Anda di halaman 1dari 3

Panama Papers: Titik balik Pembenaran terhadap kebijakan Tax Amnesty di

Indonesia
Angga Lesmana 13/349609/EK/19537
Pada awal bulan April tahun 2016, dunia digemparkan oleh kebocoran suatu dokumen yang
mengungkapkan para pengusaha, politisi, dan pejabat publik dibelahan dunia atas
kepemilikan perusahaan cangkangnya di Negara surga bebas pajak. Jutaan dokumen
finansial dari sebuah firma hukum di Panama atau dikenal dengan istilah Panama Paper ini
bocor dan menjadi red flag atas tindakan-tindakan pencucian uang. Di Indonesia sendiri,
terdapat 899 individu dan perusahaan tercatat dalam dokumen tersebut. Beberapa pejabat
publik dan pengusaha ternama di Indonesia pun tersandung dengan kasus ini seperti Harry
Azhar Azis ketua BPK RI dan Sandiaga Uno pengusaha ternama di Indonesia yang
sekarang ini dikabarkan akan maju di pemiihan Gubernur DKI.
Currency Wars
Panama bukanlah satu-satunya Negara surga pajak, masih banyak Negara-negara yang
menjadi primadona untuk menyembunyikan kepemilikan asset. Menurut data yang diambil
dari CIA World Factbook, Negara dengan jumlah hutang eksternal terbanyak jika
dibandingkan dengan GDP nya adalah Luxemburg 3.443%, UK 569%, Singapura 408%,
dan Hongkong 334%. Dari indikator tersebut diduga bahwa kasus Panama belum ada apaapanya jika ternyata dokumen yang bocor adalah Negara-negara tersebut. Banyak Negara
berperang di lahan ini untuk berlomba-lomba menjadi financial center dengan cara
membuat surga pajak. Dari data tersebut juga, seharusnya Indonesia tidak terbuai dengan
Panama Paper, melihat fakta bahwa Singapura ternyata memiliki jumlah hutang eksternal
yang fantastis, maka Indonesia patut mencurigai Singapura, jangan-jangan ternyata banyak
asset orang Indonesia yang di parkir di Singapura. Sampai saat ini diperkirakan jumlah
dana warga asing yang diparkirkan di Singapura mencapai 70% dari total dana perbankan
yang ada di sana, dan sekitar 30%-50% diantaranya berasal dari Indonesia ( Baswir,2016).
Peperangan untuk menjadi financial center ini semakin nyata. Jika Indonesia ingin ambil
bagian dari permainan ini, maka akan lebih baik jika Indonesia tidak terlena dengan
panama papers dan mulai menggempur Singapura agar dana yang terparkir di sana bisa
pulang kampung ke Indonesia. Sampai saat ini mungkin Indonesia masih terbentur

dengan aturan yang berlaku atas kerahasian nasabah di sana, namun dengan berlakunya
kesepakatan pertukaran data otomatis di tahun 2017 mendatang, ini menjadi angin segar
sekaligus senjata bagi Indonesia dalam menghadapi pertarungan ini.
Pembenaran Tax Amnesty
Tarik ulur pengesahan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak antara pemerintah
dan DPR belum mendapatkan titik temu. Wacana pengampunan pajak ini dinilai kurang
tepat oleh DPR karena seolah-olah pemerintah terlalu lunak kepada para penghindar pajak
dan tidak mengapresiasi para pembayar pajak yang taat. Di sisi lain, pemerintah
menganggap kebijakan ini dapat mendatangkan banyak manfaat di tengah kondisi fiskal
yang tertekan. Dalam APBN 2016, pemerintah memproyeksikan penerimaan pajak sebesar
Rp 1.360 Triliun dan target ini sudah memperhitungkan adanya pengampunan pajak , oleh
karena itu pemerintah beralasan jika kebijakan ini tidak segera disahkan maka potensi
penerimaan pajak akan berkurang. Kondisi banyak harta warga negara Indonesai yang
diparkirkan di luar negeri untuk mengindari pajak juga sebagai alasan pemerintah untuk
segera menerapkan kebijakan ini. Penghindaran pajak ini menjadi masalah yang cukup
serius di Indonesia. Bukan suatu hal yang rahasia lagi bahwa masih banyak yang
menganggap pajak itu sebagai beban dan sebisa mungkin untuk dihindari. Kesadaran wajib
pajak terhadap pembayaran pajak di Indonesa masih dinilai rendah. Indikator yang paling
mudah untuk membenarkan hal ini adalah dengan melihat tax ratio. Tax ratio merupakan
perbandingan antara penerimaan pajak dengan GDP (Gross Domestic Product).
Berdasarkan data dari OECD mengenai tax ratio, pada tahun 2013 tax ratio Indonesia baru
mencapai 14,3%. Tax ratio Indonesia masih di bawah beberapa negara tetangga seperti
Malaysia 15,5% , dan Thailand 17%. Dan jika dibandingan dengan negara-negara maju,
Indonesia masih sangat jauh di bawahnya seperti Denmark 49%, Swedia 45,8% , Jepang
34,7%, dan Amerika Serikat 25,4%. Tax Ratio tersebut sedikit banyaknya menggambarkan
masih ada wajb pajak yang belum menunaikan kewajibannya. Dengan adanya kebijakan
pengampunan pajak ini juga dikhawatirkan

menjadi sebuah hadiah yang ditunggu-

tunggu bagi para pengemplang pajak. Alasannya, karena tidak terbayarnya hutang pajak
diduga bukan semata-mata ketidakmampuan wajib pajak untuk membayarnya atau sedang
terpuruknya kondisi keuangan mereka, namun ada usaha-usaha dan itikad tidak baik dari

mereka untuk menghindari pajak. Jika kita tarik pada level korporasi, usaha penghindaran
pajak sudah tidak asing lagi. Banyak trik-trik akuntansi keuangan yang bisa digunakan
untuk merekayasa pelaporan keuanganakan ini.
Semangat pemerintah untuk menerapkan tax amnesty kembali menggebu setelah
mencuatnya panama paper. Tax amnesty dianggap sebuah kebijakan yang kedepannya
bakal banyak memberikan keuntungan bagi Indonesia. Diperkirakan Rp100 Triliun akan
diperoleh di tahun ini jika tax amnesty segera diterapkan. Namun, kebijakan ini masih
dianggap suatu kebijakan yang kurang tepat karena pemerintah terkesan terburu-buru dalam
memburu para pengemplang pajak dan tidak bermain rapih agar hasilnya lebih maksimal.
Pemerintah saat ini lebih mementingkan pemenuhan target penerimaan pajak dalam jangka
pendek dengan menerapkan tax amnesty, padahal jika saja pemerintah mau menunggu
sampai diberlakukannya kesepakatan pertukaran data otomatis di tahun 2017, hasilnya akan
jauh lebih besar dimana besaran tarif yang harus dibayar sebesar 48%, sedangkan tax
amnesty hanya 2%. Di tahun 2017, Indonesia bisa ambil peran dalam pertarungan melawan
para penghindar pajak dengan lebih difokuskan pengejaran di Singapura. Singapura
menjadi lebih sangat strategis dibanding dengan Negara lainnya termasuk Panama sendiri
mengingat diprediksikan dana masyarakat Indonesia yang terparkir di sana sangat banyak.
Jika pemerintah masih tetap ingin memberlakukan tax amnesty, maka ini menjadi
pertanyaan besar mengingat kebijakan pertukaran data otomatis akan berlaku secara efektif
pada September 2017. Jangan-jangan penerapan tax amnesty ini merupakan titipan para
penghindar pajak untuk menyelamatkan diri dari perangkap pelaksanaan kebijakan tersebut

Referensi
Baswir, R. (2016, April 12). Panama Papers, Surga Pajak, dan Pencucian Uang.
Yogyakarta.
OECD. (2013). Topics:Tax. Retrieved from OECD Web site: http://www.oecd.org
Silalahi, M., Klara, I., & Anjar, A. (2016, April). Investigasi Tempo: Panama
Papers. Retrieved April 25, 2016, from Tempo Web Site:
https://investigasi.tempo.co/panama/

Anda mungkin juga menyukai