bukti ilmiah yang kuat tentang manfaat intervensi tersebut bagi kemajuan dan keberhasilan
proses persalinan. (Asuhan persalinan normal, 2008)
2.3.4
1.
2.
3.
4.
Memastikan lengan tidak memakai perhiasan, mencuci tangan degan sabun dan air mengalir.
5.
Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan kanan yang akan digunakan untuk pemeriksaan
dalam.
6.
Mengambil alat suntik dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin dan letakan
kembali ke dalam wadah partus set.
7.
Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas basah dengan gerakan vulva ke perineum.
8.
Melakukan pemeriksaan dalam (pastikan pembukaan sudah lengkap dan selaput ketuban
sudah pecah).
9.
Mencelupkan tangan kanan yang bersarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, membuka
sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%.
10.
Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai (pastikan DJJ dalam batas
normal (120 160 x/menit).
11.
Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik, meminta ibu untuk
meneran saat ada his apabila ibu sudah merasa ingin meneran.
12.
Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran (pada saat ada his),
bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman.
13.
Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran
14.
Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi nyaman, jika ibu belum
merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
15.
Meletakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah
membuka vulva dengan diameter 5 6 cm.
Meletakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian b[awah bokong ibu
26. Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian
tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering.
Membiarkan bayi di atas perut ibu.
27. Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus.
28. Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik.
29. Dalam waktu 2 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM (intramaskuler) di 1/3 paha
atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin).
30. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi.
Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari
klem pertama.
31. Pemotongan dan pengikatan tali pusat
32. Letakkan bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi
33. Selimuti bayi dan ibu dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi.
34. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 -10 cm dari vulva
35. Meletakan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk mendeteksi. Tangan
lain menegangkan tali pusat.
36. Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan, sementara tangan kiri
menekan uterus dengan hati-hati ke arah dorsokrainal. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 40
detik, hentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan
mengulangi prosedur.
37. Melakukan penegangan dan dorongan dorsokranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran
sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas,
mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorsokranial).
38. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila perlu
(terasa ada tahanan), pegang plasenta dengan kedua tangan dan lakukan putaran searah untuk
membantu pengeluaran plasenta dan mencegah robeknya selaput ketuban.
39. Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase (pemijatan) pada fundus uteri dengan
menggosok fundus uteri secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga
kontraksi uterus baik (fundus teraba keras).
40. Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan untuk memastikan bahwa
seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah lahir lengkap, dan masukan ke dalam kantong
plastik yang tersedia.
41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.
menyebabkan perdarahan.
42. Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.
43. Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.
44. Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik profilaksis,
dan vitamin K1 1 mg intramaskuler di paha kiri anterolateral.
45. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di paha kanan
anterolateral.
46. Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.
47. Mengajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
49. Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca
persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
50. Memeriksa kembali bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik.
51. Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10
menit). Cuci dan bilas peralatan setelah di dekontaminasi.
52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
53. Membersihkan ibu dengan menggunakan air DDT. Membersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan
darah. Bantu ibu memakai memakai pakaian bersih dan kering.
54. Memastikan ibu merasa nyaman dan beritahu keluarga untuk membantu apabila ibu ingin
minum.
55. Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%.
56. Membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5% melepaskansarung tangan dalam
keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%.
57. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
58. Melengkapi partograf. (Asuhan Persalinan Normal, 2008)
2.3.5 Partograf
Partograf adalah alat bantu memantau kemajuan kala 1 persalinan dan informasi untuk
membuat keputusan klinik. Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk :
a.
Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks melalui
periksa dalam.
b.
Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan demikian juga dapat
mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus lama.
c.
itu dicatatkan secara rinci pada status atau rekam medik ibu bersalin dan bayi baru lahir.( JNPKKR:2007 )
Partograf dipakai untuk memantau kemajuan persalinan dan membantu petugas
kesehatan dalam mengambil keputusan dalam penatalaksanaan.partograf dimulai pada
pembukaan 4 cm (fase aktif ) partograf sebaiknya dibuat untuk setiap ibu yang bersalin,tanpa
menghiraukan apakah persalinan tersebut normal atau dengan komplikasi.
Petugas harus mencatat kondisi ibu dan janin sebagai berikut :
a.
b.
Air ketuban catat warna air ketuban setiap melakukan pemeriksaan vagina.
- U : Selaput utuh
- J : Selaput pecah,air ketuban jernih
- M : Air ketuban bercampur mekonium
- D : Air ketuban bernoda darah
- K : Tidak ada cairan ketuban / kering
c.
d.
Pembukaan mulut rahim( serviks ) dinilai setiap 4 jam dan diberi tanda silang (x).
e.
Penurunan : Mengacu pada bagian kepala ( di bagi 5 bagian ) yang teraba ( pada pemeriksaan
abdomen/luar) diatas simpysis pubis : catat dengan tanda lingkaran (O) pada setiap pemeriksaan
dalam. pada posisi 0/5, sinsiput (S) atau paru
f.
Waktu : Menyatakan berapa jam waktu yang telah dijalani sesudah pasien diterima.
g.
h.
Kontraksi : Catat setiap setengah jam : lakukan palpasi untuk menghitung banyaknya
kontraksi dalam 10 menit dan lamanya tiap-tiap kontraksi dalam hitung detik.
- Kurang dari 20 detik
- Antara 20 dan 40 detik
- Lebih dari 40 detik
i.
Oksitosin : Jika memakai oksitosin catatlah berapa banyaknya oksitosin per volume cairan
infus dan dalam tetesan permenit.
j.
k.
Nadi :catatlah setiap 30-60 menit dan tandai dengan sebuah titik besar ( .)
l.
Tekanan darah : Catatlah setiap 4 jam dan tandai dengan anak panah
m.
n.
Protein, Aseton, dan volume urin : Catatlah setiap kali ibu berkamih
Jika temuan-temuan melintas kearah kanan dari garis waspada,petugas kesehatan harus
melakukan penilaian terhadap kondisi ibu dan janin dan segera mencari rujukan yang tepat.
( Prawiroharjo ; 2002 ).
Untuk semua ibu dalam fase aktif kala 1 persalinan dan merupakan elemen penting dari
asuhan persalinan. Partograf harun digunakan untuk semua persalinan, baik normal maupun
patologis. Partograf sangat membantu penolong persalinan dalam memantau, mengevaluasi dan
membuat keputusan klinik, baik persalinan dengan penyulit maupun yang tidak disertai penyulit.
b.
Selama persalinan dan kelahiran bayi di semua tempat (rumah, puskesmas, klinik bidan
swasta, rumah sakit dll).
Prawirohardjo, Sarwono, 2006, Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,
Jakarta : YBP SP.
Bagus Gede Manuaba, Ida. 2005. Ilmu Kandungan Dan Penyakit Kandungan.Jakarta : EGC.
PENGERTIAN APN
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup
bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain, dengan
bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri).
Menurut Saifuddin(10), persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin
yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada
ibu maupun pada janin.
Definisi persalinan normal menurut WHO adalah persalinan yang dimulai secara spontan,
beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap demikian selama proses persalinan. Bayi
dilahirkan secara spontan dalam presentasi belakang kepala pada usia kehamilan antara
37 hingga 42 minggu lengkap. Setelah persalinan ibu maupun bayi berada dalam kondisi
sehat.
TUJUAN ASUHAN PERSALINAN NORMAL
Tujuan asuhan persalinan normal adalah tercapainya kelangsungan hidup dan kesehatan
yang tinggi bagi ibu serta bayinya, melalui upaya yang terintegrasi dan lengkap namun
menggunakan intervensi seminimal mungkin sehingga prinsip keamanan dan kualitas
layanan dapat terjaga pada tingkat yang seoptimal mungkin. pendekatan seperti ini berarti
bahwa: dalam asuhan persalinan normal harus ada alasan yang kuat dan bukti manfaat
apabila akan melakukan intervensi terhadap jalannya proses persalinan yang
fisiologis/alamiah.
1. Memberikan dukungan pada ibu, suami dan keluarganya selama proses persalinan, saat
akan melahirkan bayi dan pada masa sesudahnya.
2. Melakukan pemantauan terhadap ibu dan janin dalam proses persalinan dan setelah
persalinan; menilai adanya faktor risiko; melakukan deteksi dini terhadap komplikasi
persalinan yang mungkin muncul.
3. Melakukan intervensi minor bila diperlukan seperti melakukan amniotommi; episotomi
pada kasus gawat janin; melakukan penatalaksanaan pada bayi baru melahirkan dengan
asfiksi ringan.
4. Melakukan rujukan pada fasilitas yang lebih lengkap sesuai dengan masalah kasusu yang
dirujuk bila didapatkan adanya faktor risiko atau terdeteksi adanya komplikasi selama
proses persalinan. Selain tugaaas-tugas di atas, seorang penolong persalinan harus
mendapatkan kualifikasi sebagai tenaga pelaksana penolong persalinan melalui
serangkaian latihan, bimbingan langsung dan kesempatan untuk mempraktekkan
keterampilannya pada suasana sesungguhnya. Dalam kualifikasi tersebut, penolong
persalinan dapat melakukan penilaian terhadap faktor risiko, mendeteksi secara dini
terjadinya komplikasi persalinan, melakukan pemantauan terhadap ibu maupun janin, dan
juga bayi setelah dilahirkan. Penolong persalinan harus mampu melakukan
penatalaksanaan awal terhadap komplikasi terhadap bayi baru lahir. Ia juga harus mampu
untuk melakukan rujukan baik ibu maupun bayi bila komplikasi yang terjadi memerlukan
penatalaksanaan lebihlanjut yang membutuhkan keterampilan di luar kompetensi yang
dimilikinya. Tidak kalah pentingnya adalah seorang penolong persalinan harus memiliki
kesabaran, kemampuan untuk berempati dimana hal ini amat diperlukan dalam
memberikan dukungan bagi ibu dan keluarganya.
Di dalam asuhan Persalinan terdapat 5 (lima) aspek disebut juga sebagai 5 (lima) benang
merah yang perlu mendapatkan perhatian, ke 5 aspek tersebut yaitu:
Asuhan sayang ibu dalam proses persalinan yang harus diperhatikan para Bidan adalah:
1. Suami, saudara atau keluarga lainnya harus diperkenankan untuk mendampingi ibu
selama proses persalinan bila ibu menginginkannya.
2. Standar untuk persalinan yang bersih harus selalu dipertahankan
3. Kontak segera antara ibu dan bayi serta pemberian Aair Susu Ibu harus dianjurkan untuk
dikerjakan.
4. Penolong persalinan harus bersikap sopan dan penuh pengertian.
5. Penolong persalinan harus menerangkan pada ibu maupun keluarga mengenai seluruh
proses persalinan.
6. Penolong persalinan harus mau mendengarkan dan memberi jawaban atas keluhan
maupun kebutuhan ibu.
7. Penolong persalinan harus cukup mempunyai fleksibilitas dalam menentukan pilihan
mengenai hal-hal yang biasa dilakukan selama proses persalinan maupun pemilihan
posisi saat melahirkan.
8. Tindakan-tindakan yang secara tradisional sering dilakukan dan sudah terbukti tidak
berbahaya harus diperbolehkan bila dilakukan.
9. Ibu harus diberi privasi bila ibu menginginkan.
10. Tindakan-tindakan medik yang rutin dikerjakan dan ternyata tidak perlu dan harus
dihindari (episiotomi, pencukuran dan klisma).
Cara efektif untuk mencegah penyebaran penyakit dari orang ke orang dan atau dari
peralatan/sarana kesehatan ke orang dapat dilakukan dengan meletakkan penghalang
diantara mikroorganisme dan individu (klien atau petugas kesehatan). Penghalang ini
dapat berupa proses secara fisik, mekanik ataupun kimia yang meliputi:
1. Cuci tangan
Secara praktis, mencuci tangan secara benar merupakan salah satu tindakan pencegahan
infeksi paling penting untuk mengurangi penyebaran penyakit dan menjaga lingkungan
bebas dari infeksi. Cuci tangan dilakukan sesuai dengan Standar dan prosedur yang ada.
Untuk tindakan pencegahan, sarung tangan harus digunakan oleh semua penolong
persalinan sebelum kontak dengan darah atau cairan tubuh dari klien. Sepasang sarung
tangan dipakai hanya untuk seorang klien guna mencegah kontaminasi silang. Jika
mungkin, gunakanlah sarung tangan sekai pakai, namun jika tidak mungkin sebelum
dipakai ulang sarung taangan dapat dicuci dan disteril dengan otoklaf, atau dicuci dan
didesinfektan tingkat tinggi dengan cara mengkukus.
pemotongan tali pusat saat bayi baru lahir, penggunaan antiseptik semacam ini tidak diperlukan
sepanjang alat-alat yang digunakan steril atau DTT.
4. Pemrosesan alat bekas
Proses dasar pencegahan infeksi yang biasa digunakan untuk mencegah penyebaran
penyakit dari peralatan, sarung tangan dan bahan-bahan lain yang terkontaminasi adalah
dengan :
Pencucian penting karena: merupakan cara yang paling efektif untuk menghilangkan
sejumlah besar mikroorganisme pada peralatan kotor atau bekas di pakai. Tanpa
pencucian, prosedur terilisasi ataupun desinfeksi tingkat tinggi tidak akan terjadi secara
efektif. Jika alat sterilisasi tidak teredia, pencucian yang seksama merupakan cara
mekanik satu-satunya untuk menghilangkan sejumlah endospora.
b. Dekontaminasi
Sterilisasi atau Desinfeksi Tingkat Tinggi di beberapa tempat pelayanan yang tidak
memungkinkan untuk melakukan sterilisasi dengan otoklaf atau oven/jenis alat yang
tidakmemungkinkan untuk dilakukan sterilisasi dengan cara diatas, maka Deinfeksi
Tingkat Tinggi merupakan pilihan satu-satunya yang masih bisa diterima. DTT ini bisa
dengan cara merebus, menggunakan uap, menggunakan bahan kimia, dengan langkahlangkah sesuai prosedur yang sudah ada.
d. Pembuangan sampah
Tujuan pembuangan sampah klinik seccara benar adalah: mencegah penyebaran infeksi
kepada petugas klinik yang menangani sampah dan masyarakat yang sekaligus dapat
melindunginya dari luka karena tidak terkena benda-benda tajam yang sudah
terkontaminasi.
Jadi dengan penanganan sampah yang benar tersebut akan mengurangi penyebaran
infeksi baik kepada petugas klinik maupun kepada masyarakat setempat
Dokumentaaai dalam manajemen kebidanan merupakan bagian yang sangat penting. Hal
ini karena:
Dalam Asuhan Persalinan Normal, sistem pencatatan yang digunakan adalah partograf,
hasil pemeriksaan yang tidak dicatat pada partograf dapat diartikan bahwa pemeriksan
tersebut tidak dilakukan
5. Aspek Rujukan
Jika ditemukan uatu masalahdalam persalinan, sering kali ulit untuk melakukan upaya
rujukan dengan cepat, hal ini karena banyak faktor yang mempengaruhi. Penundaan
dalam membuat keputusan dan pengiriman ibu ke tempat rujukan akan menyebbkan
tertundanya ibu mendapatkan penatalaksanaan yang memadai, sehingga akhirnya dapat
menyebabkan tingginya angka kematian ibu. Rujukan tepat waktu merupakan bagian dari
asuhan sayang ibu dan menunjang terwujudnya program Safe Motherhood.
1. Semua persalinan harus dihadiri dan dipantau oleh petugas kesehatan terlatih.
2. Rumah Bersalin dan tempat rujukan dengan fasilitaas memadai untuk menangani
kegawatdaruratan obstetri dan neonatal harus tersedia 24 jam.
3. Obat-obat esensial, bahan dan perlengkapan harus tersedia bagi seluruh petugas terlatih.
REKOMENDASI KEBIJAKAN TEKNIS ASUHAN PERSALINAN DAN KELAHIRAN
1. Asuhan Sayang Ibu dan Sayang Bayi harus dimasukkan sebagai bagian dari persalinan
bersih dan aman, termasuk hadirnya keluarga atau orang-orang yang memberi dukungan
bagi ibu.
2. Partograf harus digunakan untuk memantau persalinan dan berfungsi sebagai suatu
catatan/rekam medik untuk persalinan.
3. Selama persalinan normal, intevensi hanya dilaksanakan jika benarbenar dibutuhkan.
Prosedur ini hanya dilakukan jika ada indikasi atau penyulit.
4. Manajemen aktif kala III, termasuk penjepitan danpemotongan tali pusat secara dini,
memberikan suntikan oksitosin IM, melakukan penegangan tali pusat terkendali (PTT)
dan segera melakukan massase fundus, harus dilakukan pada semua persalinan normal.
5. Penolong persalinan harus tetap tinggal bersama ibu dan bayi setidaktidaknya 2 jam
pertama etelah kelahiran, atau sampai ibu sudah dalam keadaan stabil. Fundus harus
diperiksa setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan setiap 30 menit pada jam ke dua.
Massase fundus harus dilakukan sesuai kebutuhan untuk memastikan tonus uterus tetap
baik, pendarahan minimal dan mencegah pendarahan.
6. Selama 24 jam pertama setelah persalinan, fundus harus sering diperiksa dan dimassase
sampai tonus baik. ibu atau anggita keluarga dapat diajrkan melakukan hal ini.
7. Segera setelah lahir, seluruh tubuh terutama kepala bayi harus segera diselimuti dan bayi
segera dikeringkan serta dijaga kehangatannya untuk mencegah terjadinya hipotermi.
8. Obat-obat esensial, bahan dan perlengkapan harus disediakan oleh petugas dan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
1. JNPK-KR, 2008, Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal, Jaringan Nasional
Pelatihan Klinik-Kesehatan Reproduksi, Jakarta, JNPK-KR
Asuhan Persalinan Normal. 2008. JPHIEGO