OSTEOARTHRITIS
Disusun Oleh:
Raissa Lingga Angesti
20110310220
Pembimbing:
dr. Wahyu Purnomo Sp. OT
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan disahkan refleksi kasus dengan judul
OSTEOARTHRITIS
Disusun oleh:
Nama: Raissa Lingga Angesti
No. Mahasiswa: 20110310220
Telah diajukan
Hari/Tanggal: Rabu, 27 Januari 2016
Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Osteoarthritis
Osteoartritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang,
arthro yang berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi meskipun sebenarnya
penderita osteoartritis tidak mengalami inflamasi atau hanya mengalami inflamasi
ringan. Osteoarthritis ialah suatu penyakit sendi menahun yang ditandai oleh adanya
kelainan pada tulang rawan (kartilago) sendi dan tulang di dekatnya. Tulang rawan
(kartilago) adalah bagian dari sendi yang melapisi ujung dari tulang, untuk
memudahkan pergerakan dari sendi. Kelainan pada kartilago akan berakibat tulang
bergesekan satu sama lain, sehingga timbul gejala kekakuan, nyeri dan pembatasan
gerakan pada sendi.
Osteoarthritis merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang
berkembang lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinik ditandai dengan
nyeri, deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi-sendi tangan dan
sendi besar yang menanggung beban. Seringkali berhubungan dengan trauma atau
mikrotrauma yang berulang-ulang, obesitas, stress oleh beban tubuh, dan penyakitpenyakit sendi lainnya
American College of Rheumatology (2011) mengartikan osteoarthritis sebagai
sekelompok kondisi heterogen yang mengarah kepada tanda dan gejala sendi.
Penyakit ini ditandai oleh adanya abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan
tulang baru yang irreguler pada permukaan persendian. Nyeri merupakan gejala khas
pada sendi yang mengalami osteoarthritis. Rasa nyeri semakin berat bila melakukan
aktivitas dengan penggunaan sendi dan rasa nyeri diakibatkan setelah melakukan
aktivitas dengan penggunaan sendi dan rasa nyeri semakin ringan dengan istirahat.
B. Epidemiologi Osteoarthritis
Osteoartritis merupakan penyakit sendi pada orang dewasa yang paling umum
di dunia. Felson (2008) melaporkan bahwa satu dari tiga orang dewasa memiliki tandatanda radiologis terhadap OA. OA pada lutut merupakan tipe OA yang paling umum
dijumpai pada orang dewasa. Penelitian epidemiologi dari Joern et al (2010)
menemukan bahwa orang dewasa dengan kelompok umur 60-64 tahun sebanyak 22% .
Pada pria dengan kelompok umur yang sama, dijumpai 23% menderita OA. pada lutut
kanan, sementara 16,3% sisanya didapati menderita OA pada lutut kiri. Berbeda halnya
pada wanita yang terdistribusi merata, dengan insiden OA pada lutut kanan sebanyak
24,2% dan pada lutut kiri sebanyak 24,7.
Kejadian osteoarthritis banyak pada orang yang berusia di atas 45 tahun.
Laki-laki di bawah umur 55 tahun lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan
dengan wanita pada umur yang sama. Namun, setelah umur 55 tahun prevalensi
osteoarthritis lebih banyak wanita dibandingkan pria. Hal ini diduga karena bentuk
pinggul wanita yang lebar dapat menyebabkan tekanan yang menahun pada sendi
lutut. Osteoartritis juga sering ditemukan pada orang yang kelebihan berat badan dan
mereka yang pekerjaanya mengakibatkan tekanan yang berlebihan pada sendi-sendi
tubuh.
C. Etiologi
Etiologi penyakit ini tidak diketahui dengan pasti. Hasil penelitian
menunjukan 87% adalah kasus OA primer, dan 13% kasus OA sekunder. Menurut
klasifikasi rontgentography, 38% adalah jenis awal, 28,5% jenis patellofemoral dan
23,2% jenis medio-patellofemoral. Klasifikasi radiologi itu terkait dengan
manifestasi klinis jika varus dan deformitas valgus lebih parah, penilaian X ray juga
akan menjadi lebih parah.
Ada beberapa faktor resiko yang diketahui berhubungan dengan penyakit ini, yaitu:
a. Usia lebih dari 40 tahun
b. Jenis kelamin
c. Suku bangsa
d. Genetik
e. Kegemukan den penyakit metabolik
f. Cedera sendi, pekerjaan, olahraga
g. Kelainan pertumbuhan
h. Kepadatan tulang, dan lain-lain
D. Faktor Resiko
Faktor-faktor yang telah diteliti sebagai faktor risiko osteoarthritis lutut
antara lain usia lebih dari 50 tahun, jenis kelamin perempuan, ras / etnis, genetik,
kebiasaan merokok, konsumsi vitamin D, obesitas, osteoporosis, diabetes melitus,
hipertensi, hiperurisemi, histerektomi, menisektomi, riwayat trauma lutut, kelainan
anatomis, kebiasaan bekerja dengan beban berat, aktivitas fisik berat dan kebiasaan
olah raga. Terjadi peningkatan dari angka kejadian osteoarthritis selama atau segera
setelah menopause karena faktor hormon seks.
Menurut Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal yang disusun oleh Helmi
tahun 2012, terdapat beberapa faktor resiko yang terdiri dari :
1) Peningkatan usia.
resiko
terjadinya
osteoarthritis
atau
memperparah
keadaan
steoarthritis lutut.
3) Jenis kelamin wanita
Angka kejadian osteoartritis berdasarkan jenis kelamin didapatkan lebih tinggi
pada perempuan dengan nilai persentase 68,67% yaitu sebanyak 149 pasien
dibandingkan dengan laki-laki yang memiliki nilai persentase sebesar 31,33%
yaitu sebanyak 68 pasien.
4) Riwayat trauma
Cedera sendi, terutama pada sendi sendi penumpu berat tubuh seperti sendi pada
lutut berkaitan dengan risiko osteoartritis yang lebih tinggi. Trauma lutut yang
akut termasuk robekan terhadap ligamentum krusiatum dan meniskus merupakan
faktor timbulnya osteoartritis lutut.
Pada kelainan kongenital atau pertumbuhan tulang paha seperti penyakit perthes
dan dislokasi kongenitas tulang paha dikaitkan dengan timbulnya osteoarthrtitis
paha pada usia muda.
8) Pekerjaan dengan beban berat
Bekerja dengan beban rata-rata 24,2 kg, lama kerja lebih dari 10 tahun dan
kondisi geografis berbukit-bukit merupakan faktor resiko dari osteoarthritis lutut
(Maharani, 2007). Dan orang yang mengangkat berat beban 25 kg pada usia 43
tahun, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadinya osteoarthritis dan akan
meningkat tajam pada usia setelah 50 tahun.
9) Tingginya kepadatan tulang
Tingginya kepadatan tulang merupakan salah satu faktor yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya osteoarthritis, hal ini mungkin terjadi akibat
tulang yang lebih padat atau keras tak membantu mengurangi benturan beban
yang diterima oleh tulang rawan sendi.
10) Gangguan metabolik menyebabkan kegemukan
Berat badan yang berlebih ternyata dapat meningkatkan tekanan mekanik pada
sendi penahan beban tubuh, dan lebih sering menyebabkan osteoartritis lutut.
Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang
menanggung beban, tetapi juga dengan osteoartritis sendi lain, diduga terdapat
faktor lain (metabolik) yang berperan pada timbulnya kaitan tersebut antara lain
penyakit jantung koroner, diabetes melitus dan hipertensi.
E. Klasifikasi Osteoarthritis
Pada umumnya diagnosis osteoarthritis didasarkan pada gabungan gejala
klinik dan perubahan radiografi. Gejala klinik perlu diperhatikan, oleh karena tidak
semua pasien dengan perubahan radiografi osteoarthritis mempunyai keluhan pada
sendi. Terdapat 4 kelainan radiografi utama pada osteoarthritis, yaitu: penyempitan
rongga sendi, pengerasan tulang bawah rawan sendi, pembentukan kista di bawah
rawan sendi dan pembentukan osteofit, sendi yang dapat terkena osteoarthritis antara
lain:
1. Osteoarthritis sendi lutut
2. Osteoarthritis sendi panggul
3. Osteoarthritis sendi-sendi kaki
4. Osteoarthritis sendi bahu
5. Osteoarthritis sendi-sendi tangan
6. Osteoarthritis tulang belakang
rawan sendi. Kondrosit berfungsi mensintesis dan memelihara matriks tulang rawan
sehingga fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan baik. Matriks rawan sendi
terutama terdiri dari air, proteoglikan dan kolagen. Perkembangan perjalanan
penyakit osteoarthritis dibagi menjadi 3 fase, yaitu sebagai berikut :
1) Fase 1
Terjadinya penguraian proteolitik pada matriks kartilago. Metabolisme kondrosit
menjadi terpengaruh dan meningkatkan produksi enzim seperti metalloproteinases
yang kemudian hancur dalam matriks kartilago. Kondrosit juga memproduksi
penghambat protease yang mempengaruhi proteolitik. Kondisi ini memberikan
manifestasi pada penipisan kartilago.
2) Fase 2
Pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago, disertai adanya
pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam cairan sinovia.
3) Fase 3
G. Manifestasi Klinis
Menurut Australian Physiotherapy Association (APA) (2003), penyakit
osteoarthritis mempunyai gejala-gejala yang biasanya menyulitkan bagi
kehidupan penderitanya. Adapun gejala tersebut antara lain:
1) Nyeri sendi (recurring pain or tenderness in joint)
Keluhan nyeri merupakan keluhan utama yang sering-kali membawa
penderita ke dokter, walaupun mungkin sebelumnya sendi sudah kaku dan
berubah bentuknya. Biasanya nyeri sendi bertambah dikarenakan gerakan dan
sedikit berkurang bila istirahat. Pada gerakan tertentu (misal lutut digerakkan
ke tengah) menimbulkan rasa nyeri. Nyeri pada osteoarthritis dapat menjalar
kebagian lain, misal osteoarthritis pinggang menimbulkan nyeri betis yang
disebut sebagai claudicatio intermitten. Korelasi antara nyeri dan tingkat
perubahan struktur pada osteoarthritis sering ditemukan pada panggul, lutut
dan jarang pada tangan dan sendi apofise spinalis.
2) Kekakuan (stiffness)
Pada beberapa penderita, kaku sendi dapat timbul setelah duduk lama
di kursi, di mobil, bahkan setelah bangun tidur. Kebanyakan penderita
mengeluh kaku setelah berdiam pada posisi tertentu. Kaku biasanya kurang
dari 30 menit.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pada penderita OA, dilakukannya pemeriksaan radiografi pada sendi yang
terkena sudah cukup untuk memberikan suatu gambaran diagnostik. Gambaran
Radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA adalah :
a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian yang
b.
c.
d.
e.
I. Diagnosis Osteoarthritis
Wahyuningsih
(2009)
menyatakan
bahwa
kriteria
diagnosis
untuk
osteoarthritis lutut, koksa dan tangan digunakan kriteria menurut American College
of Rheumatology, yaitu :
Tabel. Kriteria Diagnostik menurut American College of Rheumatology
KLINIK
RADIOGRAFIK
SENDI LUTUT
Nyeri lutut + minimal (3)
kriteria berikut :
a) Osteophyte
b) Penyempitan celah sendi yang
seringkali asimetris atu
perubahan struktur anatomi sendi
c) Kista subkondral dan sklerosis
perabaan
menanggung beban)
Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral
Kista tulang
Osteofit pada pinggir sendi
Perubahan struktur anatomi sendi
Pada hasil radiografi pasien ditemukan adanya osteofit. Pemeriksaan
penunjang laboratorium osteoarthritis biasanya tidak banyak berguna. Darah tepi
(hb, leukosit, laju endap darah) dalam batas batas normal kecuali osteoarthritis
generalisata yang harus dibedakan dengan artritis peradangan.
J. Penatalaksanaan Osteoarthritis
Tujuan pengobatan pada pasien osteoarthritis adalah untuk mengurangi
gejala dan mencegah terjadinya kontraktur atau atrofi otot. Penanganan pertama
yang perlu dilakukan adalah dengan memberikan terapi non farmakologis berupa
edukasi mengenai penyakitnya secara lengkap, yang selanjutnya adalah memberikan
terapi farmakologis untuk mengurangi nyerinya yaitu dengan memberikan analgetik
lalu dilanjutkan dengan fisioterapi.
Penanganan osteoatritis berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang
terkena) dan berat ringannya sendi yang terkena. Penanganannya terdiri dari 3 hal :
a. Terapi non Farmakologi
1) Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien
dapat mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya,
bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar
persendiaanya tetap terpakai.
Hasil penelitian yang telah dilakukan Zhang et al., bahwa edukasi
memiliki manfaat sebesar 59% untuk terapi non farmakologi pada pasien OA.
Edukasi pasien, keluarga pasien, teman, adalah bagian integral dari
penatalaksanaan OA. Pasien harus didorong untuk berpartisipasi dalam
yang di dapat dari perkumpulan penderita OA, internet dan dari mana saja.
Dalam program ini pasien belajar memahami OA :
Proses penyakit
Prognosis
Pilihan terapi
Perubahan paradigma: bahwa OA dianggap sebagai penyakit yang tidak
dapat dihindari, merupakan proses penuaan
Selain itu belajar mengurangi rasa sakit, latihan fisik dan relaksasi,
komunikasi dengan staf kesehatan, dan pemecahan masalah, dapat menghadapi
secara fisik, emosi dan mental, mempunyai kendali lebih baik terhadap OA,
meningkatkan percaya diri untuk hidup aktif dan mempunyai hidup yang tidak
tergantung orang lain. Hasil studi menegaskan bahwa konsep peningkatan
komunikasi dan edukasi adalah faktor penting untuk mengurangi rasa nyeri dan
meningkatkan fungsi pada pasien OA, selain itu bahwa program ini
menguntungkan untuk jangka panjang.
Untuk menjadi sehat dibutuhkan perhatian khusus dari tubuh, pikiran
dan spiritual. Untuk menjadi sehat juga membutuhkan sikap mental yang
positip. Pasien harus memutuskan untuk berbuat semaksimal mungkin bila
tantangan OA terjadi. Untuk menjadi sehat bukan datang begitu saja.
Membutuhkan upaya, setiap hari dan dengan sikap hidup yang baik, hal ini
akan tercapai.
2) Terapi fisik atau rehabilitasi
Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini
dilakukan untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai dan
melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit. Hasil penelitian yang telah
dilakukan Zhang et al., bahwa rehabilitasi memiliki manfaat sebesar 67%
untuk terapi non farmakologi pada pasien OA.
Terapi fisik dengan panas atau dingin dan latihan fisik akan membantu
menjaga dan mengembalikan rentang gerakan sendi dan mengurangi rasa sakit
dan kejang otot. Mandi atau berendam air hangat akan mengurangi rasa sakit
dan kekakuan. Efek fisiologi dari suhu adalah relaksasi otot dan mengurangi
rasa sakit. Walau demikian pemakaian panas harus dipertimbangkan secara
komprehensif bagi pasien OA. Penderita ada yang melakukan penyembuhan
tanpa obat.
Handuk hangat, kantung panas (hot packs), atau mandi air hangat, dapat
benar, tidak ada efek samping. Jumlah dan bentuk olahraga tergantung dari
persendian yang terlibat, kestabilan dan apakah sudah pernah dilakukan
pembedahan.
Dengan latihan fisik secara teratur (penguatan, rentang gerakan,
isometrik, isotonik, isokinetik, postural), kartilago dapat dipertahankan tetap
sehat, mendorong gerakan, dan membantu pengembangan otot dan tendon
untuk meredam tekanan dan mencegah kerusakan selanjutnya akibat OA.
Sebaliknya inaktivitas dan imobilisasi walau untuk periode pendek akan
memperburuk atau mempercepat
isometrik
dibandingkan dengan
isotonik karena
isotonik
akan
memperburuk sendi yang terkena. Latihan fisik harus diajarkan kepada pasien
sebelum pasien mempraktekan di rumah. Latihan fisik sebaiknya dilakukan
tiga sampai empat kali sehari. Bila terasa sakit, kurangi pengulangan.
Rujukan kepada terapis fisik atau okupasi sangat dibutuhkan bagi
pasien yang sudah cacat fungsi sendinya. Terapis dapat menilai kekuatan otot,
stabilitas sendi, dan dapat merekomendasikan latihan fisik dan metoda untuk
melindungi sendi yang terkena, dari tekanan berlebihan. Terapis juga dapat
memberikan alat bantu seperti tongkat, bebat, dsb yang dipakai saat latihan
sistemik terutama dalam menekan sintesis prostaglandin sehingga obat ini juga
harus digunakan secara hatihati terutama pada pasien yang telah memiliki
gangguan mukosa gastroduodenal. Efek samping lain yang mungkin dijumpai
pada pengobatan NSAIDs antara lain adalah reaksi hipersensitivitas, gangguan
fungsi hati dan ginjal serta penekanan hematopoetik.
2) Chondroprotective Agent
Chondroprotective Agent adalah obatobatan yang dapat menjaga atau
merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obatobatan yang
termasuk dalam kelompok obat ini adalah: tetrasiklin, asam hialuronat,
kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C, dan sebagainya.
a). Tetrasiklin dan derivatnya, contohnya doxycycline, mampu menghambat
kerja enzim MMP. Obat ini baru dipakai pada hewan, belum dipakai pada
manusia.
b). Asam hialuronat disebut viscosupplement karena dapat memperbaiki
viskositas cairan sinovial. Obat ini diberikan secara intraartikular. Asam
hialuronat berperan penting dalam pembentukan matriks tulang rawan
melalui agregasi dengan proteoglikan.Pada binatang percobaan, obat ini
dapat mengurangi inflamasi pada sinovium, menghambat angiogenesis
dan kemotaksis sel-sel inflamasi.
c). Glikosaminoglikan dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan
dalam degradasi tulang rawan dan merangsang sintesis proteoglikan dan
asam hialuronat pada kultur tulang rawan sendi manusia.
d). Kondroitin sulfat, merupakan bagian dari proteoglikan pada tulang rawan
sendi. Tulang rawan sendi terdiri atas 2% sel dan 98% matriks
ekstraseluler yang terdiri dari kolagen dan proteoglikan. Matriks ini
membentuk struktur yang utuh sehingga mampu menahan beban tubuh.
Pada penyakit sendi degeneratif seperti OA terjadi kerusakan tulang rawan
sendi dan salah satu penyebabnya adalah hilangnya atau berkurangnya
proteoglikan. Efektivitas kondroitin sulfat melalui 3 mekanisme utama,
yaitu anti inflamasi, efek metabolik terhadap sintesis hialuronat dan
proteoglikan serta anti degradatif melalui hambatan enzim proteolitik dan
menghambat efek oksigen reaktif.
e). Vitamin C, dapat menghambat aktivitas enzim lisozim.
Dalam penelitian ternyata bermanfaat dalam terapi OA.
c.
Terapi Pembedahan
( pustaka
)
K. Prognosis
Prognosis pasien dengan osteoarthritis primer bervariasi dan terkait dengan
sendi yang terlibat. Pasien dengan osteoarthritis sekunder, prognosisnya terkait
dengan faktor penyebab terjadinya osteoarthritis.
nyeri dapat diatasi dengan obat-obat konservatif. Hanya kasus-kasus berat yang
memerlukan pembedahan, yaitu apabila pengobatan dengan menggunakan obat tidak
rasional pada pasien
L. Berat badan dan Osteoartritis
Berat badan sering dihubungkan dengan berbagai macam penyakit,
termasuk OA. Berat badan yang berlebih ternyata berkaitan dengan meningkatnya
risiko seseorang menderita OA pada kemudian hari, baik wanita maupun pria.
Menurut penelitian dari Grotle (2008), selain umur, berat badan yang berlebih
terutama obesitas turut berperan dalam patogenesis dan patofisiologi dari OA, lutut
terutama dalam perkembangan penyakit ke derajat yang lebih tinggi. Peran faktor
metabolik dan hormonal pada kaitannya antara OA dan obesitas juga disokong
dengan adanya kaitan antara OA dengan penyakit jantung koroner, diabetes mellitus
dan hipertensi.
Untuk mendeteksi kelebihan berat badan yang diderita seseorang, ada dua
cara sederhana yang dapat dilakukan yaitu dengan cara mengukur Indeks Massa
Tubuh ( BMI ) (WHO, 2005) dan mengukur Waist-hip ratio (Vasquez, 2007). BMI
dapat diukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
BMI =
Setelah nilai didapat, maka bandingkan nilai tersebut dengan tabel klasifikasi BMI di
berikut ini :
Klasifikasi
Underweight
Sangat Kurus
Kurus
Kurus Ringan
Normal
Overweight
Pre-Obese
Obese
Obese kelas I
Obese kelas II
Obese Kelas III
BMI (kg/m2)
<18,50
<16,00
16,00-16,99
17,00-18,49
18,50-24,99
>25,00
25,00-29,99
>30,00
30,00-34,99
35,00-39,99
>40,00
Nilai Klasifikasi
Non Obese
Obese
Obese sentral
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta : Medica
Aesculpalus, FKUI.
Pearce, C. Evelyn. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedic. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.
Sjamsuhidajat, R. dan De Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.