Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Bucket elevator
Bucket elevator termasuk dalam jenis mesin pemindah bahan. Sistem

bucket elevator digunakan untuk memindahkan muatan curah (incline) lebih dari
70o dari bidang datar. Bucket elevator khusus untuk mengangkut berbagai macam
material berbentuk serbuk, butiran-butiran kecil, dan bongkahan. Poros Bucket
elevator terbuat dari bahan baja AISI 4140 , merupakan alat pemindah bahan
untuk mengangkut material dari tempat atau ketempat yang tinggi dan sulit
dijangkau seperti untuk mengangkut Inti sawit. Bucket elevator dapat digunakan
untuk menaikan material dengan ketinggian sampai 50 meter, kapasitasnya dapat
mencapai 50 m3/ jam, dan kontruksi dapat mencapai vertikal.
Bucket elevator terdiri dari poros (shaft), pulley atau sprocket penggerak,
bucket yang berputar mengelilingi sprocket atas dan bawah,bagian penggerak,
pengencang (take-up), casing, dan transmisi penggerak.Gambar 2.1 menunjukan
bagian utama sebuah bucket elevator.

Gbr 2.1 kontruksi Bucket Elevator


(Sumber www. kontruksi Bucket Elevator.com)

2.2

Poros
Shaft

(poros)

adalah

elemen

mesin

yang

digunakan

untuk

mentransmisikan daya dari satu tempat ke tempat lainnya. Kontruksi dari bucket
elevator dilengkapi peralatan komponen pendukung salah satu nya adalah Poros
(Shaft). Daya tersebut dihasilkan oleh gaya tangensial dan momen torsi yang hasil
akhirnya adalah daya tersebut akan ditransmisikan kepada elemen lain yang
berhubungan dengan poros tersebut. Poros juga merupakan suatu bagian stasioner
yang beputar, biasanya berpenampang bulat dimana terpasang elemen-elemen
seperti roda gigi (gear), pulley, flywheel, engkol, sprocket.
2.2.1

Jenis-Jenis Poros

Jenis jenis poros di klasifikasi kan menjadi 2 yaitu:


1. Berdasarkan pembebanannya

Poros transmisi (transmission shafts)


Poros transmisi lebih dikenal dengan sebutan shaft. Shaft akan mengalami

beban puntir berulang, beban lentur secara bergantian ataupun kedua-duanya.


Pada shaft, daya dapat ditransmisikan melalui gear, belt pulley, sprocket rantai,
dll.

Poros Gandar
Poros gandar merupakan poros yang dipasang diantara roda-roda kereta

barang. Poros gandar tidak menerima beban puntir dan hanya mendapat beban
lentur.

Poros spindle
Poros spindle merupakan poros transmisi yang relatip pendek, misalnya

pada poros utama mesin perkakas dimana beban utamanya berupa beban puntiran.
Selain beban puntiran, poros spindle juga menerima beban lentur (axial load).
2. Berdasarkan bentuknya

Poros lurus

Poros engkol sebagai penggerak utama pada silinder mesin

1.2.2

Sifat-Sifat Poros
Sifat-Sifat Poros Yang Harus Diperhatikan dalam perencanaan poros

adalah :

1.

Kekuatan poros
Poros transmisi akan menerima beban puntir (twisting moment), beban lentur

(bending moment) ataupun gabungan antara beban puntir dan lentur. Dalam
perancangan poros perlu memperhatikan beberapa faktor, misalnya : kelelahan,
tumbukan dan pengaruh konsentrasi tegangan bila menggunakan poros bertangga
ataupun penggunaan alur pasak pada poros tersebut.
2.

Kekakuan poros
Meskipun sebuah poros mempunyai kekuatan yang cukup aman dalam

menahan pembebanan tetapi adanya lenturan atau defleksi yang terlalu besar akan
mengakibatkan ketidak telitian (pada mesin perkakas), getaran mesin (vibration)
dan suara (noise). Oleh karena itu disamping memperhatikan kekuatan poros,
kekakuan poros juga harus diperhatikan dan disesuaikan dengan jenis mesin yang
akan ditransmisikan dayanya dengan poros tersebut.
1.2.3

Material poros
Material yang biasa digunakan dalam membuat poros adalah carbon steel

(baja karbon), yaitu carbon steel 40 C 8, 45 C 8, 50 C 4, dan 50 C 12. Namun,


untuk poros yang biasa digunakan untuk putaran tinggi dan beban yang berat pada
umumnya dibuat dari baja paduan (alloy steel) dengan proses pengerasan kulit
(case hardening) sehingga tahan terhadap keausan. Dengan demikian perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan jenis proses heat treatment yang tepat sehingga
akan diperoleh kekuatan yang sesuai..

2.3

Baja ( Steel )
Baja adalah logam paduan dengan besi sebagai unsur dasar dan karbon

sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon dalam baja berkisar antara
0.2% hingga 2.1% berat sesuai grade-nya. Fungsi karbon dalam baja adalah
sebagai unsur pengeras dengan mencegah dislokasi bergeser pada kisi kristal
(crystal lattice) atom besi. Unsur paduan lain yang biasa ditambahkan selain
karbon adalah mangan (manganese), krom (chromium), vanadium, dan tungsten.
Dengan memvariasikan kandungan karbon dan unsur paduan lainnya, berbagai
jenis kualitas baja bisa didapatkan. Penambahan kandungan karbon pada baja
dapat meningkatkan kekerasan (hardness) dan kekuatan tariknya (tensile strength),
namun di sisi lain membuatnya menjadi getas (brittle) serta menurunkan
keuletannya (ductility).
2.3.1

Klasifikasi Baja
Baja merupakan paduan yang terdiri dari besi, karbon dan unsur lainnya

seperti mangan(Mn), phosfor(P), sulfur(S) dan silikon(Si).Menurut komposisi


kimianya tersebut baja dapat di bagi dua kelompok besar yaitu: Baja karbon dan
baja paduan.
1. Baja karbon
Bahan logam jenis besi adalah material yang sering digunakan dalam
pembuatan paduan logam lain untuk mendapatkan bahan yang diinginkan. baja
karbon adalah merupakan paduan yang terdiri dari besi, karbon dan unsur lainnya
seperti mangan(Mn), phosfor(P), sulfur(S) dan silikon(Si). Unsur terpenting yang
mempengaruhi kekerasan dan kekuatan baja adalah kandungan karbon dalam baja
dan mikrostrukturnya. Mangan dan silicon sengaja di tambahkan dalam proses
pembuatan baja dengan tujuan mengurangi pengaruh buruk dari beberapa unsur
pengotoran. Baja karbon dapat di golongkan menjadi tiga bagian berdasarkan
jumlah kandungan karbon yang terdapat di dalam baja tersebut, yaitu:
a. Karbon rendah (low carbon steel)
Baja kabon rendah (low carbon steel) adalah baja yang mengandung
kurang dari 0,3% karbon sehingga baja ini tidak termasuk baja yang keras.
Klasifikasi baja ini termasuk dalam AISI (American Iron And Steel Institude)
1016, 1018, 1019, 1020, 1025. Baja karbon rendah tidak dapat dikeraskan karena

kandungan karbonnya tidak cukup untuk membentuk struktur martensit. Baja


jenis ini banyak beredar dalam bentuk batang, profil, pelat, pipa, dan lain-lain.
Sifat-sifat baja karbon rendah diantaranya adalah:
a. Mudah dibentuk
b. Tak dapat dikeraskan
c. Baik untuk pengerasan dengan karburasi
Baja karbon rendah banyak aplikasinya dijumpai pada:
a. Industri mobil
b. Industri lemari es
c. Sepeda motor
d. Konstruksi pabrik
e. Plat kapal, batang pipa dan lain-lain.
1. Baja karbon sedang (medium carbon steel)
Baja karbon ini memiliki sifat-sifat mekanik yang lebih baik dari pada baja
karbon rendah. Baja ini dapat ditingkatkan kekuatannya melalui proses heat
treatment dan quencing atau dengan penambahan unsur karbon (carburizing).
Klasifikasi baja ini teermasuk dalam AISI 1030, 1040, 1045, 1050,1060, 4130,
4135, 4140, 4145 . Baja karbon sedang mengandung 0,30,6%C. Baja karbon
sedang ini banyak diproduksi masal oleh industri dalam bentuk batang, balok,
pelat, pipa, bahan poros, batang torak dan lain-lain. Baja ini telah memiliki SNI
(Standar Nasional Indonesia) nomor 07-0329-2005. Baja karbon sedang ini
memiliki ciri khas sebagai berikut :
a. Lebih kuat dan keras dari pada baja karbon rendah.
b. Baik untuk dikeraskan.
c. Kekuatan tinggi.
d. Tidak mudah di bentuk dengan mesin.
e. Dapat dikeraskan (quenching) dengan baik.
f. Ketahanan panas tinggi
Aplikasi baja karbon sedang ini banyak dijumpai pada.
a. Poros
b. Roda gigi
c. Poros engkol dan batang torak

10

d. Pegas
e. Stang kawat pipa gas tekanan tinggi
f.

Baut dan mur

g. Rel kereta api


h.

Suku cadang mesin dll.

c. Baja karbon tinggi (high carbon steel)


Baja karbon tinggi (high carbon steel) mengandung 0,7% 1,7%C dan
memiliki kekerasan tinggi namun keuletannya lebih rendah, baja jenis ini tahan
terhadap gesekan, baja karbon tinggi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Kuat sekali
b. Sangat keras dan getas/rapuh
c. Sulit dibentuk mesin
d. Tahan terhadap panas yang tinggi
e. Mengakibatkan kurang sifat ulet
f. Dapat dilakukan proses Heat treatment
Baja karbon tinggi biasanya aplikasinya digunakan untuk:
a. Pegas yang memerlukan kekuatan besar
b. Untuk pengunaan alat-alat kontruksi yang berhubungan dengan panas yang
tinggi
c. Pembuatan gergaji, bor, kikir, pahat, perkakas potong
d. pembuatan tap dan snei
e. bor batu, pisau cukur perkakas transing dan lain-lain.
2. Baja Paduan (Steel Alloy)
Baja paduan didefenisikan sebagai suatu baja yang dicampur dengan satu
atau lebih unsur campuran. Seperti nikel, kromium, molibden, vanadium, mangan
atau wolfram yang berguna untuk memperoleh sifat-sifat yang dikehendaki (kuat,
keras, liat). Suatu kombinasi antara dua atau lebih unsur campuran, misalnya baja
yang dicampur dengan unsur kromium dan molibden, akan menghasilkan baja
yang mempunyai sifat keras yang baik dan sifat kenyal (sifat logam ini membuat
baja dapat di bentuk dengan cara dipalu, ditempa, digiling dan ditarik tanpa
mengalami patah atau retak-retak). Jika di campurkan dengan krom dan molibden

11

akan menghasilkan baja yang menghasilkan sifat keras yang baik dan sifat kenyal
yang memuaskan serta tahan terhadap panas. Baja paduan dihasilkan dengan
biaya yang lebih mahal dari pada baja karbon karena bertambahnya biaya untuk
penambahnya yang khusus yang di lakukan dalam industri atau pabrik.
1.3.4

Baja AISI 4140


AISI (American Iron Steel Institude) merupakan tipe standarisasi dengan

berdasarkan pada susunan atau komposisi kimia yang ada dalam suatu baja, ada
beberapa ketentuan standarisasi baja berdasarkan AISI 4140 yaitu:

Nomor identifikasi dari jenis bahan dinyatakan dengan 4 atau 0 angka.


1. Angka pertama menunjukan jenis baja
2. Angka kedua menunjukan :
3. Kadar unsur paduan untuk baja paduan sederhana
4. Modifikasi jenis baja paduan untuk baja paduan yang kompleks
5. Dua angka atau tiga angka terakhir menunjukan kadar karbon perseratus persen
6. Bila terdapat huruf didepan angka maka huruf tersebut menunjukan proses
pembuatan bajanya.
Misalnya standarisasi baja karbon dengan AISI 4140 adalah sebagai berikut:
Angka 4

: baja karbon

Angka 1

: persentase bahan alloy (tidak ada)

Angka 40 : menunjukan kadar karbon (0.41% karbon)


Baja AISI 4140 merupakan salah satu medium Carbon steel yang
dikategorikan berdasarkan pada komposisi kimianya yaitu baja konstruksi mesin
dan termasuk baja karbon sedang dengan memiliki kadar karbon 0,41%.
Aplikasi baja AISI 4140 di pergunakan diantaranya yaitu:

Poros (shaft)

Axles (As roda)

poros engkol

Suku cadang mesin dengan kekuatan tinggi

Stang kawat, pipa gas tekanan tinggi

Connecting rods (batang penghubung)

12

Pins (pin), Rolls (gulungan), Spindles

Crankshafts, Guide rods (batang paduan)

Forgings (tempa)

Dll
Baja tersebut mempunyai sifat tahan aus karena dalam pembuatan baja

paduan ini dengan sistem pengerasan kulit, untuk beberapa keperluan seperti
poros perlu dilakukan pengerjaan ulang guna memperbaiki sifat mekanisnya yaitu
dilakukan proses Tempering. Ada beberapa standar bahan yang digunakan untuk
bahan-bahan poros seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.1 Standar Baja Untuk Poros
Nama
Baja konstruksi
mesin

Baja tempa
Baja Nikel Chrom
Baja Nikel Chrom
molibden

Baja chrom

Baja chrom
molibden

Standar jepang
(JIS)
S25C
S30C
S35C
S40C
S45C
S50C
S55C
SF40, 45, 50, 55
SNC
SNC22
SNCM 1
SNCM 2
SNCM 7
SNCM 8
SNCM 22
SNCM 23
SNCM 25
SCr 3
SCr 4
SCr 5
SCr 21
SCr 22
SCM2
SCM3
SCM4
SCM5

Standar Amerika (AISI), Inggris (BS)


dan Jerman (DIN)
AISI 1025, BS060A25
AISI 1030, BS060A30
AISI 1035, BS060A35, DIN C35
AISI 1040, BS060A40
AISI 1045, BS060A45, DIN
C45CK45
AISI 1050, BS060A50, DIN St 50.11
AISI 1055, BS060A55
ASTM A105-73
BS 653M31
BS En36
AISI 4337
BS830M31
AISI 8645, BS En100D
AISI 4340, BS817M40, 816M40
AISI 4315
AISI 4320, BS En325
BS En39B
AISI 5135, BS530A36
AISI 5140, BS530A40
AISI 5145
AISI 5115
AISI 5120
AISI 4130, DIN 34CrMo4
AISI 4135, BS708A37, DIN34CrMo4
AISI 4140, BS708M40,
DIN42CrMo4
AISI 4145, DIN50CrMo4

13

Sumber: Elemen mesin, sularso, 2004


Semakin berkembangnya teknologi sekarang ini maka dengan mudahnya
orang meneliti kandungan karbon dari baja AISI 4140 dengan cara melakukan uji
komposisi.
Pada tabel 2.2 adalah komposisi yang terdapat pada baja AISI 4140
(Sumber: Steel AISI 4140), dan termasuk seri baja carbon, dengan memiliki
kandungan karbon sekitar 0,43%.

Tabel 2.2 Standar Komposisi Baja AISI 4140

2.4.1

Komposisi

Karbon (C)

0,41

Magan (Mn)

0,77

Pusfor (P)

0,18

Sulfur (S)

0,6

Silikon (Si)

0.27

Cromium (Cr)

0,98

Nikel (Ni)

0,4

Tembaga (Cu)

0,8

Sifat Mekanik Baja


Sifat mekanik material adalah: hubungan antara beban atau gaya yang

diberikan terhadap respons atau deformasi. Sifat mekanik baja berkaitan dengan
kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan.
Sifat-sifat mekanik bahan yang penting adalah:
1. Kekuatan (strenght) adalah kemampuan bahan untuk menerima tegangan
tanpa menyebabkan bahan menjadi patah. Kekuatan pada bahan terdiri atas
beberapa macam tergantung pada jenis beban yang bekerja, contohnya
kekuatan tarik, kekuatan geser, kekuatan tekan, dan sebagainya.
2. Kekuatan tarik ialah kemampuan logam dalam menahan gaya tarik yang
diberikan. Setelah titik luluh, tegangan terus naik dengan berlanjutnya

14

deformasi plastis sampai titik, maksimum dan kemudian menurun sampai


akhirnya patah. Kekuatan tarik adalah tegangan maksimum pada kurva

. Hal ini berhubungan dengan tegangan maksimum yang bisa di tahan


struktur pada kondisi tarik.
3. Keuletan (elasticity) adalah kemampuan bahan untuk menerima tegangan
tanpa mengakibatkan perubahan bentuk yang permanen setelah tegangan
dihilangkan. Elastisitas juga menyatakan kemampuan bahan untuk kembali
kebentuk dan ukuran semula setelah menerima beban yang menimbulkan
deformasi.
4. Ketangguhan (Thougness) yaitu kemampuan bahan untuk menyerap sejumlah
energi tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan.
5. Kekerasan (hardness) yaitu kemampuan bahan untuk tahan terhadap
penggoresan pengikisan (abrasi), identasi atau penetrasi. Biasanya kekerasan
suatu baja dipengaruhi oieh unsur karbon dan paduannya.
6. Kekakuan (stiffness), yaitu kemampuan bahan untuk menerima beban tanpa
rnengakibatkan terjadinya perubahan bentuk (deformasi).
7. Plastis (plasticity) yaitu kemampuan bahan untuk mengalami deformasi
plastik (yang permanen) tanpa mengalami kerusakan.
8. Kelelahan (Fatique) merupakan kecenderungan dari logam untuk patah bila
menerima tegangan yang berulang-ulang yang besarnya masih jauh dibawah
batas kekuatan elastiknya.
9. Creep merupakan kecenderungan suatu logam untuk mengalami deformasi
plastik yang besarnya merupakan fungsi waktu, pada saat bahan tadi
menerima beban yang relatif tetap.
10. Resilience adalah kapasitas material untuk menyerap energi ketika
mengalami deformasi elastis dan ketika beban dilepaskan, energi ini juga
dilepaskan. Modulus resilience, Ur: adalah energi regang persatuan volume
yang diperlukan sehingga material mendapat tegangan dari kondisi tidak
berbeban ketitik luluh.
2.5

Struktur Mikro
Struktur bahan dalam orde kecil sering disebut sturktur mikro. Struktur ini

tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi harus menggunakan alat
pengamat struktur mikro diantaranya : mikroskop cahaya, mikroskop electron,
mikroskop field on, mikroskop field emission dan mikroskop sinar-X. Penelitian

15

ini menggunakan mikroskop cahaya, adapun manfaat dari pengamatan struktur


mikro ini adalah :
2.5.1

Hubungan sifat bahan dengan struktur dan cacat pada bahan.


Memperkirakan

sifat

bahan

jika

hubungan

tersebut

sudah

diketahui.Persiapan yang harus dilakukan sebelum mengamati struktur mikro


adalah penginderaan spesimen, pengamplasan dan pemolesan dilanjutkan
pengetsaan. Setelah dipilih bahan uji dan diratakan kedua permukaannya dengan
mesin bubut atau lainnya, tetapi pendinginan harus selalu terjaga agar tidak timbul
panas berlebihan yang dapat merusak struktur mikro.
Setelah rata kemudian digosok menggunakan kertas ampelas dengan
kekasaran berurutan, mulai dari yang paling kasar (nomor kecil) sampai yang
halus (nomor besar). Arah pengampelasan tiap tahap harus diubah, pengampelasan
yang lama dan penuh kecermatan akan menghasilkan permukaan yang halus dan
rata. Pemolesan dilakukan dengan bubuk penggosok atau pasta diamon dengan
ukuran 1m 0,1m, tujuannya agar didapat permukaan yang rata dan halus
tanpa goresan sehingga terlihat mengkilap seperti cermin. Langkah terakhir
sebelum dilihat struktur mikronya adalah dengan mencelupkan spesimen ke dalam
larutan etsa dengan penjepit tahan karat dan permukaan yang dietsa menghadap
ke atas.
Selama pencelupan akan terjadi reaksi terhadap permukaan spesimen
sehingga larutan yang menyentuh spesimen harus segar/baru, oleh karena itu
banyaknya bagian struktur yang berbeda perlu digerak-gerakkan. Kemudian
spesimen dicuci, dikeringkan dan dilihat atau difoto dengan mikroskop logam.
Pemeriksaan struktur mikro memberikan informasi tentang bentuk struktur,
ukuran butir dan banyaknya bagian struktur yang berbeda.
Struktur mikro yang dihasilkan pada baja atau baja paduan akan
berhubungan dengan diagram fasa dan dijelaskan bahwa struktur mikro
berkembang tergantung kandungan karbon dan temperatur. Fasa perubahan
tersebut dari daerah fasa kedaerah fasa +Fe3C seperti pada Gambar 2.1 sebagai
contoh besi paduan dari komposisi eutectoid (0,76%C) dimana didinginkan dari
temperature 800C didaerah austenite mulai dari titik a didalam gambar 2.1 dan
bergerak lurus ke titik b dimana terdapat dua fasa ( dan Fe3C) dan disebut perlit.

16

Berikut ini gambar skema pergerakan struktur mikro baja karbon eutectoid dengan
komposisi 0,76%C.

Gambar 2.1 Diagram eutectoid baja karbon (0,76%C) (Callister,2002)


Material logam terdiri dari berbagai jenis struktur mikro yang berupa
Kristal-kristal kecil yang disebut "butir" atau kristalit. Perlakuan panas adalah cara
yang efisien untuk memodifikasi srtuktur mikro dengan mengendalikan
temperatur pemanasan dan laju pendinginan.
2.5.2

jenis struktur mikro

jenis struktur mikro yang terbentuk antara lain :


a. Ferrite ialah suatu komposisi logam yang mempunyai batas maksimum
kelarutan Carbon 0,025%C pada temperature 723C, struktur kristalnya BCC
(Body Center Cubic) dan pada temperature kamar mempunyai batas kelarutan
Carbon 0,008%C.
b. Austenite ialah suatu larutan padat yang mempunyai batas maksimum kelarutan
Carbon 2% pada temperature 1130C, struktur kristalnya FCC (Face Center
Cubic).

17

c. Cementit ialah suatu senyawa yang terdiri dari unsur Fe dan C dengan
perbandingan tertentu dan struktur kristalnya Orthohombic L ediburite ialah
campuran Eutectic antara besi Gamma dengan Cementit yang dibentuk pada
temperatur 1130C dengan kandungan Carbon 4,3%C.
d. Perlit ialah campuran Eutectoid antara Ferit dengan Cementit yang dibentuk
pada temperatur 723C dengan kandungan Carbon 0,83%C.
2.6

Diagram Fasa
Salah

satu

metode

untuk

mempelajari

logam

dilakukan

dengan

menggunakan diagram fasa. Dari diagram fasa ini dapat diamati perubahan
struktur logam akibat pengaruh temperature. Struktur dari baja dapat ditentukan
oleh komposisi baja dan karbon.

Gambar 2.2 Diagram fasa besi-karbida besi (Fe Fe3C)

18

Di bawah ini diuraikan dalam table beberapa titik-titik penting yang


terdapat pada diagram fasa ini adalah:
Simbo
l
A
B
H

Keterangan
Titik cair besi
Titik pada cairan yang ada hubungannya dengan reaksi peritektik

Larutan padat yang ada hubungan dengan reaksi peritektik.


Kelarutan karbon maksimal 0,10%

Titik peritektik. Selama pendinginan austenit pada komposisi J,fasa


J

N
C

E
G

terbentuk dari larutan padat


komposisi B

pada komposisi H dan cairan pada

Titik transformasi dari besi


= besi , titik transformasi A4 dari
besi murni.
Titik eutektik. Dimana pada pendinginan perubahan fasa liguid
menjadi dua fasa solid, yaitu + Fe3C, pada komposisi baja karbon
4,32%oC.

Titik yang menyatakan fasa , ada hubungan dengan reaksi eutektik.


Kelarutan maksimum dari karbon 2,14%. Paduan besi karbon sampai
pada komposisi ini disebut baja

Titik transformasi besi


besi . Titik transformasi A3 untuk besi.

P
S
GS
ES
A2
Ao

Titik yang menyatakan ferit, Fasa , ada hubungan dengan reaksi


eutektoid. Kelarutan maksimum dari karbon kira-kira 0,0218%
Titik eutektoid. Selama pendinginan, perubahan fasa solid menjadi
dua fasa solid, yaitu + Fe3C, pada komposisi baja karbon 0,765%oC
Garis yang menyatakan hubungan antara temperatur dan komposisi,
dimana mulai terbentuk ferit dan austenit. Garis ini disebut garis A3
Garis yang menyatakan hubungan antara temperatur dan komposisi,
dimana mulai terbentuk sementit dari austenit, dinamakan garis Acm
Titik transformasi magnetik untuk besi atau ferit
Titik transformasi magnetik untuk sementit.
Baja yang berkadar karbon kurang dari komposisi eutectoid (0,765%)

disebut baja hipoeutectoid, dan yang berkadar karbon lebih dari

komposisi

eutectoid disebut baja hypereutectoid, pada temperatur antara 7270C dan 11470C
terdapat satu fase yaitu fase austenit dan sementit. Pada temperature 7270C butiran

19

fase bertransformasi bentuk dan Fe3C dalam satu butiran yang bercampur baik,
dan lapisan serat-serat bajanya disebut pearlite (Van Vlack 2000).
2.7

Perlakuan Panas (Heat Treatment)


Proses perlakuan panas (heat treatment) adalah kombinasi dari pemanasan

dan pendinginan dengan kecepatan terkontrol yang dilakukan terhadap logam atau
paduan dalam keadaan padat, sebagai suatu upaya untuk memperoleh sifat-sifat
tertentu. Dari sini tampak bahwa proses perlakuan panas dapat digunakan untuk
melakukan manipulasi sifat mekanik (dan beberapa sifat fisik) sesuai dengan
kebutuhan atau keperluan. Proses perlakuan panas sangat menentukan sifat dari
suatu produk logam atau paduan. Proses perlakuan panas yang sama mungkin
akan menghasilkan sifat yang berbeda bila proses pengerjaan sebelum atau
sesudahnya juga berbeda. tabel 2.3 adalah klasifikasi proses perlakuan panas baja.

Sumber : Robert L. Mott, P.E. : 2004


Tabel 2.3 Proses-proses Transformasi Baja
2.7.1

Tahapan proses perlakuan panas


Proses perlakuan panas terhadap baja pada umumnya akan melibatkan

transformasi austenit. Struktur dan bentuk dari hasil inilah yang akan menentukan
sifat fisik dan mekanik. Proses perlakuan panas pada dasarnya terdiri dari
beberapa tahapan, dimulai dengan pemanasan sampai ke temperatur tertentu, lalu
diikuti dengan penahanan selama beberapa saat, baru kemudian dilakukan
pendinginan dengan kecepatan tertentu. Yang membedakan suatu proses
perlakuan panas dengan proses perlakuan panas yang lain adalah :
1.

Tingginya temperatur pemanasan

2.

Lamanya waktu penahanan (holding time)

20

3.

Laju pendinginan
Selama pemanasan yang biasanya dilakukan hingga mencapai daerah

austenit, baja akan mengalami transformasi fase akan terbentuk austenit. Dengan
memberikan holding time yang cukup akan memberikan kesempatan kepada
atom-atom untuk berdiffusi menghomogenkan austenit yang baru terbentuk itu.
Pada pendinginan kembali, austenit akan bertransformasi lagi dan struktur mikro
yang terbentuk tergantung pada laju pendinginan. Dengan laju pendinginan yang
berbeda akan terbentuk struktur mikro yang berbeda, tentunya sifat mekaniknya
pun akan berbeda.
2.7.2

Klasifikasi Perlakuan Panas

Secara umum perlakukan panas (Heat treatment) diklasifikasikan dalam 2 jenis:


1. Near Equilibrium (Mendekati Kesetimbangan)
Tujuan umum dari perlakuan panas jenis Near Equilibrium ini diantaranya
adalah untuk : melunakkan struktur kristal, menghaluskan butir, menghilangkan
tegangan dalam dan memperbaiki machineability. Jenis dari perlakukan panas
Near Equibrium, misalnya : Full Annealing (annealing), Stress relief Annealing,
Process annealing, Spheroidizing, Normalizing dan Homogenizing. Gambar 2.3
adalah diagram proses perlakuan panas se cara Near Equilibrium

Gambar 2.3 Diagram fasa Fe-3C.

21

Secara umum perlakuan dengan kondisi Near Equilibrium itu dapat


disebut dengan annealing. Annealing ialah suatu proses laku panas (heat
treatment). Tahapan dari proses ini dimulai dengan memanaskan logam (paduan)
sampai temperature tertentu, menahan pada temperatur tertentu waktu tertentu lalu
mendinginkan dengan laju pendinginan yang cukup lambat.
Full annealing (annealing) Merupakan proses perlakuan panas untuk
menghasilkan perlit yang kasar (coarse pearlite) tetapi lunak dengan pemanasan
sampai austenitisasi dan didinginkan dengan dapur, memperbaiki ukuran butir
serta dalam beberapa hal juga memperbaiki machinibility. Pada proses full
annealing ini biasanya dilakukan dengan memanaskan logam sampai keatas
temperature kritis (untuk baja hypoeutectoid, 25C hingga 50C diatas garis A3
sedang untuk baja hypereutectoid 25C hingga 50C diatas garis A1). Kemudian
dilanjutkan dengan pendinginan yang cukup lambat (biasanya dengan dapur atau
dalam bahan yang mempunyai sifat penyekat panas yang baik). Perlu diketahui
bahwa selama pemanasan dibawah temperature kritis garis A1 maka belum terjadi
perubahan struktur mikro. Perubahan baru mulai terjadi bila temperature
pemanasan mencapai garis atau temperature A1 (butir-butir Kristal pearlite
bertransformasi menjadi austenite yang halus). Pada baja hypoeutectoid bila
pemanasan dilanjutkan ke temperature yang lebih tinggi maka butir kristalnya
mulai bertransformasi menjadi sejumlah Kristal austenite yang halus, sedang butir
Kristal austenite yang sudah ada (yang berasal dari pearlite) hampir tidak tumbuh.
Perubahan ini selesai setelah menyentuh garis A3 (temperature kritis A3). Pada
temperature ini butir kristal austenite masih halus sekali dan tidak homogen.
Dengan menaikan temperature sedikit diatas temperature kritis A3 (garis A3) dan
memberi waktu penahanan (holding time) seperlunya maka akan diperoleh
austenite yang lebih homogen dengan butiran kristal yang juga masih halus
sehingga bila nantinya didinginkan dengan lambat akan menghasilkan butir-butir
Kristal ferit dan perlit yang halus. Baja yang dalam proses pengerjaannya
mengalami pemanasan sampai temperatur yang terlalu tinggi ataupun waktu tahan
(holding time) terlalu lama biasanya butiran kristal austenitnya akan terlalu kasar
dan bila didinginkan dengan lambat akan menghasilkan ferit atau perlit yang kasar
sehingga sifat mekaniknya juga kurang baik (akan lebih getas). Untuk baja

22

hypereutectoid, annealing merupakan persiapan untuk proses selanjutnya dan


tidak merupakan proses akhir.
2.NonEquilibrium
Tujuan umum dari perlakuan panas jenis Non Equilibrium ini adalah untuk
mendapatkan kekerasan dan kekuatan yang lebih tinggi. Jenis dari perlakukan
panas Non Equibrium, misalnya : Hardening, Martempering, Austempering,
Surface Hardening (Carburizing, Nitriding, Cyaniding, Flame hardening,
Induction hardening)
2.9

Hardening (Pengerasan Logam)


Pada logam baja dilakukan pengerasan (hardening) untuk memperoleh

sifat tahan aus yang tinggi, kekuatan dan fatigue limit yang lebih baik, dengan
suatu proses heat treatment. Kekerasan yang dapat dicapai tergantung pada kadar
karbon dalam logam baja dan kekerasan yang terjadi akan tergantung pada
temperatur pemanasan, holding time dan laju pendinginan. Proses perlakuan panas
untuk meningkatkan kekerasan, ketahanan aus atau ketanguhan dengan kombinasi
kekerasan.
Kekerasan sangat tergantung dari:
a. Temperatur pemanasan (Austenitizing temperature)
b. Lama pada temperatur tersebut (Holding Time)
c. Laju pendinginan (cooling Rate)
d. Komposisi kimia
e. Kondisi permukaan
f. Ukuran dan berat benda kerja
Kekerasan maksimum didapat pembentukan fase martensite atau fase
kabrida pada struktur mikro baja. pemanasan yang baik pada temperatur austenit
adalah:
a. 25-50C diatas temperatur A3 untuk baja hypoeutectoid.
b. 25-50C diatas temperatur A1 untuk baja hypereutectoid.
2.10 Holding Time( Waktu Tahan )
Holding time adalah untuk melakukan penahanan suhu supaya pemanasan
homogen sehingga struktur austenitnya homogen sehingga kekerasan dapat

23

tercapai maksimum. Pedoman untuk menentukan holding time dari berbagai jenis
baja seperti baja konstruksi dari baja karbon dan baja paduan rendah.
a) Yang mengandung karbida yang mudah larut, holding time antara 5-15 menit
setelah mencapai temperatur pemanasannya.
b) Baja konstruksi dari baja menegah dianjurkan mengunakan holding time
antara 15-25 menit, tidak tergantung ukuran benda kerja.
c) Low Alloy Tool Steel dianjurkan mengunakan 0,5 permilimeter tebal benda,
atau sekitar 10-30 menit.
d) High Alloy Chrome Steel dianjurkan mengunakan 0,5 menit permilimeter
tebal benda dengan minimum 10 menit, maksimum 1 jam.
e) Hot Work Tool Steel, mengandung karbida yang sulit larut, baru akan larut
pada 1000oC. Oleh karna itu holding time harus dibatasi antara 15-30 menit.
f) High Speed Steel memerlukan temperatur pemanasan yang sangat tinggi,
1200-1300oC. Untuk mencegah terjadinya pertumbuhan butir holding time
diambil hanya beberapa menit saja.
2.11

Pendinginan (Quenching)
Menurut Edih Supardi (1999) dasar pengujian pengerasan pada bahan baja

yaitu suatu proses pemanasan dan pendinginan untuk mendapatkan struktur keras
yang disebut martensit. Gambar 2.4 adalah struktur Martensit yaitu fasa larutan
padat lewat jenuh dari karbon dalam sel satuan tetragonal pusat badan atau
mempunyai bentuk kristal Body Centered Tetragonal (BCT)

Gambar 2.4 Struktur Body Center Tetragonal (BCT).


Martensit adalah fasa metastabil terbentuk dengan laju pendinginan cepat,
pemanasan harus dilakukan secara bertahap (preheating) dan perlahan-lahan
untuk memperkecil deformasi ataupun resiko retak. Setelah temperatur
pengerasan (austenitizing) tercapai, ditahan dalam selang waktu tertentu (holding
time) kemudian didinginkan cepat. Gambar 2.5 adalah diagram yang

24

menunjukkan

perbandingan

antara

temperatur

pemanasan

dengan

laju

pendinginan yang saling berkaitan untuk menghasilkan variasi struktur mikro


serta sifat baja.

Gambar 2.5 Diagram Time Transformation Temperatur (TTT).


Tahap pendinginan lambat pada baja mengakibatkan suatu keadaan yang
relatif lunak atau plastis. Untuk menambah kekerasan baja, dapat dilakukan
dengan pengerjaan yang dimana baja dipanaskan sampai suhu 830C kemudian
didinginkan secara cepat (quenching). Tujuan pengerjaan ini dengan maksud
pengerasan baja adalah mendinginkan atau melindungi suatu perubahan austenitic
dari pada pendinginan lain sampai temperatur mendekati 790C. Jika berhasil
mendinginkan austenitic sampai 790C akan berubah dengan cepat ke suatu
struktur yang keras dan relatif rapuh yang dikenal martensit untuk itu pengerjaan
kedua dalam pengerasan baja yaitu pendinginan cepat (quenching) dari austenitic
yang menghasilkan struktur martensit
Pada dasarnya baja yang telah dikeraskan bersifat rapuh dan tidak cocok
untuk digunakan. Melalui temper, kekerasan dan kerapuhan dapat diturunkan
sampai memenuhi persyaratan. Kekerasan turun, kekuatan tarik akan turun,

25

sedang keuletan dan ketangguhan akan meningkat (Djafrie, 1985). Pada saat
tempering proses difusi dapat terjadi yaitu karbon dapat melepaskan diri dari
martensit berarti keuletan (ductility) dari baja naik, akan tetapi kekuatan tarik, dan
kekerasan menurun. Senada dengan itu Djafrie (1986) menyatakan sifat-sifat
mekanik baja yang telah dicelup, dan di-temper dapat diubah dengan cara
mengubah temperatur tempering.
2.11.1

Media Pendingin

Setelah baja dipanaskan (heat treatment) hingga mencapai suhu austenite,


lalu baja didinginkan (Quenching) untuk mendapatkan jenis struktur mikro yang
diinginkan. Jenis dan variasi media pendingin ini dibedakan atas kekentalan atau
viskositas nya, dimana kekentalan ini akan berpengaruh terhadap laju
pendinginan, sedangkan laju pendinginan akan berpengaruh terhadap struktur
mikro yang terbentuk. Berikut ini ada beberapa jenis media pendingin yang sering
digunakan antara lain Air, Oli dan Udara.
1. Air
Pendinginan dengan menggunakan air akan memberikan daya pendinginan
yang sangat cepat. Karena viskositasnya yang rendah maka akan berpengaruh
terhadap waktu untuk berdifusi pada saat bertransformasi, sehingga struktur mikro
yang terbentuk pada umumnya Martensit.
2. Udara
Pendinginan udara dilakukan untuk perlakuan panas yang membutuhkan
pendinginan lambat. Untuk keperluan tersebut udara yang disirkulasikan ke dalam
ruangan pendingin dibuat dengan kecepatan yang rendah. Udara sebagai
pendingin akan memberikan kesempatan kepada logam untuk membentuk Kristalkristal dan kemungkinan mengikat unsur-unsur lain dari udara.
3. Oli
Media pendingin Oli Mesran SAE 40, digunakan sesuai dengan
kemampuannya untuk memperoleh hasil yang diharapkan. Penggunaan pelumas
sebagai media pendingin akan menyebabkan tibulnya selaput karbon pada
spesimen tergantung dari besarnya viskositas pelumas. Atas dasar tujuan untuk
memperbaiki sifat baja tersebut.
2.11

Tempering

26

Proses tempering adalah proses memanaskan kembali baja yang sudah


dikeraskan dengan tujuan untuk memperoleh kombinasi antara kekuatan, dan
ketangguhan yang tinggi. Proses temper terdiri dari memanaskan baja sampai
dengan temperature dibawah temperatur A1 (Gambar 2.2), dan menahannya
(Holding Time) pada temperatur tersebut untuk jangka waktu tertentu kemudian
didinginkan diudara, aplikasi dari proses tempering terlihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Roda Gigi Yang Di Kuens Dan Ditemper (Baja Paduan Rendah).
Tempering didefinisikan sebagai proses pemanasan logam setelah
dikeraskan pada temperatur tempering (dibawah suhu kritis), yang dilanjutkan
dengan proses pendinginan (Koswara,1999:134). Baja yang telah dikeraskan
bersifat rapuh dan tidak cocok untuk digunakan, melalui proses tempering
kekerasan dan kerapuhan dapat diturunkan sampai memenuhi persyaratan
penggunaan.
Menurut tujuannya proses tempering dibedakan sebagai berikut :
1. Tempering pada suhu rendah (150-300C)
Tempering ini hanya untuk mengurangi tegangan-tegangan kerut dan
kerapuhan dari baja, biasanya untuk alat-alat potong, mata bor dan sebagainya.
2. Tempering pada suhu menengah (300-550C)
Tempering pada suhu sedang bertujuan untuk menambah keuletan dan
kekerasannya sedikit berkurang. Proses ini digunakan pada alat-alat kerja yang
mengalami beban berat, misalnya palu, pahat, pegas.
3. Tempering pada suhu tinggi (550-650C )
Tempering suhu tinggi bertujuan memberikan daya keuletan yang besar dan
sekaligus kekerasannya menjadi agak rendah misalnya pada roda gigi, poros
batang pengggerak dan sebagainya. Suhu yang digunakan dalam penelitian ini

27

adalah 350C, 450C, 550C dan 650C pada proses tempering dengan tujuan
untuk mendapatkan sifat mekanik yang maksimal pada poros.
Hardening dan tempering adalah salah satu proses yang digunakan untuk
mengubah sifat mekanik baja. Pada proses hardening, baja dipanaskan sampai
temperature austenisasi kemudian didinginkan cepat dengan media air. Proses ini
menghasilkan baja yang sangat keras dan getas. Baja kemudian dipanaskan
kembali dengan menggunakan temperature tertentu dan ditahan selama waktu
tertentu.Dengan memanaskan kembali maka akan didapatkan baja yang kekerasan
dan kekuatan tariknya lebih rendah tetapi keuletannya lebih baik. Semakin tinggi
temperature tempering yang digunakan maka kekerasan dan kekuatan tariknya
akan semakin rendah tetapi keuletannya menjadi lebih tinggi.Proses perlakuan
panas dengan media pendingin air pada proses tempering pada baja AISI 4140
ternyata dapat digunakan untuk memperbaiki sifat mekaniknya.Proses temper
dapat dilakukan pada tungku dengan udara panas yang disirkulasikan, oil, tungku
garam (dengan garam yang titik lelehnya rendah) dan tungku vakum. Jika tungku
dengan udara panas yang disirkulasikan yang digunakan maka benda kerja yang
dikeraskan dengan menggunakan tungku garam harus dibersihkan terlebih dahulu;
disarankan dibersihkan dengan menggunakan air mendidih atau uap air. Jika
benda kerja yang masih mengandung bekas-bekas garam dipermukaannya
langsung diletakan didalam tungku, baik benda kerja maupun kumparan pemanas
pada tungku akan mudah diserang korosi. Hal ini dapat dicegah seandainya
penemperannya menggunakan tungku garam juga. Tungku garam yang digunakan
untuk martemper dapat juga digunakan untuk proses penemperan. Tungku temper
harus dilengkapi dengan pengontrol temperatur yang otomatik dalam rentang
5C. Pada setiap proses penemperan perlu merujuk pada kurva temper yang sesuai
panduan dalam menentukan temperatur temper. Kurva tersebut sebenarnya
menunjukan hasil rata-rata, namun dalam praktek selalu terjadi penyimpangan
dari harga yang ditunjukannya.
Hal ini disebabkan karena :
1.
2.
3.
4.

Adanya variasi dari kondisi quench


Waktu penahanan umumnya relatif lebih lama dari yang ditentukan
Adanya variasi dari komposisi kimia baja yang sejenis
Ketidak tepatan pengukuran temperatur.

28

Agar dicapai distribusi kekerasan yang homogen pada benda kerja dan
untuk mencegah penghilangan tegangan akibat proses pengerasan yang tidak
merata yang dapat mengakibatkan timbulnya retak, maka laju pemanasan sampai
ke temperatur yang diinginkan harus lambat.
Pada proses tempering terdapat dua proses tempering yang umum dilakukan,
yaitu :
1. Austempering
Merupakan jenis tempering dimana pada saat pendinginan material
didinginkan tidak mencapai temperature terbentuknya martensit, namun dicelup
cepat diatas temperature pembentukan martensit. Bila ditahan pada temperature
tersebut maka ausetenit akan berubah fasa menjadi bainit. Bainit dianggap sudah
memliliki ketangguhan yang cukup, sehingga perubahan lebih lanjut tidak
diperlukan lagi.
2. Martempering
Hampir sama dengan austempering, dimana material didinginkan secara
cepat namum hingga mencapai temperature terbentuknya martensit.
2.12

Pengujian Kekerasan (hardness test)


Kekerasan suatu material dapat didefinisikan sebagai ukuran ketahanan

material tersebut terhadap gaya penekanan dari material lain yang lebih keras.
Terdapat tiga jenis umum mengenai ukuran kekerasan yang tergantung pada cara
melakukan pengujian. Ketiga jenis tersebut adalah kekerasan goresan, kekerasan
lekukan dan kekerasan pantulan. Akan tetapi pengujian yang sering dilakukan
adalah pengujian tekanan, pada pengujian penekanan terdapat beberapa alat uji
yang dapat digunakan antara lain dengan alat uji brinell, vickers dan rockwell.
Pengujian dengan metode ini dilakukan dengan penekanan benda uji
dengan indentor dengan gaya tekan dan waktu indentasi yang ditentukan.
Kekerasan suatu material ditentukan oleh dalam ataupun luas area indentasi yang
dihasilkan (tergantung jenis indentor dan jenis pengujian).
a. Metode Brinell
Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh J.A. Brinell pada tahun 1900.
Pengujian kekerasan dilakukan dengan memakai bola baja yang diperkeras
(hardened steel ball) dengan beban dan waktu indentasi tertentu, sebagaimana
ditunjukkan oleh Gambar 2.21. Hasil penekanan adalah jejak berbentuk lingkaran

29

bulat, yang harus dihitung diameternya di bawah mikroskop khusus pengukur


jejak.

Gambar 2.21 Skematis Prinsip Indentasi Dengan Metode Brinell.


b. Metode Vickers
Pada metode ini digunakan indentor intan berbentuk piramida dengan
sudut 136o, seperti diperlihatkan pada gambar 2.23 Prinsip pengujian adalah sama
dengan metode Brinell, walaupun jejak yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar
berdiagonal. Panjang diagonal diukur dengan skala pada mikroskop pengujur
jejak.

Gambar 2.23 Skematis prinsip indentasi dengan metode Vickers.


c. Metode Rockwell
Berbeda dengan metode Brinell dan Vickers dimana kekerasan suatu
bahan dinilai dari diameter/diagonal jejak yang dihasilkan maka metode Rockwell
merupakan uji kekerasan dengan pembacaan langsung (direct-reading). Metode
ini banyak dipakai dalam industri karena pertimbangan praktis. Variasi dalam
beban dan indetor yang digunakan membuat metode ini memiliki banyak
macamnya.Metode yang paling umum dipakai adalah Rockwell (dengan indentor
bola baja berdiameter 1/6 inci dan beban 100 kg) dan Rockwell C (dengan

30

indentor intan dengan beban 150 kg). Walaupun demikian metode Rockwell
lainnya juga biasa dipakai.
Pengujian kekerasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
metode rockwell Hal ini disebabkan oleh sifat-sifatnya yaitu:
1. Pelaksanaannya cepat.
2. Kesalahan pengujian relative kecil.
3. Mampu membedakan kekerasan pada baja yang diperkeras.
4. Ukuran bekas penekanannya relatif kecil, sehingga bagian yang mendapatkan
perlakuan panas dapat diuji kekerasannya tanpa menimbulkan kerusakan.
Pengujian kekerasan Rockwell didasarkan pada kedalaman masuknya
penekanan pada bahan uji. Makin keras bahan yang akan diuji, makin dangkal
masuknya penekanan tersebut. Sebaliknya, makin dalam masuknya penekanan
pada bahan uji maka bahan uji tersebut makin lunak. Cara Rockwell sangat
disukai karena dengan cepat dapat diketahui kekerasan tanpa mengukur dan
menghitung seperti pada cara Brinell dan cara Vickers.

Anda mungkin juga menyukai