Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit hipertensi pada kehamilan berperan besar dalam morbiditas dan
mortalitas maternal dan perinatal. Hipertensi diperkirakan menjadi komplikasi sekitar 710% dari kejadian kehamilan, dengan setengah sampai duapertiganya didiagnosis
mengalami preeklampsia atau eklampsia (Poole, 2004). Lebih dari satu dasawarsa
terakhir ini, kematian ibu melahirkan menempati urutan utama masalah kesehatan di
Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan tetapi tingkat kematian ibu melahirkan masih
tetap tinggi. Menurut Azwar, angka kematian ibu melahirkan di Indonesia yaitu sebanyak
334 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu melahirkan, sebagian besar
disebabkan oleh pendarahan 40-60%, toksemia gravidarum (preeklampsia dan eklampsia)
30-40% dan infeksi 20-30% (Maryunani dan Yulianingsih, 2009). Kematian ini umumnya
dapat dicegah bila komplikasi kehamilan dan resiko tinggi lainnya dapat dideteksi sejak
dini, kemudian mendapatkan penanganan yang tepat dan adekuat pada saat yang paling
kritis yaitu pada masa sekitar persalinan. Preeklampsia dan eklampsia menempati urutan
kedua penyebab kematian ibu sedangkan yang pertama adalah pendarahan. Oleh karena
itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta
penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan
anak (Maryunani dan Yulianingsih, 2009).
Preeklampsia merupakan penyakit hipertensi yang khas dalam kehamilan, yaitu
dengan tekanan darah 140/90 mmHg sesudah 20 minggu masa kehamilan dengan
proteinuria. Preeklampsia berbeda dengan hipertensi kronik. Hipertensi kronik yaitu
terjadi sebelum 20 minggu masa kehamilan. Wanita yang mengalami hipertensi kronik
sebelum hamil dapat berubah menjadi preeklampsia (Dipiro, dkk, 2000).
Menurut Pedoman dan Diagnosis Terapi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten
tahun 2007 obat yang digunakan untuk penanganan preeklampsia berat antaralain
antihipertensi (nifedipin) dan antikejang (magnesium sulfat), sedangkan untuk
preeklampsia ringan digunakan methyldopa (Anonim, 2007). Antihipertensi yaitu untuk
menormalkan tekanan darah sehingga mencegah terjadinya komplikasi penyakit lain

sedangkan antikejang digunakan untuk mencegah terjadinya kejang sehingga bisa


meminimalkan terjadinya eklampsia (preeklampsia yang disertai kejang) (POGI, 2005).
1.2 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui defenisi pre-eklamsi berat ?
2. Mahasiswa dapat memahami etiologi preeklampsia berat ?
3. Mahasiswa dapat memahami tandan dan gejala ?
4. Mahasiswa dapat memahami patofiologis preeklampsia berat ?
5. Mahasiswa dapat memahami Pencegahan preeklampsia berat
6. Mahasiswa dapat memahami Faktor resiko preeklampsia berat.
7. Mahasiswa dapat memahami penatalaksanaan preeklampsia berat.
8. Mahasiswa dapat memahami komplikasi preeklampsia berat
1.3 Rumusan Masalah
1. Apa defenisi pre-eklamsi berat?
2. Apa etiologi preeklampsia berat?
3. Bagaimana tanda dan gejala preeklampsia berat?
4. Mahasiswa dapat memahami patofiologis preeklampsia berat?
5. Mahasiswa dapat memahami Pencegahan preeklampsia berat?
6. Mahasiswa dapat memahami Faktor resiko preeklampsia berat?
7. Mahasiswa dapat memahami penatalaksanaan preeklampsia berat?
8. Mahasiswa dapat memahami komplikasi preeklampsia berat

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Preeklampsia adalah penyakit hipertensi yang khas dalam kehamilan biasanya timbul
sesudah minggu ke-20 dengan gejala utama hipertensi yang akut pada wanita hamil dan wanita

dalam nifas sedangkan gejala lainnya antara lain edema dan proteinuria. Kadang-kadang hanya
hipertensi dengan proteinuria atau hipertensi dengan edema (Martaadisoebrata, dkk, 2004).
1.2 ETIOLOGI
Etiologi preeklampsia bertambahnya frekuensi preeklampsia dengan bertambahnya usia
kehamilan, penyebab terjadinya perbaikan keadaan penderita setelah janin mati dalam
kandungan, penyebab jarang timbul kembali preeklampsia pada kehamilan berikutnya dan
penyebab timbulnya gejala-gejala seperti hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma
(Wiknjosastro, 2006). Sedangkan menurut Penyebab timbulnya preeklampsia pada ibu hamil
belum diketahui secara pasti, tetapi pada umumnya disebabkan oleh vasospasme arteriola
(Maryunani, 2009). Faktor risiko yang berkaitan dengan perkembangan preeklampsia : riwayat
keluarga yang pernah mengalami preeklampsia atau eklampsia, penyakit ginjal dan hipertensi
yang sudah ada sebelum hamil dan obesitas (Prawirohardjo, 2008).
Beberapa faktor yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah :
a. Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkina terjadinya Preeklampsia. Ini
terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori ini didukung pula dengan adanya
kenyataan bahwa keadaan preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.
b. Faktor Imunologik
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi pada kehamilan
berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada kehamilan pertama
pembentukan Blocking Antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, sehingga
timbul respons imun yang tidak menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada
kehamilan berikutnya, pembentukan Blocking Antibodies akan lebih banyak akibat respos
imunitas pada kehamilan sebelumnya, seperti respons imunisasi.
c. Faktor Hormonal
Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron antagonis, sehingga
menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang menyebabkan
sehingga terjadi Hipertensi dan Edema.
d. Faktor Genetik

retensi air dan natrium,

Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia bersifat diturunkan
melalui gen resesif tunggal.2 Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetic pada
kejadian Preeklampsia-Eklampsia.
e. Faktor Gizi
Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi

yang kurang mengandung asam lemak

essensial terutama asam Arachidonat sebagai precursor sintesis Prostaglandin akan


menyebabkan Loss Angiotensin Refraktoriness yang memicu terjadinya preeklampsia.
f.
g.
h.
i.

Jumlah primigravi, terutama primigravida muda


Distensi rahim berlebihan : hidramnion, hamil ganda, mola hidatidosa
Penyakit yang menyertai hamil : diaetes melitus, kegemukan
Jumlah umur ibu diatas 35 tahun ( Ida Bagus. 1998).

1.3 FATOFISIOLOGI
Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air.
Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen
arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi
jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik sebagai
usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan
kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan
dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam.
Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada
glomerulus (Mochtar, 1998).
1.4 FISIOLOGI KEHAMILAN
Proses kehamilan adalah mata rantai yang berkesinambungan dan terdiri dari ovulasi
pelepasan ovum, terjadi migrasi spermatozoa dan ovum, terjadi konsepsi dan pertumbuhan
zigot, terjadi nidasi (implantasi) pada uterus, pembentukan plasenta, tumbuh kembang hasil
konsepsi sampai aterm :
1. Ovulasi
Ovulasi adalah proses pelepasan ovum yang dipengaruhi oleh system hormonal yang
kompleks.
2. Spermatozo

Proses pembentukan spermatozoa merupakan proses yang kompleks. Spermatogonium


berasal dari sel primitive tubulus, menjadi spermatosit pertama, menjadi spermatosit
kedua, menjadi spermatid, akhirnya menjadi spermatozoa. Pada setiap hubungan seks
ditumpahkan sekitar 3 cc sperma yang mengandung 40-60 juta spermatozoa tiap
milliliter. Bentuk spermatozoa seperti cabang yang terdiri atas kepala (lonjong sedikit
gepeng mengandung inti), leher (penghubung antara kepala dan ekor), ekor (panjang
sekitar 10x kepala, mengandung energy sehingga dapat bergerak). Sebagian kematian dan
hanya beberapa ratus yang mencapai tuba falopi. Spermatozoa yang masuk ke dalam
genetalia wanita dapat hidup selama 3 hari, sehingga cukup waktu untuk mengadakan
konsepsi.
3. Fertilisasi/ konsepsi
Fertilisasi atau konsepsi adalah pertemuan antara spermatozoa dengan ovum untuk
membentuk zigot. Proses konsepsi / fertilisasi berlansung sebagi berikut :
Ovum yang dilepaskan dalam proses ovulasi, diliputi oleh korona radiate, yang

mengandung persediaan nutrisi.


Pada ovum dijumpai inti dalam bentuk metaphase di tengah sitoplasma yang

dibentuk vitelus.
Dalam perjalanan korona radiate makin berkurang dalam zona pelucida. Nutrisi

dialirkan ke dalam vitelus, melalui saluran pada zona pellucid.


Konsepsi terjadi pada pars ampuylaris tuba, tempat yang paling luas dan
dindingnya penuh jonjot dan tertutup sel yang mempunyai silia. Ovum yang

mempunyai waktu terlama di dalam ampula tuba.


Ovum siap dibuahi setelah 12 jam dan hidup selama 24 jam.
Spermatozoa dilimpahkan, masuk melalui kanalis servikalis dengan kekuatan
sendiri. Dalam kavum uteri terjadi proses kapasitasi yaitu pelepasan sebagian
dari lipoprotein sehingga mampu mengadakan fertilisasi. Spermatozoa
melanjutkan perjalanan menuju tuba. Spermatozoa hidup selama 3 hari di dalam
genetalia interna. Spermatozoa mengelilingi ovum yang telah siap dibuahi serta
mengikis korona radioata dan zona pelucida dengan proses enzimatik
(hialurodinase). Melalui stomata spermatozoa memasuki ovum. Setelah kepala
spermatozoa masuk ke dalam ovum, ekornya terlepas dan tertinggal di luar.
Kedua inti ovum dan inti spermatozoa bertemu dan membentuk zigot.

4. Nidasi

Nidasi adalah masuknya dan tertanamnya hasil konsepsi ke dalam endometrium. Bagianbagian nidasi meliputi :
Pertemuan kedua inti ovum dan spermatozoa membentuk zigot.
Dalam beberapa jam zigot membelah dirinya menjadi dua dan seterusnya.
Bersamaan dengan pembelahan inti, hasil konsepsi terus berjalan ke uterus.
Hasil pembelahan sel memenuhio seluruh ruangan dalam ovum yang besarnya

100 MU atau 0,1 mm dan disebut stadium morula.


Selama pembelahan sel di bagian dalam, terjadi pembentukan sel di bagian luar

morula yang kemungkinan berasal dari korona radiata yang menjadi sel trofoblas
Sel trofoblas dalam pertumbuhannya mampu mengeluarkan hormone korionik

gonadotropin yang mempertahankan korpus luteum gravidarum


Pembelahan berjalan terus dan di dalam morula terjadi ruangan yang mengandung

cairan yang disebut blastula.


Perkembangan dan pertumbuhan terus berjalan, blastula dengan vili korialis yang

dilapisi sel trofoblas telah siap untuk mengadakan nidasi.


Sementara itu, fase sekresi endometrium telah makin gembur dan makin banyak

mengandung glikogen yang disebut desidua.


Sel trofoblas yang meliputi primer vili korialis melakukan destruksi enzimatik

dan proteotik, sehingga dapat menanamkan diri di dalam endometrium.


Proses penanaman blastula disebut nidasi atau implantasi.
Proses nidasi tersebut terjadi pada hari ke-6 sampai 7 setelah konsepsi.
Pada saat tertanamnya blastula ke dalam endometrium, mungkin terjadi
perdarahan yang disebut tanda Hartman.

2.6 MANIFESTASI KLINIS


1.
2.
3.
4.
5.

Pertambahan berat badan yang berlebihan


Edema
Hipertensi
Proteinuria
Pada preeklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah frontal, diplopia,
penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah.

2.5 KLASIFIKASI
2.6 KOMPLIKASI

Komplikasi bila tidak ditangani dengan baik maka dapat berkembang menjadi eklampsia
yang mana tidak hanya dapat membahayakan ibunya tetapi juga janin dalam Rahim ibu (Utoma,
1997). Kemungkinan yang terberat adalah terjadinya kematian ibu dan janin, solusio plasentae,
hipofibrinogemia, haemolisis, perdarahan otak , kelainan mata, edema paru, nekrosis hati,
sindroma HELLP, dan kelainan hati (Wiknjosastro, 2006).
Ben-zion Taber (1994) menyebutkan bahwa komplikasi-komplikasi potensial maternal
meliputi Eklampsia, solusio plasenta, gagal ginjal, nekrosis hepar, rupture hepar, DIC, anemia
hemolitik mikroangiopatik, perdarahan otak, edema paru dan pelepasan retina. Sedangkan
komplikasi-komplikasi pada janin meliputi prematuritas, insufisiensi utero-plasental, retardasi
pertumbuhan intrauterine dan kematian janin intrauterine.
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
2.8 PENATALAKSANAAN

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian keperawatan merupakan salah satu dari komponen dari proses keperawatan yaitu
suatu usaha yang dilakukan oleh perawat dalam menggali permasalahan dari pasien meliputi
usaha pengumpulan data tentang status kesehatan seorang pasien secara sistematis, menyeluruh,
akurat, singkat dan berkesinambungan.Komponen pengkajian keperawatan secara comprehensif
yang dilaksanakan perawat secara umum meliputi: anamnese pada pasien, keluarga, dan perawat
lain, pemeriksaan kesehatan, pengkajian pemeriksaan diagnostik, serta pengkajian
penatalaksanaan medis. Keahlian dalam melakukan observasi, komunikasi, wawancara, dan
pemeriksaan fisik, sangat penting untuk mewujudkan fase pengkajian proses
keperawatan(Muttaqin,2011).

Tujuan pengkajian keperawatan meliputi hal-hal berikut ini (Muttaqin, 2011):


1. Mengkaji secara umum dari status keadaan pasien
2. Mengkaji fungsi fisiologi dan patologi atau gangguan
3. Mengenal secara dini adanya masalah keperawatan pasien baik aktual maupun resiko
4. Mengidentifikasi penyebab masalah keperawatan
5. Merencanakan cara mengatasi permasalahan yang ada, serta menghindari masalah yang
mungkin akan terjadi
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data secara umum merupakan hal yang mutlak dilakukan perawat dalam
melakukan pengkajian keperawatan. Pengumpulan data dapat dilihat dari tipe dan karakteristik
data. Ada dua tipe data pada pengkajian yaitu data subjektif dan data objektif (Muttaqin, 2011).
1) Data subjektif
Data subjektif adalah data yang didapatkan dari pasien sebagai suatu pendapat terhadap suatu
situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak dapat ditentukan oleh perawat secara independen,
tetapi melalui suatu interaksi atau komunikasi. Data subjektif sering didapatkan dari riwayat
keperawatan termasuk persepsi pasien, perasaan, dan ide tentang status kesehatannya.
2) Data objektif
Data objektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur. Informasi tersebut biasanya
diperoleh melalui senses: 2S (sight, smell) dan HT (hearing dan touch atau taste) selama
pemeriksaan fisik (Muttaqin, 2011).
Tujuan dari pemeriksaan fisik keperawatan, meliputi hal-hal berikut ini:
a) Untuk mengumpulkan data dasar tentang kesehatan pasien
b) Untuk menambah, mengonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh dalam riwayat
keperawatan
c) Untuk mengonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosis keperawatan
d) Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan pasien dan
penatalaksanaannya.
e) Untuk mengevaluasi hasil fisiologi dari asuhan
b. Karakteristik data
Pengumpulan data yang optimal dapat dilaksanakan dengan beberapa karakteristik meliputi:
lengkap, akurat, nyata, dan relevan (Muttaqin, 2011)
1) Lengkap
Seluruh data diperlukan untuk mengidentifikasi masalah keperawatan pasien. Data yang
terkumpul harus lengkap guna membantu mengatasi masalah pasien yang adekuat.
2) Akurat dan nyata
Dalam pengumpulan data ada kemungkinan terjadi salah paham. Untuk mencegah hal tersebut,
maka perawat harus berpikir akurasi dan nyata untuk membuktikan benar tidaknya apa yang
telah didengar, dilihat, diamati, dan diukur melalui pemeriksaan ada tidaknya validasi terhadap
semua data yang sekiranya meragukan.
Apabila perawat merasa kurang jelas atau kurang mengerti terhadap data yang telah

dikumpulkan, maka perawat harus berkonsultasi dengan perawat yang lebih mengerti dalam
mendokumentasikan data keperawatan, perawat menguraikan perilaku pasien dari pada
memperkirakan atau menginterpretasikan perilaku.
3) Relevan
Pencatatan data yang komprehensif biasanya banyak sekali data yang harus dikumpulkan
sehingga menyita waktu perawat untuk mengidentifikasi. Kondisi yang seperti ini bisa
diantisipasi dengan membuat data secara komprehensif, tetapi singkat dan jelas. Dengan
mencatat data yang relevan sesuai dengan masalah pasien merupakan data fokus terhadap
masalah pasien dan sesuai dengan situasi khusus (Muttaqin, 2011)
Pada dasarnya tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data objektif dan subjektif dari pasien,
adapun data yang terkumpul mencakup pasien, keluarga, masyarakat, lingkungan, atau
kebudayaan. (http://in.wikipedia.2011/23/pengkajian-keperawatan./). diakses 23 agustus 2013
pukul 21:00.
a. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan selama pengkajian antara lain (Suara et al, 2010):
1) Memahami secara keseluruhan situasi yang sedang dihadapi oleh pasien dengan cara
memperhatikan kondisi fisik, psikologi, emosi, sosialkultural, dan spiritual yagn bisa
mempengaruhi status kesehatannya.
2) Mengumpulkan semua informasi yang bersangkutan dengan masa lalu, saat ini bahkan
sesuatu yang berpotensi menjadi masalah bagi pasien guna membuat suatu data yang lengkap.
Data yang terkumpul berasal dari perawat-pasien selama berinteraksi dan sumber yang lain.
3) Memahami bahwa pasien adalah sumber informasi primer.
4) Sumber informasi sekunder meliputi anggota keluarga, orang yang berperan penting dan
catatan kesehatan pasien.
b. Metode pengumpulan data meliputi (Suara et al, 2010) :
1) Melakukan interview/wawancara.
2) Riwayat kesehatan/keperawatan
3) Pemeriksaan fisik
4) Mengumpulkan data penunjang hasil laboratorium dan diagnostik lain serta catatan
kesehatan (rekam medik)
2. Diagnosa Keperawatan (Suara et al, 2010)
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis data subjektif dan objektif yang telah
diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakan diagnosa keperawatan, dalam diagnosa
keperawatan melibatkan proses berpikir kompleks tentang data yang dikumpulkan dari pasien,
keluarga, rekam medik, dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain.
The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA, 1992) mendefinisikan diagnosa
keperawatan semacam keputusan klinik yang mencakup respon pasien, keluarga, dan respon
komunitas terhadap sesuatu yang berpotensi sebagai masalah kesehatan dalam proses kehidupan,
di mana dalam membuat diagnosa keperawatan dibutuhkan ketrampilan klinik yang baik,
mencakup proses diagnosa keperawatan dan perumusan dalam pembuatan pernyataan
keperawatan.
Proses diagnosa keperawatan dibagi menjadi kelompok interpretasi dan menjamin keakuratan

diagnosa dari proses keperawatan itu sendiri. Perumusan pernyataan diagnosa keperawatan
memiliki beberapa syarat yaitu mempunyai pengetahuan yang dapat membedakan antara sesuatu
yang aktual, risiko, dan potensial dalam diagnosa keperawatan. Komponen diagnosis
keperawatan terdiri dari : Masalah (P), Penyebab (E), dan tanda atau gejala (S) atau masalah dan
penyebab (PE).
a. Rumusan diagnosa keperawatan
Peraturan dalam menulis diagnosa (Suara et al, 2010 ) :
1) Diagnosa aktual (Suara et al, 2010 )
Komponen diagnosa aktual :
PES (Problem + Etologi + tanda dan gejala) atau
PRS (Problem + factor yang berhubungan dengan + tanda dan gejala)
Menggunakan kata penghubung berhubungan dengan.
2) Diagnosa resiko (Suara et al, 2010 )
Komponen diagnosa resiko :
PE (Problem + Etiologi) atau
PR (Problem + factor yang berhubungan dengan)
Menggunakan kata penghubung berhubungan dengan.
3) Diagnosis Keperawatan Kemungkinan
Menurut NANDA adalah pernyataan tentang masalah-masalah yang diduga masih memerlukan
data tambahan, dengan harapan masih diperlukan untuk memastikan adanya tanda dan gejala
factor risiko (Hidayat, 2009).
4) Diagnosis keperawatan Sehat-sejahtera/Wellness
Menurut NANDA diagnosis keperawatn sehat adalah ketentuan klinis mengenai individu,
kelompok, atau masyarakat dalam transisi dari tingkat kesehatan khusus ketingkat kesehatan
yang lebih baik. Dalam menentukan diagnosis keperawatan sehat menunjukan terjadi
peningkatan fungsi kesehatan menjadi fungsi yang positif (Hidayat, 2009).
5) Diagnosis keperawatan sindrom
Menurut NANDA diagnosis keperawatan Sindrom adalah diagnosis keperawatan yang terdiri
dari sekelompok diagnosis keperawtan actual atau risiko tinggi yang didugaakan tampak karena
suatu kejadian atau situasi tetentu (Hidayat, 2009).
3. Intervensi Keperawatan (Suara et al, 2010)
Intervensi keperawatan adalah panduan untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien atau
tindakan yang harus dilakukan oleh perawat, Intervensi ini dilakukan untuk membantu pasien
dalam mencapai hasil yang diharapkan.
Intervensi keperawatan harus spesifik dan dinyatakan dengan jelas, pengkualifikasian seperti
bagaimana, kapan, di mana, frekuensi, dan besarnya memberikan isi dari aktivitas yang
direncanakan dan intervensi keperawatan dapat dibagi menjadi dua yaitu mandiri dimana
dilakukan oleh perawat dan kolaboratif yang dimana dilakukan oleh pemberi perawatan lainnya.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah di rencanakan

dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal
diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada pasien, tehnik komunikasi, kemampuan
dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami
tingkat perkembangan pasien. Dalam pelaksanaan rencana tindakan terdapat dua jenis tindakan,
yaitu tindakan jenis mandiri dan tindakan kolaboratisi. Sebagai profesi, perawat mempunyai
kewenangan dan tanggung jawab dalam menentukan asuhan keperawatan (Hidayat, 2009).
Implementasi tindakan keperawatan dibedakan menjadi tiga kategori yaitu (Asmadi, 2008) :
a. Independent, yaitu suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dari dokter
atau tenaga kesehatan lainnya.
b. Interdependent, yaitu suatu kegiatan yang memerlukan kerja sama dari tenaga kesehatan
lain.
c. Dependen, berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis/instruksi dari tenaga
medis.
Implementasi merupakan tindakan mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi
dalam intervensi atau rencana asuhan keperawatan, dalam pengimplementasian ini perawat
harus melewati beberapa proses yaitu :
a. Bekerja sama dengan pasien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.
b. Berkolaborasi dengan profesi kesehatan lain untuk meningkatkan status kesehatan pasien.
c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan pasien.
d. Melakukan supervisi terhadap tenaga pelaksana keperawatan di bawah tanggung jawabnya.
e. Menjadi koordinator pelayanan dan advokasi terhadap pasien untuk mencapai tujuan
kesehatan
f. Menginformasikan kepada pasien tentang status kesehatan dan fasilitas-fasilitas pelayanan
kesehatan yang ada.
g. Memberikan pendidikan pada pasien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan
diri serta membantu pasien memodifikasi lingkungan yang digunakannya
h. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon pasien.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan akhir dari protes keperawatan, dimana perawat
menilai hasil yang diharapkan terhadap diri ibu dan menilai sejauh mana masalah ibu dapat
diatasi. Disamping itu, perawat juga memberikan umpan balik atau pengkajian ulang, seandainya
tujuan yang ditetapkan belum tercapai, maka dalam hal ini proses keperawatan dapat
dimodifikasi (Mitayani, 2009).
Jenis evaluasi (Hidayat, 2009) :
a. Evaluasi formatif : evaluasi yang dilakukan saat melakukan intervensi dengan respon segera.
b. Evaluasi sumatif : rekapitulasi dari hasil observasi dan analis status pasien pada waktu
tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap perencanaaan.
Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada tahap ini perawat menemukan
penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat berhasil atau gagal dimana perawat
menemukan reaksi pasien terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan dan menetapkan
apa yang menjadi sasaran dari rencana keperawatan dapat diterima. Dalam melakukan evaluasi

perawat harus melalui yaitu :


a. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan
terus menerus.
b. Menggunakan data dasar dan respon pasien dalam mengukur perkembangan ke arah
pencapaian tujuan .
c. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan sejawat .
d. Bekerja sama dengan pasien, keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan
e. Mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan .
Ada empat yang dapat terjadi pada tahap evaluasi, yaitu (Asmadi, 2008) :
a. Masalah teratasi : jika pasien menunjukan perubahan sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil
yang telah ditetapkan
b. Masalah teratasi sebagian : jika pasien menunjukan perubahan sebagian dari kriteria hasil
yang telah ditetapkan.
c. Masalah tidak teratasi : jika pasien tidak menunjukan perubahan dan kemajuan sama sekali
yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan dan atau bahkan timbul
masalah/diagnosa keperawatan baru. (Asmadi, 2008).
C. Penerapan Asuhan Keperawatan (Tinjauan Teori) pada kasus Preeklamsia
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal proses keperawatan. Suatu proses kolaborasi melibatkan
perawat, ibu, dan tim kesehatan lainnya. Pengkajian dilakukan melalui wawancara dan
pemeriksaan fisik. Dalam pengkajian dibutuhkan kecermatan dan ketelitian agar data yang
terkumpul lebih akurat, sehingga dapat dikelompokan dan dianalisis untuk mengetahui masalah
dan kebutuhan ibu terhadap perawatan (Mitayani, 2009).
a. Biodata pasien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa, alamat, dan nomor register.
b. Biodata penanggung jawab
Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
alamat.
c. Riwayat kesehatan pasien
1) Keluhan utama
Merupakan alasan utama pasien untuk datang ke tempat pelayanan kesehatan dan apa saja yang
dirasakan pasien. Yang umumnya pasien datang dengan keluhan nyeri kepala di daerah frontal,
gangguan penglihatan, mual, nyeri di epigastrium dan hiperrefleksia.

2) Riwayat kesehatan dahulu


a) Kemungkinan ibu menderita penyakit hipertensi sebelum hamil
b) Kemungkinan ibu mempunyai riwayat preeklamsia pada kehamilan terdahulu.
c) Biasanya mudah terjadi pada ibu dengan obesitas.
d) Ibu mungkin pernah menderita penyakit gagal ginjal kronis.
3) Riwayat kesehatan sekarang

a) Ibu merasa sakit kepala di daerah frontal.


b) Terasa sakit diuluhati/nyeri epigastrium.
c) Mual dan muntah, tidak nafsu makan.
d) Gangguan serebral lainnya: refleks tinggi, dan tidak tenang.
e) Edema pada ekstremitas
f) Tengkuk terasa berat.
g) Kenaikan berat badan mencapai 1 kg seminggu.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Kemungkinan mempunyai riwayat preeklamsia dan eklamsia dalam keluarga.
5) Riwayat perkawinan
Biasanya terjadi pada wanita yang menikah dibawah usia 20 tahun atau diatas 35 tahun.
6) Riwayat psikososial
Untuk mengetahui keadaan psikososial pasien atau pasien perlu ditanyakan antara lain : Jumlah
anggota keluarga, dukungan materil dan moril yang didapat dari keluarga, kebiasaan-kebiasaan
yang menguntungkan kesehatan, kebiasaan yang merugikan kesehatan.
Data yang dikaji pada ibu bersalin dengan preeklamsia adalah: :
a. Data subyektif :
1. Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahun
2. Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tekanan darah, oedema, pusing, nyeri
epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur.
3. Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi
kronik, DM.
4. Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat
kehamilan dengan eklamsia sebelumnya.
5. Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selingan.
6. Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh
karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonya.
b. Data Obyektif :
1. Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
2. Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
3. Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
4. Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian Magnesium sulfat (jika
refleks +)
5. Pemeriksaan penunjang:
a) Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan interval 6
jam.
b) Laboratorium : proteinuria dengan kateter atau midstream (biasanya meningkat hingga 0,3
gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif), kadar hematokrit menurun, serum kreatinin
meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml.
c) Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu

d) Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak.
e) USG ; untuk mengetahui keadaan janin.
f) NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin.
d. Pemeriksaan fisik biologis
Keadaan umum : lemah
Kepala : sakit kepala, wajah edema
Mata : konjungtiva sedikit anemis, edema pada retina
Pencernaan abdomen : nyeri daerah epigastrium, anoreksia, mual dan muntah.
Ekstremitas : edema pada kaki dan tangan juga pada jari-jari.
Sistem persyarafan : hiperrefleksia, klonus pada kaki.
Genitourinaria : oliguria, proteinuria.
c. Analisa data
Analisa data merupakan kegiatan intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi,
mengklasifikasi, mengelompokan, mengkaitkan data, dan akhirnya menarik suatau kesimpulan.
2. Diagnosa Keperawatan (NANDA, 2010-2014)
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
b. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan cardiac out put (COP).
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik, perubahan
permeabilitas pembuluh darah.
d. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan
muntah
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
f. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan vaskuler otak.
g. Resiko cedera pada janin berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi darah ke plasenta.
3. Intervensi Keperawatan (NIC & NOC, 2007)
a. Diagnosa keperawatan
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 kali 24 jam pasien menunjukan
keefektifan pla nafas.
Kriteria hasil: pola nafas efektif dan frekuensi nafas menjadi normal (16-24 kali/menit)
Intervensi:
1) Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman nafas
Rasional: untuk mengetahui pola nafas pasien
2) Auskultasi bunyi nafas
Rasional: untuk mengetahui ada tidaknya bunyi nafas tambahan
3) Atur posisi pasien semi fowler
Rasional: merangsang fungsi pernafasan atau ekspansi paru
4) Kolaborasi pemberian O2 sesuai indikasi
Rasional: meningkatkan pengiriman O2 ke paru
b. Diagnosa keperawatan

Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan cardiac out put (COP).
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 60 menit diharapkan tidak terjadi
gangguan perfusi jaringan serebral.
Kriteria hasil: tekanan sistole dan diastole dalam batas normal, dan tidak mengalami nyeri
kepala.
Intervensi:
1) Observasi tanda-tanda vital
Rasional: untuk mengetahui tingkat kegawatan pasien
2) Pantau AGD (Analisa Gas Darah)
Rasional: asidosis yang terjadi dapat menghambat masuknya oksigen pada tingkat sel
3) Monitor adanya diplopia, pandangan kabur, nyeri kepala
Rasional: pandangan kabur dan nyeri kepala merupakan indikasi terjadinya vasospasme
pembuluh darah dan kurangnya suplai O2 ke otak.
4) Kolaborasi pemberian cairan elektrolit melalui parenteral (IV)
Rasional: meminimalkan fluktuasi dalam aliran vaskuler

c. Diagnosa keperawatan
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik, perubahan
permeabilitas pembuluh darah.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 kali 24 jam volume cairan kembali seimbang
Kriteria hasil: terbebas dari edema, tekanan kapiler paru dan tanda-tanda vital dalam batas
normal.
1) Pantau dan catat intake dan output setiap hari.
Rasional: dengan memantau intake dan output diharapkan dapat diketahui adanya keseimbangan
cairan.
2) Pemantauan tanda-tanda vital, catat waktu pengisian kapiler (CRT).
Rasional: dengan memantau tanda-tanda vital dan pengisian kapiler dapat dijadikan pedoman
untuk penggantian cairan atau menilai respon dari kardiovaskuler.
3) Memantau dan menimbang berat badan ibu.
Rasional: dengan memantau berat badan ibu dapat diketahui berat badan yang merupakan
indikator yang tepat untuk menentukan kesimbangan cairan.
4) Observasi keadaan edema.
Rasional: keadaan edema merupakan indikator keadaan cairan dalam tubuh.
5) Berikan diet rendah garam sesuai hasil kolaborasi dengan ahli gizi.
Rasional: diet rendah garam akan mengurangi terjadinya kelebihan cairan.
6) Kaji distensi vena jugularis dan perifer
Rasional: retensi cairan yang berlebihan bisa dimanifestasikan dengan pelebaran vena jugularis
dan edema perifer.
7) Kolaborasi dengan tim medis lainnya dalam pemberian diuretik.
Rasional: diuretik dapat meningkatkan filtrasi glomerulus dan menghambat penyerapan sodium

dan air dalam tubulus ginjal.


d. Diagnosa keperawatan
Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali 24 jam kebutuhan nutrisi yang
kurang dapat teratasi.
Kriteria hasil: kadar hemoglobin dan hematokrit dalam batas normal, berat badan terkontrol
Intervensi:
1) Kaji asupan makanan yang dikonsumsi pasien terhadap kebutuhan pasien
Rasional: dengan mengkaji asupan makanan terhadap pasien dapat diketahui jumlah makanan
yang dikonsumsi hingga dapat ditetapkan intervensi selanjutnya.
2) Monitor mual dan muntah
Rasional: mual dan muntah merupakan indikator pasien tidak nafsu makan.
3) Anjurkan pasien mengkonsumsi makanan tinggi kalori tinggi protein.
Rasional: makanan yang tinggi kalori dibutukhan untuk sumber energi. Sedangkan makanan
yang tinggi protein berfungsi untuk mengganti sel-sel yang telah rusak.
4) Hindari makanan yang merangsang seperti lemak.
Rasional : makanan yang merangsang dapat menimbulkan peningkatan peristaltic, dan dengan
meningkatnya peristaltic usus dan lambung akan menyebabkan nafsu makan berkurang.
5) Ciptakan suasana yang menyenangkan waktu makan.
Rasional: suasana yang menyenangkan waktu makan. dengan suasana yang menyenangkan
waktu makan. Diharapkan pasien akan bermotivasi untuk menghabiskan diitnya.
6) Berikan makanan hangat sedikit tapi sering.
Rasional: dengan porsi makanan yang sedikit tapi sering dapat menghindari kebosanan pasien
dan dapat mengurangi rangsangan muntah sehingga makanan yang tersedia dapat terkonsumsi.
7) Berikan makanan yang bervariasi sesuai dengan program diitnya
Rasional : diharapkan pasien berselera untuk makan sehingga nurtisi pasien terpenuhi.
e. Diagnosa keperawatan
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali 24 jam aktivitas pasien dapat
terpenuhi
Kriteria hasil: pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang akan dilaksanakan maupun dibutuhkan
pasien
Intervensi
1) Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas
Rasional: mengetahui tingkat kelemahan
2) Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
Rasional: untuk mengetahui penyebab terjadinya kelemahan fisik pada pasien
3) Instruksikan pasien tentang tehnik penghematan energi
Rasional: membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2
4) Bantu untuk memilih aktivitas konsisten sesuai dengan kemampuan fisik.

Rasional: agar pasien mampu melakukannya secara mandiri.


5) Berikan bantuan sesuai kebutuhan
Rasional: memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam
melakukan aktivitas
f. Diagnosa keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan vaskuler otak.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 kali 24 jam nyeri
berkurang/menghilang.
Kriteria hasil: wajah tidak menyeringai, tidak pusing
Intervensi:
1) Kaji skala nyeri
Rasional: mengetahui intensitas nyeri
2) Pertahankan tirah baring
Rasional: meminimalkan stimulasi meningkatkan relaksasi
3) Minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala misalnya
mengejan, batuk panjang.
Rasional: aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi manambah beratkan penyakit.
4) Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi
Rasional: membantu menghilangkan rasa nyeri
5) Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
Rasional: dibutuhkan untuk menghilangkan spasme atau nyeri untuk meningkatkan istirahat.
g. Diagnosa keperawatan
Resiko cedera pada janin berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi darah ke plasenta.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 kali 24 jam tidak terjadi cedera pada janin.
Kriteria hasil: tidak ada tanda-tanda gawat janin, DJJ janin dalam batas normal (120-160
kali/menit).
Intervensi;
1) Istirahatkan ibu
Rasional: dengan mengistirahatkan ibu diharapkan metabolisme tubuh menurun dan peredaran
darah ke plasenta menjadi adekuat, sehingga kebutuhan oksigen untuk janin dapat terpenuhi.
2) Ajarkan ibu agar tidur miring kekiri.
Rasional: dengan tidur miring kekiri diharapkan vena kava dibagian kanan tidak tertekan oleh
uterus yang membesar, sehingga aliran darah keplasenta menjadi lancar.
3) Pantau tekanan darah ibu
Rasional: dengan memantau tekanan darah ibu dapat diketahui keadaan aliran darah keplasenta
berkurang, sehingga suplai oksigen ke janin berkurang.
4) Kolaborasi pemberian obat antihipertensi
Rasional: obat antihipertensi akan menurunkan tonus arteri dan menyebabkan penurunan
afterload jantung dengan vasodilatasi pembuluh darah, sehingga tekanan darah turun. Dengan
menurunkan tekanan darah, maka aliran darah ke plasenta menjadi adekuat.
4. Implementasi keperawatan

Melaksanakan tindakan yang telah dimuat dalam intervensi keperawatan.


5. Evaluasi keperawatan
Subjek : keadaan yang dirasakan pasien yang dilaporkan kepada perawat.
Objek : keadaan pasien yang dapat dilihat langsung oleh perawat.
Assessment : masalah yang telah teratasi dari intervensi yang telah diterapkan pada pasien.
Planning : perencanaan keperawatan kembali, jika ditemukan masalah yang belum teratasi.
Untuk evaluasi keperawatan pada diagnosa keperawatan pada kasus eklamsia post partum yaitu:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
S : pasien mengatakan tidak sesak
O : frekuensi nafas pasien normal (16-24 kali/menit)
A : masalah teratasi
P:b. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan cardiac out put (COP).
S : pasien mengatakan tidak sesak nafas
O : CRT <2 detik, serta nampak tidak terjadi sianosis
A : masalah teratasi
P:c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik, perubahan
permeabilitas pembuluh darah.
S : pasien mengatakan badannya terasa ringan
O : nampak tidak ada oedema.
A : maslah teratasi
P:d. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan
muntah
S : pasien mengatakan nafsu makannya kembali baik, tidak mual dan muntah.
O : nampak porsi makan dihabiskan, nampak tidak muntah
A : maslah teratasi
P:e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
S : pasien mengatakan sudah mampu melakukan aktifitas ringan sendiri
O : pasien nampak mampu melakukan aktifitasnya sendiri.
A : maslah teratasi
P:f. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan vaskuler otak.
S : pasien mengatakan sakit kepalanya berkurang, terkontrol atau hilang.
O : wajah pasien nampak tidak kesakitan
A : masalah teratasi
P:g. Resiko cedera pada janin berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi darah ke plasenta.
S : pasien mengatakan gerakan janin dalam kandungannya baik.

O : DJJ janin dalam batas normal (120-160 kali/menit)


A : maslah teratasi
P:-

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran

Anda mungkin juga menyukai