Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM KESELAMATAN DAN

KESEHATAN KERJA
PENGUKURAN DEBU DI BALAI HIPERKES

Oleh:
ESTER ARYANTI S

131 000 407

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2016

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................
1.1 Topik Praktikum...................................................................................................................1
1.2 Tujuan Praktikum.................................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................
2.1. Pengertian Debu..................................................................................................................3
2.2. Mekanisme Penimbunan Debu pada Saluan Pernapasan....................................................5
2.3. Pengaruh Debu terhadap Saluran Pernapasan.....................................................................7
2.4.Alat Pelindung Diri..............................................................................................................7
2.5.Deskripsi Alat Yang Digunakan...........................................................................................8
2.6.Metode Pengukuran.............................................................................................................8
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................................9
3.1.Hasil Pengukuran... ......................... ...................................................................................9
3.2.Pembahasan Hasil Pengukuran...........................................................................................11
BAB IV PENUTUP................................................................................................................12
4.1.Kesimpulan........................................................................................................................12
4.2.Saran..................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................13

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Perkembangan industri yang makin pesat, di samping berefek positif pada kehidupan juga

menimbulkan problema terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja yang salah satu
penyebabnya adalah debu yang timbul pada pekerjaan-pekerjaan di tempat kerja sebagai akibat
proses produksi.
Efek yang timbul akibat paparan debu total di tempat kerja dapat mengurangi
kenyamanan ketika bekerja dan debu-debu jenis tertentu dapat menyebabkan efek negatif bagi
kesehatan tenaga kerja.
Berdasarkan kenyataan di atas perlu upaya penanggulangan dengan melakukan
pengukuran kadar debu total di tempat kerja menggunakan pengukuran kadar debu yang
dibakukan sebagai SNI.
Pengukuran kadar debu total yang digunakan adalah cara gravimetri.lingkup standar ini
mencakup prinsip pengukuran, penentuan titik pengambilan sampel, peralatan, bahan yang
digunakan, cara pengambilan contoh dan perhitungan kadar debu total di udara tempat kerja.
Teknisi yang menggunakan standar pengukuran kadar debu total di udara tempat kerja harus
mempunyai kompetensi di bidang ini.
1.2.

Topik Praktikum
Pengukuran Kadar Debu Total di Tempat Kerja

1.3.

Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah :
Mahasiswa mampu melakukan pengukuran kadar debu total di udara tempat kerja dengan
menggunakan teknik gravimetri.

Mahasiswa mampu melakukan analisis hasil pengukuran.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Pengertian Debu
Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di

udara dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500 mikron. Partikel debu akan berada di udara
dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara, kemudian masuk ke
dalam tubuh manusia melalui pernapasan (Pudjiastuti, 2002).
Debu industri yang terdapat dalam udara dibagi menjadi dua, yaitu :
1.

Deposit Particulate Matter (DPM) merupakan partikel debu yang hanya sementara berada di
udara, partikel ini segera mengendap di udara oleh karena gaya gravitasi bumi.

2.

Suspended Particulate Matter (SPM) merupakan debu yang tetap berada di udara dan tidak
mengendap (Ashari, 2006).
Beberapa jenis debu dapat menyebabkan penyakit pernapasan atau paru, diantaranya

berupa debu organik dan anorganik. Debu organik dapat menyebabkan penyakit pernapasan. Ini
karena kepekaan dari saluran napas bagian bawah terutama alveoli terhadap debu meningkat.
Kepekaan inilah yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas, hingga dapat menghambat
aliran udara yang keluar masuk paru, dan akibatnya terjadi sesak nafas (Heqris, 2009).
Sedangkan debu anorganik, bila terhirup dalam jumlah banyak, dapat menimbulkan gangguan
paru pula. Debu ini banyak menyerang para pekerja di pabrik semen, asbes, keramik, tambang
emas atau besi. Debu ini mengandung partikel-partikel besi, timah putih, asbes dan lainnya.
Kemampuan debu untuk bisa masuk ke dalam paru tergantung dari besar kecilnya partikel
tersebut (Heqris, 2009).

Ada 4 pengaruh fisik dari partikel debu yang mengendap di dalam saluran pernapasan, yaitu:
1.

Debu berukuran 5-10 mikron yang mengendap pada dinding saluran pernapasan bagian atas
dapat menimbulkan efek berupa iritasi yang ditandai dengan gejala faringitis.

2.

Debu berukuran 2-3 mikron yang mengendap lebih dalam pada bronkus/bronkiolus dapat
menimbulkan efek berupa bronchitis, alergi, atau asma.

3.

Debu yang berukuran 1-3 mikron yang mengendap di alveoli, dimana gerakannya sejalan
dengan kecepatan yang konstan.

4.

Debu yang berukuran 0.1-1 mikron karena terlalu ringan tidak dapat menempel pada saluran
napas tetapi mengikuti gerak brown dan berada dalam bentuk suspensi (Pudjiastuti, 2002).
Menurut WHO 1996, ukuran debu partikel yang membahayakan adalah berukuran 0,1-5

atau 10 mikron, sedangkan Depertemen Kesehatan mengisaratkan bahwa ukuran debu yang
membahayakan berkisar antara 0,1 sampai 10 mikron (Pudjiastuti, 2002).
2.2.

Mekanisme Penimbunan Debu pada Saluran Pernapasan


Mekanisme penimbunan debu dalam paru diawali dengan proses inhalasi debu dalam bentuk

partikel debu solid atau suatu campuran dengan asap 21 (Mengkidi, 2006). Mekanisme
penimbunan debu di dalam paru-paru terjadi dalam 3 mekanisme, yaitu:
Pengaruh inersia menyebabkan timbulnya kelembaban dari debu itu sendiri yang ketika
bergerak dan melalui belokan-belokan, debu menjadi lebih mudah masuk akibat adanya
dorongan dari aliran udara. Sepanjang saluran pernapasan yang lurus, debu akan mengikuti
aliran pernapasan lurus ke dalam, sedangkan partikel-partikel yang besar yang tidak ikut
dalam aliran udara tersebut akan mencari tempat-tempat yang lebih ideal untuk menempel
atau mengendap seperti pada lekukan selaput lendir dalam saluran pernapasan.

Pengaruh sedimentasi terjadi di saluran-saluran pernapasan dengan kecepatan arus udara


kurang dari 1 cm/detik, sehingga partikel-partikel tersebut dapat melewati gaya berat dan
akhirnya mengendap di saluran pernapasan.
Gerakan Brown berlaku untuk debu-debu yang berukuran kurang dari 0.1 mikron. Melalui
gerakan udara, partikel debu yang masuk ke dalam tubuh akan mengganggu alveoli
kemudian mengendap di sana (Ashari, 2006).
Partikel debu yang masuk ke dalam paru-paru akan membentuk fokus dan berkumpul di
bagian awal saluran limfe paru. Debu ini akan difagositosis oleh makrofag. Debu yang
bersifat toksik terhadap makrofag akan merangsang terbentuknya makrofag baru.
Pembentukan dan destruksi makrofag yang terus-menerus berperan penting dalam
pembentukan jaringan ikat kolagen dan pengendapan hialin pada jaringan ikat tersebut.
Fibrosis ini terjadi pada parenkim paru yaitu pada dinding alveoli dan jaringan ikat
interstisial. Akibat fibrosis paru akan terjadi penurunan elastisitas jaringan paru (pergeseran
jaringan paru) dan menimbulkan ganggguan pengembangan paru. Bila pengerasan alveoli
mencapai 10% akan terjadi penurunan elastisitas paru yang menyebabkan kapasitas vital
paru akan menurun dan dapat mengakibatkan menurunnya suplai oksigen ke dalam jaringan
otak, jantung dan bagian-bagian tubuh lainnya (Mengkidi, 2006).
2.3. Pengaruh Debu terhadap Saluran Pernapasan
Untuk mendapatkan energi, manusia memerlukan oksigen yang digunakan untuk
pembakaran zat makanan dalam tubuh. Pemenuhan kebutuhan oksigen tersebut diperoleh dari
udara melalui proses respirasi. Paru merupakan salah satu organ sistem respirasi yang berfungsi
sebagai tempat penampungan udara, sekaligus merupakan tempat berlangsungnya pengikatan
oksigen oleh hemoglobin. Interaksi udara dengan paru berlangsung setiap saat, oleh karena itu

kualitas udara yang terinhalasi sangat berpengaruh terhadap faal paru. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pencemaran udara yaitu kelembaban, suhu, dan penyebaran (Mengkidi, 2006).
Pada udara yang dalam keadaan tercemar, partikel polutan ikut terinhalasi dan sebagian akan
masuk ke dalam paru. Selanjutnya sebagian partikel akan mengendap di alveoli. Dengan adanya
pengendapan partikel dalam alveoli, ada kemungkinan terjadinya penurunan fungsi paru.
Terdapatnya debu di dalam alveolus akan menyebabkan terjadinya statis partikel debu dan dapat
menyebabkan kerusakan dinding alveolus (Mengkidi, 2006).
Faktor yang dapat berpengaruh pada inhalasi bahan pencemar ke dalam paru adalah faktor
komponen fisik, faktor komponen kimiawi dan faktor penderita itu sendiri. Aspek komponen
fisik yang pertama adalah keadaan dari bahan yang diinhalasi (gas, debu, uap). Ukuran dan
bentuk akan berpengaruh dalam proses penimbunan dalam paru, demikian juga dengan kelarutan
dan nilai higroskopisitasnya. Komponen kimia yang berpengaruh antara lain kecenderungan
untuk bereaksi dengan jaringan sekitarnya, keasaman atau tingkat alkalisitasnya yang tinggi
sehingga dapat merusak silia atau sistem enzim. Bahan-bahan tersebut dapat menimbulkan
fibrosis yang luas di jaringan paru-paru dan dapat bersifat sebagai antigen asing yang masuk ke
dalam paru-paru (Mengkidi, 2006).
Selain itu, faktor individual seseorang juga penting untuk diperhitungkan. Sistem pertahanan
paru baik secara antomis maupun secara fisiologis, merupakan satu mekanisme yang baik dalam
melindungi saluran pernapasan. Mekanisme ini tentu saja dapat terganggu, baik karena faktor
bawaan maupun lingkungan. Orang-orang tertentu mempunyai silia yang aktif sekali bekerja
menyapu debu yang masuk, sementara pada sebagian orang lain gerak cambuk silia relatif lebih
lambat (Mengkidi, 2006). Jadi gangguan pernapasan akibat inhalasi debu dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain faktor debu itu sendiri, yaitu ukuran partikel, bentuk, daya larut,

konsentrasi, sifat kimiawi, lama pajanan, dan faktor individu yang berupa mekanisme pertahanan
tubuh (Ashari, 2006).

2.4. Alat Pelindung Diri


Dalam suatu kegiatan industri, paparan dan resiko yang ada di tempat kerja tidak selalu
dapat dihindari. Upaya untuk pencegahan terhadap kemungkinan penyakit akibat kerja dan
kecelakaan kerja harus senantiasa dilakukan. Ada beberapa alternatif pengendalian (secara teknis
dan administrasi) yang bisa dilaksanakan, namun mempunyai beberapa kendala. Pilihan yang
sering dilakukan adalah melengkapi tenaga kerja dengan alat pelindung diri yang sebenarnya
merupakan suatu keharusan. Hal ini sesuai dengan UU No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja, khususnya pasal 9, 12 dan 14 yang mengatur penyediaan dan penggunaan alat pelindung
diri di tempat kerja, baik bagi pengusaha maupun tenaga kerja (Mengkidi, 2006).
Secara sederhana yang dimaksud dengan alat pelindung diri adalah seperangkat alat yang
digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari potensi bahaya
atau kecelakaan kerja. APD tidak secara sempurna melindungi tubuh tetapi dapat mengurangi
tingkat keparahan yang akan terjadi. Pengendalian ini sebaiknya tetap dipadukan dan sebagai
pelengkap pengendalian administratif. APD yang cocok bagi tenaga kerja yang berada pada
lingkungan kerja yang mempunyai paparan debu dengan konsentrasi tinggi adalah alat pelindung
pernapasan yang berfungsi untuk melindungi pernapasan terhadap gas, uap, debu, atau udara
yang terkontaminasi di tempat kerja yang bersifat racun, korosi, maupun rangsangan. Alat
pelindung pernapasan terdiri dari:

Masker, berfungsi untuk melindungi saluran pernapasan dari debu/partikel-partikel yang


lebih besar yang masuk ke dalam saluran pernapasan, dapat terbuat dari kain dengan ukuran
pori-pori tertentu.
Respirator, berfungsi untuk melindungi saluran pernapasan dari debu, kabut, uap logam,
asap, dan gas (Mengkidi, 2006).

2.5.

Deskripsi Alat yang Digunakan


Alat yang digunakan adalah :
a. low volume dust sampler (LVS) dilengkapi dengan pompa pengisap udara dengan
b.
c.
d.
e.
f.

a.

kapasitas 5 l/menit 15 l/menit dan selang silikon atau selang teflon;


Timbangan analitik dengan sensitivitas 0,01 mg;
Pinset;
Desikator, suhu (20 + 1)oC dan kelembaban udara (50 + 5)%;
flowmeter;
tripod;
termometer;

higrometer.

LVS

2.6.

pompa pengisap timbangan analitik

Prosedur Pengukuran

2.6.1. Cara pengukuran


2.6.1.1.Prinsip

desikator

Alat diletakkan pada titik pengukuran setinggi zona pernafasan, pengambilan contoh
dilakukan selama beberapa menit hingga satu jam (sesuai kebutuhan dan tujuan pengukuran) dan
kadar debu total yang diukur ditentukan secara gravimetri.
2.6.1.2 Bahan
Filter hidrofobik (misal: PVC, fiberglass) dengan ukuran pori 0,5 m.
2.6.1.3 Prosedur kerja
A. Persiapan
a. Filter yang diperlukan disimpan di dalam desikator selama 24 jam agar mendapatkan
b.

kondisi stabil.
Filter kosong pada 3.4.1 a) ditimbang sampai diperoleh berat konstan, minimal tiga kali
penimbangan, sehingga diketahui berat filter sebelum pengambilan contoh, catat berat filter
blanko dan filter contoh masing-masing dengan berat B1

(mg)

dan

W1

(mg).

c.

Masingmasing filter tersebut ditaruh di dalam holder setelah diberi nomor (kode).
Filter contoh dimasukkan ke dalam low volume dust sampler holder dengan menggunakan

d.

pinset dan tutup bagian atas holder.


Pompa pengisap udara dikalibrasi dengan kecepatan laju aliran udara 10 l/menit dengan
menggunakan flowmeter (flowmeter harus dikalibrasi oleh laboratorium kalibrasi yang

terakreditasi).
B. Pengambilan contoh
a. LVS pada point 3.4.1 c) di atas dihubungkan dengan pompa pengisap udara dengan
b.

menggunakan selang silikon atau teflon.


LVS diletakkan pada titik pengukuran (di dekat tenaga kerja terpapar debu) dengan

c.

menggunakan tripod kira-kira setinggi zona pernafasan tenaga kerja


Pompa pengisap udara dihidupkan dan lakukan pengambilan contoh dengan kecepatan laju

d.

aliran udara (flowrate) 10 l/menit.


Lama pengambilan contoh dapat dilakukan selama beberapa menit hingga satu jam
(tergantung pada kebutuhan, tujuan dan kondisi di lokasi pengukuran).

e.

Pengambilan contoh dilakukan minimal 3 kali dalam 8 jam kerja yaitu pada awal,

f.

pertengahan dan akhir shift kerja.


Setelah selesai pengambilan contoh, debu pada bagian luar holder dibersihkan untuk

g.

menghindari kontaminasi.
Filter dipindahkan dengan menggunakan pinset ke kaset filter dan dimasukkan ke dalam

desikator selama 24 jam.


C. Penimbangan
a. Filter blanko sebagai pembanding dan filter contoh ditimbang dengan menggunakan
timbangan analitik yang sama sehingga diperoleh berat filter blanko dan filter contoh
b.

masing-masing B2 (mg) dan W2 (mg).


Catat hasil penimbangan berat filter blanko dan filter contoh sebelum pengukuran dan

sesudah pengukuran.
D. Perhitungan
Kadar debu total di udara dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut dan hasilnya
dicatat pada formulir seperti pada Lampiran B.
(W2 - W1) - (B2 - B1)
C = ----------------------------------- (mg/l)
V
atau
( W2 - W1 ) - ( B2 - B1 )
C = ----------------------------------- x 103 (mg/m3)
V
dengan:
C adalah kadar debu total (mg/l) atau (mg/m3);
W2 adalah berat filter contoh setelah pengambilan contoh (mg);
W1 adalah berat filter contoh sebelum pengambilan contoh (mg);

B2 adalah berat filter blanko setelah pengambilan contoh (mg);


B1 adalah berat filter blanko sebelum pengambilan contoh (mg);
V adalah volume udara pada waktu pengambilan contoh (l).

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.

Hasil

BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1.

Debu adalah partikel-partikel zat yang disebabkan oleh pengolahan, penghancuran,

pelembutan, pengepakan dan lain-lain dari bahan-bahan organik maupun anorganik, misalnya
batu, kayu, bijih logam,arang batu, butir-butir zat padat dan sebagainya.
2.

Hasil pengukuran adalah sebesar 0,0113 mg/m3

3.

Hal ini menunjukkan kadar debu di Balai K3 masih dibawah NAB yang berarti aman

bagi pekerja.
4.2. Saran
1.

Ruangan harus dibersihkan secara berkala agar kadar debu tidak bertambah.

2.

Usahakan kadar debu yang ada di tempat kerja tersebut tidak bertambah.

DAFTAR PUSTAKA

Harrianto, Ridwan. 2009. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta : EGC


SNI 16-7058-2004
Sumamur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES). Jakarta:
Sagung Seto
www.google.com/wikipedia/

Anda mungkin juga menyukai