Skripsi: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan 2009
Skripsi: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan 2009
Oleh :
YANTI HARAHAP
NIM. 051000147
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
ABSTRAK
Dispepsia merupakan salah satu masalah pencernaan yang paling umum
ditemukan. Dialami sekitar 13%-40% populasi di dunia setiap tahun. Data Depkes
tahun 2004 menempatkan dispepsia di urutan ke 15 dari daftar 50 penyakit dengan
pasien rawat inap terbanyak di Indonesia dengan proporsi 1,3%.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita dispepsia
rawat inap di Rumah Sakit Martha Friska Medan tahun 2007. Penelitian ini bersifat
Deskritif dengan desain Case Series. Populasi sebanyak 412 data dan sampel
sebanyak 203 data yang diambil secara Systematic Random Sampling. Tekhnik
analisa data menggunakan analisa statistik Chi-Square dan T-test.
Proporsi tertinggi penderita Dispepsia adalah kelompok umur >50 tahun
(33,0%), jenis kelamin Perempuan (61,6%), agama Islam (75,3%), tamat SLTA
(17,7%), pekerjaan Ibu Rumah Tangga (30,0%), status Kawin (70,4%), asal Kota
Medan (86,7%), Dispepsia Fungsional (78,8%), Manifestasi Klinis Campuran
(52,7%), Lama Sakit Akut (74,9%), Pulang Berobat Jalan (90,1%), Bukan Dengan
Biaya Sendiri (79,8%), dan Lama Rawatan Rata-Rata 5,24 hari.
Berdasarkan hasil analisa statistik Chi-Square diperoleh hubungan yang
bermakna antara umur dengan dengan lama sakit (p<0,05) dan tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara umur dengan jenis dispepsia (p>0,05).
Berdasarkan hasil analisa T-Test terdapat perbedaan bermakna antara lama
rawatan rata-rata berdasarkan umur dan sumber biaya (p< 0,05), tidak terdapat
perbedaan perbedaan bermakna antara lama rawatan rata-rata berdasarkan jenis
dispepsia dan lama sakit (p>0,05).
Kepada petugas medis Rumah Sakit Martha Friska Medan diharapkan
memberikan saran-saran kepada penderita yang dapat mencegah kambuhnya
Dispepsia. Kepada bagian rekam medik diharapkan meningkatkan kelengkapan data
suku, tingkat pendidikan dan status perkawinan.
Keywords: Dispepsia, Karakteristik Penderita
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
ABSTRACT
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
DAFTAR ISI
Halaman Persetujuan ............................................................................................. i
Abstrak Indonesia .................................................................................................. ii
Abstrak Inggris ...................................................................................................... iii
Kata Pengantar ...................................................................................................... iv
Daftar Isi .................................................................................................................. viii
Daftar Tabel............................................................................................................. xi
Daftar Gambar ........................................................................................................ xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................
1.1. Latar Belakang .....................................................................................
1.2. Perumusan Masalah .............................................................................
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................
1.3.1. Tujuan Umum ............................................................................
1.3.2. Tujuan Khusus ...........................................................................
1.4. Manfaat Penelitian ...............................................................................
1
1
4
4
4
4
5
7
7
8
8
13
15
17
17
18
20
22
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
30
30
30
30
30
30
30
30
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
33
34
34
36
36
37
37
38
38
38
40
40
41
42
42
43
44
45
45
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
58
59
60
61
62
63
64
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1.
Tabel 5.2.
Tabel 5.3.
Tabel 5.4.
Tabel 5.5.
Tabel 5.6.
Tabel 5.7.
Tabel 5.8.
Tabel 5.9.
Tabel 5.10.
34
36
36
37
37
38
39
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
40
41
41
Tabel 5.11.
Tabel 5.12.
Tabel 5.13.
Tabel 5.14.
42
42
43
44
DAFTAR GAMBAR
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
45
46
Gambar 6.3.
47
48
49
50
51
52
53
54
Gambar 6.4.
Gambar 6.5.
Gambar 6.6.
Gambar 6.7.
Gambar 6.8.
Gambar 6.9.
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
56
57
58
59
60
61
62
63
64
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit tidak menular akhir-akhir ini merupakan suatu penyebab morbiditas
dan mortalitas di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia.1
Menurut WHO (2004), proporsi kematian di dunia yang disebabkan oleh penyakit
tidak menular sebesar 60% dan proporsi kesakitan sebesar 47%, dan diperkirakan
pada tahun 2020 proporsi kematian akan meningkat menjadi 73% dan proporsi
kesakitan menjadi 60%. Untuk negara SEARO (South East Asian Regional Office),
pada tahun 2020 diperkirakan proporsi kematian dan kesakitan yang disebabkan oleh
penyakit tidak menular sebesar 50% dan 42%. Di Indonesia, menurut hasil studi
morbiditas pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) prevalensi penyakit tidak
menular meningkat dari 15% pada tahun 1995 menjadi 18% pada tahun 2001.2
Perkembangan teknologi dan industri serta perbaikan sosio ekonomi telah
membawa perubahan perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi lingkungan
seperti pola konsumsi makanan yang tidak seimbang, kurangnya aktivitas fisik dan
meningkatnya polusi lingkungan. Perubahan tersebut telah memberi pengaruh
terhadap terjadinya peningkatan kasus-kasus penyakit tidak menular.3
Perubahan gaya hidup dan pola makan menjadi salah satu penyebab terjadinya
masalah pencernaan. Dispepsia merupakan salah satu masalah pencernaan yang
paling umum ditemukan. Kondisi ini dilaporkan dialami sekitar 25% (13%-40%)
populasi di dunia setiap tahun, namun sebagian besar penderita tidak mencari
pertolongan kesehatan.
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
jalan di seluruh rumah sakit di Indonesia. Tahun 2004, dispepsia menempati urutan
ke 15 dari daftar 50 penyakit dengan pasien rawat inap terbanyak di Indonesia dengan
proporsi 1,3% dan menempati urutan ke 35 dari daftar 50 penyakit penyebab
kematian dengan PMR 0,6%.11
Survei yang dilakukan Ari F. Syam dari FKUI (2001) menemukan bahwa dari
93 pasien yang diteliti, hampir 50% diantaranya mengalami dispepsia.12 Penelitian
yang dilakukan oleh Chaidir Aulia dengan menggunakan endoskopi terhadap 475
pasien di RSU Pondok Indah Jakarta pada bulan April 2002 sampai dengan Juli 2003
ditemukan proporsi penderita dispepsia sebesar 61,5%.13 Survei yang dilakukan pada
masyarakat Jakarta pada tahun 2006 oleh Departemen Ilmu penyakit Dalam FKUI
yang melibatkan 1645 responden mendapatkan pasien dengan sindrom dispepsia
mencapai angka 60%.14
Di RSUD Kabupaten Paniai Propinsi Papua tahun 2007, pasien dispepsia
berada di urutan ke 4 terbanyak untuk pasien rawat jalan dengan proporsi 5,04% (217
kasus) dan di urutan ke 9 untuk pasien rawat inap dengan proporsi 1,02% (10
kasus).15 Di RSUD Sungailiat Kabupaten Bangka tahun 2008, pasien dispepsia
berada di urutan ke 2 terbanyak untuk pasien rawat inap dengan proporsi 6,3% (441
kasus) dan di urutan ke 3 untuk pasien rawat jalan dengan proporsi 9,9% (595
kasus).16
Penelitian Sianturi C di RSUP. H. Adam Malik Medan menemukan bahwa
dari tahun 2001-2004, jumlah penderita sindrom dispepsia ada sebanyak 484 orang.17
Penelitian yang dilakukan oleh Sinaga B di RSU Advent Medan selama tahun 2005
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Dispepsia
Berdasarkan Konsensus terakhir di Roma tahun 1999, dispepsia diartikan
sebagai rasa sakit atau ketidaknyamanan yang berpusat pada perut bagian atas.4
Menurut Arif Mansjoer dkk (2001), dispepsia diartikan sebagai kumpulan
keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang
menetap atau mengalami kekambuhan.19
Sindrom dispepsia sebetulnya adalah kumpulan gejala nyeri atau rasa tidak
nyaman pada epigastrium, yang disertai dengan rasa panas di dada dan perut, nyeri
epigastrium, mual, muntah, nafsu makan berkurang, sendawa, rasa cepat kenyang,
atau perut kembung.20 Dalam perkembangannya, gejala rasa panas di dada dan perut
serta sendawa tidak dimasukkan lagi dalam sindrom dispepsia, karena korelasinya
erat dengan penyakit Gastro Oeshophageal Reflux Disease (GORD).6
Keluhan-keluhan ini tidak perlu selalu semua ada pada tiap pasien, dan bahkan
pada satu pasien pun keluhan dapat bervariasi dari waktu ke waktu. Definisi dispepsia
diatas menunjukkan bahwa sumber gejala-gejala yang timbul berasal dari saluran
cerna bagian atas, khususnya lambung dan duodenum.
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
sesudah makan, dan dapat menjalar ke punggung. Nyeri terasa berkurang atau
sembuh sementara sesudah makan atau setelah minum antasida. Gejala lain seperti
mual, muntah, kembung, bersendawa, dan berkurangnya nafsu makan sehingga berat
badan bisa menurun. 22
Hasil pemeriksaan endoskopi pada saluran cerna bagian atas yang dilakukan
terhadap 810 orang di RSUP. dr. Jamil Padang tahun 1990-1991, menemukan
penderita tukak lambung sebanyak 23 orang (proporsi 2,84%) dan tukak duodenum
24 orang (proporsi 2,96%).23
Tukak Esophagus
Tukak Lambung
Tukak Duodenum
b. Batu Empedu
Kelainan utama yang dapat timbul pada kandung empedu adalah terbentuknya
batu. Hal ini juga dapat terjadi pada saluran empedu. Pada kandung empedu, batu
dapat menyebabkan peradangan disebut kolestitis akut, juga dapat menimbulkan
kolik bilier dengan gejala nyeri epigastrium yang menjalar ke punggung dan bisa
berlangsung sampai berjam-jam dan meyebabkan penderitanya muntah. Di dalam
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
dilakukan terhadap 810 orang di RSUP. dr. Jamil Padang tahun 1990-1991,
menemukan penderita kanker lambung sebanyak 11 orang (proporsi 1,36%).22
Ditemukan 7 orang penderita kanker esophagus dari hasil pemeriksaan endoskopi
saluran cerna bagian atas yang dilakukan terhadap 810 orang (proporsi 0,86%) di
RSUP. dr. Jamil Padang tahun 1990-1991.23
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
e. Pankreatitis
Gambaran yang khas dari pankreatitis akut ialah rasa nyeri di epigastrium yang
hebat. Sifat nyeri timbulnya mendadak dan terus menerus, seperti di tusuk-tusuk dan
rasa terbakar. Perasaan nyeri tersebut mulai dari epigastrium kemudian menjalar ke
punggung. Beberapa jam kemudian perasaan nyeri tersebut menjalar ke seluruh perut
dan perut menjadi tegang. Timbul rasa mual, kadang-kadang muntah.
Penderita pankreatitis kronik juga mengeluh rasa nyeri di perut bagian atas.
Rasa nyeri juga seperti di tusuk-tusuk, menjalar ke punggung, disertai mual dan
muntah, sifatnya hilang timbul, sehingga tidak jarang dibuat diagnosa sakit lambung.
Pada pankreatitis kronik tidak ada keluhan rasa pedih, melainkan disertai tanda-tanda
diabetes melitus atau keluhan steatorrhoe.22
f. Dispepsia Pada Sindrom Malabsorbsi
Malabsorbsi adalah suatu keadaan terdapatnya gangguan pada proses absorbsi
dan digesti secara normal pada satu atau lebih zat gizi.25 Pada penderita ini di
samping mempunyai keluhan rasa nyeri perut, nausea, anoreksia, sering flatus,
kembung, keluhan utama lainnya ialah timbulnya diare yang berlendir.26
g. Gangguan Metabolisme
Diabetes Mellitus (DM) dapat menyebabkan gastroparesis yang hebat sehingga
timbul keluhan rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, mual dan muntah.
Gastroparesis didefinisikan sebagai ketidakmampuan lambung untuk mengosongkan
ruangan. Hal ini terjadi apabila makanan berbentuk padat tetap tertahan di lambung.
Gangguan metabolik lain seperti hipertiroid menimbulkan keluhan nyeri perut dan
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
menyebabkan peradangan mukosa lambung yang disebut dengan gastritis. Proses ini
bisa berlanjut hingga terjadi ulkus/tukak bahkan kanker lambung.
Helicobacter pylori panjangnya 2-3 mikron dan lebarnya 0,5 mikron.
Bentuknya seperti spiral berekor diselubungi lapisan mirip rambut atau flagela.
Bakteri ini hidup dibawah lapisan selaput lendir dinding bagian dalam lambung.
Fungsi selaput lendir di lambung adalah untuk melindungi dinding lambung dari
kerusakan akibat asam yang diproduksi lambung. Infeksi oleh Helicobacter pylori
merupakan infeksi yang cukup umum pada manusia. Lebih sering terjadi pada usia
muda. Kemungkinan ini berkaitan dengan keadaan sosio-ekonomi yang rendah dan
faktor kebersihan.
Dalam pertemuan di Centers for Disease Control and Prevention di Atlanta,
Georgia pada 1991, semua ahli mengakui hubungan langsung antara Helicobacter
pylori dengan penyakit gastritis. Sekitar 75% jenis penyakit tukak lambung telah
terbukti disebabkan oleh Helicobacter pylori yang dapat diobati secara permanen
menggunakan larutan antibiotik.27
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
persaingan yang tinggi, sering menjadi alasan para profesional untuk menunda
makan.28
7. Stres & Berbagai Reaksi Tubuh
Orang sering tidak menyadari kalau faktor stres erat sekali kaitannya dengan
reaksi tubuh yang merugikan kesehatan. Ada beberapa mekanisme yang kini
sudah dibuktikan, dan beberapa diantaranya berkaitan dengan sistem hormonal,
dimana stres secara otomatis akan menyebabkan otak mengaktifkan sistem
hormon untuk memicu sekresinya. stres paling banyak memicu sekresi hormon
kortisol, dimana hormon ini selanjutnya akan bekerja mengkoordinasi seluruh
sistem di dalam tubuh termasuk jantung, paru-paru, peredaran darah, metabolisme
dan sistem imunitas tubuh dalam reaksi yang ditimbulkannya.
Sekresi hormon ini juga menjelaskan mengapa ketika menghadapi stres, tekanan
darah dan denyut jantung meningkat secara cepat. Peningkatan kerja sistem
pernafasan ini akan mengakibatkan paru-paru bekerja ekstra untuk mengambil
oksigen lebih banyak hingga meningkatkan juga peredaran darah di seluruh
bagian tubuh mulai dari otot-otot hingga ke otak, dan peningkatan tersebut
disebutkan beberapa riset bisa naik mencapai 300% melebihi batas normal.
Akibatnya, bukan jantung saja yang dapat terasa berdebar, namun keseluruhan
sistem tubuh termasuk pengeluaran keringat juga akan meningkat dengan cepat.
Selain hormon kortisol, ada hormon lain yang turut berperan dalam mekanisme
ini, diantaranya hormon katekolamin yang terdiri dari zat aktif dopamin,
norepinefrin dan epinefrin yang lebih dikenal dengan adrenalin. Hormon ini akan
mengaktifkan suatu sistem ingatan jangka panjang yang akan mengingat stressor
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
yang sama pada peristiwa selanjutnya serta menekan bagian otak yang berperan
dalam ingatan jangka pendek. penekanan ingatan jangka pendek ini dinilai para
ahli sebagai faktor utama yang menyebabkan orang tidak lagi dapat dengan
mudah berpikir secara rasional ketika mereka dilanda stres. Proses ini juga
memicu terjadinya penyakit psychosomatik dengan gejala dispepsia seperti mual
dan muntah, diare, pusing, sakit otot juga sendi.30
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
d. Muntah
e. Bengkak abdomen bagian atas (Upper abdominal bloating)
f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan
3. Dispepsia Mixed/Gabungan, yang gejalanya gabungan antara nyeri di ulu
hati dan rasa mual, kembung dan muntah, tapi tidak ada yang spesifik atau
dominan.19
Dispepsia dapat bersifat akut dan kronis, pembagiannya berdasarkan atas
jangka waktu tiga bulan. Bila lama sakit terjadi selama tiga bulan atau kurang disebut
akut. Lebih dari tiga bulan disebut kronis.19
2.4. Epidemiologi Dispepsia
2.4.1. Distribusi Frekuensi
a. Berdasarkan Orang
1. Umur
Dispepsia bisa terjadi pada semua golongan usia, terutama usia diatas 20
tahun.30 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eddy Bagus di Unit
Gastroenterologi RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2001, dari 39 sampel
yang diperiksa 79,4% umur penderita dispepsia berada pada usia 30 sampai 50
tahun.31
2. Jenis Kelamin
Kasus dispepsia lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria,
dengan perbandingan sekitar 2 : 1.29
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
3. Etnis
Di Amerika, prevalensi dispepsia meningkat dengan bertambahnya usia,
lebih tinggi pada kelompok kulit hitam dan Hispanik, dibanding kelompok
kulit putih. Dikalangan Aborigin frekuensi infeksi Helicobacter pylori lebih
rendah dibandingkan kelompok kulit putih, walaupun kondisi higiene dan
sanitasi jelek.32
b. Berdasarkan Tempat
Penyebaran dispepsia pada umumnya pada lingkungan yang padat
penduduknya, sosio ekonomi yang rendah, dan banyak terjadi pada negara
yang sedang berkembang dibandingkan pada negara maju. Di negara
berkembang diperkirakan 10 % anak berusia 2-8 tahun terinfeksi setiap
tahunnya sedangkan di negara maju kurang dari 1%.33
c. Berdasarkan Waktu
Penyakit dispepsia paling sering ditemukan pada bulan puasa, bagi yang
menjalankan puasa. Berpuasa berarti sistem pencernaan tidak menerima
makanan dan minuman kurang-lebih 14 jam. Penelitian di Paris pada tahun
1994 terhadap 13 sukarelawan yang berpuasa memperlihatkan, setelah 6-8
jam perut kosong, terjadi peningkatan pepsin dan asam lambung yang dapat
menimbulkan gejala dispepsia. Umumnya penderita dispepsia fungsional pada
minggu pertama akan merasa perih pada lambung. Kondisi ini akan normal
pada minggu kedua.28
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
2.5. Diagnosis
Bila seseorang penderita baru datang, pemeriksaan lengkap dianjurkan bila
terdapat keluhan yang berat, muntah-muntah, telah berlangsung lebih dari 4 minggu,
adanya penurunan berat badan, dan usia lebih dari 40 tahun. Untuk memastikan
penyakitnya, disamping pengamatan fisik perlu dilakukan pemeriksaan, yaitu:
a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan, diperlukan darah, urine, tinja
untuk diperiksa secara rutin. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan lekositosis
berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika cairan tampak cair
berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderita
malabsorbsi. Seorang yang diduga menderita dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa
asam lambungnya.21, 37
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
b. Radiologis
Pada tukak di lambung akan terlihat gambar yang disebut niche yaitu
suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak
umumnya regular, semisirkuler, dasarnya licin. Kanker di lambung secara radiologis
akan tampak massa yang ireguler, tidak terlihat peristaltik di daerah kanker, bentuk
dari lambung berubah.22, 38
c. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi sangat membantu dalam diagnosis, yang perlu
diperhatikan warna mukosa, lesi, tumor jinak atau ganas. Kelainan di lambung yang
sering ditemukan adalah tanda peradangan tukak yang lokasinya terbanyak di bulbus,
dan parsdesenden, tumor jinak atau ganas yang divertikel. Pada endoskopi ditemukan
tukak baik di esophagus, lambung, maupun duodenum, maka dapat dibuat diagnosis
dispepsia tukak. Sedangkan bila tidak ditemukan tukak tetapi hanya ada peradangan
maka dapat dibuat diagnosis dispepsia bukan tukak.22, 37
d. Ultrasonografi
Akhir-akhir ini banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik
dari suatu penyakit. Pemanfaatan alat USG pada pasien dispepsia terutama bila
dugaan ke arah kelainan di traktus biliaris, pankreas, kelainan di tiroid, bahkan juga
ada dugaan tumor di esophagus dan lambung.22, 37
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
2.6. Pencegahan
Pencegahan terhadap penyakit dispepsia ini adalah sebagai berikut:
a. Pencegahan Primordial
Merupakan upaya pencegahan pada orang-orang yang belum memiliki faktor
risiko dispepsia, dengan memberikan penyuluhan tentang cara mengenali dan
menghindari keadaan/kebiasaan yang dapat mencetuskan serangan dispepsia, Sebagai
contoh adalah adanya peraturan yang dibuat oleh pemerintah dengan membuat
peraturan pada kotak rokok akan bahaya dari rokok tersebut terhadap kesehatan.
Untuk menghindari infeksi Helicobacter pylori dilakukan dengan cara menjaga
sanitasi lingkungan agar tetap bersih, perbaikan gizi dan penyediaan air bersih. 28
b. Primer (Primary Prevention)
Berperan dalam mengelola dan mencegah timbulnya gangguan akibat dispepsia
pada orang yang sudah mempunyai faktor risiko dengan cara membatasi atau
menghilangkan kebiasaan-kebiasaan tidak sehat seperti makan tidak teratur, merokok,
mengkonsumsi alkohol, minuman bersoda, makanan berlemak, pedas, asam dan
menimbulkan gas di lambung.
Jika memungkinkan, obat-obatan penghilang nyeri dari golongan NSAIDs diganti
dengan obat-obatan yang tidak mengandung NSAIDs. Berat badan perlu dikontrol
agar tetap ideal, karena gangguan di saluran pencernaan seperti rasa nyeri di
lambung, kembung dan konstipasi lebih umum terjadi pada orang yang mengalami
obesitas. Rajin olahraga dan mampu memanejemen stres juga akan menurunkan
risiko terjadinya dispepsia.27
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
terlebih dulu.19
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
c. Pencegahan Tersier
Penting sekali untuk para tenaga medis/psikiater untuk menelusuri kejadian
yang menimpa pasien dalam suatu sistem terapi secara terpadu.Dengan
Rehabilitasi mental melalui konseling diharapkan terjadi progresifitas
penyembuhan yang baik setelah faktor stres ditangani.27
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
BAB 3
KERANGKA KONSEP
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan latar belakang dan studi kepustakaan diatas maka dapat disusun
suatu kerangka konsep penelitian mengenai karakteristik penderita dispepsia rawat
inap di RS Martha Friska Medan tahun 2007, sebagai berikut:
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
Umur adalah usia penderita dispepsia yang di rawat inap di rumah sakit,
sesuai dengan yang tercatat di kartu status. Dikategorikan atas:39
1. 20 tahun
2. 21-30 tahun
3. 31-40 tahun
4. 41-50 tahun
5. >50 tahun
Dalam melakukan uji tabulasi silang, maka umur dikategorikan menjadi:
1. 40 tahun
2. >40 tahun
b)
Jenis Kelamin adalah ciri khas tertentu yang dimiliki oleh penderita
dispepsia, sesuai dengan yang tercatat di kartu status. Dikategorikan atas:
1. Laki-laki
2. Perempuan
c)
Suku adalah etnik penderita dispepsia sesuai dengan yang tercatat pada
kartu status, dikategorikan atas:
1. Batak
2. Jawa
3. Melayu
4. Minang
5. Aceh
6. Lainnya
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
1. Belum Kawin
2. Kawin
3. Tidak Tercatat
h) Daerah asal adalah tempat tinggal penderita dispepsia, sesuai dengan yang
tercatat dalam kartu status, dikategorikan atas:
1. Dalam kota Medan
2. Luar kota Medan
3.2.3. Jenis dispepsia adalah jenis penyakit dispepsia yang diderita pasien
berdasarkan diagnosa dokter, sesuai dengan yang tercatat dalam kartu status.
Dikategorikan atas:
Dispepsia Organik
Metabolisme).
2. Dispepsia Fungsional
1.
(Gastritis,
Malabsorbsi,
Kolestitis,
Gangguan
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
3.2.7. Sumber biaya adalah sumber biaya perawatan penderita dispepsia, sesuai
dengan yang tercatat di kartu status. Dikategorikan atas:
1. Biaya Sendiri
2. Bukan Biaya Sendiri (Askeskin, Askes, Jamsostek)
3.2.8. Keadaan sewaktu pulang adalah keadaan penderita dispepsia sewaktu
meninggalkan rumah sakit, sesuai dengan yang tercatat dalam kartu status.
Dikategorikan atas:
1. Pulang Berobat Jalan (PBJ)
2. Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS)
3. Meninggal
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan
menggunakan desain case series.
4.3.2. Sampel
Sampel penelitian ini adalah data sebagian penderita dispepsia rawat inap di
RS Martha Friska Medan tahun 2007.
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
a. Besar Sampel
Besar sampel ditentukan dengan rumus:40
N
1 + N (d2)
Keterangan:
N = Besar Populasi
n = Besar Sampel
d = Tingkat kepercayaan (0,05)
412
1 + 412 (0,05)2
= 202,95 ~ 203
Berdasarkan perhitungan diatas, maka besar sampel dalam penelitian adalah
sebanyak 203 data.
b. Metode Pengambilan Sampel
Kartu status pasien pada tahun 2007 diberi nomor berurutan. Pengambilan
sampel dilakukan secara Systematic Random Sampling, dimana hasil bagi antara
jumlah populasi (N) dengan besar sampel yang akan diambil (n) dijadikan sebagai
interval sampel (k).
Dari hasil perhitungan diperoleh hasil sebesar, k = 2,03 ~ 2. Pengambilan
sampel pertama dilakukan dengan cara Simple Random Sampling yaitu dengan cara
mengundi kartu status nomor urut pertama dan kedua. Untuk sampel-sampel
berikutnya ditentukan dengan menggunakan rumus dari barisan aritmatika yaitu:
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
= s
Sampel Ke-2
= s + (2-1) 2
= s+2
Sampel Ke-203
= s + (203-1) 2
= s + 404
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
BAB 5
HASIL PENELITIAN
5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Martha Friska berdiri sejak tanggal 2 Maret 1981, beralamat di
Jalan Komodor Yos Sudarso No 91 Medan, Sumatera Utara, dengan status
kepemilikan di bawah Yayasan Rumah Sakit Martha Friska. Bangunan awal rumah
sakit berupa bangunan permanen berlantai satu dengan luas bangunan 628,2 M2
dengan kapasitas 50 tempat tidur.
Oleh karena perkembangan rumah sakit, pada tanggal 17 Agustus 1996
diresmikan penggunaan gedung berlantai lima dengan luas bangunan 750 M2. Pada
saat ini Rumah Sakit Martha Friska mempunyai luas lahan sebesar 3.640 M2 dan luas
lahan cadangan 1.195 M2. Jumlah tempat tidur saat ini sebanyak 250 unit. Pada tahun
2002 status kepemilikan Rumah Sakit Friska beralih kepada PT. Karya Utama Sehat
Sejahtera.
Pada Rumah Sakit Martha Friska terdapat beberapa unit pelayanan, yaitu Unit
Gawat Darurat, Unit Bedah, Unit Laboratorium, Poli THT, Poli Gigi dan Mulut, Poli
Mata, Poli Anak, Poli Umum, Poli Penyakit Dalam, Poli Kebidanan, Poli Paru, Poli
Neurologi, Poli Penyakit Kulit dan Kelamin, dan lain-lain. Saat ini Rumah Sakit
Martha Friska dipimpin oleh dr. R.P.H. Siahaan MHA.
Sumber daya manusia Rumah sakit Martha Friska terdiri dari tenaga medik 220
orang (33%), tenaga paramedis keperawatan 310 orang (46%), paramedis non
keperawatan 34 orang (5%), tenaga non medik 103 orang (16%).
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
39
35
22
40
67
203
19,2
17,2
10,8
19,8
33,0
100,0
Total
78
125
203
38,4
61,6
100,0
Total
153
43
6
1
203
75,3
21,2
3,0
0,5
100,0
13
5
8
36
22
119
203
6,4
2,6
3,9
17,7
10,8
58,6
100,0
61
46
27
29
13
27
203
f
30,0
22,7
13,3
14,3
6,4
13,3
100,0
%
Total
2
Jenis Kelamin
Laki laki
Perempuan
Agama
Islam
Kristen
Budha
Hindu
Tingkat Pendidikan
Tidak Sekolah
SD
SLTP
SLTA
Akademi/Perguruan Tinggi
Tidak Tercatat
Total
Pekerjaan
Ibu rumah Tangga (IRT)
Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Pegawai Swasta
Wiraswasta
Pelajar
Lain-lain
Total
Status Perkawinan
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
Kawin
Tidak Kawin
Tidak Tercatat
7
Total
143
42
18
203
70,4
20,7
8,9
100,0
Total
176
27
203
86,7
13,3
100,0
Daerah Asal
Dalam Kota Medan
Luar Kota Medan
Berdasarkan tabel 5.1. dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita dispepsia
rawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2007 berdasarkan umur adalah >50
tahun yaitu sebesar 33,0%, proporsi terendah dari kelompok umur 31-40 tahun
sebesar 10,8%. Berdasarkan jenis kelamin, proporsi perempuan lebih tinggi yaitu
sebesar 61,6%, sedangkan proporsi laki-laki sebesar 38,4%. Data penderita
berdasarkan suku tidak dapat disajikan karena tidak tercatat.
Proporsi agama tertinggi adalah Islam sebesar 75,3% dan proporsi terendah
adalah Hindu sebesar 0,5%. Berdasarkan tingkat pendidikan yang tercatat, proporsi
tertinggi adalah tamat SLTA sebesar 17,7% dan terendah SD sebesar 2,6%. Proporsi
tertinggi berdasarkan pekerjaan adalah
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
Kro
nik
Total
1
5
2
5
1
2
0
3
7
4
,
9
2
5
,
1
1
0
0
,
0
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
X
SD
95%CI
Coef. of Variation
Minimum
Maximum
5,24
3,822
4,71-5,77
72,94%
1
31
Dari tabel 5.7. dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata penderita dispepsia
yang dirawat inap di RS Martha Friska Medan tahun 2007 adalah 5,24 hari,
SD=3,822 hari, dan nilai Coefficient of Variation adalah 72,94% (>10%), artinya
lama rawatan rata-rata penderita dispepsia sangat bervariasi, dimana lama rawatan
minimum adalah 1 hari dan lama rawatan maksimum adalah 31 hari. Dari CI dapat
disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa lama rawatan rata-rata penderita dispepsia
adalah 4,71-5,77 hari.
5.2.6. Sumber Biaya
Proporsi penderita dispepsia rawat inap di RS Martha Friska Medan tahun
2007 berdasarkan sumber biaya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap
Sumber Biaya di RS Martha Friska Medan Tahun 2007
No
Sumber Biaya
f
1 Biaya Sendiri
41
2 Bukan Biaya Sendiri
162
Total
203
Berdasarkan
%
20,2
79,8
100,0
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
daerah asal, satu orang (50%) adalah penduduk Medan dan satu orang lagi (50%)
berasal dari luar kota Medan.
Berdasarkan jenis dispepsia, kedua penderita (100%) berdasarkan pemeriksaan
dokter mengidap dispepsia fungsional. Satu orang penderita selain mengidap
dispepsia, juga didiagnosa mengalami psycosometri, seorang lagi tidak diketahui
apakah penderita mengalami komplikasi. Tidak menutup kemungkinan penderita
yang seorang lagi juga mengalami komplikasi penyakit lain, namun belum sempat
terdeteksi karena penderita sudah meninggal. Satu orang meninggal setelah dirawat
selama empat hari dan seorang lagi meninggal setelah dirawat enam hari.
Berdasarkan lama sakit, kedua penderita (100%) mengalami dispepsia kronis.
5.3. Analisa Statistik
5.3.1. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Jenis Dispepsia
Distribusi proporsi umur berdasarkan jenis dispepsia pada penderita dispepsia
rawat inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2007 dapat dilihat pada tabel dibawah
ini:
Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Jenis Dispepsia Pada
Penderita Dispepsia Rawat Inap di RS Martha Friska Medan Tahun
2007
Jenis Dispepsia
No
Umur (Tahun)
Organik
Fungsional
f
%
f
%
1
40
17
39,5
79
49,4
2
60,5
81
50,6
> 40
26
Total
43
100,0
160
100,0
p = 0,251
X2 = 1,371
df = 1
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
dari kelompok umur 40 tahun sebesar 25,5%. Dari hasil uji chi-square diperoleh
nilai p<0,05. Artinya ada hubungan yang bermakna antara umur penderita dengan
jenis dispepsia.
5.3.3. Distribusi Proporsi Lama Sakit Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang
Distribusi proporsi lama sakit berdasarkan keadaan sewaktu pulang pada
penderita dispepsia rawat inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2007 dapat dilihat
pada atbel dibawah ini:
Tabel 5.10. Distribusi Proporsi Lama Sakit Berdasarkan Keadaan Sewaktu
Pulang Pada Penderita Dispepsia Rawat Inap di RS Martha Friska
Medan Tahun 2007
Keadaan Sewaktu Pulang
NO
Lama Sakit
PBJ
PAPS
Meninggal
f
%
f
%
f
%
3 bulan (Akut)
137
74,5
15
88,2
0
0,0
1
>3 bulan (Kronik)
47
25,5
2
11,8
2
100,0
2
Total
184
100,0
17
100,0
2
100,0
Berdasarkan tabel 5.10. dapat dilihat bahwa dari 184 penderita yang pulang
berobat jalan, proporsi penderita dengan lama sakit 3 bulan (akut) lebih tinggi yaitu
sebesar 74,5%. Proporsi penderita dengan lama sakit >3 bulan (kronik) sebesar
25,5%. Dari 17 penderita yang pulang atas permintaan sendiri, proporsi penderita
dengan lama sakit 3 bulan (akut) lebih tinggi yaitu sebesar 88,2%. Proporsi
penderita dengan lama sakit >3bulan (kronik) sebesar 11,8%. Proporsi penderita yang
meninggal 100% berasal dari penderita dengan lama sakit >3 bulan (kronik) sebanyak
2 orang. Analisa dengan uji chi-square tidak dapat dilakukan karena terdapat 3 sel
(50,0%) yang expected count-nya kurang dari 5.
5.3.4. Distribusi Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Umur
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
t = -0,321
df = 201
p = 0,748
dispepsia.
5.3.6. Distribusi Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Lama Sakit
Distribusi lama rawatan rata-rata berdasarkan lama sakit pada penderita
dispepsia rawat inap di RS Martha Friska Medan Tahun 2007 dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel 5.13. Distribusi Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Lama Sakit Pada
Penderita Dispepsia Rawat Inap di RS Martha Friska Medan
Tahun 2007
Lama Rawatan Rata-Rata
No
Lama Sakit
f
X
SD
1
3 bulan (Akut)
152
5,06
3,830
2
>3 bulan (Kronik)
51
5,76
3,787
t = -1,142
df = 201
p = 0,255
Berdasarkan tabel 5.13. dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata
berdasarkan lama sakit lebih lama pada penderita kronik yaitu 5,76 hari dengan SD =
3,830 hari sedangkan pada penderita akut lama rawatan rata-ratanya adalah 5,06 hari
dengan SD = 3,787 hari. Berdasarkan hasil uji t-test diperoleh nilai p>0,05. Hal ini
berarti tidak ada perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan jenis dispepsia.
5.3.7. Distribusi Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Sumber Biaya
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
p<0,05. Hal ini berarti ada perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan
sumber pembiayaan.
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
BAB 6
PEMBAHASAN
6.1. Karakteristik Penderita Dispepsia Berdasarkan Sosiodemografi
6.1.1. Umur
Proporsi penderita dispepsia berdasarkan umur di RS Martha Friska Medan
tahun 2007 dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Umur Penderita Dispepsia
100
90
Proporsi (%)
80
70
60
50
40
33.0
30
19.8
20
19.2
17.2
10.8
10
0
>50 tahun
41-50 tahun
20 tahun
21-30 tahun
31-40 tahun
Gambar 6.1. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap
Berdasarkan Umur Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007
Berdasarkan gambar 6.1. dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita
dispepsia berdasarkan umur terdapat pada kelompok umur >50 tahun yaitu sebesar
33,0% sedangkan proporsi terendah terdapat pada kelompok umur 31-40 tahun
sebesar 10,8%. Pada usia 50 tahun keatas telah terjadi proses degenerasi di dalam
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
organ tubuh. Artinya organ-organ tubuh mengalami penurunan daya kerja yang
berdampak pada ketahanan tubuh sehingga tubuh mudah terserang penyakit.27
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Sinaga B (2008)
di RS Advent Medan tahun 2005 dengan desain case series yang menemukan
proporsi kejadian dispepsia tertinggi pada umur >50 tahun sebesar 33,5%.18
6.1.2. Jenis Kelamin
Proporsi penderita Dispepsia berdasarkan Jenis Kelamin di RS Martha Friska
Medan tahun 2007 dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Jenis Kelamin Penderita Dispepsia
38.4%
Perempuan
Laki-laki
61.6%
Gambar 6.2. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap
Berdasarkan Jenis Kelamin Di RS Martha Friska Medan Tahun
2007
Berdasarkan gambar 6.2. dapat dilihat bahwa proporsi penderita dispepsia
berdasarkan jenis kelamin lebih tinggi pada perempuan yaitu 61,6% sedangkan pada
laki-laki sebesar 38,4%. Kejadian dispepsia lebih banyak diderita perempuan
daripada laki-laki.29 Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Sianturi C (2006) dengan desain case series di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
75.3%
Gambar 6.3. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap
Berdasarkan Agama Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007
Berdasarkan gambar 6.3. dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita
dispepsia berdasarkan agama adalah Islam sebesar 75,3% dan proposi terendah
beragama Hindu yaitu sebesar 0,5 %. Penyakit dispepsia tidak dipengaruhi oleh
agama tertentu. Dalam penelitian ini jumlah penderita yang beragama Islam lebih
besar daripada agama-agama lainnya, karena pengunjung yang datang berobat ke RS
Martha Friska mayoritas beragama Islam.
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
Proporsi (%)
58.6
17.7
T idak
Tercatat
SLTA
10.8
Akademi/PT
6.4
3.9
2.6
Tidak
Sekolah
SLTP
SD
Gambar 6.4. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap
Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di RS Martha Friska Medan
Tahun 2007
Berdasarkan Gambar 6.4. dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita
dispepsia berdasarkan tingkat pendidikan yang tercatat adalah SLTA sebesar 17,7%
dan proporsi terendah adalah SD sebesar 2,6%. Tingkat pendidikan penderita
dispepsia mempengaruhi tingkat pengetahuannya untuk mengatur pola hidupnya,
khususnya pola makan. Apabila individu tidak dengan tepat mengatur pola hidupnya
dengan baik maka akan memicu terjadinya dispepsia. Hasil penelitian ini sesuai
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sinaga B (2008) dengan desain case
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
series di RS Advent Medan tahun 2005 yang menemukan proporsi tertinggi penderita
dispepsia berpendidikan SLTA sebesar 34,2%.18
6.1.5. Pekerjaan
Proporsi penderita dispepsia berdasarkan pekerjaan di RS Martha Friska
Medan tahun 2007 dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Proporsi (%)
30.0
22.7
Ibu Rumah
Pegawai
Tangga (IRT) Negeri Sipil
(PNS)
14.3
13.3
13.3
Wiraswasta
Pegawai
Swasta
Lain-lain
6.4
Pelajar
Gambar 6.5. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap
Berdasarkan Pekerjaan Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007
Berdasarkan gambar 6.5. dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita
dispepsia berdasarkan pekerjaan adalah Ibu Rumah Tangga (IRT) yaitu sebesar
30,0% dan yang terendah adalah pelajar sebesar 6,4%.
Aktivitas monoton merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tingkat
kejenuhan
meningkat
sehingga
dapat
menimbulkan
stress
yang
memicu
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
masalah yang dihadapi dalam rumah tangga.41 Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Nazrul & Julius (1992) di RSU dr. M. Jamil,
Padang dengan desain Case Series yang menemukan bahwa proporsi tertinggi
penderita adalah Pegawai Negeri Sipil (31,6%). Pekerjaan Ibu Rumah Tangga berada
di posisi kedua sebesar 19,26%.21
6.1.6. Status Perkawinan
Proporsi penderita dispepsia berdasarkan status perkawinan di RS Martha
Friska Medan tahun 2007 dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Status Perkawinan Penderita Dispepsia
8.9%
20.7%
Kawin
Tidak Kawin
Tidak Tercatat
70.4%
Gambar 6.6. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap
Berdasarkan Status Perkawinan Di RS Martha Friska Medan
Tahun 2007
Berdasarkan gambar 6.6. dapat dilihat bahwa proporsi penderita dispepsia
berdasarkan status perkawinan yang tercatat lebih tinggi pada penderita yang sudah
kawin yaitu sebesar 70,4%, sedangkan yang tidak kawin sebesar 8,9%. Hasil ini
bukan berarti individu yang menikah lebih beresiko untuk menderita dispepsia
dibandingkan dengan individu yang belum menikah.
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
13.3%
Medan
Luar Medan
86.7%
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
13,3%. Hal ini disebabkan karena rumah sakit tersebut berada di kota Medan
sehingga pengunjung yang datang berobat sebagian besar berasal dari kota Medan.
Selain itu juga ada juga penderita yang berasal dari luar kota Medan, ketika
berobat menggunakan alamat keluarga yang tinggal dikota Medan. Diperkirakan
faktor stres yang umumnya dialami masyarakat di kota-kota besar sebagai akibat
rutinitas dan kesibukan sehari-hari turut juga menjadi penyebab banyaknya penderita
dispepsia yang berasal dari kota Medan.
6.1.8. Jenis Dispepsia
Proporsi penderita dispepsia berdasarkan jenis dispepsia di RS Martha Friska
Medan tahun 2007 dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Jenis Dispepsia
21.2%
Fungsional
Organik
78.8%
Gambar 6.8. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap
Berdasarkan Jenis Dispesia Di RS Martha Friska Medan Tahun
2007
Berdasarkan gambar 6.8. dapat dilihat bahwa berdasarkan jenis dispepsia,
proporsi penderita dispepsia fungsional lebih tinggi yaitu sebesar 78,8%. Proporsi
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
dispepsia organik sebesar 21,2%. Menurut data terakhir yang diperoleh di RSCM
tahun 1998 disebutkan dari 100 pasien dengan keluhan dispepsia, 80 persen
mengalami dispepsia fungsional.42 Sebuah penelitian dengan jumlah pasien yang
besar dan melibatkan pusat endoskopi di beberapa kota di Indonesia, memperlihatkan
dispepsia fungsional ditemukan pada 86,41 % dari 7.092 kasus dispepsia yang
dilakukan endoskopi.32
Hai ini berlawanan dengan pemeriksaan endoskopi 223 pasien pada penderita
dispepsia di RSUD Tugurejo Semarang 2003 yang menemukan sekitar 80% adanya
lesi organik di saluran cerna bagian atas.43
6.1.9. Manifestasi Klinis
Proporsi penderita dispepsia berdasarkan manifestasi klinis di RS Martha
Friska Medan tahun 2007 dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Manifestasi Klinis penderita Dispepsia
18.2%
Mixed Dyspepsia
52.7%
Dysmotility-like Dyspepsia
Ulcus-like Dyspepsia
29.1%
Gambar 6.9. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap
Berdasarkan Manifestasi Klinis Di RS Martha Friska Medan
Tahun 2007
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
25.1%
3 bulan (Akut)
> 3 bulan (Kronik)
74.9%
Gambar 6.10. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap
Berdasarkan Lama Sakit Di RS Martha Friska Medan Tahun
2007
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
Berdasarkan gambar 6.10. dapat dilihat bahwa berdasarkan lama sakit, proporsi
penderita akut lebih tinggi yaitu sebesar 74,9%, sedangkan penderita kronik sebesar
25,1%. Lama sakit ditentukan dari lama waktu penderita mengalami dispepsia.
Penderita yang lama sakit kurang dari 12 minggu atau 3 bulan dinyatakan akut
sebaliknya jika lebih dari waktu tersebut dinyatakan kronik. Hasil penelitian ini
sesuai dengan hasil penelitian Sinaga B (2008) di RS Advent Medan tahun 2005
dengan desain case series yang menemukan bahwa proporsi penderita dispepsia
dengan lama sakit akut lebih tinggi dengan proporsi 53,5%.18
6.1.11. Lama Rawatan Rata-Rata
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama rawatan rata-rata penderita
dispepsia adalah 5,24 hari, SD = 3,822 hari dan nilai coefficient of variation (COV)
72,94% (COV > 10%), artinya lama rawatan rata-rata penderita dispepsia sangat
bervariasi, dimana lama rawatan tersingkat 1 hari sedangkan lama rawatan terlama
adalah 31 hari. Dari CI dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini lama rawatan rata-rata
penderita dispepsia adalah 4,71 5,77 hari.
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
20.2%
79.8%
Gambar 6.11. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap
Berdasarkan Sumber Biaya Di RS Martha Friska Medan Tahun
2007
Berdasarkan gambar 6.11. dapat dilhat bahwa berdasarkan sumber biaya,
proporsi penderita dispepsia yang berobat bukan dengan biaya sendiri lebih tinggi
yaitu sebesar 79,8%. Penderita dengan biaya sendiri proporsinya sebesar 20,2%. Hal
ini terjadi karena sebagian besar penderita dispepsia yang berobat ke RS Martha
Friska Medan menggunakan jasa asuransi kesehatan.
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
8.4% 1.0%
Pulang Berobat Jalan (PBJ)
Pulang Atas Permintaan Sendiri
(PAPS)
Meninggal
90.6%
Gambar 6.12. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Dispepsia Rawat Inap
Berdasarkan Lama Sakit Di RS Martha Friska Medan Tahun
2007
Berdasarkan gambar 6.12. dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita
dispepsia berdasarkan keadaan sewaktu pulang adalah pulang berobat jalan(PBJ)
yaitu sebesar 90,6% dan proporsi terendah adalah penderita meninggal sebesar 1,0%.
Banyaknya proporsi pulang berobat jalan berkaitan dengan proses penyembuhan yang
memerlukan waktu yang lama dan dianjurkan kepada setiap pasien untuk melakukan
pengontrolan kembali ke bagian gastroenterogi. Hasil penelitian ini sesuai dengan
hasil penelitian Sinaga B (2008) di RS Advent Medan tahun 2005 dengan desain case
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
series yang menemukan bahwa keadaan sewaktu pulang penderita dispepsia terbesar
adalah PBJ dengan proporsi 72,1%.18
Proporsi (%)
100
80
60
40
60.5
39.5
49.4
50.6
40 tahun
>40 tahun
20
0
Organik
Fungsional
Jenis Dispepsia
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
ini semua kelompok umur memiliki resiko yang sama untuk terkena dispepsia
organik dan fungsional.
Proporsi (%)
100
74.5
80
60
54.6
40 tahun
45.4
40
25.5
>40 tahun
20
0
Akut
Kronik
Lama Sakit
Gambar 6.14. Diagram Bar Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Lama Sakit
Pada Penderita Dispepsia Rawat Inap di RS Martha Friska
Medan Tahun 2007
Berdasarkan gambar 6.14. dapat dilihat bahwa proporsi penderita dispepsia
akut, lebih tinggi pada kelompok umur 40 tahun sebesar 54,6%. Pada kelompok
umur >40 tahun sebesar 45,4%. Proporsi penderita dispepsia kronis lebih tinggi pada
kelompok umur >40 tahun sebesar 74,5%. Pada kelompok umur 40 tahun sebesar
25,5%.
Berdasarkan analisa statistik dengan uji chi-square diperoleh nilai p<0,05
(p=0,000), artinya ada hubungan yang bermakna antara umur penderita dengan lama
sakit. Dapat dikatakan bahwa pada penelitian ini, semakin tua umur seseorang maka
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
tingkat keparahan yang diderita oleh penderita dispepsia mengarah pada tingkat
keparahan kronik karena penderitanya lebih sulit untuk dapat sembuh jika
dibandingkan dengan penderita yang lebih muda usianya.
Selain itu permasalahan yang dihadapi pada usia ini lebih kompleks sehingga
lebih rentan terkena stres. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Sinaga B
(2008) di RS Advent Medan tahun 2005 dengan desain case series yang menemukan
adanya hubungan yang bermakna antara umur penderita dengan lama sakit.
6.2.3. Distribusi Proporsi Lama Sakit Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang
Lama Sakit Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang
100
100
Proporsi (% )
80
88.2
74.5
60
40
3 bulan (Akut)
>3 bulan (Kronik)
25.5
20
11.8
0
0
PBJ
PAPS
Meninggal
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
akut sebesar 88,2%. Proporsi pada penderita dispepsia kronis sebesar 11,8%. Proporsi
penderita yang meninggal 100% berasal dari kelompok penderita dispepsia kronis
Pada pengolahan data ini tidak dapat diketahui apakah ada hubungan antara
keadaan sewaktu pulang penderita dengan lama sakit karena data tidak memenuhi
syarat untuk dilakukan uji chi-square, karena terdapat 3 sel (50,0%) yang expected
count nya kurang dari 5.
6.2.4. Lama Rawatan Rata-rata Berdasarkan Umur
40 tahun
Umur
4.13
>40 tahun
6.23
Hari
Gambar 6.16. Diagram Bar Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Umur Pada
Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan
Tahun 2007
Berdasarkan gambar 6.17. dapat dilihat bahwa pederita dispepsia pada
kelompok umur 40 tahun menjalani rata-rata lama rawatan 4,13 hari, dan kelompok
umur >40 tahun menjalani rata-rata lama rawatan 6,23 hari. Dari hasil analisa statistik
dengan menggunakan uji t-test diperoleh p<0,05 artinya ada perbedaan lama rawatan
rata-rata berdasarkan umur. Keadaan ini dapat disebabkan semakin melemahnya
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
kemampuan tubuh penderita dengan umur >40 tahun untuk melawan penyakit
sehingga dibutuhkan perawatan yang lebih lama.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Setyono J, dkk (2006) dengan
desain case series di RSUD Prof DR. Margono Soekarjo Purwokerto tahun 2005
yang menemukan penderita yang berusia >40 tahun mendapatkan perawatan yang
lebih lama. 43
6.2.5. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Jenis Dispepsia
Jenis
Dispepsia
5.07
Fungsional
5.28
0
Hari
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
Lama Sakit
5.06
Kronik
5.76
0
Hari
Gambar 6.18. Diagram Bar Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Lama Sakit
Pada Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska
Medan Tahun 2007
Berdasarkan gambar 6.18. dapat dilihat bahwa penderita dispepsia akut
menjalani rata-rata lama rawatan 5,06 hari, sedangkan penderita dispepsia kronik
menjalani rata-rata lama rawatan 5,76 hari. Dari hasil analisa statistik dengan
menggunakan uji t-test diperoleh p>0,05 artinya tidak ada perbedaan lama rawatan
rata-rata berdasarkan lama sakit.
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
Sumber Biaya
3.15
Bukan Biaya
Sendiri
5.77
0
Hari
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
7.1.1. Karakteristik penderita dispepsia berdasarkan sosiodemografi dengan proporsi
tertinggi adalah umur >50 tahun sebesar 33,0%, jenis kelamin perempuan
sebesar 61,6%, agama Islam sebesar 75,3%, pendidikan yang tercatat SLTA
sebesar 17,7%, pekerjaan Ibu Rumah Tangga sebesar 30,0%, status
perkawinan yang tercatat kawin sebesar 70,4%, dan daerah asal Medan
sebesar 86,7%.
7.1.2. Proporsi tertinggi penderita dispepsia berdasarkan jenis dispepsia adalah
dispepsia fungsional sebesar 78,8%.
7.1.3. Proporsi tertinggi penderita dispepsia berdasarkan manifestasi klinis adalah
mixed/campuran sebesar 52,7%.
7.1.4. Proporsi tertinggi penderita dispepsia berdasarkan lama sakit adalah akut
sebesar 74,9%.
7.1.5. Proporsi tertinggi penderita dispepsia berdasarkan keadaan sewaktu pulang
adalah pulang berobat jalan sebesar 90,6%
7.1.6
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
7.1.8. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur dengan jenis dispepsia
(p >0,05).
7.1.9. Terdapat hubungan yang bermakna antara umur berdasarkan lama sakit
(p <0,05).
7.1.10. Tidak diketahui adanya hubungan antara lama sakit berdasarkan keadaan
sewaktu pulang karena terdapat 3 sel (50%)yang expected count-nya kurang
dari 5.
7.1.11. Terdapat perbedaan yang bermakna lama rawatan rata-rata berdasarkan umur
(p <0,05).
7.1.12. Tidak ada perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan jenis dispepsia
(p >0,05).
7.1.13. Tidak ada perbedaan lama rawatan rata-rata berdasarkan lama sakit (p >0,05).
7.1.14. Terdapat perbedaan bermakna lama rawatan rata-rata berdasarkan sumber
biaya (p < 0,05).
7.1.15. Data pasien di bagian rekam medik RS Martha Friska kurang tercatat dengan
lengkap terutama data tentang suku, tingkat pendidikan dan status
perkawinan.
7.2.
Saran
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
12. Syam, A.F., 2007. Department Of Internal Medicine FKUI. Stress Dan Sakit
Maag. http://www.gizi.net/
13.The Indonesian Journal of Internal Medicine, 2005. Prevalence of Non-Erosive
Refluks Disease in Pondok Indah Hospital, Jakarta
14.Agustina, H, dari PT. Kalbe Farma. The 2nd Annual Women's Health Seminar & Expo
2008 http://wap.kalbe.co.id/
15. RSUD Kabupaten Paniai Papua, 2007. www.rsudpaniai.co.id
16. RSUD Sungailiat Bangka, 2008. www.rsudsungailiat.co.id
17. Sianturi, C, 2006. Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RSUP. H. Adam
Malik Medan Tahun 2001-2004. Skripsi FKM USU, Medan
18. Sinaga, B, 2008. Karakteristik Penderita Dispepsia Yang Dirawat Inap Di Rumah
Sakit Advent Medan Tahun 2005. Skripsi FKM USU, Medan
19. Mansjoer, A., dkk, 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Pertama. Media
Aesculapius FKUI, Jakarta
No.
79,
1992.
Gambaran
Endoskopi.
24. Bateson, M, 1992. Batu Empedu Dan penyakit Hati. Arcan, Jakarta
25. Sutanto, Hariwijaya M, 2007. Pencegahan & Pengobatan Penyakit Kronis.
EDSA Mahkota, Jakarta
26. Syam A.F., 2007. Ilmu Penyakit Dalam Malabsorpsi. Edisi IV. FKUI,
Jakarta
27. Tim Redaksi, 2009. Mengatasi Gangguan Penyakit Maag. Banyu Media,
Yogyakarta
28. Rani, A.A., Fauzi A, 2007. Ilmu Penyakit Dalam Infeksi Helicobacter Pylori
Dan Penyakit Gastro-Duodenal. Edisi IV. FKUI, Jakarta
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
29. Tarigan, C.J., 2003. Perbedaan Depresi Pada Pasien Dispepsia Fungsional
Dan Dispepsia Organik. USU Digital Library. http://library.usu.ac.id/
30. Irawan, D, 2007. Stres Dan Reaksi Tubuh. http://www.ahlinyalambung.com/
31. Bagus, E, 2002. Karakteristik Penderita Dispepsia di RSUD Prof Dr.
Soetomo Surabaya. http://journal.lib.unair.ac.id/
32. Fahrial, A, Infeksi Helicobacter Pylori. Pdpersi, 2008. pdpersi.co.id
33. Saragih, Boas, Orang Batak Rentan Terkena Maag.
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/
34. Wash, D.T., 2001. Kapita Selekta Penyakit dan Terapi. EGC, Jakarta
35. Bitzer P, et al, 2000. Low Socioeconomic Class Is A Risk Factor For Upper
And Lower Gastrointestinal Symtomps.
http://gut.bmj.com/cgi/content/abstract/49/1/66
36.Hartono, 2007. Pengaruh Perbedaan Intensitas Kebisingan Terhadap Sindrom
Dispepsia Pada Tenaga Kerja PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar. Cermin
Dunia Kedokteran, No. 154
37. Utami, T, 2007. Klasifikasi Maag. http://fkuii.org/
38. Sulaiman, A, 1990. Gastroenterologi Hepatologi. CV. Sagung Sato, Jakarta
39. Shmuely, H, dkk, September 2003. Dyspepsia Symptoms and Helicobacter pylori
Infection, Nakuru Kenya. Emerging Infectious Diseases, Vol. 9, No.9 Hal 1104
http://www.indofamilyhealth.com/
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.
Yanti Harahap : Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007, 2010.