Chapter I PDF
Chapter I PDF
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Dalam kehidupannya, makhluk hidup membutuhkan makanan, karena dari
makanan manusia mendapatkan berbagai zat yang diperlukan oleh tubuh untuk dapat
bekerja dengan optimal. Makanan yang kita makan bukan saja harus memenuhi nilai
gizi dan mempunyai bentuk yang menarik, akan tetapi juga harus aman dalam arti
tidak mengandung mikroorganisme dan bahan kimia yang dapat menyebabkan
penyakit (Depkes RI 1987).
Dalam kegiatan proses produksi makanan dan minuman tindakan hygiene dan
sanitasi yang merupakan bagian dari kesehatan lingkungan juga analisis bahaya dan
titik pengendalian kritis (HACCP : Hazard Analysis Critical Control Point)
merupakan salah satu upaya yang penting untuk menghindari pencemaran terhadap
hasil produksi. Terdapat enam prinsip hygiene dan sanitasi yang harus diperhatikan
dalam proses pengolahan makanan dan minuman yaitu pemilihan bahan baku,
penyimpanan bahan makanan, pengolahan makanan, penyimpanan makanan jadi,
pengangkutan makanan, dan penyajian makanan jadi (Depkes RI, 2004).
Untuk kelangsungan hidupnya manusia membutuhkan makanan yang cukup
gizi, hygiene dan aman. Oleh karena itu kualitas makanan harus senantiasa terjamin
setiap saat, agar masyarakat dapat terhindar dari penyakit karena makanan. Makanan
yang berwarna-warni merupakan daya tarik yang paling utama di kalangan anakanak. Mereka terkadang tidak memperdulikan bagaimana rasa makanan atau
minuman yang ingin mereka beli. Kadangkala aroma yang wangi, rasa yang lezat,
dan tekstur yang lembut bisa jadi akan diabaikan jika warna dari makanan itu tidak
menarik atau tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dari makanan itu.
Perkembangan ilmu teknologi pangan menyebabkan berkembangnya berbagai
cara pengolahan makanan yang pada umumnya menggunakan bahan tambahan
makanan. Penggunaan bahan tambahan itu sendiri bagi produsen mempunyai latar
belakang yang berbeda-beda, namun bagi konsumen sendiri, penambahan bahan
tersebut tidak semuanya diperlukan, bahkan ada bahan yang justru membahayakan
konsumen. Dapat terlihat semakin banyak jenis bahan makanan yang diproduksi,
dijual dan dikonsumsi dalam bentuk yang lebih awet dan lebih praktis dibanding
dengan bentuk segarnya. Jenis makanan siap santap dan minuman awet yang sudah
busuk diolah menjadi makanan dan minuman yang masih layak untuk dikonsumsi.
Kemudahan tersebut dapat terwujud diantaranya berkat perkembangan teknologi
produksi dan penggunaan Bahan Tambahan Makanan (BTM).
Keamanan
penggunaan
zat
pewarna
sintetis
pada
makanan
masih
produsen memakai atau menambahkan pewarna yang bukan untuk pangan, yang
tentunya berbahaya bagi kesehatan kita sebagai konsumen, yaitu seperti tercantum
dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan
Tambahan Makanan.
Menurut WHO makanan jajanan di Indonesia tidak menerapkan standar yang
direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO). Selain itu balai POM
Jakarta juga telah memantau makanan jajanan anak sekolah selama tahun 2003
sedikitnya 19.465 jenis makanan yang dijadikan sampel dalam pengujian tersebut
ditemukan 185 item mengandung bahan pewarna berbahaya, 94 item mengandung
Boraks, 74 item mengandung formalin, dan 52 item mengandung Benzoat atau
pengawet yang mana kesemuanya ditemukan dalam makanan dengan kadar berlebih,
sehingga mengharuskan Badan POM menariknya dari pasaran.
Hal ini juga didukung dengan hasil penelitian BPOM terhadap 163 sampel
dari 10 propinsi dan sebanyak 80 sampel (80%) tidak memenuhi persyaratan mutu
dan keamanan produk. Dari produk makanan jajanan itu banyak ditemukan
penggunaan bahan pengawet dan pewarna yang dapat mengganggu kesehatan anak
sekolah seperti penyakit kanker dan ginjal. Sebuah penelitian yang pernah dilakukan
oleh Ravianto (2000) di kota Makassar menunjukkan bahwa semua sampel (100%)
makanan dan minuman jajanan yang dijual di lapangan Karebosi mengandung
siklamat.
Berdasarkan penelitian sebelumnya juga didapati pemakaian zat warna
tartrazine dalam kadar yang melebihi baku mutu pada mie aceh yang dijual di
lingkungan Kampus USU Medan ( Silalahi, 2003 ). Selain itu penelitian pada
mengandung zat aditif khususnya zat warna yang dapat membahayakan kesehatan
masyarakat yang mengkonsumsinya. Adapun latar belakang pemilihan sampel hanya
kipang pulut karena lebih laris, lebih enak, paling banyak diproduksi di Panyabungan,
sehingga lebih banyak dikonsumsi oleh masyarakat khususnya masyarakat
Panyabungan.
Proses pembuatnnya yang merupakan industri rumah tangga menyebabkan
pengaturan terhadap zat pewarna yang digunakan belum jelas, tergantung pada
keinginan produsen. Begitu juga pengolahannya yang masih dikerjakan secara
tradisional dimana para pekerja kurang memperhatikan higiene sanitasi pengolahan
makanan kipang pulut yang dihasilkan. Sehingga rentan terkontaminasi oleh
mikroorganisme maupun pathogen penyebab penyakit. Hal inilah yang menyebabkan
pentingnya penelitian untuk mengetahui jenis dan kadar zat pewarna yang digunakan
oleh industri rumah tangga penghasil kipang pulut tersebut, apakah sudah memenuhi
syarat kesehatan sesuai dengan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 atau
tidak, serta untuk mengetahui gambaran hygiene dan sanitasi pengolahannya sesuai
Kepmenkes RI No.942/Menkes/SK/VII/2003.
1.2.
Perumusan Masalah
Makanan kipang pulut yang dihasilkan tidak menutup kemungkinan
1.3.
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1. Memberi masukan bagi pengelola industri rumah tangga tentang
pemakaian zat pewarna merah sebagai bahan tambahan makanan pada
makanan kipang pulut yang beredar di Kecamatan Panyabungan
Kabupaten Mandailing Natal.
2. Untuk menerapkan ilmu yang telah penulis peroleh selama perkuliahan di
FKM USU.