00000014
00000014
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Bucket elevator
Bucket elevator termasuk dalam jenis mesin pemindah bahan. Sistem
bucket elevator digunakan untuk memindahkan muatan curah (incline) lebih dari
70o dari bidang datar. Bucket elevator khusus untuk mengangkut berbagai macam
material berbentuk serbuk, butiran-butiran kecil, dan bongkahan. Poros Bucket
elevator terbuat dari bahan baja AISI 4140 , merupakan alat pemindah bahan
untuk mengangkut material dari tempat atau ketempat yang tinggi dan sulit
dijangkau seperti untuk mengangkut Inti sawit. Bucket elevator dapat digunakan
untuk menaikan material dengan ketinggian sampai 50 meter, kapasitasnya dapat
mencapai 50 m3/ jam, dan kontruksi dapat mencapai vertikal.
Bucket elevator terdiri dari poros (shaft), pulley atau sprocket penggerak,
bucket yang berputar mengelilingi sprocket atas dan bawah,bagian penggerak,
pengencang (take-up), casing, dan transmisi penggerak.Gambar 2.1 menunjukan
bagian utama sebuah bucket elevator.
2.2
Poros
Shaft
(poros)
adalah
elemen
mesin
yang
digunakan
untuk
mentransmisikan daya dari satu tempat ke tempat lainnya. Kontruksi dari bucket
elevator dilengkapi peralatan komponen pendukung salah satu nya adalah Poros
(Shaft). Daya tersebut dihasilkan oleh gaya tangensial dan momen torsi yang hasil
akhirnya adalah daya tersebut akan ditransmisikan kepada elemen lain yang
berhubungan dengan poros tersebut. Poros juga merupakan suatu bagian stasioner
yang beputar, biasanya berpenampang bulat dimana terpasang elemen-elemen
seperti roda gigi (gear), pulley, flywheel, engkol, sprocket.
2.2.1
Jenis-Jenis Poros
Poros Gandar
Poros gandar merupakan poros yang dipasang diantara roda-roda kereta
barang. Poros gandar tidak menerima beban puntir dan hanya mendapat beban
lentur.
Poros spindle
Poros spindle merupakan poros transmisi yang relatip pendek, misalnya
pada poros utama mesin perkakas dimana beban utamanya berupa beban puntiran.
Selain beban puntiran, poros spindle juga menerima beban lentur (axial load).
2. Berdasarkan bentuknya
Poros lurus
1.2.2
Sifat-Sifat Poros
Sifat-Sifat Poros Yang Harus Diperhatikan dalam perencanaan poros
adalah :
1.
Kekuatan poros
Poros transmisi akan menerima beban puntir (twisting moment), beban lentur
(bending moment) ataupun gabungan antara beban puntir dan lentur. Dalam
perancangan poros perlu memperhatikan beberapa faktor, misalnya : kelelahan,
tumbukan dan pengaruh konsentrasi tegangan bila menggunakan poros bertangga
ataupun penggunaan alur pasak pada poros tersebut.
2.
Kekakuan poros
Meskipun sebuah poros mempunyai kekuatan yang cukup aman dalam
menahan pembebanan tetapi adanya lenturan atau defleksi yang terlalu besar akan
mengakibatkan ketidak telitian (pada mesin perkakas), getaran mesin (vibration)
dan suara (noise). Oleh karena itu disamping memperhatikan kekuatan poros,
kekakuan poros juga harus diperhatikan dan disesuaikan dengan jenis mesin yang
akan ditransmisikan dayanya dengan poros tersebut.
1.2.3
Material poros
Material yang biasa digunakan dalam membuat poros adalah carbon steel
2.3
Baja ( Steel )
Baja adalah logam paduan dengan besi sebagai unsur dasar dan karbon
sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon dalam baja berkisar antara
0.2% hingga 2.1% berat sesuai grade-nya. Fungsi karbon dalam baja adalah
sebagai unsur pengeras dengan mencegah dislokasi bergeser pada kisi kristal
(crystal lattice) atom besi. Unsur paduan lain yang biasa ditambahkan selain
karbon adalah mangan (manganese), krom (chromium), vanadium, dan tungsten.
Dengan memvariasikan kandungan karbon dan unsur paduan lainnya, berbagai
jenis kualitas baja bisa didapatkan. Penambahan kandungan karbon pada baja
dapat meningkatkan kekerasan (hardness) dan kekuatan tariknya (tensile strength),
namun di sisi lain membuatnya menjadi getas (brittle) serta menurunkan
keuletannya (ductility).
2.3.1
Klasifikasi Baja
Baja merupakan paduan yang terdiri dari besi, karbon dan unsur lainnya
10
d. Pegas
e. Stang kawat pipa gas tekanan tinggi
f.
11
akan menghasilkan baja yang menghasilkan sifat keras yang baik dan sifat kenyal
yang memuaskan serta tahan terhadap panas. Baja paduan dihasilkan dengan
biaya yang lebih mahal dari pada baja karbon karena bertambahnya biaya untuk
penambahnya yang khusus yang di lakukan dalam industri atau pabrik.
1.3.4
berdasarkan pada susunan atau komposisi kimia yang ada dalam suatu baja, ada
beberapa ketentuan standarisasi baja berdasarkan AISI 4140 yaitu:
: baja karbon
Angka 1
Poros (shaft)
poros engkol
12
Forgings (tempa)
Dll
Baja tersebut mempunyai sifat tahan aus karena dalam pembuatan baja
paduan ini dengan sistem pengerasan kulit, untuk beberapa keperluan seperti
poros perlu dilakukan pengerjaan ulang guna memperbaiki sifat mekanisnya yaitu
dilakukan proses Tempering. Ada beberapa standar bahan yang digunakan untuk
bahan-bahan poros seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.1 Standar Baja Untuk Poros
Nama
Baja konstruksi
mesin
Baja tempa
Baja Nikel Chrom
Baja Nikel Chrom
molibden
Baja chrom
Baja chrom
molibden
Standar jepang
(JIS)
S25C
S30C
S35C
S40C
S45C
S50C
S55C
SF40, 45, 50, 55
SNC
SNC22
SNCM 1
SNCM 2
SNCM 7
SNCM 8
SNCM 22
SNCM 23
SNCM 25
SCr 3
SCr 4
SCr 5
SCr 21
SCr 22
SCM2
SCM3
SCM4
SCM5
13
2.4.1
Komposisi
Karbon (C)
0,41
Magan (Mn)
0,77
Pusfor (P)
0,18
Sulfur (S)
0,6
Silikon (Si)
0.27
Cromium (Cr)
0,98
Nikel (Ni)
0,4
Tembaga (Cu)
0,8
diberikan terhadap respons atau deformasi. Sifat mekanik baja berkaitan dengan
kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan.
Sifat-sifat mekanik bahan yang penting adalah:
1. Kekuatan (strenght) adalah kemampuan bahan untuk menerima tegangan
tanpa menyebabkan bahan menjadi patah. Kekuatan pada bahan terdiri atas
beberapa macam tergantung pada jenis beban yang bekerja, contohnya
kekuatan tarik, kekuatan geser, kekuatan tekan, dan sebagainya.
2. Kekuatan tarik ialah kemampuan logam dalam menahan gaya tarik yang
diberikan. Setelah titik luluh, tegangan terus naik dengan berlanjutnya
14
Struktur Mikro
Struktur bahan dalam orde kecil sering disebut sturktur mikro. Struktur ini
tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi harus menggunakan alat
pengamat struktur mikro diantaranya : mikroskop cahaya, mikroskop electron,
mikroskop field on, mikroskop field emission dan mikroskop sinar-X. Penelitian
15
sifat
bahan
jika
hubungan
tersebut
sudah
16
Berikut ini gambar skema pergerakan struktur mikro baja karbon eutectoid dengan
komposisi 0,76%C.
17
c. Cementit ialah suatu senyawa yang terdiri dari unsur Fe dan C dengan
perbandingan tertentu dan struktur kristalnya Orthohombic L ediburite ialah
campuran Eutectic antara besi Gamma dengan Cementit yang dibentuk pada
temperatur 1130C dengan kandungan Carbon 4,3%C.
d. Perlit ialah campuran Eutectoid antara Ferit dengan Cementit yang dibentuk
pada temperatur 723C dengan kandungan Carbon 0,83%C.
2.6
Diagram Fasa
Salah
satu
metode
untuk
mempelajari
logam
dilakukan
dengan
menggunakan diagram fasa. Dari diagram fasa ini dapat diamati perubahan
struktur logam akibat pengaruh temperature. Struktur dari baja dapat ditentukan
oleh komposisi baja dan karbon.
18
Keterangan
Titik cair besi
Titik pada cairan yang ada hubungannya dengan reaksi peritektik
N
C
E
G
P
S
GS
ES
A2
Ao
komposisi
eutectoid disebut baja hypereutectoid, pada temperatur antara 7270C dan 11470C
terdapat satu fase yaitu fase austenit dan sementit. Pada temperature 7270C butiran
19
fase bertransformasi bentuk dan Fe3C dalam satu butiran yang bercampur baik,
dan lapisan serat-serat bajanya disebut pearlite (Van Vlack 2000).
2.7
dan pendinginan dengan kecepatan terkontrol yang dilakukan terhadap logam atau
paduan dalam keadaan padat, sebagai suatu upaya untuk memperoleh sifat-sifat
tertentu. Dari sini tampak bahwa proses perlakuan panas dapat digunakan untuk
melakukan manipulasi sifat mekanik (dan beberapa sifat fisik) sesuai dengan
kebutuhan atau keperluan. Proses perlakuan panas sangat menentukan sifat dari
suatu produk logam atau paduan. Proses perlakuan panas yang sama mungkin
akan menghasilkan sifat yang berbeda bila proses pengerjaan sebelum atau
sesudahnya juga berbeda. tabel 2.3 adalah klasifikasi proses perlakuan panas baja.
transformasi austenit. Struktur dan bentuk dari hasil inilah yang akan menentukan
sifat fisik dan mekanik. Proses perlakuan panas pada dasarnya terdiri dari
beberapa tahapan, dimulai dengan pemanasan sampai ke temperatur tertentu, lalu
diikuti dengan penahanan selama beberapa saat, baru kemudian dilakukan
pendinginan dengan kecepatan tertentu. Yang membedakan suatu proses
perlakuan panas dengan proses perlakuan panas yang lain adalah :
1.
2.
20
3.
Laju pendinginan
Selama pemanasan yang biasanya dilakukan hingga mencapai daerah
austenit, baja akan mengalami transformasi fase akan terbentuk austenit. Dengan
memberikan holding time yang cukup akan memberikan kesempatan kepada
atom-atom untuk berdiffusi menghomogenkan austenit yang baru terbentuk itu.
Pada pendinginan kembali, austenit akan bertransformasi lagi dan struktur mikro
yang terbentuk tergantung pada laju pendinginan. Dengan laju pendinginan yang
berbeda akan terbentuk struktur mikro yang berbeda, tentunya sifat mekaniknya
pun akan berbeda.
2.7.2
21
22
sifat tahan aus yang tinggi, kekuatan dan fatigue limit yang lebih baik, dengan
suatu proses heat treatment. Kekerasan yang dapat dicapai tergantung pada kadar
karbon dalam logam baja dan kekerasan yang terjadi akan tergantung pada
temperatur pemanasan, holding time dan laju pendinginan. Proses perlakuan panas
untuk meningkatkan kekerasan, ketahanan aus atau ketanguhan dengan kombinasi
kekerasan.
Kekerasan sangat tergantung dari:
a. Temperatur pemanasan (Austenitizing temperature)
b. Lama pada temperatur tersebut (Holding Time)
c. Laju pendinginan (cooling Rate)
d. Komposisi kimia
e. Kondisi permukaan
f. Ukuran dan berat benda kerja
Kekerasan maksimum didapat pembentukan fase martensite atau fase
kabrida pada struktur mikro baja. pemanasan yang baik pada temperatur austenit
adalah:
a. 25-50C diatas temperatur A3 untuk baja hypoeutectoid.
b. 25-50C diatas temperatur A1 untuk baja hypereutectoid.
2.10 Holding Time( Waktu Tahan )
Holding time adalah untuk melakukan penahanan suhu supaya pemanasan
homogen sehingga struktur austenitnya homogen sehingga kekerasan dapat
23
tercapai maksimum. Pedoman untuk menentukan holding time dari berbagai jenis
baja seperti baja konstruksi dari baja karbon dan baja paduan rendah.
a) Yang mengandung karbida yang mudah larut, holding time antara 5-15 menit
setelah mencapai temperatur pemanasannya.
b) Baja konstruksi dari baja menegah dianjurkan mengunakan holding time
antara 15-25 menit, tidak tergantung ukuran benda kerja.
c) Low Alloy Tool Steel dianjurkan mengunakan 0,5 permilimeter tebal benda,
atau sekitar 10-30 menit.
d) High Alloy Chrome Steel dianjurkan mengunakan 0,5 menit permilimeter
tebal benda dengan minimum 10 menit, maksimum 1 jam.
e) Hot Work Tool Steel, mengandung karbida yang sulit larut, baru akan larut
pada 1000oC. Oleh karna itu holding time harus dibatasi antara 15-30 menit.
f) High Speed Steel memerlukan temperatur pemanasan yang sangat tinggi,
1200-1300oC. Untuk mencegah terjadinya pertumbuhan butir holding time
diambil hanya beberapa menit saja.
2.11
Pendinginan (Quenching)
Menurut Edih Supardi (1999) dasar pengujian pengerasan pada bahan baja
yaitu suatu proses pemanasan dan pendinginan untuk mendapatkan struktur keras
yang disebut martensit. Gambar 2.4 adalah struktur Martensit yaitu fasa larutan
padat lewat jenuh dari karbon dalam sel satuan tetragonal pusat badan atau
mempunyai bentuk kristal Body Centered Tetragonal (BCT)
24
menunjukkan
perbandingan
antara
temperatur
pemanasan
dengan
laju
25
sedang keuletan dan ketangguhan akan meningkat (Djafrie, 1985). Pada saat
tempering proses difusi dapat terjadi yaitu karbon dapat melepaskan diri dari
martensit berarti keuletan (ductility) dari baja naik, akan tetapi kekuatan tarik, dan
kekerasan menurun. Senada dengan itu Djafrie (1986) menyatakan sifat-sifat
mekanik baja yang telah dicelup, dan di-temper dapat diubah dengan cara
mengubah temperatur tempering.
2.11.1
Media Pendingin
Tempering
26
Gambar 2.7 Roda Gigi Yang Di Kuens Dan Ditemper (Baja Paduan Rendah).
Tempering didefinisikan sebagai proses pemanasan logam setelah
dikeraskan pada temperatur tempering (dibawah suhu kritis), yang dilanjutkan
dengan proses pendinginan (Koswara,1999:134). Baja yang telah dikeraskan
bersifat rapuh dan tidak cocok untuk digunakan, melalui proses tempering
kekerasan dan kerapuhan dapat diturunkan sampai memenuhi persyaratan
penggunaan.
Menurut tujuannya proses tempering dibedakan sebagai berikut :
1. Tempering pada suhu rendah (150-300C)
Tempering ini hanya untuk mengurangi tegangan-tegangan kerut dan
kerapuhan dari baja, biasanya untuk alat-alat potong, mata bor dan sebagainya.
2. Tempering pada suhu menengah (300-550C)
Tempering pada suhu sedang bertujuan untuk menambah keuletan dan
kekerasannya sedikit berkurang. Proses ini digunakan pada alat-alat kerja yang
mengalami beban berat, misalnya palu, pahat, pegas.
3. Tempering pada suhu tinggi (550-650C )
Tempering suhu tinggi bertujuan memberikan daya keuletan yang besar dan
sekaligus kekerasannya menjadi agak rendah misalnya pada roda gigi, poros
batang pengggerak dan sebagainya. Suhu yang digunakan dalam penelitian ini
27
adalah 350C, 450C, 550C dan 650C pada proses tempering dengan tujuan
untuk mendapatkan sifat mekanik yang maksimal pada poros.
Hardening dan tempering adalah salah satu proses yang digunakan untuk
mengubah sifat mekanik baja. Pada proses hardening, baja dipanaskan sampai
temperature austenisasi kemudian didinginkan cepat dengan media air. Proses ini
menghasilkan baja yang sangat keras dan getas. Baja kemudian dipanaskan
kembali dengan menggunakan temperature tertentu dan ditahan selama waktu
tertentu.Dengan memanaskan kembali maka akan didapatkan baja yang kekerasan
dan kekuatan tariknya lebih rendah tetapi keuletannya lebih baik. Semakin tinggi
temperature tempering yang digunakan maka kekerasan dan kekuatan tariknya
akan semakin rendah tetapi keuletannya menjadi lebih tinggi.Proses perlakuan
panas dengan media pendingin air pada proses tempering pada baja AISI 4140
ternyata dapat digunakan untuk memperbaiki sifat mekaniknya.Proses temper
dapat dilakukan pada tungku dengan udara panas yang disirkulasikan, oil, tungku
garam (dengan garam yang titik lelehnya rendah) dan tungku vakum. Jika tungku
dengan udara panas yang disirkulasikan yang digunakan maka benda kerja yang
dikeraskan dengan menggunakan tungku garam harus dibersihkan terlebih dahulu;
disarankan dibersihkan dengan menggunakan air mendidih atau uap air. Jika
benda kerja yang masih mengandung bekas-bekas garam dipermukaannya
langsung diletakan didalam tungku, baik benda kerja maupun kumparan pemanas
pada tungku akan mudah diserang korosi. Hal ini dapat dicegah seandainya
penemperannya menggunakan tungku garam juga. Tungku garam yang digunakan
untuk martemper dapat juga digunakan untuk proses penemperan. Tungku temper
harus dilengkapi dengan pengontrol temperatur yang otomatik dalam rentang
5C. Pada setiap proses penemperan perlu merujuk pada kurva temper yang sesuai
panduan dalam menentukan temperatur temper. Kurva tersebut sebenarnya
menunjukan hasil rata-rata, namun dalam praktek selalu terjadi penyimpangan
dari harga yang ditunjukannya.
Hal ini disebabkan karena :
1.
2.
3.
4.
28
Agar dicapai distribusi kekerasan yang homogen pada benda kerja dan
untuk mencegah penghilangan tegangan akibat proses pengerasan yang tidak
merata yang dapat mengakibatkan timbulnya retak, maka laju pemanasan sampai
ke temperatur yang diinginkan harus lambat.
Pada proses tempering terdapat dua proses tempering yang umum dilakukan,
yaitu :
1. Austempering
Merupakan jenis tempering dimana pada saat pendinginan material
didinginkan tidak mencapai temperature terbentuknya martensit, namun dicelup
cepat diatas temperature pembentukan martensit. Bila ditahan pada temperature
tersebut maka ausetenit akan berubah fasa menjadi bainit. Bainit dianggap sudah
memliliki ketangguhan yang cukup, sehingga perubahan lebih lanjut tidak
diperlukan lagi.
2. Martempering
Hampir sama dengan austempering, dimana material didinginkan secara
cepat namum hingga mencapai temperature terbentuknya martensit.
2.12
material tersebut terhadap gaya penekanan dari material lain yang lebih keras.
Terdapat tiga jenis umum mengenai ukuran kekerasan yang tergantung pada cara
melakukan pengujian. Ketiga jenis tersebut adalah kekerasan goresan, kekerasan
lekukan dan kekerasan pantulan. Akan tetapi pengujian yang sering dilakukan
adalah pengujian tekanan, pada pengujian penekanan terdapat beberapa alat uji
yang dapat digunakan antara lain dengan alat uji brinell, vickers dan rockwell.
Pengujian dengan metode ini dilakukan dengan penekanan benda uji
dengan indentor dengan gaya tekan dan waktu indentasi yang ditentukan.
Kekerasan suatu material ditentukan oleh dalam ataupun luas area indentasi yang
dihasilkan (tergantung jenis indentor dan jenis pengujian).
a. Metode Brinell
Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh J.A. Brinell pada tahun 1900.
Pengujian kekerasan dilakukan dengan memakai bola baja yang diperkeras
(hardened steel ball) dengan beban dan waktu indentasi tertentu, sebagaimana
ditunjukkan oleh Gambar 2.21. Hasil penekanan adalah jejak berbentuk lingkaran
29
30
indentor intan dengan beban 150 kg). Walaupun demikian metode Rockwell
lainnya juga biasa dipakai.
Pengujian kekerasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
metode rockwell Hal ini disebabkan oleh sifat-sifatnya yaitu:
1. Pelaksanaannya cepat.
2. Kesalahan pengujian relative kecil.
3. Mampu membedakan kekerasan pada baja yang diperkeras.
4. Ukuran bekas penekanannya relatif kecil, sehingga bagian yang mendapatkan
perlakuan panas dapat diuji kekerasannya tanpa menimbulkan kerusakan.
Pengujian kekerasan Rockwell didasarkan pada kedalaman masuknya
penekanan pada bahan uji. Makin keras bahan yang akan diuji, makin dangkal
masuknya penekanan tersebut. Sebaliknya, makin dalam masuknya penekanan
pada bahan uji maka bahan uji tersebut makin lunak. Cara Rockwell sangat
disukai karena dengan cepat dapat diketahui kekerasan tanpa mengukur dan
menghitung seperti pada cara Brinell dan cara Vickers.