12 (4), 324-8.
18. Battacharya et al.. Efficacy of vitamin E in the management of knee
osteoarthritis North Indian Geriatric population. Ther Adv Musculoskelet
Dis. (2012) 4 (1), 11-9.
19. Misra et al, Vitamin K Deficiency is Associated with Incident Knee
Osteoarthritis. Am J Med. 2013;126(3):243-248.
20. Ifigenia Kostoglou-Athanassiou, Panagiotis Athanassiou, Aikaterini
Lyraki. Vitamin D and Rheumathoid Arthrtitis. Ther Adv Endocriol Metab.
(2012) 3 (6):181187.
21. Junxia Yang, Lin Liu, Qinglin Zhang. Effect of vitamin D on the
recurrence rate of rheumatoid arthritis. Experimental And Therapeutic
Medicine, 2015 July 22.
22. U.J. Haque, S.J. Bartlett. Relationships among vitamin D, disease

activity,pain and disability in rheumatoid arthritis. 2010, may 18. 2010;


28: 745-747.

25

Anda mungkin juga menyukai