Anda di halaman 1dari 22

REFLEKSI KASUS

OSTEOARTHRITIS

Disusun Oleh:
Raissa Lingga Angesti
20110310220

Pembimbing:
dr. Wahyu Purnomo Sp. OT

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
RSUD KOTA SALATIGA
2016

HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan disahkan refleksi kasus dengan judul

OSTEOARTHRITIS

Disusun oleh:
Nama: Raissa Lingga Angesti
No. Mahasiswa: 20110310220

Telah diajukan
Hari/Tanggal: Rabu, 27 Januari 2016

Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,

dr. Wahyu Purnomo Sp. OT

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Osteoarthritis
Osteoartritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang,
arthro yang berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi meskipun sebenarnya
penderita osteoartritis tidak mengalami inflamasi atau hanya mengalami inflamasi
ringan. Osteoarthritis ialah suatu penyakit sendi menahun yang ditandai oleh adanya
kelainan pada tulang rawan (kartilago) sendi dan tulang di dekatnya. Tulang rawan
(kartilago) adalah bagian dari sendi yang melapisi ujung dari tulang, untuk
memudahkan pergerakan dari sendi. Kelainan pada kartilago akan berakibat tulang
bergesekan satu sama lain, sehingga timbul gejala kekakuan, nyeri dan pembatasan
gerakan pada sendi.
Osteoarthritis merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang
berkembang lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinik ditandai dengan
nyeri, deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi-sendi tangan dan
sendi besar yang menanggung beban. Seringkali berhubungan dengan trauma atau
mikrotrauma yang berulang-ulang, obesitas, stress oleh beban tubuh, dan penyakitpenyakit sendi lainnya
American College of Rheumatology (2011) mengartikan osteoarthritis sebagai

sekelompok kondisi heterogen yang mengarah kepada tanda dan gejala sendi.
Penyakit ini ditandai oleh adanya abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan
tulang baru yang irreguler pada permukaan persendian. Nyeri merupakan gejala khas
pada sendi yang mengalami osteoarthritis. Rasa nyeri semakin berat bila melakukan
aktivitas dengan penggunaan sendi dan rasa nyeri diakibatkan setelah melakukan
aktivitas dengan penggunaan sendi dan rasa nyeri semakin ringan dengan istirahat.
B. Epidemiologi Osteoarthritis
Osteoartritis merupakan penyakit sendi pada orang dewasa yang paling umum
di dunia. Felson (2008) melaporkan bahwa satu dari tiga orang dewasa memiliki tandatanda radiologis terhadap OA. OA pada lutut merupakan tipe OA yang paling umum
dijumpai pada orang dewasa. Penelitian epidemiologi dari Joern et al (2010)
menemukan bahwa orang dewasa dengan kelompok umur 60-64 tahun sebanyak 22% .
Pada pria dengan kelompok umur yang sama, dijumpai 23% menderita OA. pada lutut
kanan, sementara 16,3% sisanya didapati menderita OA pada lutut kiri. Berbeda halnya

pada wanita yang terdistribusi merata, dengan insiden OA pada lutut kanan sebanyak
24,2% dan pada lutut kiri sebanyak 24,7.
Kejadian osteoarthritis banyak pada orang yang berusia di atas 45 tahun.

Laki-laki di bawah umur 55 tahun lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan
dengan wanita pada umur yang sama. Namun, setelah umur 55 tahun prevalensi
osteoarthritis lebih banyak wanita dibandingkan pria. Hal ini diduga karena bentuk
pinggul wanita yang lebar dapat menyebabkan tekanan yang menahun pada sendi
lutut. Osteoartritis juga sering ditemukan pada orang yang kelebihan berat badan dan
mereka yang pekerjaanya mengakibatkan tekanan yang berlebihan pada sendi-sendi
tubuh.
C. Etiologi
Etiologi penyakit ini tidak diketahui dengan pasti. Hasil penelitian
menunjukan 87% adalah kasus OA primer, dan 13% kasus OA sekunder. Menurut
klasifikasi rontgentography, 38% adalah jenis awal, 28,5% jenis patellofemoral dan
23,2% jenis medio-patellofemoral. Klasifikasi radiologi itu terkait dengan
manifestasi klinis jika varus dan deformitas valgus lebih parah, penilaian X ray juga
akan menjadi lebih parah.
Ada beberapa faktor resiko yang diketahui berhubungan dengan penyakit ini, yaitu:
a. Usia lebih dari 40 tahun
b. Jenis kelamin
c. Suku bangsa
d. Genetik
e. Kegemukan den penyakit metabolik
f. Cedera sendi, pekerjaan, olahraga
g. Kelainan pertumbuhan
h. Kepadatan tulang, dan lain-lain
D. Faktor Resiko
Faktor-faktor yang telah diteliti sebagai faktor risiko osteoarthritis lutut
antara lain usia lebih dari 50 tahun, jenis kelamin perempuan, ras / etnis, genetik,
kebiasaan merokok, konsumsi vitamin D, obesitas, osteoporosis, diabetes melitus,
hipertensi, hiperurisemi, histerektomi, menisektomi, riwayat trauma lutut, kelainan
anatomis, kebiasaan bekerja dengan beban berat, aktivitas fisik berat dan kebiasaan
olah raga. Terjadi peningkatan dari angka kejadian osteoarthritis selama atau segera
setelah menopause karena faktor hormon seks.
Menurut Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal yang disusun oleh Helmi
tahun 2012, terdapat beberapa faktor resiko yang terdiri dari :
1) Peningkatan usia.

Osteoarthritis biasanya terjadi pada usia lanjut, jarang dijumpai penderita


osteoarthritis yang berusia di bawah 40 tahun. Usia ratarata laki yang mendapat
osteoartritis sendi lutut yaitu pada umur 59 tahun dengan puncaknya pada usia 55
- 64 tahun, sedang wanita 65,3 tahun dengan puncaknya pada usia 65 74 tahun.
Presentase pasien dengan osteoarthritis berdasarkan usia di RSU dr. Soedarso
menunjukan bahwa pada usia 43-48 tahun (13,30%), usia 49- 54 tahun (16,06%),
dan usia 55- 60 tahun meningkat (27,98%).
2) Obesitas
Membawa beban lebih berat akan membuat sendi sambungan tulang bekerja
dengan lebih berat, diduga memberi andil pada terjadinya osteoarthritis. Setiap
kilogram penambahan berat badan atau masa tubuh dapat meningkatkan beban
tekan lutut sekitar 4 kilogram. Dan terbukti bahwa penurunan berat badan dapat
mengurangi

resiko

terjadinya

osteoarthritis

atau

memperparah

keadaan

steoarthritis lutut.
3) Jenis kelamin wanita
Angka kejadian osteoartritis berdasarkan jenis kelamin didapatkan lebih tinggi
pada perempuan dengan nilai persentase 68,67% yaitu sebanyak 149 pasien
dibandingkan dengan laki-laki yang memiliki nilai persentase sebesar 31,33%
yaitu sebanyak 68 pasien.
4) Riwayat trauma
Cedera sendi, terutama pada sendi sendi penumpu berat tubuh seperti sendi pada
lutut berkaitan dengan risiko osteoartritis yang lebih tinggi. Trauma lutut yang
akut termasuk robekan terhadap ligamentum krusiatum dan meniskus merupakan
faktor timbulnya osteoartritis lutut.

5) Riwayat cedera sendi


Pada cedera sendi perat dari beban benturan yang berulang dapat menjadi faktor
penentu lokasi pada orang-orang yang mempunyai predisposisi osteoarthritis dan
berkaitan pula dengan perkembangan dan beratnya osteoarthritis.
6) Faktor genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya mutasi dalam
gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi
seperti kolagen dan proteoglikan berperan dalam timbulnya kecenderungan
familial pada osteoartritis.
7) Kelainan pertumbuhan tulang

Pada kelainan kongenital atau pertumbuhan tulang paha seperti penyakit perthes
dan dislokasi kongenitas tulang paha dikaitkan dengan timbulnya osteoarthrtitis
paha pada usia muda.
8) Pekerjaan dengan beban berat
Bekerja dengan beban rata-rata 24,2 kg, lama kerja lebih dari 10 tahun dan
kondisi geografis berbukit-bukit merupakan faktor resiko dari osteoarthritis lutut
(Maharani, 2007). Dan orang yang mengangkat berat beban 25 kg pada usia 43
tahun, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadinya osteoarthritis dan akan
meningkat tajam pada usia setelah 50 tahun.
9) Tingginya kepadatan tulang
Tingginya kepadatan tulang merupakan salah satu faktor yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya osteoarthritis, hal ini mungkin terjadi akibat
tulang yang lebih padat atau keras tak membantu mengurangi benturan beban
yang diterima oleh tulang rawan sendi.
10) Gangguan metabolik menyebabkan kegemukan
Berat badan yang berlebih ternyata dapat meningkatkan tekanan mekanik pada
sendi penahan beban tubuh, dan lebih sering menyebabkan osteoartritis lutut.
Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang
menanggung beban, tetapi juga dengan osteoartritis sendi lain, diduga terdapat
faktor lain (metabolik) yang berperan pada timbulnya kaitan tersebut antara lain
penyakit jantung koroner, diabetes melitus dan hipertensi.

E. Klasifikasi Osteoarthritis
Pada umumnya diagnosis osteoarthritis didasarkan pada gabungan gejala
klinik dan perubahan radiografi. Gejala klinik perlu diperhatikan, oleh karena tidak
semua pasien dengan perubahan radiografi osteoarthritis mempunyai keluhan pada
sendi. Terdapat 4 kelainan radiografi utama pada osteoarthritis, yaitu: penyempitan
rongga sendi, pengerasan tulang bawah rawan sendi, pembentukan kista di bawah
rawan sendi dan pembentukan osteofit, sendi yang dapat terkena osteoarthritis antara
lain:
1. Osteoarthritis sendi lutut
2. Osteoarthritis sendi panggul
3. Osteoarthritis sendi-sendi kaki
4. Osteoarthritis sendi bahu
5. Osteoarthritis sendi-sendi tangan
6. Osteoarthritis tulang belakang

Namun ada pula yang membagi klasifikasi osteoarthritis berdasarkan primer


dan sekunder. Pembagian osteoarthritis berdasarkan patogenesisnya dibagi menjadi
osteoarthritis primer yang disebut juga osteoarthritis idiopatik adalah osteoarthritis
yang kausanya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik
maupun proses perubahan lokal pada sendi. Sedangkan osteoarthritis sekunder
adalah osteoarthritis yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi,
metabolik, pertumbuhan dan imobilisasi yang lama. osteoarthritis primer lebih sering
ditemukan dari pada osteoarthritis sekunder.
F. Patofisiologi Osteoarthritis
Rawan sendi dibentuk oleh sel tulang rawan sendi (kondrosit) dan matriks

rawan sendi. Kondrosit berfungsi mensintesis dan memelihara matriks tulang rawan
sehingga fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan baik. Matriks rawan sendi
terutama terdiri dari air, proteoglikan dan kolagen. Perkembangan perjalanan
penyakit osteoarthritis dibagi menjadi 3 fase, yaitu sebagai berikut :
1) Fase 1
Terjadinya penguraian proteolitik pada matriks kartilago. Metabolisme kondrosit
menjadi terpengaruh dan meningkatkan produksi enzim seperti metalloproteinases
yang kemudian hancur dalam matriks kartilago. Kondrosit juga memproduksi
penghambat protease yang mempengaruhi proteolitik. Kondisi ini memberikan
manifestasi pada penipisan kartilago.
2) Fase 2
Pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago, disertai adanya
pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam cairan sinovia.
3) Fase 3

Proses penguraian dari produk kartilago yang menginduksi respons inflamasi


pada sinovia. Produksi magrofag sinovia seperti interleukin 1 (IL-1), tumor
necrosis factor-alpha (TNF-), dan metalloproteinase menjadi meningkat.
Kondisi ini memberikan manifestasi balik pada kartilago dan secara langsung
memberikan dampak adanya destruksi pada kartilago. Molekul-molekul proinflamasi lainnya seperti nitric oxide (NO) juga ikut terlibat. Kondisi ini
memberikan manifestasi perubahan arsitektur sendi dan memberikan dampak
terhadap pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi. Perubahan arsitektur sendi
dan stress inflamasi memberikan pengaruh pada permukaan artikular menjadi
kondisi gangguan yang progresif.

G. Manifestasi Klinis
Menurut Australian Physiotherapy Association (APA) (2003), penyakit
osteoarthritis mempunyai gejala-gejala yang biasanya menyulitkan bagi
kehidupan penderitanya. Adapun gejala tersebut antara lain:
1) Nyeri sendi (recurring pain or tenderness in joint)
Keluhan nyeri merupakan keluhan utama yang sering-kali membawa
penderita ke dokter, walaupun mungkin sebelumnya sendi sudah kaku dan
berubah bentuknya. Biasanya nyeri sendi bertambah dikarenakan gerakan dan
sedikit berkurang bila istirahat. Pada gerakan tertentu (misal lutut digerakkan
ke tengah) menimbulkan rasa nyeri. Nyeri pada osteoarthritis dapat menjalar
kebagian lain, misal osteoarthritis pinggang menimbulkan nyeri betis yang
disebut sebagai claudicatio intermitten. Korelasi antara nyeri dan tingkat
perubahan struktur pada osteoarthritis sering ditemukan pada panggul, lutut
dan jarang pada tangan dan sendi apofise spinalis.
2) Kekakuan (stiffness)
Pada beberapa penderita, kaku sendi dapat timbul setelah duduk lama
di kursi, di mobil, bahkan setelah bangun tidur. Kebanyakan penderita
mengeluh kaku setelah berdiam pada posisi tertentu. Kaku biasanya kurang
dari 30 menit.

3) Hambatan gerakan sendi (inability to move a joint)


Kelainan ini biasanya ditemukan pada osteoarthritis sedang sampai
berat. Hambatan gerak ini disebabkan oleh nyeri, inflamasi, sendi
membengkok, perubahan bentuk. Hambatan gerak sendi biasanya dirasakan
pada saat berdiri dari kursi, bangun dari tempat berbaring, menulis atau
berjalan. Semua gangguan aktivitas tergantung pada lokasi dan beratnya
kelainan sendi yang terkena.
4) Bunyi gemeretak (krepitasi)
Sendinya terdengar berbunyi saat bergerak. Suaranya lebih kasar
dibandingkan dengan artritis reumatoid dimana gemeretaknya lebih halus.
Gemeretak yang jelas terdengar dan kasar merupakan tanda yang signifikan.
5) Pembengkakan sendi (swelling in a joint)
Sendi membengkak / membesar bisa disebabkan oleh radang sendi
dan bertambahnya cairan sendi atau keduanya.

6) Perubahan cara berjalan atau hambatan gerak


Hambatan gerak atau perubahan cara berjalan akan berkembang
sesuai dengan beratnya penyakit. Perubahan yang terjadi dapat konsentris
atau seluruh arah gerakan maupun eksentris atau salah satu gerakan saja.
7) Kemerahan pada daerah sendi (obvious redness or heat in a joint)
Kemerahan pada sendi merupakan salah satu tanda peradangan sendi.
Hal ini mungkin dijumpai pada osteoarthritis karena adanya sinovitis, dan
biasanya tanda kemerahan ini tidak menonjol dan timbul belakangan.

H. Pemeriksaan Penunjang
Pada penderita OA, dilakukannya pemeriksaan radiografi pada sendi yang
terkena sudah cukup untuk memberikan suatu gambaran diagnostik. Gambaran
Radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA adalah :

a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian yang
b.
c.
d.
e.

menanggung beban seperti lutut).


Peningkatan densitas tulang subkondral (sklerosis).
Kista pada tulang.
Osteofit pada pinggir sendi.
Perubahan struktur anatomi sendi.

Berdasarkan temuan radiografi, maka OA dapat diberikan suatu derajat.


Kriteria OA berdasarkan temuan radiografi dikenal sebagai kriteria Kellgren dan
Lawrence yang membagi OA dimulai dari tingkat ringan hingga tingkat berat. Perlu
diingat bahwa pada awal penyakit, gambaran radiografi sendi masih terlihat normal.
Bila pada seorang penderita hanya ditemukan nyeri lutut, maka untuk
diagnosis osteoarthritis sendi lutut harus ditambah 3 kriteria dan 6 kriteria berikut,
yaitu umur lebih dari 50 tahun, kaku sendi kurang dari 30 menit, nyeri tekan pada
tulang, pembesaran tulang dan pada perabaan sendi lutut tidak panas. Kriteria ini
memiliki sensitifitas 95% dan spesifisitas 69%. Bila selain nyeri lutut juga
didapatkan gambaran osteofit pada foto sendi lutut, maka untuk diagnosis
osteoarthritis sendi lutut dibutuhkan 1 kriteria tambahan dan 3 kriteria berikut, yaitu
umur lebih dari 50 tahun, kaku sendi kurang dari 30 menit dan krepitus. Kriteria ini
mempunyai sensitifitas 91% dan spesifisitas 86%.

I. Diagnosis Osteoarthritis
Wahyuningsih

(2009)

menyatakan

bahwa

kriteria

diagnosis

untuk

osteoarthritis lutut, koksa dan tangan digunakan kriteria menurut American College
of Rheumatology, yaitu :
Tabel. Kriteria Diagnostik menurut American College of Rheumatology
KLINIK

RADIOGRAFIK

SENDI LUTUT
Nyeri lutut + minimal (3)

Nyeri lutut + minimal 1 dari

dari 6 kriteria berikut :


a) Usia > 50 tahun
b) Kaku pagi < 30 menit
c) Krepitus
d) Nyeri tekan
e) Pembesaran tulang
f) Tidak
panas
pada

kriteria berikut :
a) Osteophyte
b) Penyempitan celah sendi yang
seringkali asimetris atu
perubahan struktur anatomi sendi
c) Kista subkondral dan sklerosis

perabaan

Diagnosis osteoarthritis selain berdasarkan gejala klinis juga didasarkan


pada hasil radiologi. Namun pada awal penyakit, radiografi sendi seringkali masih
normal. Adapun gambaran radiologis sendi yang menyokong diagnosis osteoarthritis
adalah :
a) Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris ( lebih berat pada bagian yang
b)
c)
d)
e)

menanggung beban)
Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral
Kista tulang
Osteofit pada pinggir sendi
Perubahan struktur anatomi sendi
Pada hasil radiografi pasien ditemukan adanya osteofit. Pemeriksaan
penunjang laboratorium osteoarthritis biasanya tidak banyak berguna. Darah tepi
(hb, leukosit, laju endap darah) dalam batas batas normal kecuali osteoarthritis
generalisata yang harus dibedakan dengan artritis peradangan.
J. Penatalaksanaan Osteoarthritis
Tujuan pengobatan pada pasien osteoarthritis adalah untuk mengurangi
gejala dan mencegah terjadinya kontraktur atau atrofi otot. Penanganan pertama

yang perlu dilakukan adalah dengan memberikan terapi non farmakologis berupa
edukasi mengenai penyakitnya secara lengkap, yang selanjutnya adalah memberikan
terapi farmakologis untuk mengurangi nyerinya yaitu dengan memberikan analgetik
lalu dilanjutkan dengan fisioterapi.
Penanganan osteoatritis berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang
terkena) dan berat ringannya sendi yang terkena. Penanganannya terdiri dari 3 hal :
a. Terapi non Farmakologi
1) Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien
dapat mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya,
bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar
persendiaanya tetap terpakai.
Hasil penelitian yang telah dilakukan Zhang et al., bahwa edukasi
memiliki manfaat sebesar 59% untuk terapi non farmakologi pada pasien OA.
Edukasi pasien, keluarga pasien, teman, adalah bagian integral dari
penatalaksanaan OA. Pasien harus didorong untuk berpartisipasi dalam

program-program yang ada misalnya :


Program edukasi pasien
Program self-management
Kelompok pendukung Arthritis dsb
Dalam studi-studi ternyata pasien yang berpartisipasi akan mengalami
penurunan rasa nyeri, penurunan frekuensi kunjungan ke dokter, peningkatan
aktivitas fisik, dan peningkatan kualitas hidup. Pasien didorong untuk
membaca brosur, pamflet, buku panduan dan melakukan konseling tentang OA

yang di dapat dari perkumpulan penderita OA, internet dan dari mana saja.
Dalam program ini pasien belajar memahami OA :
Proses penyakit
Prognosis
Pilihan terapi
Perubahan paradigma: bahwa OA dianggap sebagai penyakit yang tidak
dapat dihindari, merupakan proses penuaan
Selain itu belajar mengurangi rasa sakit, latihan fisik dan relaksasi,
komunikasi dengan staf kesehatan, dan pemecahan masalah, dapat menghadapi
secara fisik, emosi dan mental, mempunyai kendali lebih baik terhadap OA,
meningkatkan percaya diri untuk hidup aktif dan mempunyai hidup yang tidak
tergantung orang lain. Hasil studi menegaskan bahwa konsep peningkatan
komunikasi dan edukasi adalah faktor penting untuk mengurangi rasa nyeri dan

meningkatkan fungsi pada pasien OA, selain itu bahwa program ini
menguntungkan untuk jangka panjang.
Untuk menjadi sehat dibutuhkan perhatian khusus dari tubuh, pikiran
dan spiritual. Untuk menjadi sehat juga membutuhkan sikap mental yang
positip. Pasien harus memutuskan untuk berbuat semaksimal mungkin bila
tantangan OA terjadi. Untuk menjadi sehat bukan datang begitu saja.
Membutuhkan upaya, setiap hari dan dengan sikap hidup yang baik, hal ini
akan tercapai.
2) Terapi fisik atau rehabilitasi
Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini
dilakukan untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai dan
melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit. Hasil penelitian yang telah
dilakukan Zhang et al., bahwa rehabilitasi memiliki manfaat sebesar 67%
untuk terapi non farmakologi pada pasien OA.
Terapi fisik dengan panas atau dingin dan latihan fisik akan membantu
menjaga dan mengembalikan rentang gerakan sendi dan mengurangi rasa sakit
dan kejang otot. Mandi atau berendam air hangat akan mengurangi rasa sakit
dan kekakuan. Efek fisiologi dari suhu adalah relaksasi otot dan mengurangi
rasa sakit. Walau demikian pemakaian panas harus dipertimbangkan secara
komprehensif bagi pasien OA. Penderita ada yang melakukan penyembuhan

tanpa obat.
Handuk hangat, kantung panas (hot packs), atau mandi air hangat, dapat

mengurangi kekakuan dan rasa sakit.


Kadang kantung es (cold packs) dibungkus handuk dapat menghilangkan rasa
sakit atau mengebalkan bagian yang ngilu. Tanyakan kepada dokter atau terapi
mana yang lebih cocok bagi pasien. Untuk OA di lutut, pasien dapat memakai
sepatu dengan sol tambahan yang empuk untuk meratakan pembagian tekanan
akibat berat, dengan demikian akan mengurangi tekanan di lutut. 3
Latihan Fisik
Penelitian menunjukkan bahwa latihan fisik adalah penyembuhan yang
paling baik untuk OA. Olahraga dapat meningkatkan suasana hati (mood) dan
harapan (outlook), mengurangi rasa sakit, meningkatkan fleksibilitas,
memperbaiki jantung dan aliran darah, menjaga berat badan, dan memperbaiki
kebugaran secara umum. Olahraga juga tidak mahal, bila dilakukan dengan

benar, tidak ada efek samping. Jumlah dan bentuk olahraga tergantung dari
persendian yang terlibat, kestabilan dan apakah sudah pernah dilakukan
pembedahan.
Dengan latihan fisik secara teratur (penguatan, rentang gerakan,
isometrik, isotonik, isokinetik, postural), kartilago dapat dipertahankan tetap
sehat, mendorong gerakan, dan membantu pengembangan otot dan tendon
untuk meredam tekanan dan mencegah kerusakan selanjutnya akibat OA.
Sebaliknya inaktivitas dan imobilisasi walau untuk periode pendek akan
memperburuk atau mempercepat

berkembangnya OA.5Latihan fisik dan

penguatan quadriseps akan meningkatkan fungsi fisik dan mengurangi


kecacatan, rasa sakit, pemakaian analgesik. Ada panduan dari American
Geriatrics Societyuntuk latihan fisik bagi pasien OA. Lebih dianjurkan latihan
fisik

isometrik

dibandingkan dengan

isotonik karena

isotonik

akan

memperburuk sendi yang terkena. Latihan fisik harus diajarkan kepada pasien
sebelum pasien mempraktekan di rumah. Latihan fisik sebaiknya dilakukan
tiga sampai empat kali sehari. Bila terasa sakit, kurangi pengulangan.
Rujukan kepada terapis fisik atau okupasi sangat dibutuhkan bagi
pasien yang sudah cacat fungsi sendinya. Terapis dapat menilai kekuatan otot,
stabilitas sendi, dan dapat merekomendasikan latihan fisik dan metoda untuk
melindungi sendi yang terkena, dari tekanan berlebihan. Terapis juga dapat
memberikan alat bantu seperti tongkat, bebat, dsb yang dipakai saat latihan

fisik maupun kegiatan sehari-hari.


Latihan Fisik
Latihan Fisik Penyembuhan
Menjaga sendi bekerja sebaik mungkin
Latihan Fisik Aerobik
Meningkatkan kekuatan dan kebugaran, dan mengontrol berat badan
Pasien harus belajar melakukan latihan ini secara benar, karena

kalau tidak, justru dapat menimbulkan masalah.


Contoh latihan fisik :
Latihan untuk menguatkan
Latihan dengan ban elastik, alat tidak mahal, menambah resistensi
Aktivitas aerobik
Membuat paru dan peredaran darah lebih baik
Aktivitas rentang gerakan
Membuat sendi lentur, lemah gemulai
Latihan kegesitan, ketangkasan
Menjaga kegesitan sehari-hari
Latihan untuk menguatkan leher dan punggung

Menguatkan tulang belakang kuat dan lentur

3) Penurunan berat badan


Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat OA.
Oleh karena itu, berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan
diupayakan untuk melakukan penurunan berat badan apabila berat badan
berlebih.
b. Terapi Farmakologis
Penanganan terapi farmakologi meliputi penurunan rasa nyeri yang
timbul, memeriksa gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasimanifestasi klinis dari ketidakstabilan sendi.
1) (Non-steroidanti-inflammatory drugs) NSAIDs, Inhibitor Siklooksigenase-2
(COX-2), dan Asetaminofen.
Hasil penelitian yang dilakukan Rahme et al., menunjukan proporsi
penggunaan NSAIDs di populasi geriatrik sebanyak 61% dan penggunaan
NSAIDs memiliki efek samping GI sebanyak 29,9%. Untuk mengobati rasa
nyeri yang timbul pada OA, penggunaan obat NSAIDs dan Inhibitor COX-2
dinilai lebih efektif daripada penggunaan asetaminofen. Namun karena risiko
toksisitas obat NSAIDs lebih tinggi daripada asetaminofen, asetaminofen tetap
menjadi obat pilihan pertama dalam penanganan rasa nyeri pada OA. Cara lain
untuk mengurangi dampak toksisitas dari NSAIDs adalah dengan cara
mengkombinasikannnya dengan menggunakan inhibitor COX-2.
Keterbatasan penggunaan NSAIDs adalah toksisitasnya. Toksisitas
NSAIDs yang sering dijumpai efek sampingnya pada traktus gastrointestinal,
terutama jika NSAIDs digunakan bersama obat lain, alkohol, kebiasaan
merokok atau dalam keadaaan stres. Usia juga merupakan faktor resiko untuk
mendapatkan efek samping gastrointestinal akibat NSAIDs. Bagi pasien yang
sensitif dapat digunakan preparat NSAIDs dalam bentuk supositoria, pro drug,
enteric coated, slow realease atau non-acidic. Preparat dalam bentuk ini
kurang berpengaruh pada mukosa lambung dibanding dengan preparat biasa.
Pada pihak lain walaupun NSAIDs dalam bantuk ini seringkali dianggap
kurang menyebabkan timbulnya iritasi gastrointestinal akibat kontak langsung
dengan gastroduodenal umumnya obat dalam bentuk ini tetap memiliki efek

sistemik terutama dalam menekan sintesis prostaglandin sehingga obat ini juga
harus digunakan secara hatihati terutama pada pasien yang telah memiliki
gangguan mukosa gastroduodenal. Efek samping lain yang mungkin dijumpai
pada pengobatan NSAIDs antara lain adalah reaksi hipersensitivitas, gangguan
fungsi hati dan ginjal serta penekanan hematopoetik.
2) Chondroprotective Agent
Chondroprotective Agent adalah obatobatan yang dapat menjaga atau
merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obatobatan yang
termasuk dalam kelompok obat ini adalah: tetrasiklin, asam hialuronat,
kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C, dan sebagainya.
a). Tetrasiklin dan derivatnya, contohnya doxycycline, mampu menghambat
kerja enzim MMP. Obat ini baru dipakai pada hewan, belum dipakai pada
manusia.
b). Asam hialuronat disebut viscosupplement karena dapat memperbaiki
viskositas cairan sinovial. Obat ini diberikan secara intraartikular. Asam
hialuronat berperan penting dalam pembentukan matriks tulang rawan
melalui agregasi dengan proteoglikan.Pada binatang percobaan, obat ini
dapat mengurangi inflamasi pada sinovium, menghambat angiogenesis
dan kemotaksis sel-sel inflamasi.
c). Glikosaminoglikan dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan
dalam degradasi tulang rawan dan merangsang sintesis proteoglikan dan
asam hialuronat pada kultur tulang rawan sendi manusia.
d). Kondroitin sulfat, merupakan bagian dari proteoglikan pada tulang rawan
sendi. Tulang rawan sendi terdiri atas 2% sel dan 98% matriks
ekstraseluler yang terdiri dari kolagen dan proteoglikan. Matriks ini
membentuk struktur yang utuh sehingga mampu menahan beban tubuh.
Pada penyakit sendi degeneratif seperti OA terjadi kerusakan tulang rawan
sendi dan salah satu penyebabnya adalah hilangnya atau berkurangnya
proteoglikan. Efektivitas kondroitin sulfat melalui 3 mekanisme utama,
yaitu anti inflamasi, efek metabolik terhadap sintesis hialuronat dan
proteoglikan serta anti degradatif melalui hambatan enzim proteolitik dan
menghambat efek oksigen reaktif.
e). Vitamin C, dapat menghambat aktivitas enzim lisozim.
Dalam penelitian ternyata bermanfaat dalam terapi OA.
c.

Terapi Pembedahan

Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk


mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi
deformitas sendi yang mengganggu aktivitas seharihari.
Terapi osteoarthritis umumnya bersifat simptomatik. Terapi yang dapat
dilakukan pada pasien yang didiagnosis osteoarthritis adalah dengan pengendalian
faktor-faktor risiko, latian intervensi fisioterapi (terapi non farmakologi) dan dengan
obat konvensional (terapi farmakologi). Pada fase lanjut sering diperlukan
pembedahan. Pembedahan dapat dilakukan jika terapi farmakologi sudah tidak
efektif untuk mengurangi rasa sakit pada sendi. Berikut merupakan algoritma terapi
osteoarthritis :

( pustaka
)

K. Prognosis
Prognosis pasien dengan osteoarthritis primer bervariasi dan terkait dengan
sendi yang terlibat. Pasien dengan osteoarthritis sekunder, prognosisnya terkait
dengan faktor penyebab terjadinya osteoarthritis.

Umumnya baik. Sebagian besar

nyeri dapat diatasi dengan obat-obat konservatif. Hanya kasus-kasus berat yang
memerlukan pembedahan, yaitu apabila pengobatan dengan menggunakan obat tidak
rasional pada pasien
L. Berat badan dan Osteoartritis
Berat badan sering dihubungkan dengan berbagai macam penyakit,
termasuk OA. Berat badan yang berlebih ternyata berkaitan dengan meningkatnya
risiko seseorang menderita OA pada kemudian hari, baik wanita maupun pria.
Menurut penelitian dari Grotle (2008), selain umur, berat badan yang berlebih
terutama obesitas turut berperan dalam patogenesis dan patofisiologi dari OA, lutut
terutama dalam perkembangan penyakit ke derajat yang lebih tinggi. Peran faktor
metabolik dan hormonal pada kaitannya antara OA dan obesitas juga disokong
dengan adanya kaitan antara OA dengan penyakit jantung koroner, diabetes mellitus
dan hipertensi.
Untuk mendeteksi kelebihan berat badan yang diderita seseorang, ada dua
cara sederhana yang dapat dilakukan yaitu dengan cara mengukur Indeks Massa
Tubuh ( BMI ) (WHO, 2005) dan mengukur Waist-hip ratio (Vasquez, 2007). BMI
dapat diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
BMI =

Berat badan dalam kilogram ( Kg )


( Tinggi dalam meter (m ) )2

Setelah nilai didapat, maka bandingkan nilai tersebut dengan tabel klasifikasi BMI di
berikut ini :

Tabel. Klasifikasi internasional untuk BMI orang dewasa

Klasifikasi
Underweight
Sangat Kurus
Kurus
Kurus Ringan
Normal
Overweight
Pre-Obese
Obese
Obese kelas I
Obese kelas II
Obese Kelas III

BMI (kg/m2)
<18,50
<16,00
16,00-16,99
17,00-18,49
18,50-24,99
>25,00
25,00-29,99
>30,00
30,00-34,99
35,00-39,99
>40,00

Untuk menilai Waist-hip ratio, terlebih dahulu ukurlah lingkar pinggang


pada titik tersempit, lalu ukurlah lingkar panggulp ada titik terlebarnya. Selanjutnya
hasil ukur yang didapat dimasukkan ke dalam rumus berikut ini :
Waist-hip Ratio Lingkar pinggang tersempit (cm)

Lingkar panggul terlebar (cm)


Hasil yang didapat lalu dibandingkan dengan nilai yang terdapat pada tabel
berikut ini :
Tabel. Klasifikasi Waist to Hip Ratio orang dewasa dengan modifikasi
seperlunya
Waist-hip Ratio
0.74 atau lebih rendah
0.75 hingga 0.85
0.85+

Nilai Klasifikasi
Non Obese
Obese
Obese sentral

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita dan orang gemuk


cenderung lebih sering mengeluh tentang besarnya rasa nyeri yang dialami pada lutut
mereka dibandingkan dengan orang lain yang kurang gemuk. Berdasarkan penelitian
lain yang dilakukan Thumboo (2002) didapati bahwa pasien OA lutut dengan
obesitas mengalami peningkatan rasa nyeri yang pada daerah persendian lutut
dibandingkan dengan pasien yang kurang obesitas. Berdasarkan dua hal tersebut
dapat dikatakan bahwa obesitas merupakan salah satu faktor yang meningkatkan
intensitas rasa nyeri yang dirasakan pada lutut pasien OA.

DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta : Medica
Aesculpalus, FKUI.
Pearce, C. Evelyn. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedic. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.
Sjamsuhidajat, R. dan De Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai

  • PEB Raissa
    PEB Raissa
    Dokumen18 halaman
    PEB Raissa
    Raissa Lingga Angesti
    Belum ada peringkat
  • VT Raissa
    VT Raissa
    Dokumen35 halaman
    VT Raissa
    Raissa Lingga Angesti
    Belum ada peringkat
  • VT Raissa
    VT Raissa
    Dokumen61 halaman
    VT Raissa
    Raissa Lingga Angesti
    Belum ada peringkat
  • Diabetes Mellitus Dengan Selulitis
    Diabetes Mellitus Dengan Selulitis
    Dokumen38 halaman
    Diabetes Mellitus Dengan Selulitis
    Raissa Lingga Angesti
    Belum ada peringkat
  • ENDOFTALMITIS
    ENDOFTALMITIS
    Dokumen23 halaman
    ENDOFTALMITIS
    Raissa Lingga Angesti
    Belum ada peringkat
  • Raissa - Tutklin DA
    Raissa - Tutklin DA
    Dokumen32 halaman
    Raissa - Tutklin DA
    Raissa Lingga Angesti
    Belum ada peringkat
  • Tingkat Kesadaran
    Tingkat Kesadaran
    Dokumen29 halaman
    Tingkat Kesadaran
    Raissa Lingga Angesti
    Belum ada peringkat
  • Anatomi Mata
    Anatomi Mata
    Dokumen40 halaman
    Anatomi Mata
    Raissa Lingga Angesti
    Belum ada peringkat
  • Buta Warna
    Buta Warna
    Dokumen35 halaman
    Buta Warna
    Raissa Lingga Angesti
    Belum ada peringkat
  • Blue Team
    Blue Team
    Dokumen10 halaman
    Blue Team
    Raissa Lingga Angesti
    Belum ada peringkat
  • Syok Pada Anak
    Syok Pada Anak
    Dokumen59 halaman
    Syok Pada Anak
    Raissa Lingga Angesti
    Belum ada peringkat
  • Presus Herpes Zoster - Raissa
    Presus Herpes Zoster - Raissa
    Dokumen26 halaman
    Presus Herpes Zoster - Raissa
    Raissa Lingga Angesti
    Belum ada peringkat
  • Ascariasis - Raissa
    Ascariasis - Raissa
    Dokumen26 halaman
    Ascariasis - Raissa
    Raissa Lingga Angesti
    Belum ada peringkat
  • Trauma Abdomen Raissa
    Trauma Abdomen Raissa
    Dokumen79 halaman
    Trauma Abdomen Raissa
    Raissa Lingga Angesti
    Belum ada peringkat
  • Trauma Abdomen Raissa
    Trauma Abdomen Raissa
    Dokumen79 halaman
    Trauma Abdomen Raissa
    Raissa Lingga Angesti
    Belum ada peringkat