Terapi
Terapi
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Menurut PerMenKes 917/Menkes/Per/x/1993, obat (jadi) adalah sediaan atau paduanpaduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki secara fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi.
digunakan untuk diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit
pada manusia atau hewan.
Obat dalam arti luas ialah setiap zat kimia yang dapat
mempengaruhi proses hidup, maka farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas
cakupannya. Namun untuk seorang dokter, ilmu ini dibatasi tujuannya yaitu agar dapat
menggunakan obat untuk maksud pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit. Selain
itu, agar mengerti bahwa penggunaan obat dapat mengakibatkan berbagai gejala penyakit.
(Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia) Obat merupakan sediaan
atau paduan bahan-bahan yang siap untuk digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki
sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi (Kebijakan Obat Nasional,
Departemen Kesehatan RI, 2005). Obat merupakan benda yang dapat digunakan untuk
merawat penyakit, membebaskan gejala, atau memodifikasi proses kimia dalam tubuh. Obat
merupakan senyawa kimia selain makanan yang bisa mempengaruhi organisme hidup, yang
pemanfaatannya bisa untuk mendiagnosis, menyembuhkan, mencegah suatu penyakit.
Seorang praktisi medik dalam praktek sehari-hari sering dihadapkan pada berbagai
permasalahan pengobatan yang kadang memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus,
seperti misalnya pengobatan pada kelompok umur tertentu (anak dan usia lanjut), serta
pada kehamilan. Meskipun prinsip dasar dan tujuan terapi pada kelompok-kelompok
tersebut tidak banyak berbeda, tetapi mengingat masing-masing memiliki keistimewaan
khusus dalam penatalaksanaannya, maka diperlukan pendekatan-pendekatan yang sedikit
berbeda dengan kelompok dewasa. Pertimbangan pengobatan pada anak, tidak saja
diambil berdasarkan ketentuan dewasa, tetapi perlu beberapa penyesuaian seperti dosis
dan perhatian lebih besar pada kemungkinan efek samping, karena adanya imaturitas
fungsi organ-organ tubuh, sehingga mungkin diperlukan penyesuaian dosis serta
pemilihan obat yang benar-benar tepat. Selain itu, pengobatan pada anak juga
memerlukan pertimbangan lebih kompleks, antara lain karena berbagai masalah cara
1
pemberian
obat,
pemilihan
bentuk
sediaan,
dan
masalah
ketaatan
(patient's
compliance).Dalam makalah ini akan dibahas pemakaian obat pada kelompok pasien
anak. Pertimbangan-pertimbangan pemakaian, faktor-faktor yang mempengaruhi terapi
serta masalah pemakaian obat akan dibahas secara singkat agar dapat memberikan
gambaran umum mengenai masing-masing permasalahan.
1.2 Tujuan
Memahami masalah yang berkaitan dengan pemakaian obat pada kelompok khusus:
BAB II
PEMBASHASAN
Sejauh ini prinsip pemakaian obat pada anak dalam praktek sehari hari lebih banyak
didasarkan atas prinsip pengobatan pada dewasa. Hal ini dapat dipahami mengingat hingga
kini informasi praktis mengenai obat dan terapetika pada anak masih sangat terbatas. Sebagai
contoh adalah penentuan dosis. Sebagian besar penentuan dosis obat pada anak didasarkan
pada berat badan, umur, atau luas permukaan tubuh terhadap dosis dewasa. Hal ini tidak
selalu benar, mengingat berbagai perbedaan baik fisik maupun respons fisiologis yang
berbeda antara anak dan dewasa. Sementara itu meskipun berbagai formulasi penghitungan
2
dosis sudah banyak dikembangkan, tetapi praktis tidak begitu saja bisa diberlakukan secara
umum untuk semua anak, dengan ras yang berbeda. Masalah pemakaian obat pada anak tidak
saja terbatas pada penentuan jenis obat dan penghitungan dosis tetapi juga meliputi frekuensi,
lama dan cara pemberian. Meskipun sebagian besar obat untuk anak tersedia dalam bentuk
sediaan oral (biasanya cairan) tetapi dosis yang adekuat kadang sulit dicapai karena berbagai
sebab misalnya muntah, atau reaksi penolakan lain yang menyebabkan obat yang diminum
menjadi kurang dari takaran yang seharusnya diberikan. Untuk obat-obat simtomatik,
keadaan ini tentu mempengaruhi khasiat/kemanfaatan obat. Sedang untuk antibiotika, dengan
tidak tercapainya efek terapi, akan mempengaruhi proses penyembuhan di samping
meningkatkan kemungkinan terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotika. Adanya
kandungan zat lain atau pemanis pada obat perlu juga diwaspadai, meskipun tujuannya
adalah kenyamanan penggunaan pasien. Pada penggunaan jangka panjang, obat-obat dengan
pemanis (sukrosa) dapat menyebabkan karies gigi. Meskipun obat-obat yang diberikan untuk
anak umumnya mempunyai lingkup terapi yang lebar (wide therapeutic margin), tetapi ini
tidak berarti bahwa setiap pemberian obat pada anak terjamin keamanannya. Pertimbangan
yang seksama perlu diambil, lebih-lebih jika digunakan obat-obat yang lingkup terapinya
sempit (narrow therapeutic margin), di mana perbedaan antara dosis yang memberi efek
terapetik dan efek toksik sangat kecil, seperti misalnya teofilin. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa anak bukanlah miniatur dewasa. Mereka masih dalam proses tumbuh
kembang, sehingga fungsi organ dan keadaan fisiologis lainnya juga masih berkembang.
Dengan demikian respons anak terhadap pemberian obat juga sangat dipengaruhi oleh hal-hal
tersebut.
Beberapa pertimbangan yang perlu diambil sehubungan dengan pemakaian obat pada anak
adalah:
a. Faktor-faktor farmakokinetik obat, meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi.
b. Pertimbangan dosis terapetik dan toksik, yakni termasuk pemakaian obat dengan
lingkup terapi lebar atau sempit (wide or narrow therapeutic margin), dan interaksi
antar obat berdasar perjalanan penyakit.
c. Penghitungan dosis
d. Segi praktis pemakaian obat, mencakup cara pemberian, kebiasaan, dan ketaatan
pasien untuk minum obat.
yang terutama dirusak oleh asam lambung (pH rendah) sejauh mungkin dihindari.
Pengosongan lambung pada hari I dan II kehidupan relatif lambat (6-8 jam). Keadaan
ini berlangsung selama + 6 bulan untuk akhirnya mencapai nilai normal seperti pada
dewasa. Pada tahap ini obat yang absorpsi utamanya di lambung akan diabsorpsi
secara lengkap dan sempurna, sebaliknya untuk obat-obat yang diabsorpsi di
menyebabkan tuli.
Pada keadaan tertentu di mana injeksi diperlukan, sementara oleh karena malnutrisi,
anak menjadi sangat kurus dan volume otot menjadi kecil, pemberian injeksi harus
sangat hati-hati. Pada keadaan ini absorpsi obat menjadi sangat tidak teratur dan sulit
diduga oleh karena obat mungkin masih tetap berada di otot dan diabsorpsi secara
lambat. Pada keadaan ini otot berlaku sebagai reservoir. Tetapi bila perfusi tiba-tiba
4
membaik, maka jumlah obat yang masuk sirkulasi meningkat secara mendadak dan
menyebabkan tingginya konsentrasi obat dalam darah yang dapat mencapai kadar
toksik. Obat-obat yang perlu diwaspadai penggunaannya antara lain: glikosida
b. Distribusi
Proses distribusi obat dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh massa jaringan, kandungan
lemak, aliran darah, permeabilitas membran dan ikatan protein. Obat didistribusikan secara
berbeda berdasar sifat-sifat fisikokimiawinya. Perbedaan ini dapat ditunjukkan oleh obat-obat
yang mempunyai sifat lipofilik kecil, misalnya sulfonamida, di mana volume distribusinya
meningkat sampai 2 kali pada neonatus.
Barier darah otak pada bayi baru lahir relatif lebih permeabel. Hal ini memungkinkan
beberapa obat melintasi aliran darah otak secara mudah. Keadaan ini menguntungkan,
c. Metabolisme
Hepar merupakan organ terpenting untuk metabolisme obat. Perbandingan relatif volume
hepar terhadap berat badan menurun dengan bertambahnya umur. Dengan perbandingan
5
relatif ini, volume hepar pada bayi baru lahir + 2 kali dibandingkan anak usia 10 tahun. Itulah
sebabnya, menjelaskan, mengapa kecepatan metabolisme obat paling besar pada masa bayi
hingga awal masa kanak-kanak, dan kemudian menurun mulai anak sampai dewasa.
d. Ekskresi
Pada neonatus, kecepatan filtrasi glomeruler dan fungsi tubulus masih imatur. Diperlukan
waktu sekitar 6 bulan untuk mencapai nilai normal. Umumnya GFR pada anak adalah sekitar
30-40% dewasa. Oleh karena itu, pada anak obat dan metabolit aktif yang diekskresi lewat
urin cenderung terakumulasi. Sebagai konsekuensinya, obat-obat yang diekskresi dengan
filtrasi glomerulus, seperti misalnya digoksin dan gentamisin, dan obat-obat yang sangat
terpengaruh sekresi tubuler, misalnya penisilin, paling lambat diekskresi pada bayi baru lahir.
Dengan demikian, seiring dengan bertambahnya usia, diperlukan evaluasi ulang terhadap
dosis yang digunakan.
Tetapi jika terpaksa harus diberikan, sebaiknya dalam bentuk kombinasi, yakni misalnya pada
anak dengan asma, pemberian kombinasi kortikosteroid aerosol dengan disodium
kromoglikat dapat mengurangi efek samping dari penggunaan obat tunggal. Segi lain yang
perlu diperhatikan adalah obat-obat dengan lingkup terapi sempit (narrow therapeutic
margin), seperti misalnya teofilin. Efek terapetik yang optimal dari teofilin tercapai jika
konsentrasinya dalam darah antara 7,5-15 ug/ml. Jika konsentrasi dalam darah melebihi dosis
terapetik, akan menyebabkan timbulnya efek toksik. Dengan demikian penentuan dosis
secara individual perlu dilakukan. Lagi pula pada pemberian teofilin dalam jangka panjang,
perlu dilakukan pemeriksaan kadar obat dalam darah.
a. Penghitungan Dosis
Sekali lagi perlu ditekankan di sini bahwa penentuan dosis obat pada anak hendaknya
dilakukan secara individual, meskipun beberapa formulasi dapat juga digunakan. Untuk
penentuan dosis yang lebih adekuat pada anak sebaiknya mengacu pada buku-buku standard
pediatrik dan buku-buku pedoman terapi pada anak lainnya. Dalam keadaan terpaksa, dapat
melihat petunjuk kemasan (package insert) yang disediakan oleh industri farmasi dalam
kemasan obat yang diproduksi. Jika informasi ini tidak ditemukan, penghitungan dosis dapat
dilakukan berdasarkan umur, berat badan atau luas permukaan tubuh. Berikut ini beberapa
cara penghitungan dosis anak yang lazim dipakai.
Berikut akan dibahas segi praktis pemakaian obat berdasarkan tahap perkembangan umur
anak,
a. Periode awal kelahiran
Pada periode ini, pemberian obat per oral dapat mengakibatkan aspirasi, lagi pula beberapa
obat tidak diabsorpsi secara baik. Jika diberikan secara intramuskuler, sebaiknya dilakukan di
tungkai atas, sebelah anterior atau lateral. Penyuntikan pada pantat tidak dianjurkan
mengingat masa otot yang masih relatif kecil dan kemungkinan rusaknya saraf skiatik. Obatobat yang dapat menggeser bilirubin dari ikatannya pada albumin (seperti sulfonamida,
diazoksida, novobiosin dan analog vitamin K) hendaknya dihindari untuk mencegah
terjadinya kern ikterus. Pemakaian kloramfenikol pada bulan pertama kelahiran sangat tidak
dianjurkan karena dapat menyebabkan 'grey baby syndrome' akibat tertimbunnya
kloramfenikol
tak
terkonjugasi
(unconjugated
chloramphenicol)
di
dalam
darah.
Karena kemungkinan adanya reaksi penolakan untuk minum obat, maka pemakaian obat
dalam bentuk sirup sangat dianjurkan, terutama yang tidak memberi rasa pahit. Namun perlu
diingat, pemakaian jangka panjang obat sirup dengan pemanis dapat menyebabkan karies
gigi. Frekuensi pemberian hendaknya dibuat seefektif mungkin, misalnya tidak lebih dari 4
8
kali sehari. Pemberian satu jenis obat lebih dianjurkan, namun jika terpaksa memberikan
secara kombinasi (lebih dari satu macam) maka hendaknya dipilih obat yang dapat diberikan
secara bersamaan dan dipertimbangkan kemungkinan interaksi antar obat.
Dalam periode umur ini, anak cenderung ingin tahu obat apa yang mereka minum dan
berusaha untuk mengambil dan meminumnya sendiri. Perlu diingatkan bagi orang tua si anak
untuk menyimpan obat sebaik mungkin agar tidak mudah dijangkau oleh anak.
Secara umum, anak-anak dalam kelompok ini akan sering mengalami penyakit infeksi yang
berulang. Sebagian besar dari infeksi ini disebabkan oleh virus, di mana antibiotik sama
sekali tidak diperlukan. Namun jika terbukti disebabkan oleh bakteri, di mana pemakaian
antibiotika tidak dapat dihindarkan, cara pemberian obat hendaknya diberitahukan sejelas
mungkin pada orang tua anak. Informasi bahwa antibiotika harus diminum sampai habis
perlu ditekankan, sehingga penghentian pemberian antibiotika tidak semata-mata didasarkan
pada hilangnya gejala atau membaiknya kondisi. Sebaliknya untuk pemberian obat-obat
simtomatik seperti analgetik-antipiretik, dihentikan jika simptom hilang. Sebagai contoh jika
gejala utamanya demam, maka pemberian obat dihentikan jika gejala demam hilang.
Dalam masa pertumbuhan, mungkin saja seorang anak menderita penyakit kronis, misalnya
epilepsi dan asma, yang memerlukan pengobatan jangka panjang. Mengingat adanya
perubahan respons terhadap obat dalam masa tumbuh kembang ini, maka penilaian terhadap
besar dosis, frekuensi, cara dan lama pemberian, hendaknya ditinjau kembali dari waktu ke
waktu. Jika perlu, dapat dilakukan monitoring kadar obat dalam darah.
Periode remaja
Bukti klinik mengenai bertambahnya disposisi obat karena perubahan hormonal sebagai
akibat tumbuh kembang pada masa pubertas masih perlu diteliti. Masalah yang mungkin
timbul pada pengobatan golongan umur ini antara lain adalah,
a. Masalah ketidak-taatan. Hal ini mungkin tidak begitu berarti untuk penyakit-penyakit
yang akut dan sembuh sendiri (self-limiting illnesses) seperti tonsilitis dan faringitis
akut. Tetapi ketaatan minum obat akan sangat berpengaruh terhadap kualitas
penyembuhan penyakit-penyakit kronis seperti epilepsi, diabetes melitus, dan asma.
9
b. Penyalahgunaan obat. Kecenderungan untuk menggunakan obat sendiri (selfmedication) tanpa indikasi yang jelas, sangat besar pada kelompok umur ini. Untuk
itu, obat-obat yang menyebabkan adiksi sebaiknya diberikan hanya jika benar-benar
diperlukan.
Obat obat yang digunakan pada anak :
1.
10
11
Efek farmakologis
Semua AH-1 memiliki efek farmakologis dan terapeutik yang serupa dengan
menghambat histamin secara kompetitif pada reseptor H-1. AH-1 menghambat efek histamin
pada pembuluh darah, bronkus, dan berbagai macam otot polos. AH-1 juga bermanfaat untuk
mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai pelepasan histamin
endogen berlebihan.
Khasiat utama yang diharapkan dari antihistamin H 1 terutama sebagai kompetitif
inhibitor pada reseptor histamin sehingga dapat menghambat efek histamin berupa
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler yang secara klinis berupa eritem, bentol
(urtika) dan rasa gatal.
Efek klinis dari antihistamin H1 biasanya lebih lama dari penurunan kadar dalam
plasma karena adanya antihistamin dijaringan atau adanya hasil metabolit yang aktif.
Pada urtikaria, antihistamin H1 dapat mengurangi ukuran, lama, dan frekuensi urtika dan
gatal. Pada dermatitis atropik, efek sedasi merupakan efek yang paling berperan dalam
mengurangi gatal.
12
Farmakokinetik
Farmakokinetik AH-1 tradisional yang banyak dibahas adalah klorfeniramin,
bromfeniramin, prometazin, hidroksizin, dan dipenhidramin.pada pemberian oral AH-1
tradisional umumnya timbul efek dalam waktu 10-15 menit, efek maksimal sekitar 1 jam, dan
efek bertahan selama
AH-1
mempunyai masa kerja lebih panjang, misal klorfeniramin, bromfeniramin, dan hidrosizin
yang mencapai lebih dari 20 jam. Sehingga dapat diberikan 1-2 kali sehari. Waktu paruh
eliminasi prometazin berkisar antara 10-14 jam, difenhidramin 4 jam, klorfeniramin 14-25
jam, bromfeniramin 14 jam , dan hidroksizin sekitar 20 jam. Waktu paruh dalam serum pada
anak-anak lebih singkat, sehingga perlu diberikan 2 tau 3 kali sehari AH-1 tradisional
didistribusikan kesluruh tubuh umumnya melewati sawar darah otak dan plasenta serta dapaat
diekresikan melewati air susu ibu.
Obat obat tersebut dimetabolisme dihati sehingga penggunaan obat ini pada penyakit
hati berat akan menimbulkan akumulasi. AH-1 menginduksi enzim mikrosomal hepatik,
sehinnga mempercepat metabolismenya sendiri. Metabolisme terjadi melalui sistem
cytrochome P-450 di hepar. Waktu paruh ini akan memanjang pada penderita yang lebih tua
atau dengan penderita sirosis hepar atau penderita yang mendapat mikrosomal oxygenase
inhibitor seperti ketokonazole, eritromisin, doxepine, cimetidine.ekresi antihistamin ini
terutama melalui ginjal. Pemberian jangka lama beberapa AH-1 tradisional; dapat
menyebabkan subsensivitas.
13
Indikasi
Azatadine
> 12 tahun
PAR, SAR, CU
Azelastine
> 3 tahun
Brompheniramine
> 6 tahun
AR, HR Type 1
Chlorpheniramine
> 2 tahun
AR
Clemastine
> 6 tahun
PAR, SAR, CU
Cyproheptadine
> 2 tahun
PAR, SAR, CU
PAR, SAR, CU
Hydroxyzine
Promethazine
Tripelennamine
> 1 bulan
PAR, SAR, CU
14
Nama Obat
Batas Usia
Indikasi
Cetirizine
> 2 tahun
Fexofenadine
> 6 tahun
SAR, CIU
Loratadine
> 2 tahun
SAR, CIU
Desloratadine
> 12 tahun
demam. Hal ini menunjukkan peningkatan penggunaan antibiotik secara irasional juga terjadi
pada anak. Fakta ini sangat perlu diperhatikan karena prevelansi penggunaan antibiotik
tertinggi didapat pada anak-anak. Sebuah studi menunjukan 62% orang tua anak,
mengharapkan dokter meresepkan antibiotik dan hanya 7% yang tidak mengharapkan
dokternya meresepkan antibiotik. Anak memiliki risiko mendapatkan efek merugikan lebih
tinggi akibat infeksi bakteri karena tiga faktor. Pertama, karena sistem imunitas anak yang
belum berfungsi secara sempurna, kedua, akibat pola tingkah laku anak yang lebih banyak
berisiko terpapar bakteri, dan ketiga, karena beberapa antibiotik yang cocok digunakan pada
dewasa belum tentu tepat jika diberikan kepada anak karena absorbsi, distribusi, metabolisme
dan ekskresi obat termasuk antibiotik pada anak berbeda dengan dewasa, serta tingkat
maturasi organ yang berbeda sehingga dapat terjadi perbedaan respon terapetik atau efek
sampingnya. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dalam hal indikasi, maupun cara
pemberian dapat merugikan penderita dan dapat memudahkan terjadinya resistensi terhadap
antibiotik serta dapat menimbulkan efek samping. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah
dosis obat yang tepat bagi anak-anak, cara pemberian, indikasi, kepatuhan, jangka waktu
yang tepat dan dengan memperhatikan keadaan patofisiologi pasien secara tepat, diharapkan
dapat memperkecil efek samping yang akan terjadi. Beberapa jenis obat, mutlak tidak boleh
diberikan pada bayi dan anak, beberapa lagi disertai peringatan
dan ketentuan khusus. Sebagai gambaran, dapat diuraikan beberapa contoh di sini,
Peresepan tetrasiklin sangat tidak dianjurkan pada anak, oleh karena dapat merusak
gangguan pertumbuhan.
Pemberian antibiotika untuk diare akut pada anak sama sekali tidak beralasan. Anak
yang diare memerlukan cairan bukan obat, dan oralit terbukti menurunkan mortalitas
demikian pemberian pada neonatus sejauh mungkin dihindari (risiko grey syndrome).
Obat-obat sulfonamida, termasuk kotrimoksazol, sangat tidak dianjurkan pada bayi
baru lahir karena dapat menggeser bilirubin dari ikatannya dengan albumin, sehingga
menyebabkan kern-ikterus.
Tidak semua antibiotik cocok diberikan kepada anak-anak, antibiotik mana saja yang relatif
aman dan dapat diberikan kepada mereka.
16
Prinsip umum
1. Tidak semua demam pada anak membutuhkan antibiotik.
2. Pemberian antibiotik berlebihan dapat menimbulkan resistansi.
3. Berat badan anak berperan cukup penting pada pendosisan antibiotik.
4. Ada beberapa antibiotik yang aman bagi anak tetapi tidak pada bayi baru lahir.
Antibiotik untuk infeksi berat
Sulfonamid (cotrimoxazole)
Metronidazole
17
orang dewasa pada beberapa tahun kehidupan. Hal ini berpengaruh pada waktu paruh
obat yang dapat lebih singkat akibat meningkatnya laju metabolisme. Untuk
farmakodinamik menyangkut mekanisme kerja agen-agenfarmakologik, dimana pada
individu yangbelum matang dapat berubah antara lain karena pengurangan atau
peningkatan jumlah reseptor tempat bekerjanya obat ( hormone,neurotransmitter) dan
ketidakmatangan metabolik struktur dan fungsional dari reseptor. Pemberian aspirin
pada anak sebaiknya dihindari, di samping oleh karena efek iritasi lambung, juga
dapat menyebabkan terjadinya sindroma Reye. Obat-obat antimuntah selain tidak
bermanfaat pada bayi dan anak, kemungkinan risiko efek sampingnya Juga jauh labih
besar. Untuk itu penggunaannya pada kelompok umur ini sangat tidak dianjurkan.
BAB III
CONTOH KASUS
Judul
Abstrak
respiratorik yang harus dikelola dengan baik. Mekanisme batuk tergantung dari lima
komponen yaitu reseptor batuk, saraf aferen, pusat batuk, saraf eferen, dan efektor.
Klasifikasi batuk dibagi dua kelompok yaitu batuk akut dan batuk kronik. Untuk menentukan
19
etiologi batuk perlu dipertimbangkan jenis, lama, umur timbulnya batuk. Tatalaksana batuk
kronik tergantung dari penyakit yang mendasarinya dengan mempertimbangkan beberapa
faktor untuk mencari etiologi. Selain tatalaksana farmakologik seperti antibiotik,
antiinflamasi, bronkodilator, dan sebagainya; diperlukan tatalaksana non farmakologik untuk
menunjang tatalaksana secara komprehensif dalam penanganan batuk kronik.
Kesimpulan
mekanisme pertahanan tubuh khususnya respiratorik yang harus dikelola dengan baik.
Tatalaksana
batuk
kronik
tergantung
dari
penyakit
yang
mendasarinya
dengan
20
BAB IV
KESIMPULAN
Penggunaan obat obatan pada anak harus di perhatikan dikarenan organ-organ pada
anak belum sempurna pertumbuhannya, sehingga obat dapat menjadi racun dalam darah
(mempengaruhi organ hati dan ginjal). Pada hati, enzim-enzim belum terbentuk sempurna,
sehingga obat tidak termotabolisme dengan baik, mengakibatkan konsentrasi obat yang tinggi
di tubuh anak. Pada ginjal, bayi berumur 6 bulang, ginjal belum belum efisien mensekresikan
obat sehingga mengakibatkan konsentrasi yang tinggi di darah anak.
Dalam pengobatan, anak-anak tidak dapat diperlakukan sebagai orang dewasa
berukuran kecil. Penggunaan obat pada anak merupakan hal yang bersifat khusus yang
berkaitan dengan perbedaan laju perkembangan organ, sistem dalam tubuh maupun enzim
yang bertanggungjawab terhadap metabolisme dan ekskresi obat.
Farmakokinetika pada anak-anak berbeda dengan orang dewasa. Dengan memahami
perbedaan tersebut akan membantu farmasis klinis dalam membuat keputusan yang berkaitan
dengan dosis, misalnya dalam pengusulan dosis (mg/kg) maupun frekuensi pemberian obat
yang berbeda antara anak-anak dengan orang dewasa.
Dosis bagi anak-anak sering sulit untuk ditentukan. Pemanfaatan pengalaman klinis
merupakan acuan terbaik dalam menentukan dosis yang paling sesuai untuk bayi maupun
anak-anak.
Pemakaian obat yang belum mempunyai ijin untuk digunakan pada anak, walaupun
sering dijumpai, harus dipantau secara ketat untuk memastikan bahwa keamanan pasien
diutamakan. Penyuluhan kepada pasien anak-anak maupun pengasuhnya dalam bahasa yang
mudah dimengerti akan membantu meningkatkan kepatuhan anak terhadap pengobatan.
21
DAFTAR PUSTAKA
Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 6, Juni 2010, Batuk Kronik Pada Anak
https://yosefw.wordpress.com/.../metabolit-aktif-antihistamin-h1-ceterizin.
bukusakudokter.org/tag/antibiotik/
22