BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Penyakit alergi merupakan kumpulan penyakit yang sering dijumpai di masyarakat dan
golongan penyakit dengan ciri peradangan yang timbul akibat reaksi imunologis terhadap alergi
lingkungan. Walaupun faktor lingkunan merupakan faktor penting, faktor genetik dalam
manifestasi alergi tidak dapat di abaikan. Adanya alergi terhadap suatu alergi tertentu
menunjukkan bahwa sesorang pernah terpajan dengan alergi bersangkutan sebelumnya. Penyakit
alergi merupakan kumpulan penyakit yang sering dijumpai di masyarakat. Penyakit alergi
merupakan kumpulan penyakit yang sering dijumpai di masyarakat. (WHO ARIA tahun 2001)
Alergi hidung adalah keadaan atopi yang paling sering dijumpai menyerang 20% anak
dan dewasa muda di Amerika Utara dan Eropa Barat. Di tempat lain alergi hidung dan penyakit
atopi lainya lebih rendah, terutama pada negara yang kurang berkembang. Insidensi penyakit
tinggi pada anak-anak di bawah 5 tahun dan akan menurun secara bertahap sesuai dengan
bertambahnya umur. Rinitis merupakan salah satu penyakit paling umum yang terdapat di
Amerika Serikat, mempengaruhi lebih dari 50 juta orang
Dilaporkan penyakit alergi yang sering dijumpai di Bagian Penyakit Dalam RSCM Jakarta
adalah asma, rinitis, urtikaria dan alergi makanan. Di Medan dilaporkan manifestasi klinis pasien
alergi saluran pernapasan adalah rinitis 41,9%, asma 30,6%, asma + rinitis 25% dan batuk kronik
5%. Diperkirakan 10-20 % penduduk pernah atau sedang menderita penyakit tersebut. Alergi
dapat menyerang setiap organ tubuh. Tetapi organ yang sering terkena adalah saluran napas dan
kulit.
Keadaan ini sering berhubungan dengan kelainan pernapasan lainnya, seperti asma. Rhinitis
memberikan pengaruh yang signifikan pada kualitas hidup. Pada beberapa kasus, dapat
menyebabkan kondisi lainnya seperti masalah pada sinus, masalah pada telinga, gangguan tidur,
dan gangguan untuk belajar. Pada pasien dengan asma, rinitis yg tidak terkontrol dapat
memperburuk kondisi asmanya. Rinitis tersebar di seluruh dunia, baik bersifat endemis maupun
muncul sebagai KLB. Di daerah beriklim sedang, insidensi penyakit ini meningkat di musim
gugur, musim dingin, dan musim semi.
Di daerah tropis, insidensi penyakit tinggi pada musim hujan. Sebagian besar orang, kecuali
mereka yang tinggal di daerah dengan jumlah penduduk sedikit dan terisolasi, bisa terserang satu
hingga 6 kali setiap tahunnya.
2.
Tujuan
Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui tentang berbagai alergi yang dapat ditimbulkan, terutama pada
Rhinitis Alergi dan Urtikaria. Mulai dari penyebabnya, gejala-gejala apa yang timbul, serta
penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penyakit tersebut.
Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien
dengan gangguan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Urtikaria adalah lesi sementara yang terdiri dari bentol sentral yang dikelilingi oleh
haloeritematosa. Lesi tersendiri adalah bulat, lonjong, atau berfigurata, dan seringkali
menimbulkan rasa gatal. (Harrison, 2005)
Urtikaria, yang dikenal dengan hives, terdiri atas plak edematosa (wheal) yang terkait
dengan gatal yang hebat (pruritus). Urtikaria terjadi akibat pelepasan histamine selama respons
peradangan terhadap alegi sehingga individu menjadi tersensitisasi. Urtikaria kronis dapat
menyertai penyakit sistemik seperti hepatitis, kanker atau gangguan tiroid. (Elizabeth, 2007)
Urtikaria merupakan istilah klinis untuk suatu kelompok kelainan yang ditandai dengan
adanya pembentukan bilur-bilur pembekakan kulit yang dapat hilang tanpa meninggalkan
bekas yang terlihat. Pada umumnya kita semua pernah merasakan salah satu bentuk urtikaria
akibat jath (atau didorong) hingga gatal-gatal. Gambaran patologis yang utama adalah
didapatkannya edema dermal akibat terjadinya dilatasi vascular, seringkali sebagai respons
terhadap histamine (dan mungkin juga mediator-mediator yang lain) yang dilepas oleh sel mast.
(Tony, 2005)
Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang
dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan
benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan
sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya
melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang
menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga
memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan
meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.
C.
Mekanisme Pertahanan
Mekanisme pertahanan pada system imun atau yang sering dikenal dengan nama respon
imunitas, terbagi menjadi 2 yaitu respon non spesifik dan respon spesifik. Respon non spesifik
tidak ditujukan terhadap sel/bakteri/virus tertentu. Contoh respon non spesifik adalah inflamasi,
interferon, natural killer dan komplemen. Sedangkan respon spesifik lebih ditujukan terhadap
sel/ bakteri/ virus tertentu. Contoh dari aktivitas respon spesifik adalah limfosit B yang
memberikan respon antibodi/ immunoglobulin (Ab/Ig) dan limfosit T.
1. Respon Imunitas Non Spesifik:
Inflamasi
Inflamsi sering disebut juga peradangan (radang). Inflamasi biasanya disebabkan oleh infeksi
mikrobial dan agen fisik seperti trauma, luka bakar, dan jaringan nekrosis. Inflamasi bertujuan
menghancurkan agen asing dan mempersiapkan proses penyembuhan atau perbaikan.
Efek dari respon inflamasi berupa rubor (merah) karena vasodilatsi vascular, panas (kalor)
karena peningkatan vaskularisasi, bengkak (tumor) karena akumulasi cairan (edema), dan nyeri
(fungsio laesa) karena peningkatan tekanan dan berkurangnya oksigenisasi.
Inflamasi terdiri dari beberapa rangkaian mekanisme. Bila jaringan diinvasi oleh bakteri atau
mengalami kerusakan, maka mast cell dari jaringan tersebut akan melepas histamine dan
kemotaksin. Histamine dan kemotaksin memacu vasodilatasi arteri dan meningkatkan
permeabilitas kapiler. Akibatnya, sel darah dan cairan akan terakumulasi di jaringan. Akumulasi
ini bertujuan untuk mefasilitasi fagositosis zat asing dan memacu pembekuan darah. Kondisi ini
menyebabkan area inflamsi dilokalisasi.
Interferon
interferon adalah protein yang menghambat replikasi virus agar tidak menyebar ke sel-sel
sehat yang belum terinfeksi. Saat virus masuk ke suatu sel, sel yang terinfeksi melepas
interferon. Interferon menyebar ke reseptor sel yang sehat. Sel sehat akan memproduksi enzim
pemecah mRNAvirus. Bila virus menyebar ke sel yang sehat yang telah ditempeli interferon,
maka virus tersebut akan diblokade enzim sehingga virus gagal bereproduksi.
Naturall Cell Killer
Sel pembunuh alami termasuk dalam kelompok sel limfosit. Sel ini membunuh sel virus dan
sel maligna (ganas) dengan cara melisis (melumatkan) membran sel target. Sel-sel ini aktif pada
infeksi atau malignansi yang baru. Akan tetapi, sel ini berbeda dengan sel limfosit yang lain
karena tidak memiliki kemampuan memori.
Sistem Komplemen
System komplemen adalah kelompok protein yang diaktifkan oleh organisme asing dan
distimulasi oleh antibody (Ab). Protein komplemen terdiri dari 11 macam (C1-C11) dengan
karakter yang berbeda-beda. Secara umum, system komplemen berperan menunjang aktivitas Ab
(komplemen=penunjang).
2. Mekanisme Pertahanan Spesifik
Respon imun spesifik hanya bekerja menyerang agen patogen tertentu. Respon imun ini
terdiri dari 2 tipe yaitu tipe imunitas humoral dan imunitas mediasi sel. Imunitas humoral adalah
imunitas yang dimediasi oleh antibodi yang diproduksi oleh limfosit B. imunitas humoral efektif
untuk bakteri, toksin, dan beberepa virus. Sedangkan imunitas mediasi sel diaktivasi oleh
limfosit T. Imunitas ini efektif untuk sel yang bermasalah seperti sel yang terinfeksi atau sel
kanker.
Imunitas Humoralmediasi Ab
Sel limfosit B terdiri dari sel plasma dan sel memori. sel plasma banyak mengandung retikulum
endoplasma kasar. Reticulum endoplasma ini berperan menghasilkan antibody. Sel memori
berperan mengenali Ag asing yang berperan memapar tubuh sebelumnya.
Imunitas mediasi sel
Imunitas ini berespon pada sel-sel yang bermasalah. Imunitas ini bertujuan untuk melindungi
tubuh terhadap agen aptogen yang bersembunyi di dalam sel dan tidak dapat dicapai oleh
antibody maupun komplemen. Contoh imunitas mediasi sel ini adalah sel sitotoksik T, sel helper
T, sel suppressor T (sitokin). Imunitas ini bekerja dengan cara mengeliminasi sel-sel yang
bermasalah.
D. Antibodi (Immunoglobulin)
Antibodi (bahasa Inggris:antibody, gamma globulin) adalah glikoprotein dengan struktur
tertentu yang disekresi dari pencerap limfosit-B yang telah teraktivasi menjadi sel plasma,
sebagai respon dari antigen tertentu dan reaktif terhadap antigen tersebut. Pembagian
Immunglobulin
Antibodi A (bahasa Inggris: Immunoglobulin A, IgA) adalah antibodi yang memainkan
peran penting dalam imunitas mukosis (en:mucosal immune). IgA banyak ditemukan pada
bagian sekresi tubuh (liur, mukus, air mata, kolostrum dan susu) sebagai sIgA (en:secretoryIgA)
dalam perlindungan permukaan organ tubuh yang terpapar dengan mencegah penempelan bakteri
dan virus ke membran mukosa. Kontribusi fragmen konstan sIgA dengan ikatan komponen
mukus memungkinkan pengikatan mikroba.
B.
Klasifikasi
Jenis urtikaria : (Mark,1996)
1. Idiopatik adalah kelompok terbesar, merupakan sepertiga dari kasus urtikaria akut dan
dua pertiga dari urtikaria kronik.
2. Fisik. Sekitar 15% kasus. Biasanya dapat ditemukan penyebab yang dikenali. Terdapat
beberapa jenis ;
a. Dermatografisme : reaksi terhadap goresan keras pada kulit yang timbul dalam 1
sampai 3 menit dan berlangsung 5 sampai 10 menit.
b. Urtikaria kolinergik. Olahraga atau berkeringat merupakan agen pencetusnya,
menyebabkan timbulnya 10% reaksi, mengenai orang muda, dan dapat
berlangsung selama 6 sampai 8 tahun. Lesi timbul sebagai wheal berukuran 1
sampai 2 mm pada dasar eritematosa yang menyaru serta ditemukan pada batang
badan dan lengan tanpa mengenai telapak tangan, telapak kaki, dan aksila.
c. Urtikaria dingin. Reaksi terhadap pajanan dingin atau penghangatan kembali
setelah terpajan dingin
d. Urtikaria sinar matahari. Reaksi yang jarang terjadi, disebabkan oleh pajanan
sinar matahari. Penyakit ini timbul sebagai pruritus dan eritema, yang diikuti oleh
urtikaria. Awitan mendadak dan timbul pada setiap kelompok usia.
e. Urtikaria tekanan lambat. Reaksi yang jarang terjadi, disebabkan oleh tekanan
terus-menerus.
f. Urtikaria akuagenik. Reaksi yang jarang terjadi, disebabkan oleh kontak dengan
air. Urtikaria panas setempat. Reaksi yang jarang terjadi, disebabkan oleh air
panas.
Etiologi
Etiologi Urtikaria. (Harrison, 2005) :
1. Gangguan kulit primer
Urtikaria fisikal, yang terdiri dari:
1. Dermatografisme
2. Urtikaria solaris
3. Urtikaria dingin
4. Penyakit sistemik
2. Urtikaria kolinergik
Penyebab terjadinya urtikari bisa karena: (Davey, 2005)
1.
menginduksi degranasi sel mast, bahan kolinergik misalnya asetilkolin, dilepaskan oleh saraf
kolinergik kulit yang mekanismenya belum diketahui langsung dapat mempengaruhi sel mast
untuk melepaskan mediator. Obat-obatan seperti : Aspirin, kodein, morfin, OAINS
2. Jenis makanan yang dapat menyebabakan alergi misalnya: telur, ikan, kerang, coklat, jenis
kacang tertentu, tomat, tepung, terigu, daging sapi, udang, dll.
D. Patofisiologi
Patofisiologi urtikaria :
Urtikaria sering terjadi dan merupakan akibat dari degranulasi sel mast (reaksi imunolpgis
tipe 1) sebagai respons terhadap antigen, dengan pelepasan histamin dan mediator vasoaktif
lainnya, yang menyebabkan timbulnya eritema dan edema. Pasien-pasien dengan kondisi ini,
70% diantaranya mengalami urtikaria idiopatik (dimana antigennya tidak diketahui), sisanya
mengalami bentuk urtikaria lain. Urtikaria, jika berat juga dapat mengenai jaringan subkutan dan
mengakibatkan terjadinya angioedema (pembengkakan pada tangan, bibir, sekitar mata, dan
walaupun jarang tetapi penting untuk diperhatikan yaitu pada lidah atau laring). (Davey, 2005)
Proses urtikaria akut dimulai dari ikatan antigen pada reseptor IgE yang saling
berhubungan dan kemudian menempel pada sel mast atau basofil. Selanjutnya, aktivasi dari sel
mast dan basofil akan memperantarai keluarnya berbagai mediator peradangan. Sel mast
menghasilkan histamine, triptase, kimase, dan sitokin. Bahan-bahan ini meningkatkan
kemampuan degranulasi sel mast dan merangsang peningkatan aktivitas ELAM dan VCAM,
yang memicu migrasi limfosit dan granulosit menuju tempat terjadinya lesi urtikaria
(Anonimous, 2007).
Peristiwa ini memicu peningkatan permeabilitas vascular dan menyebabkan terjadinya
edema lokal yang dikenal sebagai bintul (wheal). Pasien merasa gatal dan bengkak pada lapisan
dermal kulit. Urtikaria akut bisa terjadi secara sistemik jika allergen diserap kulit lebih dalam dan
mencapai sirkulasi. Kondisi ini terjadi pada urtikaria kontak, misalnya urtikaria yang terjadi
karena pemakaian sarung tangan latex, dimana latex diserap kulit dan masuk ke aliran darah,
sehingga menyebabkan urtikaria sistemik.
Urtikaria akut juga bisa terjadi pada stimulasi sel mast tanpa adanya ikatan IgE dengan
allergen. Misalnya, pada eksposure pada media radiocontrast, dimana pada saat proses radiologi
berlangsung, akan terjadi perubahan osmolalitas pada lingkungan yang mengakibatkan sel mast
berdegranulasi (Anonimous, 2007).
Faktor imunologik maupun nonimunologik mampu merangsang sel mast atau basofil untuk
melepaskan mediator tersebut. Pada yang nonimunologik mungkin sekali siklik AMP (adenosin
mono phosphate) memegang peranan penting pada pelepasan mediator. Beberapa bahan kimia
seperti golongan amin dan derivate amidin, obat-obatan seperti morfin, kodein, polimiksin, dan
beberapa antibiotic berperan pada keadaan ini.
Bahan kolinergik misalnya asetilkolin, dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit yang
mekanismenya belum diketahui langsung dapat mempengaruhi sel mast untuk melepaskan
mediator. Faktor fisik misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan dapat
langsung merangsang sel mast. Beberapa keadaan misalnya demam, panas, emosi, dan alcohol
dapat merangsang langsung pada pembuluh darah kapiler sehingga terjadi vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas (Djuanda, 2008).
Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria yang akut daripada yang kronik, biasanya
IgE terikat pada permukaan sel mast dan atau sel basofil karena adanya reseptor Fc bila ada
antigen yang sesuai berikatan dengan IgE maka terjadi degranulasi sel, sehingga mampu
melepaskan mediator. Keadaan ini jelas tampak pada reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya alergi
obat dan makanan.
Komplemen juga ikut berperan, aktivasi komplemen secara klasik maupun secara
alternative menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3a, C5a) yang mampu merangsang sel mast
dan basofil, misalnya tampak akibat venom atau toksin bakteri. Ikatan dengan komplemen juga
terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan kompleks imun pada keadaan ini juga
dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria akibat kontak terjadi pemakaian bahan serangga, bahan
kosmetik, dan sefalosporin.
E.
Manifestasi Klinis
Bentuk klinis Urtikaria fisik : (Tony, 2005)
1. Dermografisme : bilur-bilur tampak sesudah adanya bekas-bekas garukan. Hal ini bisa timbul
tersendiri atau bersama dengan bentuk-bentuk urtikaria yang lain.
2. Penekanan (timbulnya belakangan) : bilur-bilur timbul dalam waktu sampai 24 jam sesudah
terjadinya penekanan.
3. Urtikaria kolinergik : yang diserang adalah laki-laki muda ; kulit yang berkeringat disertai oleh
adanya bilur-bilur kecil berwarna putih dengan lingkaran berwarna merah pada badan bagian
atas.
F. Komplikasi
1. Purpura dan excoriasi
2. Infeksi sekunder
3. Bibir kering
G. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan Diagnostis Urtikaria :
1. a. Urtikaria akut. Uji laboratorium pada umumnya tidak diperlukan.
b. Urtikaria kronik. Jika penyebab agen fisik telah disingkirkan, maka penggunaan
pemeriksaan laboratorium, radiografik, dan patologik berikut ini dapat memberikan petunjuk
untuk diagnosis penyakit sistemik yang samar.
2. Uji rutin
a. Laboratorium. Hitung darah lengkap dengan diferensial, profil kimia, laju endap darah
(LED), T4, pengukuran TSH, urinalisis dan biakan urine, antibody antinuclear
b. Radiografik. Radiograf dada, foto sinus, foto gigi, atau panorex
c.
Uji selektif. Krioglobulin, analisis serologic hepatitis dan sifilis, factor rheumatoid,
H. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan (Arvin, 1996)
Pada kebanyakan keadaan, urtikaria merupakan penyakit yang sembuh sendiri yang
memerlukan sedikit pengobatan lainnya, selain dari antihistamin. Hidroksizin (Atarax) 0,5 ml/kg,
merupakan salah satu antihistamin yang paling efektif untuk mengendalikan urtikaria, tetapi
difenhidramin (Benadryl), 1,25 mg/kg, dan antihistamin lainnya juga efektif. Jika perlu, dosis ini
dapat diulangi pada interval 4-6 jam.
Epinefrin 1 : 1000, 0,01 ml/kg, maksimal 0,3 ml, biasanya menghasilkan penyembuhan
yang cepat atas urtikaria akut yang berat. Hidroksizin (0,5 ml/kg setiap 4-6 jam) merupakan obat
pilihan untuk urtikaria kolinergik dan urtikaria kronis. Penggunaan bersama antihistamin tipe H1
dan H2 kadang-kadang membantu mengendalikan urtikaria kronis. Antihistamin h2 saja dapat
menyebabkan eksaserbasi urtikaria. Siproheptadin (Periactin) (2-4 mg setiap 8-12 jam) terutama
bermanfaat sebagai agen profilaksis untuk urtikaria dingin.
Siproheptadin dapat menyebabkan rangsangan nafsu makan dan penambahan berat pada
beberapa penderita. Tabir surya merupakan satu-satunya pengobatan yang efektif untuk urtikaria
sinar matahari. Kortikosteroid mempunyai pengaruh yang bervariasi pada urtikaria kronis ; dosis
yang diperlukan untuk mengendalikan urtikaria sering begitu besar sehingga obat-obat tersebut
menimbulkan efek samping yang serius. Urtikaria kronis sering tidak berespons dengan baik
pada manipulasi diet. Sayang sekali, urtikaria kronis dapat menetap selama bertahun-tahun.
Identitas Pasien.
2.
Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.
3.
Riwayat Kesehatan.
a.
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan
tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.
b.
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
c.
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
d.
Riwayat Psikososial :
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang mengalami stress yang
berkepanjangan.
e.
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit, atau pernahkah pasien
tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat.
f.
Pemeriksaan fisik
KU : lemah
TTV : suhu naik atau turun.
- Kepala :
Bila kulit kepala sudah terkena dapat terjadi alopesia.
- Mulut :
Dapat juga mengenai membrane mukosa terutama yang disebabkan oleh obat.
- Abdomen :
Adanya limfadenopati dan hepatomegali.
- Ekstremitas :
Perubahan kuku dan kuku dapat lepas.
- Kulit :
Kulit periorbital mengalami inflamasi dan edema sehingga terjadi ekstropion pada keadaan
kronis dapat terjadi gangguan pigmentasi. Adanya eritema , pengelupasan kulit , sisik halus dan
skuama.
B.
Diagnosa
1.
Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka akibat gangguan integritas
2.
3.
4.
5.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
6.
C. Intervensi
1. Dx
integritas
Tujuan
Rasional
melakukan
tindakan
pasien.
Ukur tanda vital tiap 4-6 jam
kuman.
b.
c.
d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
pemberian diet
e.
Memandirikan keluarga
Menghindari
alergen
yang
dapat
meningkatkan urtikaria.
2. Dx
Kriteria Hasil : Klien akan mempertahankan integritas kulit, ditandai dengan menghindari
alergen.
Intervensi
Rasional
terhadap
alergen
yang
Pantau
b.
kegiatan
klien
yang
alergen
akan
diketahui.
b.
Menghindari
Binatang
memelihara
sebaiknya
binatang
atau
hindari
batasi
c. Baca label makanan kaleng agar terhindar keberadaan binatang di sekitar area
dari
bahan
makan
yang
mengandung rumah.
alergen.
d. Hindari binatang peliharaan.
d.
3.. Dx
Tujuan
Kriteria Hasil :
a.
garukan.
b. klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal
c.
Intervensi
Rasional
kooperatif.
kimia
lain
serta
terpapar alergen.
5. e. Mengurangi rasa gatal.
4. Dx
Tujuan
Kriteria Hasil :
a.
f.
Intervensi
1.
Rasional
a. Mengerjakan hal ritual menjelang tidur. 1 a. Udara yang kering membuat kulit
terasa gatal, lingkungan yang nyaman
meningkatkan relaksasi.
3
c. Kafein memiliki efek puncak 2-4 jam
c. Menghindari minuman yang mengandung setelah dikonsumsi.
kafein menjelang tidur.
4.
5. Dx
tidak bagus.
Kriteria Hasil :
i. Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
ii. Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
iii. Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
iv. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
v. Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
vi. Tampak tidak meprihatinkan kondisi.
vii. Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk
meningkatkan penampilan
Intervensi
Rasional
Identifikasi
stadium
diri.
psikososial
b. Terdapat hubungan antara stadium
terhadap perkembangan.
perkembangan, citra diri dan reaksi
serta
c.
pemahaman
klien
terhadap
Klien
membutuhkan
pengalaman
e.
Dukung
upaya
klien
6. Dx
informasi
Tujuan
Kriteria Hasil :
a.
Intervensi
Rasional
Memberikan
data
dasar
untuk
b. Jaga agar klien mendapatkan informasib. Klien harus memiliki perasaan bahwa
yang benar, memperbaiki kesalahan sesuatu
konsepsi/informasi.
dapat
mereka
perbuat,
d. Nasihati klien agar selalu menjaga alergi sukar untuk kambuh kembali.
hygiene pribadi juga lingkungan.
infeksi.
melawan
memungkinkan
Evaluasi
1. Tidak terjadinya infeksi
2. Tidak terjadinya kerusakan kulit klien
3. klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal karena berkurangnya pruritus dan ditandai
dengan berkurangnya lecet akibat garukan.
4. Tercapainya pola tidur/istirahat yang memuaskan
5. Menerima keadaan diri
6. Memahami tentang perawatan kulit dan terapi pengobatan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Urtikaria, yang dikenal dengan hives, terdiri atas plak edematosa (wheal) yang terkait
dengan gatal yang hebat (pruritus). Urtikaria terjadi akibat pelepasan histamine selama respons
peradangan terhadap alegi sehingga individu menjadi tersensitisasi. Urtikaria kronis dapat
menyertai penyakit sistemik seperti hepatitis, kanker atau gangguan tiroid. (Elizabeth, 2007)
Penyebab terjadinya urtikari bisa karena: Obat-obatan, Jenis makanan , Inhalan yang
berasal dari serbuk sari, spora, debu rumah, Infeksi Sepsis fokal (misalnya infeksi saluran
kemih, infeksi saluran pernafasan atas, hepatitis,Candida spp, protozoa, cacing), Sistemik : SLE,
retikulosis, dan karsinoma, Faktor fisik seperti cahaya (urtikaria solar), dingin (urtikaria dingin),
gesekan atau tekanan (dermografisme), panas (urtikaria panas), dan getaran (vibrasi) dapat
langsung menginduksi degranulasi sel mast, serta Genetik.
B. Saran
Mempelajari tentang penyakit urtikaria member kita manfaat yang besar. Terutama kita
sebagai calon perawat professional (mahasiswa/mahasiswi keperawatan). Karena penyakit ini
terkadang sangat sulit untuk di diagnosa. Untuk itu perlu pemahaman yang sangat besar bagi kita
untuk mempelajari materi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Aishah S. Urtikaria. ln:Djuanda A, Hamzah Mochtar, Aisah S, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Tempat. Indonesia: Balai Penerbit FKUI Jakarta; 2007.p.169
Anenomouse. Askep
Rhinitis
Alergik. Avaibable
from
{hyperlink
Efiaty Arsyad Soepardi. (2007). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Dan Leher, edisi 6. Jakarta : FKUI.