Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Proses produksi dalam lingkungan industri atau perusahaan saat ini umumnya
membutuhkan waktu pelaksanaan yang cepat. Waktu pelaksanaan yang cepat ini antara lain
mempunyai tujuan untuk mengejar target produksi sesuai kontra kerja atau karena suatu
alasan tertentu. Untuk mengembangkan hal ini dilakukan sistem kerja lembur (overtime).
Pekerjaan lembur harus diimbangi dengan kesiapan faktor-faktor penunjang, antara lain
berupa tenaga kerja (karyawan), material dan alat kerja yang sesuai dengan kebutuhan
pekerjaan tersebut. Untuk mengatasi faktor-faktor penunjang ini diperlukan pembiayaan
berupa pembayaran tenaga kerja (upah), pengadaan material dan penguasaan alat-alat kerja.
Kerja lembur merupakan salah satubagian rencana kerja proyek dimaksudkan untuk
menyelesaikan proses produksi yang tidak mungkin diselesaikan dalam hari kerja
biasa/normal shift. Dengan kerja lembur ini akan menggunakan tenaga kerja yang lebih
ekstra, baik dalam kualitas maupun kuantitas. Tentu dalam implementasinya akan sangat
berpengaruh pada kondisi para karyawan itu sendiri, baik fisik maupun secara psikis.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam penelitian ilmiah ini, ada beberapa hal yang disoroti:
1. Apakah definisi dan mekanisme kerja lembur (overtime)?
2. Apakah alasan penerapan waktu kerja lembur (overtime)?
3. Bagaimana dampak/pengaruh sistem kerja lembur (overtime) dan urgensinya bagi
karyawan perusahaan?
1.3 Batasan Masalah
Untuk lebih menjaga efektifitas pembahasan objek penelitian, maka ulasan pembahasan
topik

permasalahan

dalam

penelitian

ini

lebih

menitikberatkan

pada

seputar

pengertian/definisi dari pada kerja lembur (overtime), kemudian untuk mengetahui


dampak/pengaruh implementasi sistem kerja lembur (overtime) bagi pribadi karyawan
sekaligus untuk mengetahui apakah alasan yang melatarbelakangi diterapkannya waktu kerja
lembur (overtime) bagi karyawan.

1.3 Tujuan Pembuatan Makalah


Mengetahui pengaruh/dampak dari penerapan sistem kerja lembur terhadap karyawan
oleh perusahaan. Secara teoritis, diharapkan akan dapat memberi manfaat bagi pihak
karyawan/pekerja pada satu sisi. Terutama berkaitan dengan pemahaman tentang
dampak/pengaruh dari kerja lembur (overtime) dan pihak perusahaan (manajeman) pada sisi
lainnya. Manfaat praktis diharapkan makalah ini dapat memberi pengetahuan luas pada
khalayak ramai atau organisasi/perusahaan guna meningkatkan sikap dan etos kerja karyawan
sehingga dapat juga menjadi acuan untuk dilakukan perbaikan secara berkelanjutan dalam
pelaksanaan sistem kerja lembur (overtime) dan dapat memperbaiki iklim kerja yang
kondusif di perusahaan tersebut.
Bagi karyawan dapat dijadikan sebagai acuan dalam bekerja dapat memaksimalkan
kemampuan yang dipunyai karyawan tersebut sehingga dalam bekerja karyawan dapat lebih
bertanggung jawab dengan tugas yang diberikan.
Bagi masyarakat pada umumnya dapat memberikan pengetahuan mengenai hukum yang
berlaku mengenai penerapan waktu kerja lembur dan pekerjaan dapat dipengaruhi pula oleh
adanya lingkungan perusahaan dan juga iklim kerja di tempat kerja tersebut.
1.4 Manfaat Pembuatan Makalah
Kami berharap dengan adanya pembuatan makalah ini akan bermanfaat bagi para
karyawan pada khususnya dan juga bagi pihak perusahaan sebagai pembuat kebijakan untuk
lebih optimal lagi dalam implementasi kerja lembur (overtime) tersebut sekaligus juga tetap
memperhatikan aspek humaniora dari karyawan sebagai subjek (pelaku) kerja lembur,
sehingga pada akhirnya sinergi antara satu sama lain akan sangat menguntungkan bagi kedua
belah pihak.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Sesuai dengan KEP. 102/MEN/VI/2004 pasal 1, waktu kerja lembur adalah waktu kerja
yang melebihi 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam)
hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 8 (delapan) jam sehari, dan 40 (empat puluh) jam 1
(satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau waktu kerja pada hari
istirahat mingguan dan atau pada hari libur resmi yang ditetapkan pemerintah. Jadi pada
perusahaan yang menerapkan 5 hari kerja, maka waktu kerja yang seharusnya berlangsung
setiap harinya adalah 8 jam. Tanpa ditentukan apakah jam kerja akan dimulai pada jam 7 atau
8 atau 9 pagi. Hanya ditentukan waktu kerja berlangsung selama 8 jam. Apabila karyawan
bekerja lebih dari 8 jam, maka ia berhak mendapatkan upah kerja lembur.
Waktu kerja lembur pun hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu)
hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu. Namun, hal ini tidak termasuk kerja
lembur yang dilakukan pada waktu istirahat mingguan atau hari libur resmi. Seorang
karyawan dapat melakukan kerja lembur dengan maksimal 14 jam dalam satu minggu
(terhitung Senin hingga Jumat). Lembur pada akhir minggu atau pada hari libur resmi
memilik perhitungannya sendiri. Beberapa perusahaan kadang mempekerjakan karyawannya
lebih dari 14 jam lembur namun hanya membayarkan upah lembur untuk 14 jam saja. Hal ini
jelas tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun tidak semua karyawan yang lembur
harus mendapatkan upah lembur. Dalam pasal 4 dikatakan bahwa mereka yang memiliki
tanggung jawab sebagai pemikir, perencana, pelaksana dan pengendali jalannya perusahaan,
waktu kerjanya tidak dapat dibatasi menurut waktu kerja yang ditetapkan perusahaan.
Idealnya lembur dilaksanakan berdasarkan permintaan dari pengusaha dan persetujuan
tertulis dari karyawan. Lembur tidak dapat dilakukan hanya berdasarkan keinginan satu
pihak.
2.2 Mekanisme Kerja Lembur
Pasal 78 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 dan Pasal 3
Kepmenakertrans No. 102/MEN/VI/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja
Lembur menyatakan secara tegas bahwa "Waktu Kerja Lembur hanya dapat dilakukan paling
banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu".

Meskipun Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 telah secara tegas membatasi waktu
kerja lembur seperti tersebut diatas, tetapi karena mempertimbangkan kepentingan
perusahaan dan dunia usaha, ketentuan undang-undang tersebut oleh Keputusan
Menakertrans No. 102/MEN/VI/2004 agak sedikit dianulir seperti diatur dalam Pasal 3 ayat
(2) yang menyatakan bahwa "Ketentuan waktu kerja lembur seperti tersebut diatas termasuk
kerja lembur yang dilakukan pada waktu istirahat mingguan atau harian resmi".
Ketentuan Keputusan Menakertrans hendaknya jangan dipandang dari sudut ketentuan
tersebut bertentangan dengan peraturan perusahaan yang lebih tinggi yaitu Undang-undang
Nomor 13 Tahun 2003, tetapi sebaiknya harus dipandang dari adanya kebutuhan dunia usaha
yang memerlukan kerja lembur lebih dari 40 (empat puluh) jam dalam seminggu yang oleh
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tidak diakomodir.
Disamping itu ketentuan Keputusan Menakertrans mengenai kerja lembur pada hari
istirahat mingguan dan libur resmi tidak melanggar kepentingan dan hak pekerja karena
untuk melakukan kerja lembur harus atas persetujuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan,
sehingga pekerja tidak dapat dipaksa untuk melakukan kerja lambur. Dengan adanya
ketentuan waktu kerja lembur pada hari istirahat mingguan dan hari libur resmi, maka
dimungkinkan waktu kerja lembur lebih dari 40 (empat puluh) jam dalam seminggu.
2.3 Kewajiban Perusahaan
Terdapat pada Pasal 7 Peraturan Menteri no.102/MEN/VI/2004

Membuat daftar pelaksanaan kerja lembur yang memuat nama pekerja/buruh yang

bekerja lembur dan lamanya waktu kerja lembur.


Membayar upah lembur.
Memberi kesempatan untuk istirahat secukupnya. Waktu istirahat ini harus mengacu
pada ketentuan Pasal 79 ayat (2) huruf a Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 yang
menetapkan bahwa "Istirahat antara jam kerja, sekurang- kurangnya setengah jam
setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tidak

termasukjam kerja".
Memberikan makan dan minumnya sekurang-kurangnya 1.400 (seribu empat ratus)
kalori apabila kerja lembur selama 3 (tiga) jam atau lebih. Pemberitahuan makanan
tidak boleh diganti dengan uang, hal ini dimaksudkan agar kesehatan pekerja dapat
tetap terpelihara.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Definisi Kerja Lembur (Overtime)


Kerja lembur adalah pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan atas dasar perintah
atasan, yang melebihi jam kerja biasa pada hari-hari kerja, atau pekerjaan yang dilakukan
pada hari istirahat mingguan karyawan atau hari libur resmi. Prinsip kerja lembur pada
dasatnya bersifat sukarela, kecuali dalam kondisi tertentu pekerjaan harus segera diselesaikan
untuk kepentingan perusahaan.
Menurut Thomas (2002), Pengertian kerja lembur adalah pekerjaan tambahan yang
dilakukan di luar jam kerja yang melebihi 40 jam kerja per minggu atau kerja yang dilakukan
untuk menyelesaikan pekerjaan yang tidak mungkin diselesaikan dalam hari kerja normal.
Menurut Donal S. Barrie, Boyd C. Paulson, et al. (1995), pengertian kerja lembur
adalah jadwal kerja yang direncanakan merujuk pada situasi dimana operasi itu telah
dijadwalkan secara teratur untuk melampaui hari yang terdiri dari 8 jam yang normal. 40 jam
seminggu.
Di Indonesia, ketentuan kerja lembur diatur oleh Menteri Tenaga Kerja dengan
dikeluarkannya SK Menteri Tenaga Kerja No. 580/M/BM/BK/1992 pasal 2 dan 3 yang
menyebutkan bahwa kerja lembur merupakan waktu dimana seorang pekerja bekerja
melebihi dari jadwal waktu yang berlaku, yaitu 7 jam sehari dan 40 jam seminggu.
3.2 Alasan Penerapan Waktu Kerja Lembur
Meskipun

kerja

lembur

menyebabkan

produktivitas

kerja

menurun

dan

mengakibatkan kenaikan biaya tenaga kerja, lembur sangat sering dijumpai pada pelaksanaan
proyek konstruksi. Ada berbagai alasan yang menyebabkan lembur menjadi pilihan.
The Associated General Contractors of America (2003), menyebutkan lembur
dilakukan untuk: 1. Mengejar keterlambatan jadwal, 2. Mempercepat penyelesaian proyek, 3.
Mengatasi peningkatan dimensi dan kompleksitas proyek yang disebabkan oleh perubahan
desain, 4. Mengatasi kekurangan pekerja.
Adapun Hana et al. (2005) menyebutkan bahwa lembur diterapkan sebagai daya tarik
bagi tenaga kerja dengan kualifikasi yang diinginkan, karena adanya pembayaran jam lembur
5

yang tinggi. Lembur juga seringkali dilakukan untuk memenuhi keinginan pemilik proyek,
agar proyek dapat diselesaikan secepat mungkin, sehingga dapat secepatnya pula
dioperasikan dan menghasilkan keuntungan bisnis. Hana et al. (2005) juga mengatakan,
lembur lebih sering dipilih karena tidak menimbulkan masalah koordinasi yang yang harus
diatasi sebagaimana jika dipakai penambahan tenaga kerja (overmanning) atau pergantian
waktu kerja (shift).
3.3 Dampak Penerapan Sistem Kerja Lembur Terhadap Karyawan
Seringkali kita menemukan fenomena dimana karyawan dalam perusahaan bekerja
sangat keras diluar kelaziman bahkan sampai pontang panting tidak karuan. Mereka sudah
tidak perduli lagi dengan waktu. Berangkat kerja pagi-pagi, kembali waktu malam. Catatan
lembur untuk karyawan perusahaan misalnya, sudah tidak bisa dihitung lagi. Bahkan tidak
jarang, mereka juga terpaksa harus masuk disaat hari-hari besar. Waktu menjadi seolah-olah
sangat sempit sementara beban tugas terus semakin menumpuk dan permasalahan tidak
selesai selesai. Begitu selesai permasalahan yang satu, muncul permasalahan yang lain.
Begitu selesai target yang satu, muncul target yang lain seolah tanpa berkesudahan.
Berikut Dampak dari implementasi sistem kerja lembur (overtime) yang dirangkum
dari hasil interview dan jajak pendapat terhadap beberapa karyawan (secara acak) yang
bekerja pada perusahaan:
A.

Dampak positif
Kata lembur memang sudah tidak asing lagi bagi para pekerja/karyawan perusahaan.

Beberapa karyawan sangat suka mendapat jatah lembur karena mereka bisa mencari
penghasilan tambahan. Bahkan sekarang ini eksistensi kerja lembur menjadi semacam
komponen yang sangat dibutuhkan oleh karyawan untuk menambah jumlah penghasilan.
Dengan lembur, maka ada baiknya kita bisa mendapatkan banyak sekali keuntungan. Selain
uang yang bertambah, kita juga bisa mendapatkan nilai positif dari atasan. Ini penting bagi
anda dan jenjang karir tentunya.Tetapi tidak bisa dipungkiri juga kalau lembur itu adalah
sesuatu hal yang sulit untuk dikerjakan. Banyak kendala yang harus kita hadapi. Inilah
lembur, antara suka dan tidak yang harus kita lalui ketika menjalankan lembur.

Dampak positif dari sistem kerja lembur yang dirasakan karyawan, yakni:
6

Menaikkan penghasilan tenaga kerja, sehingga akan menjadi daya tarik bagi tenaga

kerja terampil yang dibutuhan oleh proyek


Meminimumkan kebutuhan penarikan tenaga kerja. Perubahan jumlah tenaga kerja,

naik atau turun, biasanya menghasilkan produktivitas yang rendah.


Mendapatkan pemasukan tambahan
Mendapatkan nilai lebih dari atasan. Hal ini bisa memberikan anda nilai plus bagi
karir pekerja.

B.

Dampak Negatif
Bekerja lembur memang menghasilkan banyak keuntungan, yaitu pekerjaan lebih

efisien, bisa mendukung percepatan karier, hingga tambahan penghasilan. Tapi tidak untuk
aspek lain pekerja/karyawan.
Dari hasil penelitian juga ditemukan bahwa dari segi waktu, terdapat pembagian
waktu yang kurang proporsional. Dimana dengan kerja lembur (overtime), secara otomatis
porsi waktu terhadap pekerjaan di perusahaan lebih banyak dari pada porsi waktu untuk
pemenuhan kebutuhan lainnya.
Turunnya produktivitas bila pekerjaan tidak didasarkan pada kecepatan peralatan.
Turunnya penghasilan tenaga kerja bila kerja lembur dihentikan akan membuat tenaga kerja
kecewa, sehingga mereka menurunkan kecepatan kerjanya agar perlu dilanjutkan dengan
lembur.
Membutuhkan kecermatan dalam mengevaluasi dampak kerja lembur terhadap
pembiayaan proyek. Sebagai contoh, jika suatu pekerjaan direncanakan dikerjakan dalam
waktu 6 hari dalam seminggu dan 10 jam per hari, maka setiap pekerja akan bekerja 60 jam
per minggu. Empat puluh jam merupakan waktu normal dan 20 jam kerja lembur dengan
upah ganda, sehingga pekerja akan menerima upah 80 jam per minggu. Sedangkan
berdasarkan pengalaman, jam kerja produktif aktual hanya 50 jam kerja saja. Dengan
demikian kontraktor harus membayar upah 80 jam untuk setiap 50 jam kerja.
Selain itu, ada sisi psikologis yang perlu dicermati. Implikasinya sangat kompleks
dari mulai masalah pribadi, keluarga sampai pada masalah sosial. Dari sisi pribadi misalnya,
faktor gangguan kesehatan seperti stress, darah tinggi bahkan stroke adalah hal yang kerap
dijumpai akibat dari pola hidup yang keluar dari jalur fitrahnya disamping pola makan

yang buruk tentunya. Umur muda bukan lagi jaminan untuk terhindar dari resiko penyakitpenyakit tersebut.
Dari sisi keluarga, waktu untuk berkumpul dengan istri dan anak-anak menjadi
dikorbankan. Hubungan antar anggota keluarga menjadi kurang solid dan harmonis.
Disamping itu kepedulian terhadap perkembangan anak-anak juga seolah-olah terabaikan.
Bahkan tidak jarang, banyak keluarga yang hancur berantakan akibat masalah tersebut.
Secara sosial, mereka juga seringkali dipandang sebagai anggota masyarakat yang
tidak mau bersosialisasi di lingkungannya. Terlalu sibuk untuk urusan sendiri menyebabkan
kehilangan waktu untuk kumpul-kumpul atau bahkan untuk sekedar menegur dan
mengucapkan ucapan selamat kepada tetangganya yang baru saja mendapat suka cita. Atau
sekedar bertakziyah kepada sahabat dan kerabat yang berduka cita.
Sikap hidup yang tidak ideal tersebut muncul karena kita seringkali memiliki persepsi
yang tidak proporsional terhadap lingkungan dimana kita berada, kepada atasan kita, kepada
kantor tempat kita bekerja, atau bahkan kepada klien atau parter bisnis yang seharusnya
dalam kendali kita. Kontrol kita serahkan sepenuhnya kepada pihak luar. Atau bisa dikatakan
kita seringkali hanya menjadi sekedar objek bukannya sebagai subjek. Kita seringkali
bukannya mengelola tapi dikelola, bukannya mengatur tapi diatur, bukannya memanage tapi
dimanage. Kalau bukan dari mereka, rezeki saya dari mana? mereka berkilah.
Karir adalah segala-galanya seolah-olah mereka merasa tidak akan mencapai sukses
apabila tidak melakukan hal seperti tersebut diatas.Disini yang disoroti adalah sikap kita
terhadap lingkungan kita dan target-target itu. Selama kita masih bisa berjalan diatas fitrah
kemanusiaan kita baik sebagai individu, keluarga dan masyarakat serta bisa menikmati target
dan beban kerja yang kita miliki maka itu bukanlah menjadi persoalan. Menyusun skala
prioritas adalah jawabannya.
Misalnya, apa yang akan kita katakan apabila ada rekan bisnis perusahaan kita
meminta bertemu diluar jam perusahaan atau diluar hari kerja? Apakah akan kita setujui atau
kita tolak. Tentunya ini sangat situasional karena tergantung dari kepentingan dan tingkat
urgensinya. Apabila merupakan pertemuan biasa-biasa saja, bisakah kita mengatakan Maaf,
saya tidak bisa meeting pada jam tersebut, bagaimana kalau kita re-schedule ke pagi/siang
saja dihari yang sama? Atau kita terpaksa mengatakan Oke pak padahal kita sudah janji
untuk mengajari anak-anak dirumah karena sebentar lagi mereka menghadapi ujian/test di
8

sekolahnya. Sekali lagi, ini sangat situasional sehingga kitalah yang bisa menilainya. Bekerja
lembur juga akan sangat berpengaruh terhadap kondisikejiwaan/mental dan kesehatan
karyawan/pekerja perusahaan.
Studi yang dipimpin Marianna Virtanen dari Finnish Institute of Occupational Health
dan University College London ini melibatkan sekitar 2.000 pegawai sipil usia paruh baya di
Inggris. Studi menemukan hubungan kuat antara kerja lembur dan depresi. Korelasi ini
muncul tanpa mengabaikan sejumlah faktor pemicu depresi seperti sosial demografi, gaya
hidup, dan aktivitas lain yang memengaruhi tingkat stres.
"Meski kerja lembur kadang-kadang memberikan manfaat bagi individu dan
masyarakat, penting bagi kita untuk menyadari bahwa jam kerja yang berlebihan terkait
dengan peningkatan risiko depresi berat," kata Dr Virtanen, yang memublikasikan studinya di
jurnal online PLoS ONE, seperti dikutip Times of India.
Tuntutan lembur dan menyelesaikan beban pekerjaan di luar jam kerja seringkali
membuat pekerja tertekan. Jam kerja yang berlebih jelas akan menyita waktu berkumpul
bersama keluarga dan istirahat. Ada yang memilih berhenti kerja karena jam kerja tak sesuai,
tapi banyak pula yang bertahan karena alasan ekonomi.
Berdasarkan riset terbaru di Inggris, orang yang sering bekerja lembur dengan
menghabiskan waktu 10 hingga 11 jam sehari berisiko lebih tinggi mengalami sakit jantung.
Kesimpulan itu adalah hasil analisa studi terhadap 6.000 pekerja sipil di Inggris yang
dipublikasikan dalam European Heart Journal edisi online. Dalam laporan itu disebutkan,
mereka yang menambah waktu tiga hingga empat jam sehari untuk bekerja lembur berisiko
60 persen lebih tinggi menderita sakit jantung. Angka ini muncul setelah memperhitungkan
berbagai risiko penyakit, termasuk kebiasaan merokok. Dari data studi terungkap, ada 369
kasus kematian responden akibat penyakit jantung. Mereka meninggal akibat mengalami
serangan jantung ataupun angina pectoris. Jumlah waktu yang dihabiskan saat lembur pun
memiliki kaitan erat dalam banyak kasus.Bekerja terlalu keras membuat jantung seperti
dawai gitar yang ditarik dengan keras.

Berdasarkan penelitian Virtanen, memang ada sejumlah hal yang menjelaskan


hubungan ini.

1.

Pekerja yang sering bekerja lembur umumnya adalah mereka dengan kepribadian tipe A.
Jenis pribadi ini cenderung agresif, kompetitif, gampang tegang, sangat peduli akan waktu,
dan umumnya gampang naik darah.

2.

Stres psikologis yang muncul bersamaan dengan depresi dan kecemasan mungkin akibat
tidak cukup tidur atau tak cukup istirahat sebelum pergi tidur.

3.

Ada tekanan darah tinggi yang berhubungan dengan stres kerja yang tersembunyi. Masalah
ini tak muncul saat checkup medis.

4.

Pekerja yang sering bekerja lembur sering kali tetap bekerja ketika sakit, tak mempedulikan
gejala masalah kesehatan, dan tidak pergi dokter untuk mengobati penyakitnya.

5.

Pengalaman stres yang kronis (sering kali berhubungan dengan lamanya waktu bekerja)
bisa berdampak pada proses metabolisme dalam tubuh.
Sedangkan menurut sebuah penelitian, risiko menderita penyakit jantung iskemik
pada para pekerja wanita meningkat akibat adanya tekanan pekerjaan yang terlalu berat.
Penyakit jantung iskemik sering disebut sebagai silent killer. Banyak di antara penderita
tidak menyadari bahwa mereka mengidap penyakit ini karena mereka tidak mengalami
gejala.
Studi penelitian terdahulu telah menyebutkan adanya keterkaitan antara stres di
tempat kerja dan risiko penyakit jantung. Akan tetapi kebanyakan studi ini hanya berfokus
pada kalangan pria.
Sementara riset lain dilakukan di New York terhadap 2.200 pekerja pria dan wanita.
Mereka disurvei mengenai pekerjaan dan efeknya terhadap kestabilan kejiwaan. Rata-rata
jam kerja dalam seminggu adalah 40 jam. Riset tersebut membuktikan, para pekerja yang
memiliki jam kerja lebih lama dari standar biasanya mengalami masalah dalam kejiwaannya.
Tak hanya berpengaruh pada menurunnya kinerja, mental para pekerja pun bisa menjadi
taruhannya. Seperti yang dikutip dari reuters, Dr. Marianna Virtanen, sang peneliti,
mengungkap bahwa waktu kerja yang panjang berpengaruh pada fungsi kognitif seseorang.
Saat hal itu berlangsung lama, maka akan berpengaruh pada kesehatan jiwa para
pekerja tersebut. Para pekerja yang memiliki jam kerja 55 jam mengalami penurunan
kestabilan yang parah dalam lima tahun. Para ahli menilai, temuan ini membawa sebuah
pesan akan pentingnya keseimbangan antara hidup dan pekerjaan bagi kesehatan.
10

Agen Penelitian Kanker Internasional (IARC) baru-baru ini memutuskan untuk


memasukkan poin mengenai bekerja pada malam hari ke dalam daftar pekerjaan beresiko
kanker. Dalam dafar tersebut juga termasuk sinar ultraviolet, karbon hitam, mesin
pembuangan uap, zat-zat pewarna berbahaya, dan sebagainya.
Ilmuwan Jepang dari University of Occupational and Environmental Health
mengadakan sebuah eksperimen. Mereka mengamati 14.000 orang selama 10 tahun.
Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa karyawan yang bekerja dengan jam kerja fleksibel
lebih banyak menderita kanker prostat dibanding mereka yang bekerja dengan jam kerja
standar.
Pakar Denmark dari Institute of Cancer Epidemiology memeriksa 7.000 wanita
berusia 30 hingga 54 tahun. Diketahui bahwa para wanita yang bekerja setidaknya selama
enam bulan lamanya pada malam hari memiliki peluang lebih tinggi mengidap tumor
payudara.
Richard Stevens, seorang professor dari Connecticut University Health Center
merupakan ilmuwan pertama yang mengamati interkoneksi antara bekerja malam hari dan
kanker payudara pada tahun 1987.
Ilmuwan menyelidiki alasan merebaknya kanker payudara pada tahun 1930-an, di
mana saat itu banyak perusahaan yang mulai menetapkan 24 jam kerja penuh sehari dengan
mempekerjakan wanita sebagai buruh siang dan malam.
Walaupun demikian, fenomena yang terjadi sekarang ini, posisi kerja lembur
(overtime) sudah bergeser menjadi suatu kebutuhan (urgent) bagi para karyawan untuk
menambah nominal pendapatan. Istilahnya kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) yang
terjadi tidak sebanding dengan meroketnya harga-harga kebutuhan pokok di pasaran.
Sehingga seandainya tidak ada tambahan pemasukan dari kerja lembur (overtime) dan hanya
mengandalkan dari gaji pokok saja tidak bisa cukup. Hal tersebut menjadi fakta yang terjadi
di lapangan sekarang ini.
3.4 Contoh Kasus
Health Liputan6.com Mita Diran (27 tahun), gadis cantik yang bekerja pada bidang
periklanan di salah satu agency ternama di Indonesia, Y&R (Young & Rubicam) meninggal
dunia dikarenakan kerja terlalu ekstra. Lantas, bagaimana kronologis sebenarnya?

11

Salah seorang sahabat dekat ayahanda Mita Diran, Handoko Hendroyono menuturkan
bahwa sebelum akhirnya Mita menghadap Tuhan Yang Maha Esa untuk selama-lamanya,
gadis cantik itu sempat pulang ke rumah dan berpamitan untuk bertemu salah seorang
kerabatnya.
"Setelah 3 hari berturut-turut kerja, Mita sempat pulang ke rumah. Tapi, cuma mandi
dan dia pergi lagi karena harus ketemu temannya dari Singapura," kata Handoko selaku
Ketua Bidang Branding dan Advertising dari P3I, saat diwawancarai.
Ditambahkan Handoko, semua musibah itu terjadi pada saat Mita pamit untuk
bertemu temannya itu. Sebab, belum ada beberapa jam Mita keluar rumah, orang rumah
mendapatkan kabar Mita pingsan, dan segera dibawa ke Rumah Sakit Pusat Pertamina
(RSPP). "Setelah Mita pingsan, dibawa ke RSPP, dan koma. Tidak sampai 24 jam, Mita
meninggal dunia," kata Handoko lagi.
"Yang disesalkan ini, karena Mita tidak punya waktu untuk dirinya sendiri," kata
Handoko menambahkan.
Dilanjutkan oleh pria yang sehari-hari menghabiskan waktunya di OneComm
Indonesia ini bahwa Mita memiliki riwayat kesehatan, di mana dia sempat menjalani operasi
kista pada tahun 2012.
Di mata keluarga, tambah Handoko, Mita merupakan sosok anak
yang multitalented. Bukti bahwa Mita adalah anak yang berbakat, terlihat jelas dari beberapa
penghargaan yang dia dapatkan selama ini.
Menurut Handoko kedua orangtua Mita hanya heran dan kecewa, tapi tidak dapat
protes apa-apa. Karena memang, orangtua Mita pun berasal dari satu profesi yang sama, yaitu
periklanan.
Di Twitter, disebutkan juga oleh teman-temannya bahwa selama bekerja ekstra itu,
gadis cantik berambut pendek ini mengonsumsi minuman berenergi dan memiliki kafein
tinggi yaitu Kratingdaeng agar kuat bekerja lembur. Tubuh Mita yang sudah dipaksa bekerja
puluhan jam tentunya butuh istirahat, namun mungkin karena pengaruh minuman berenergi,
Mita tidak terlalu merasakan kelelahan. Akibatnya, ketika menemui temannya, Mita pun
ambruk dan pingsan.
Ahli saraf menjelaskan, kafein dapat memicu gangguan kardiovaskular di dalam
tubuh yang berkondisi lemah. Gangguan kardiovaskular merupakan penyakit yang
mengganggu sistem pembuluh darah, yakni jantung dan urat nadi

Analisa Kasus

12

Dari kasus diatas, dapat dilihat bahwa Mita Diran telah bekerja melebihi batas
maksimal jam kerja yang telah ditetapkan di dalam Undang-Undang negara kita yang
menyatakan bahwa untuk 5 hari bekerja, batas waktu kerja adalah 8 jam, dan untuk 6 hari
bekerja, batas waktu kerja adalah 7 jam. Sementara, apabila kita membagi 30 jam dengan 3
hari kerja yang dijalani oleh Mita Diran, maka berarti dalam 1 hari waktu kerja Mita Diran
adalah 10 jam, dan bisa dikatakan overtime. Dilihat dari tweet Mita, ia melakukan tugas
lemburnya tanpa henti yang berarti tidak ada larangan dari atasan atau pihak kantornya, dan
bisa dikatakan bahwa kerja lemburnya ia lakukan atas dasar keinginannya sendiri demi
menyelesaikan tugasnya. Serta pada artikel tertulis bahwa Mita Diran melaksanakan
lemburnya ditemani oleh minuman penambah energi yang mengandung kafein didalamnya.
Sehingga itu menambah drop tubuhnya yang secara fisik pasti sudah lelah akan bekerja
nonstop selama 30 jam. Ada kemungkinan minuman ini memiliki jumlah persenan yang
cukup tinggi atas faktor penyebab kematian Mita Diran.
INTERVENSI KASUS
Melihat kasus memprihatinkan yang menimpa salah satu pergawai perusahaan Y & R
tersebut, diharapkan tidak hanya Y & R, namun juga perusahaan lain agar lebih
memperhatikan masing-masing pegawainya, satu persatu. Apabila ada pegawai yang hendak
lembur, sebaiknya ditanya sejelas-jelasnya apa keperluannya lembur, apakah harus, dan
jangan semata-mata karena faktor pribadi misalnya tugas yang sengaja tidak diselesaikan saat
siang agar dapat bermalas-malasan, dan pegawainya berpikir ia dapat menyelesaikannya pada
jam lembur. Bahkan sebaiknya, saat pegawai ingin lembur, sebaiknya perusahaan
mewajibkan pegawai untuk mengajukan surat izin untuk lembur dengan alasan yang benar.
Setelah di acc oleh atasan, barulah sang pegawai boleh lembur dengan batas waktu yang
Undang-Undang juga telah tentukan, yakni 3 jam dalam sehari. Dan apabila sudah lewat dari
3 jam, sebaiknya security mengecek semua ruangan dan meminta semua pegawai untuk
pulang sampai benar-benar pulang, kemudian mematikan aliran listrik di ruangan-ruangan
tersebut agar tidak ada lagi komputer atau perangkat elektronik lain termasuk lampu yang
bisa menyala. Mengenai minuman sebagai doping, sebaiknya perusahaan mengerti bahwa
kafein tidak baik untuk kesehatan pegawainya. Perusahaan seharusnya mampu melarang
pegawainya untuk membawa minuman beralkohol kedalam ruangan apabila sudah melewati
waktu kerja. Lebih baik lagi apabila alkohol tidak diizinkan sama sekali, namun perusahaan

13

menyediakan makanan atau minuman lain khusus untuk mereka yang lembur, dan tentunya
yang sudah di cek, baik untuk kondisi fisik si pegawai

BAB III
PENUTUP

14

3.1

Kesimpulan
Pada prinsipnya, kerja lembur (overtime) merupakan salah satu kebijakan yang

diterapkan oleh perusahaan terhadap karyawan untuk memenuhi target produksi yang telah
ditetapkan bersama pelanggan.
Karyawan berperan sebagai eksekutor yang mengimplementasikan kebijakan tersebut
(sinergi). Tentu saja hal ini akan sangat berdampak/berpengaruh bagi kehidupan karyawan,
baik secara kejiwaan/psikis, finansial, sosial/lingkungan, kesehatan dan keberlangsungan
hidup di masa yang akan datang.
Karyawan yang akan melakukan kerja lembur harus atas permintaan atasan atau
mendapat persetujuan dari atasan karyawan yang bersangkutan, yang dinyatakan dalam Surat
Perintah Kerja Lembur.
Pembatasan ketentuan waktu kerja lembur maksimum 3 (tiga) jam per-hari pada hari
kerja biasa atau waktu kerja termasuk waktu kerja lembur kumulatif 12 jam per-hari pada
sektor usaha/pekerjaan tertentu (di luar waktu istirahat antar jam kerja) dimaksudkan untuk
memberikan perlindungan K3 (keselamatan dan kesehatan kerja) kepada pekerja/buruh dari
tindakan eksploitasi manusia (exploitation de long parlong).

3.2

Saran
Agar tercipta kondusifitas kerja bagi karyawan antara tuntutan untuk memenuhi

tercukupinya kebutuhan hidup dan menunaikan kewajiban sebagai karyawan perusahaan


(saling menguntungkan dan melengkapi), maka perlu diperhatikan beberapa hal:

Peran pihak manajemen perusahaan untuk lebih memahami dan memperhatikan aspek
humaniora karyawan agar implementasi kerja lembur tersebut berjalan dengan baik dan
relevan dengan Peraturan Kerja Bersama (PKB) yang telah disepakati.

Pentingnya untuk mengembangkan paradigma karyawan tentang kerja lembur


(overtime) yang merupakan nilai tambah (added value) bagi pendapatan pokok dengan
tetap memperhatikan berbagai hal tentang dampak/efek dari kerja lembur sebagaimana
yang telah dibahas di atas (proporsional).

DAFTAR PUSTAKA

15

Jaenudin, Asep., dkk. 2013. Analisis Dampak Penerapan Sistem Kerja Lembur (overtime)
Terhadap Karyawan Oleh Perusahaan di Kota Batam
Khakim, Abdul. 2003. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan UU No.
13. Bandung: PT Citra Aditya Bhakti
Kurniati, Yohana Arie Jelita. 2016. Pelaksanaan Ketentuan Upah Kerja Lembur Pekerja PT.
Bank Danamon di Kab. Sekadau; 6-8
Manulang, Sedjun H. 1995. Pokokpokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia. Jakarta: PT
Rineka Cipta
Soepomo, Iman. 1995. Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta: Djambatan. Jakarta
Sumamur. 1996. Higene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: PT. Toko Gunung
Agung.

Sumber Hukum:
Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Kepmenakertrans No. KEP-233/MEN/2003 tentang Jenis dan Sifat Pekerjaan yang
Dijalankan Secara Terus Menerus
Kepmenakertrans No. KEP.102/MEN/IV/2004 Tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja
Lembur

16

Anda mungkin juga menyukai