Kelompok G/4
Dosen Pengampu:
Sunarti, M.Sc., Apt
Disusun Oleh
Marwin
19133939A
Nur Faiza
19133941A
Dwi Apriyandasari
19133943A
19133945A
19133946A
Nurfa Rahmayanti
19133947A
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2016
BRONKO PNEUMONIA
I.
DASAR TEORI
A. Epidemiologi
Di seluruh dunia setiap tahun diperkirakan terjadi lebih 2 juta kematian balita
karena pneumonia. Pada usia anak-anak, Pneumonia merupakan penyebab kematian
terbesar terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Di Indonesia menurut
Survey Kesehatan rumah Tangga tahun 2001 kematian balita akibat pneumonia adalah
5 per 1000 balita per tahun.(3). Angka kematian Pneumonia pada balita di Indonesia
diperkirakan mencapai 21 % (Unicef, 2006). Adapun angka kesakitan diperkirakan
mencapai 250 hingga 299 per 1000 anak balita setiap tahunnya.
Pada umumnya pneumonia disebabkan oleh pneumokokus. Di negara dengan
empat musim, pneumonia mencapi puncaknya pada musim dingin dan awal musim
semi, sedangkan kejadian pneumonia di Indonesia sering terjadi pada musim hujan.
Insiden pneumonia lebih banyak ditemukan pada usia empat tahun ke bawah, yang
kemudian berkurang dengan meningkatnya umur. Angka karier tipe patogen tersebut
tinggi di dalam suatu kondisi lingkungan yang padat seperti rumah yatim piatu, taman
kanak-kanak dan sekolah-sekolah. Bayi dan balita lebih rentan terhadap penyakit ini
karena respon imunitasnya masih belum berkembang dengan baik, anatomi saluran
pernafasan yang relatif senpit, malnutrisi, dan kegagalan mekanisme pertahan tubuh
lainnya.
Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh pneumokokus, ditemukan
pada orang dewasa dan anak, sedangkan bronkopneumonia lebih sering ditemukan
pada anak kecil dan bayi. Pada pneumonia bakteri sebagian besar agen yang umum
merupakan inhibition normal (penghambat normal) dari saluran nafas bagian atas.
Infeksi ini terjadi secara sporadik sepanjang tahun tetapi yang sering pada musim
dingin dan semi, dengan laki-laki terkena dua kali lebih sering dari perempuan.
B. Klasifikasi
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan
pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah
membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis
dan memberikan terapi yang lebih relevan (Bradley et al. 2011).
Epidemiologi
Sporadic atau endemic : muda atau orang tua
Pneumonia nosocomial
Pneumonia rekurens
Pneumonia aspirasi
Pneumoni pada gangguan imun
Didahului perawatan di RS
Terdapat dasar penyakit paru kronik
Alcohol, usia tua
Pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS
C. Faktor Resiko
1. Faktor Anak
Umur
Pneumonia dapat menyerang pada semua tingkat usia, terutama pada balita karena daya tahan
tubuh balita lebih rentan daripada orang dewasa. Menurut Foster (1984), Faktor daya tahan
tubuh turut berperan dalam kaitan antara umur dan infeksi saluran pernapasan.
Jenis kelamin
Menurut Sutrisna (1993), Pengaruh jenis kelamin pada kejadian pneumonia di Indramayu,
yang merupakan study cohort selama 1,5 tahun didapatkan persentase yang lebih besar pada
laki-laki (52,9%) dibandingkan perempuan.
Status Gizi
Status gizi merupakan salah satu indikator kesehatan dan kesejahteraan anak. Dalam keadaan
keadaan gizi baik, tubuh mempunyai cukup kemampuan untuk mempertahankan tubuh
terhadap penyakit infeksi. Jika keadaan gizi menjadi buruk, maka reaksi kekebalan tubuh
akan menurun yang berarti kemampuan tubuh mempertahankan diri terhadap penyakit
infeksi. Hasil penelitian Sukarlan (2004), menunjukkan bahwa status gizi merupakan faktor
yang berpengaruh terhadap kejadian pneumonia balita.Intervensi potensial untuk mencegah
pneumonia balita pada negara-negara berkembang di Amerika latin yaitu perbaikan gizi.
Status Imunisasi Campak
Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa pneumonia dapat dicegah dengan adanya imunisasi
campak dan pertusis. Penelitian Sutrisna di Indramayu, 1997 menunjukkan hubungan antara
status imunisasi campak dan timbulnya kematian akibat pneumonia antara lain, anak-anak
yang belum pernah menderita campak dan belum mendapat imunisasi campak mempunyai
risiko meninggal yang lebih besar.
Berat Badan Lahir Rendah
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram.
Bayi dengan BBLR dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas karena rentan terhadap
penyakit infeksi. BBLR berisiko pada penurunan kecerdasan anak, pertumbuhan terlambat,
imunitas rendah, terkena hipoglikemia. Hipotermia, dan mengidap penyakit degeneratif saat
dewasa.
2. Faktor Ibu
Pendidikan Ibu dan Pengetahuan Ibu
Menurut Ware (1984) tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu juga berdampak besar dalam
kejadian pneumonia balita. Tingginya morbiditas atau mortalitas bukan karena ibunya tidak
sekolah, melainkan karena anak-anak tersebut mendapatkan makanan yang kurang memadai,
ataupun terlambat dibawa ke pelayanan kesehatan.
3. Faktor Lingkungan
Polusi Asap Rokok
Polusi udara menimbulkan masalah kesehatan di seluruh dunia serta paling sering
dihubungkan dengan pabrik, industri, dan dengan udara luar. Tetapi sumber terbesar dari
polusi udara yang berbahaya adalah asap rokok. Disamping itu, bahaya polusi udara di dalam
terhadap kesehatan ternyata seringkali lebih buruk dibandingkan dengan polusi di luar,
bahkan di sbuah kota industri sekalipun.
Asap rokok mengandung ribuan bahan kimia beracun dan bahan-bahan yang dapat
menimbulkan kanker. Bahkan bahan berbahaya dan racun dalam rokok juga mengakibatkan
gangguan kesehatan pada orang-orang di sekitarnya yang tidak merokok yang sebagian besar
adalah bayi, anak-anak, dan ibu-ibu yang terpaksa menjadi perokok pasif oleh karena ayah
atau suami mereka merokok di rumah. Hal ini menyebabkan risiko lebih besar untuk
menderita kejadian berat badan lahir rendah, brochitis dan pneumonia, infeksi rongga telinga
dan asma.pada janin, bayi, dan anak-anak.(3)
Kepadatan Hunian Kamar
Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh hunian rumah biasanya dinyatakan dalam
m2/orang. Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai 3 m2/orang dan untuk mencegah
penularan penyakit pernapasan, maka jarak antara tempat tidur satu dengan tempat tidur
lainnya minimum 90 cm. dalam hubungan dengan penyakit ISPA khususnya kejadian
pneumonia pada balita, maka kepadatan hunian dapat menyebabkan infeksi silang. Dengan
adanya penderita ISPA di suatu ruangan maka penularan penyakit melalui udara ataupun
droplet akan cepat terjadi. Pada saat batuk, agen penyebab penyakit keluar dalam bentik
droplet dan akan terinspirasi ke udara yang selanjutnya masuk ke host baru melalui
saluran pernapasan.
4. Kondisi Ekonomi
Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan berdampak
peningkatan penduduk miskin disertai dengan kemampuannya menyediakan lingkungan
pemukiman yang sehat mendorong peningkatan jumlah Balita yang rentan terhadap serangan
berbagai penyakit menular termasuk ISPA. Pada akhirnya akan mendorong meningkatnya
penyakit ISPA dan Pneumonia pada Balita.
II. PATOSIOLOGIS
A. Patogenesis
sering
Staphylococcus
disebabkan
aureus
Streptococcus
sedangkan
infeksi
pneumoniae,
pada
melalui
pemakaian
infus
oleh
ventilator
oleh
menyerap udara bersih (oksigen) dan mengeluarkan udara kotor menjadi terganggu.
Akibatnya, tubuh menderita kekurangan oksigen dengan segala konsekuensinya,
misalnya menjadi lebih mudah terinfeksi oleh bakteri lain (super infeksi) dan
sebagainya. Jika demikian keadaannya, tentu tambah sukar penyembuhannya.
Penyebab penyakit pada kondisi demikian sudah beraneka macam dan bisa terjadi
infeksi pada seluruh tubuh.
B. Etiologi
a. Bakteri
Pneumonia bakterial dibagi menjadi dua bakteri penyebabnya yaitu :
1. Typical organisme
Penyebab pneumonia berasal dari gram positif berupa :
Streptococcus pneumonia : merupakan bakteri anaerob facultatif. Bakteri patogen
ini di temukan pneumonia komunitas rawat inap di luar ICU sebanyak 20-60%,
sedangkan pada pneumonia komunitas rawat inap di ICU sebanyak 33%.
Staphylococcus aureus : bakteri anaerob fakultatif. Pada pasien yang diberikan
obat secara intravena (intravena drug abusers) memungkan infeksi kuman ini
menyebar secara hematogen dari kontaminasi injeksi awal menuju ke paru-paru.
Kuman ini memiliki daya taman paling kuat, apabila suatu organ telah terinfeksi
kuman ini akan timbul tanda khas, yaitu peradangan, nekrosis dan pembentukan
abses. Methicillin-resistant S. Aureus (MRSA) memiliki dampak yang besar dalam
pemilihan antibiotik dimana kuman ini resisten terhadap beberapa antibiotik.
Enterococcus (E. faecalis, E faecium) : organisme streptococcus grup D yang
merupakan flora normal usus.
Penyebab pneumonia berasal dari gram negatif sering menyerang pada pasien
defisiensi imun (immunocompromised) atau pasien yang di rawat di rumah sakit, di
rawat di rumah sakit dalam waktu yang lama dan dilakukan pemasangan endotracheal
tube. Contoh bakteri gram negatif dibawah adalah :
Pseudomonas aeruginosa : bakteri anaerob, bentuk batang dan memiliki bau yang
sangat khas.
Klebsiella pneumonia : bakteri anaerob fakultatif, bentuk batang tidak berkapsul.
Pada pasien alkoholisme kronik, diabetes atau PPOK (Penyakit Paru Obstruktif
Kronik) dapat meningkatkan resiko terserang kuman ini.
tidak berkapsul. Jenis kuman ini yang memiliki virulensi tinggu yaitu encapsulated
type B (HiB).
2. Tipikal organisme
Bakteri yang termasuk atipikal ada alah Mycoplasma sp. , chlamedia sp. , Legionella
sp.
a.
Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui droplet, biasanya menyerang
pada
pasien
dengan
imunodefisiensi.
Diduga
virus
penyebabnya
adalah
Fungi
Infeksi pneumonia akibat jamur biasanya disebabkan oleh jamur oportunistik, dimana
spora jamur masuk kedalam tubuh saat menghirup udara. Organisme yang menyerang
adalah Candida sp. , Aspergillus sp. , Cryptococcus neoformans.
C. Gejala
Orang dengan pneumonia sering kali disertai batuk berdahak, sputum
kehijauan atau kuning, demam tinggi yang disertai dengan menggigil. Disertai nafas
yang pendek,nyeri dada seperti pada pleuritis ,nyeri tajam atau seperti ditusuk. Salah
satu nyeri atau kesulitan selama bernafas dalam atau batuk. Orang dengan pneumonia,
batuk dapat disertai dengan adanya darah, sakit kepala, atau mengeluarkan banyak
keringat dan kulit lembab. Gejala lain berupa hilang nafsu makan, kelelahan, kulit
menjadi pucat, mual, muntah, nyeri sendi atau otot. Tidak jarang bentuk penyebab
pneumonia mempunyai variasi gejala yang lain. Misalnya pneumonia yang
disebabkan oleh Legionella dapat menyebabkan nyeri perut dan diare, pneumonia
karena tuberkulosis atau Pneumocystis hanya menyebabkan penurunan berat badan
dan berkeringat pada malam hari. Pada orang tua manifestasi dari pneumonia
mungkin tidak khas. Bayi dengan pneumonia lebih banyak gejala, tetapi pada banyak
kasus, mereka hanya tidur atau kehilangan nafsu makan.
D. Manifestasi Klinik
Menurut Perhimpunan Ahli Paru (2003) gambaran klinis pneumonia meliputi :
1. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat
dapat melebihi 40C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang kadang
disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.
2. Pemeriksaan fisik Temuan pemeriksaan fisik dada tergantung dari luas lesi paru. Pada
inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pada palpasi
fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas
bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus yang
kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.
WHO (2009) menjelaskan gambaran klinis pneumonia dibagi dalam :
1. Pneumonia ringan
Ditandai dengan adanya batuk atau kesulitan bernafas, hanya terdapat nafas cepat
saja. Indikator nafas cepat pada anak umur 2 bulan-11 bulan adalah 50 kali/menit
dan pada anak umur 1 tahun-5 tahun adalah 40 kali/menit.
2. Pneumonia berat
Batuk dan atau kesulitan bernafas ditambah minimal salah satu hal berikut:
a.
b.
c.
d.
Kepala terangguk-angguk
Pernafasan cuping hidung
Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
Foto dada yang menunjukkan gambaran infiltrat luas konsolidasi
Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut :
a.
1.
2.
3.
4.
Nafas cepat
Anak umur <2 bulan : 60 kali/menit
Anak umur 2-11 bulan : 50 kali/menit
Anak umur 1-5 tahun : 40 kali/menit
Anak umur >5 tahun : 30 kali/menit
suara
pernapasan bronkial.
Dalam keadaan sangat berat dapat dijumpai bayi tidak dapat menyusui atau
minum/makan atau memuntahkan semuanya, kejang,
sianosis, diare dan distress pernapasan berat. Menurut WHO (2010) gejala-gejala
pneumonia virus dan bakteri hampir serupa namun gejala pneumonia virus lebih
banyak daripada gejala pneumonia bakteri. Gejala pneumonia meliputi nafas cepat
atau sulit bernapas, batuk, demam, menggigil, kehilangan nafsu makan, mengi (lebih
sering terjadi pada infeksi virus) pada pneumonia berat ditemukan adanya retraksi
dada, tidak dapat makan atau minum, tidak sadar, hipotermia bahkan bisa terjadi
kejang.
E. Diagnosis
Penegakan diagnosis dibuat dengan maksud pengarahan kepada pemberian
terapi yaitu dengan cara mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit,
dan perkiraan jenis kuman penyebeb infeksi (Sudoyo dkk, 2007). Secara klinis,
diagnosis pneumonia didasarkan atas tanda-tanda kelainan fisis dan adanya gambaran
konsolidasi pada foto dada. Namun diagnosis lengkap haruslah mencakup diagnosis
etiologi dan anatomi (Dahlan, 2004). Diagnosis studi:
1. Chest X-ray: teridentifikasi adanya penyebaran (misal: lobus dan bronkhial); dapat
juga menunjukkan multiple abses/infiltrat, empiema (staphilococcus); penyebaran
atau lokasi infiltrasi (bakterial)
2. Analisis gas darah: abnormalitas mungkin timbul tergantung dari luasnya kerusakan
paru-paru.
3. Pemeriksaan darah lengkap: leukositosis biasanya timbul, meskipun nilai pemeriksaan
darah putih rendah pada infeksi.
Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia komunitas dapat dilakukan
dengan menggunakan sistem skor.
Tabel 1
III.
SASARAN TERAPI
Bakteri penyebab pneumonia.
IV.
TUJUAN TERAPI
Untuk mengevaluasi kecukupan fungsi pernapasan dan untuk menentukan apakah
ada tanda-tanda dari penyakit sistemik, dehidrasi khusus, atau sepsis dengan
V.
3. Terapi Farmakologi
:M
Umur
: 4,5 th
Keluhan
Batuk produktif
Inspirasi yang tertinggal pada pengamatan menunjukkan naik turunnya dada sebelah
kanan pada saat bernafas
perkusi pekak pada pneumonia lobaris, ronki basah, halus dan nyaring pada
bronkopneummonia & bronkophoni positif
2. Obyektif
Jenis
Suhu
RR
Data Pasien
Demam
Tachypnea (> 40x /
Normal
36 - 37,5 oC
20 30 x/menit
HR
menit)
Takikardia
105 x/ menit
3. Asssesment
Problem
S, O
Terapi
medik
Bronko
S= batuk, nyeri
Pneumonia
dada,
sulitnya
Flu
&
>40x/ menit
Suhu
>
normalnya
Hidungnya
cold
( alergi dingin)
4. Plan
obat
amoksisilin IV dan
terapi oksigen
-
Diberikan
Sanmol sirup
tersumbat,
common
Diberikan
antibiotik
bernafas
0= Tachypnea
Demam
Analisa
obat
Kontra Indikasi :
Penderita gangguan pada fungsi hati yang berat, Hipersensitivitas terhadap
parasetamol
Perhatian :
Hati-hati penggunaan obat ini khususnya pada penderita ginjal, Bila setelah 2 hari
demam belum menurun atau setelah 5 hari nyeri belum menghilang, segera hubungi
Unit Pelayanan Kesehatan terdekat, Penggunaan obat ini pada penderita yang
menggunakan alkohol, bisa meningkatkan risiko kerusakan terhadap fungsi hati.
Efek Samping : Penggunaan dalam jangka waktu yang lama dan dosis besar dapat
menyebabkan kerusakan pada hati, Terjadi reaksi hipersensitivitas .
Indikasi
Amoksisilin
IV
Efek
Interaksi
Alasan pemilihan
samping
Reaksi
obat
probenesid
hipersensitif
memperpanj untuk
yang
Dosis
disebabkan tiap
30 gangguan
anak
waktu menderita
yang
bronko
paruh
pneumonia, diberikan
saluran
amoksisilin.
Juga
cerna.
Allopurinol
untuk
pencegahan
meningkatk
endokarditis.
an
insiden
ruam kulit.
Mengurangi
efektivitas
kontrasepsi
Amoksisilin
oral.
probenesid
sirup
yang
hipersensitif
sehari gangguan
paruh
saluran
amoksisilin.
Juga
cerna.
Allopurinol
untuk
amoksisilin adalah
pencegahan
meningkatk
endokarditis.
an
insiden
ruam kulit.
Mengurangi
efektivitas
kontrasepsi
Sanmol
sirup
Meringankan rasa
sakit di keadaan
oral.
-
Penggunaan
dalam
gigi serta
menurunkan demam
10 ml) 3-4x
sehari
flu,
jangka
waktu yang
lama dan
dosis besar
dapat
menyebabka
n kerusakan
pada hati,
Terjadi
reaksi
hipersensitiv
itas
sanmol
didalamnya
terkandung
parasetamol
bertindak
dan
untuk anak
teh
Memberikan informasi cara penggunaan obat-obatan yang di gunakan
terutama obat antibiotik yang harus dihabiskan agar tidak terjadi resistensi
Memberikan edukasi tentang kebersihan makanan dan minuman serta
E. MONITORING
1. Kunjungan kedokter bila perlu
yang
sebagai
sirup
efektif
2. Memantau jumlah sel darah putih, rontgen dada dan suhu demamnya turun apa
naik.
3. Memantau
frekuensi
batuk,
produksi
sputum,
DAFTAR PUSTAKA
Pharmacotherapy Handbook 9th
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. PNEUMONIA KOMUNITI: PEDOMAN
DIAGNOSIS & PENATALAKSANAAN DI INDONESIA
Kementerian Kesehatan REPUBLIK INDONESIA. 2012. MODUL TATALAKSANA
STANDAR PNEUMONIA. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan
Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia http://emedicine.medscape.com/article/967822overview. (9 Marert 2013)
Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.R., Harrison C., Kaplan S.L.,
Mace S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.R., St Peter S.D., Stockwell J.A., and
Swanson J.T. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants
and Children Older than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines by the