Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PRAKTIKUM

FARMAKOTERAPI INFEKSI DAN TUMOR


BRONKO PNEUMONIA

Kelompok G/4
Dosen Pengampu:
Sunarti, M.Sc., Apt
Disusun Oleh
Marwin

19133939A

Nur Faiza

19133941A

Dwi Apriyandasari

19133943A

Ari Wahyu Utomo

19133945A

Mage Dara Hae

19133946A

Nurfa Rahmayanti

19133947A

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA

2016

BRONKO PNEUMONIA

I.

DASAR TEORI
A. Epidemiologi
Di seluruh dunia setiap tahun diperkirakan terjadi lebih 2 juta kematian balita
karena pneumonia. Pada usia anak-anak, Pneumonia merupakan penyebab kematian
terbesar terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Di Indonesia menurut
Survey Kesehatan rumah Tangga tahun 2001 kematian balita akibat pneumonia adalah
5 per 1000 balita per tahun.(3). Angka kematian Pneumonia pada balita di Indonesia
diperkirakan mencapai 21 % (Unicef, 2006). Adapun angka kesakitan diperkirakan
mencapai 250 hingga 299 per 1000 anak balita setiap tahunnya.
Pada umumnya pneumonia disebabkan oleh pneumokokus. Di negara dengan
empat musim, pneumonia mencapi puncaknya pada musim dingin dan awal musim
semi, sedangkan kejadian pneumonia di Indonesia sering terjadi pada musim hujan.
Insiden pneumonia lebih banyak ditemukan pada usia empat tahun ke bawah, yang
kemudian berkurang dengan meningkatnya umur. Angka karier tipe patogen tersebut
tinggi di dalam suatu kondisi lingkungan yang padat seperti rumah yatim piatu, taman
kanak-kanak dan sekolah-sekolah. Bayi dan balita lebih rentan terhadap penyakit ini
karena respon imunitasnya masih belum berkembang dengan baik, anatomi saluran
pernafasan yang relatif senpit, malnutrisi, dan kegagalan mekanisme pertahan tubuh
lainnya.
Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh pneumokokus, ditemukan
pada orang dewasa dan anak, sedangkan bronkopneumonia lebih sering ditemukan
pada anak kecil dan bayi. Pada pneumonia bakteri sebagian besar agen yang umum
merupakan inhibition normal (penghambat normal) dari saluran nafas bagian atas.
Infeksi ini terjadi secara sporadik sepanjang tahun tetapi yang sering pada musim
dingin dan semi, dengan laki-laki terkena dua kali lebih sering dari perempuan.

B. Klasifikasi
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan
pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah
membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis
dan memberikan terapi yang lebih relevan (Bradley et al. 2011).

Berdasarkan lokasi lesi di paru


Pneumonia lobaris
Pneumonia intersitialis
Bronkopneumonia
Berdasakan asal infeksi
Pneumonia yang dapat di masyarakat (community acquired pneumonia = CAP )
Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital based pneumonia )
Berdasarkan mikroorganisme penyebab
Pneumonia bakteri
Pneumonia virus
Pneumonia mikoplasma
Pneumonia jamur
Berdasarkan karakteristik penyakit
Pneumonia tipikal
Pneumonia atipikal
Berdasarkan lama penyakit
Pneumonia akut
Pneumonia persisten
Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Lingkungan dan Pejamu
Tipe klinik
Pneumonia komunitas

Epidemiologi
Sporadic atau endemic : muda atau orang tua

Pneumonia nosocomial
Pneumonia rekurens
Pneumonia aspirasi
Pneumoni pada gangguan imun

Didahului perawatan di RS
Terdapat dasar penyakit paru kronik
Alcohol, usia tua
Pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS

C. Faktor Resiko
1. Faktor Anak
Umur

Pneumonia dapat menyerang pada semua tingkat usia, terutama pada balita karena daya tahan
tubuh balita lebih rentan daripada orang dewasa. Menurut Foster (1984), Faktor daya tahan
tubuh turut berperan dalam kaitan antara umur dan infeksi saluran pernapasan.
Jenis kelamin
Menurut Sutrisna (1993), Pengaruh jenis kelamin pada kejadian pneumonia di Indramayu,
yang merupakan study cohort selama 1,5 tahun didapatkan persentase yang lebih besar pada
laki-laki (52,9%) dibandingkan perempuan.
Status Gizi
Status gizi merupakan salah satu indikator kesehatan dan kesejahteraan anak. Dalam keadaan
keadaan gizi baik, tubuh mempunyai cukup kemampuan untuk mempertahankan tubuh
terhadap penyakit infeksi. Jika keadaan gizi menjadi buruk, maka reaksi kekebalan tubuh
akan menurun yang berarti kemampuan tubuh mempertahankan diri terhadap penyakit
infeksi. Hasil penelitian Sukarlan (2004), menunjukkan bahwa status gizi merupakan faktor
yang berpengaruh terhadap kejadian pneumonia balita.Intervensi potensial untuk mencegah
pneumonia balita pada negara-negara berkembang di Amerika latin yaitu perbaikan gizi.
Status Imunisasi Campak
Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa pneumonia dapat dicegah dengan adanya imunisasi
campak dan pertusis. Penelitian Sutrisna di Indramayu, 1997 menunjukkan hubungan antara
status imunisasi campak dan timbulnya kematian akibat pneumonia antara lain, anak-anak
yang belum pernah menderita campak dan belum mendapat imunisasi campak mempunyai
risiko meninggal yang lebih besar.
Berat Badan Lahir Rendah
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram.
Bayi dengan BBLR dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas karena rentan terhadap
penyakit infeksi. BBLR berisiko pada penurunan kecerdasan anak, pertumbuhan terlambat,
imunitas rendah, terkena hipoglikemia. Hipotermia, dan mengidap penyakit degeneratif saat
dewasa.
2. Faktor Ibu
Pendidikan Ibu dan Pengetahuan Ibu
Menurut Ware (1984) tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu juga berdampak besar dalam
kejadian pneumonia balita. Tingginya morbiditas atau mortalitas bukan karena ibunya tidak
sekolah, melainkan karena anak-anak tersebut mendapatkan makanan yang kurang memadai,
ataupun terlambat dibawa ke pelayanan kesehatan.

3. Faktor Lingkungan
Polusi Asap Rokok
Polusi udara menimbulkan masalah kesehatan di seluruh dunia serta paling sering
dihubungkan dengan pabrik, industri, dan dengan udara luar. Tetapi sumber terbesar dari
polusi udara yang berbahaya adalah asap rokok. Disamping itu, bahaya polusi udara di dalam
terhadap kesehatan ternyata seringkali lebih buruk dibandingkan dengan polusi di luar,
bahkan di sbuah kota industri sekalipun.
Asap rokok mengandung ribuan bahan kimia beracun dan bahan-bahan yang dapat
menimbulkan kanker. Bahkan bahan berbahaya dan racun dalam rokok juga mengakibatkan
gangguan kesehatan pada orang-orang di sekitarnya yang tidak merokok yang sebagian besar
adalah bayi, anak-anak, dan ibu-ibu yang terpaksa menjadi perokok pasif oleh karena ayah
atau suami mereka merokok di rumah. Hal ini menyebabkan risiko lebih besar untuk
menderita kejadian berat badan lahir rendah, brochitis dan pneumonia, infeksi rongga telinga
dan asma.pada janin, bayi, dan anak-anak.(3)
Kepadatan Hunian Kamar
Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh hunian rumah biasanya dinyatakan dalam
m2/orang. Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai 3 m2/orang dan untuk mencegah
penularan penyakit pernapasan, maka jarak antara tempat tidur satu dengan tempat tidur
lainnya minimum 90 cm. dalam hubungan dengan penyakit ISPA khususnya kejadian
pneumonia pada balita, maka kepadatan hunian dapat menyebabkan infeksi silang. Dengan
adanya penderita ISPA di suatu ruangan maka penularan penyakit melalui udara ataupun
droplet akan cepat terjadi. Pada saat batuk, agen penyebab penyakit keluar dalam bentik
droplet dan akan terinspirasi ke udara yang selanjutnya masuk ke host baru melalui
saluran pernapasan.
4. Kondisi Ekonomi
Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan berdampak
peningkatan penduduk miskin disertai dengan kemampuannya menyediakan lingkungan
pemukiman yang sehat mendorong peningkatan jumlah Balita yang rentan terhadap serangan
berbagai penyakit menular termasuk ISPA. Pada akhirnya akan mendorong meningkatnya
penyakit ISPA dan Pneumonia pada Balita.

II. PATOSIOLOGIS
A. Patogenesis

Proses patogenesis pneumonia terkait dengan 3 faktor yaitu keadaan


(imunitas) inang, mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang
berinteraksi satu sama lain. Interaksi ini akan menentukan klasifikasi dan bentuk
manifestasi dari pneumonia, berat ringannya penyakit, diagnosis empirik, rencana
terapi secara empiris serta prognosis dari pasien. Faktor penderita (Host) adalah
keadaan penderita sebelum menderita pneumonia, apakah sehat ataulah telah
mempunyai sesuatu penyakit dasar/faktor predisposisi tertentu. Hal ini berhubungan
dengan:
1. Mekanisme pertahanan tubuh non spesifik penderita di saluran napas bawah berupa
proteksi mekanik untuk refleks batuk dan koordinasi epiglottis, klirens sekresi lendir
dan keutuhan epitel bronkus.
2. Mekanisme pertahanan tubuh spesifik berupa kemampuan pembentukan antibodi,
adanya komponen komplemen serum dan tingkat kuantitatif/kualitatif sel-sel fagosit.
Gangguan ketahanan tubuh ini menyebabkan mudahnva penderita terkena infeksi oleh
kuman yang virulensinya rendah. Keadaan ini misalnya pada penderita penyakit paru
kronik seperti bronkitis kronik/penyakit paru obstruktif menahun (PPOM), tumor
paru; usia anak dan tua/jompo; sesudah influenza; gangguan imunolo-gik
(compromised hosts). Pada HAP terutama adalah gangguan imunologik. Infeksi pada
penderita yang normal disebut infeksi primer, dan bila telah ada penyakit dasar infeksi
sekunder.
Faktor lingkungan menunjukkan adanya perbedaan jenis kuman yang ada di
suatu daerah/negara, atau di luar dengan didalam rumah sakit (epidemiologi klinik
kuman). Juga pengaruh dari sanitasi dan polusi udara. Faktor kuman adalah
sifat/karakteristik dari suatu atau lebih jenis kuman yang terdapat dalam lingkungan
penderita dan kemudian menginfeksi penderita karena keadaan penderita yang cocok
dengan kuman. Kuman ini akan memberikan gambaran klinik tertentu yang dapat
dipakai sebagai pengenalnya.
Cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis kuman, misalnya infeksi melalui
droplet

sering

Staphylococcus

disebabkan
aureus

Streptococcus

sedangkan

infeksi

pneumoniae,
pada

melalui

pemakaian

infus

oleh

ventilator

oleh

P.aeruginosa dan Enterobacter. Pada penderita pneumonia, kantong udara paru-paru


penuh dengan nanah dan cairan yang lain. Dengan demikian, fungsi paru-paru, yaitu

menyerap udara bersih (oksigen) dan mengeluarkan udara kotor menjadi terganggu.
Akibatnya, tubuh menderita kekurangan oksigen dengan segala konsekuensinya,
misalnya menjadi lebih mudah terinfeksi oleh bakteri lain (super infeksi) dan
sebagainya. Jika demikian keadaannya, tentu tambah sukar penyembuhannya.
Penyebab penyakit pada kondisi demikian sudah beraneka macam dan bisa terjadi
infeksi pada seluruh tubuh.
B. Etiologi
a. Bakteri
Pneumonia bakterial dibagi menjadi dua bakteri penyebabnya yaitu :
1. Typical organisme
Penyebab pneumonia berasal dari gram positif berupa :
Streptococcus pneumonia : merupakan bakteri anaerob facultatif. Bakteri patogen
ini di temukan pneumonia komunitas rawat inap di luar ICU sebanyak 20-60%,
sedangkan pada pneumonia komunitas rawat inap di ICU sebanyak 33%.
Staphylococcus aureus : bakteri anaerob fakultatif. Pada pasien yang diberikan
obat secara intravena (intravena drug abusers) memungkan infeksi kuman ini
menyebar secara hematogen dari kontaminasi injeksi awal menuju ke paru-paru.
Kuman ini memiliki daya taman paling kuat, apabila suatu organ telah terinfeksi
kuman ini akan timbul tanda khas, yaitu peradangan, nekrosis dan pembentukan
abses. Methicillin-resistant S. Aureus (MRSA) memiliki dampak yang besar dalam
pemilihan antibiotik dimana kuman ini resisten terhadap beberapa antibiotik.
Enterococcus (E. faecalis, E faecium) : organisme streptococcus grup D yang
merupakan flora normal usus.
Penyebab pneumonia berasal dari gram negatif sering menyerang pada pasien
defisiensi imun (immunocompromised) atau pasien yang di rawat di rumah sakit, di
rawat di rumah sakit dalam waktu yang lama dan dilakukan pemasangan endotracheal
tube. Contoh bakteri gram negatif dibawah adalah :

Pseudomonas aeruginosa : bakteri anaerob, bentuk batang dan memiliki bau yang

sangat khas.
Klebsiella pneumonia : bakteri anaerob fakultatif, bentuk batang tidak berkapsul.
Pada pasien alkoholisme kronik, diabetes atau PPOK (Penyakit Paru Obstruktif
Kronik) dapat meningkatkan resiko terserang kuman ini.

Haemophilus influenza : bakteri bentuk batang anaerob dengan berkapsul atau

tidak berkapsul. Jenis kuman ini yang memiliki virulensi tinggu yaitu encapsulated
type B (HiB).
2. Tipikal organisme
Bakteri yang termasuk atipikal ada alah Mycoplasma sp. , chlamedia sp. , Legionella
sp.
a.

Virus

Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui droplet, biasanya menyerang
pada

pasien

dengan

imunodefisiensi.

Diduga

virus

penyebabnya

adalah

cytomegalivirus, herpes simplex virus, varicella zooster virus.


b.

Fungi

Infeksi pneumonia akibat jamur biasanya disebabkan oleh jamur oportunistik, dimana
spora jamur masuk kedalam tubuh saat menghirup udara. Organisme yang menyerang
adalah Candida sp. , Aspergillus sp. , Cryptococcus neoformans.
C. Gejala
Orang dengan pneumonia sering kali disertai batuk berdahak, sputum
kehijauan atau kuning, demam tinggi yang disertai dengan menggigil. Disertai nafas
yang pendek,nyeri dada seperti pada pleuritis ,nyeri tajam atau seperti ditusuk. Salah
satu nyeri atau kesulitan selama bernafas dalam atau batuk. Orang dengan pneumonia,
batuk dapat disertai dengan adanya darah, sakit kepala, atau mengeluarkan banyak
keringat dan kulit lembab. Gejala lain berupa hilang nafsu makan, kelelahan, kulit
menjadi pucat, mual, muntah, nyeri sendi atau otot. Tidak jarang bentuk penyebab
pneumonia mempunyai variasi gejala yang lain. Misalnya pneumonia yang
disebabkan oleh Legionella dapat menyebabkan nyeri perut dan diare, pneumonia
karena tuberkulosis atau Pneumocystis hanya menyebabkan penurunan berat badan
dan berkeringat pada malam hari. Pada orang tua manifestasi dari pneumonia
mungkin tidak khas. Bayi dengan pneumonia lebih banyak gejala, tetapi pada banyak
kasus, mereka hanya tidur atau kehilangan nafsu makan.

D. Manifestasi Klinik
Menurut Perhimpunan Ahli Paru (2003) gambaran klinis pneumonia meliputi :

1. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat
dapat melebihi 40C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang kadang
disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.
2. Pemeriksaan fisik Temuan pemeriksaan fisik dada tergantung dari luas lesi paru. Pada
inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pada palpasi
fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas
bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus yang
kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.
WHO (2009) menjelaskan gambaran klinis pneumonia dibagi dalam :
1. Pneumonia ringan
Ditandai dengan adanya batuk atau kesulitan bernafas, hanya terdapat nafas cepat
saja. Indikator nafas cepat pada anak umur 2 bulan-11 bulan adalah 50 kali/menit
dan pada anak umur 1 tahun-5 tahun adalah 40 kali/menit.
2. Pneumonia berat
Batuk dan atau kesulitan bernafas ditambah minimal salah satu hal berikut:
a.
b.
c.
d.

Kepala terangguk-angguk
Pernafasan cuping hidung
Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
Foto dada yang menunjukkan gambaran infiltrat luas konsolidasi
Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut :

a.
1.
2.
3.
4.

Nafas cepat
Anak umur <2 bulan : 60 kali/menit
Anak umur 2-11 bulan : 50 kali/menit
Anak umur 1-5 tahun : 40 kali/menit
Anak umur >5 tahun : 30 kali/menit

b. Suara merintih/grunting pada bayi muda


c. Pada auskultasi terdengar crackles (ronki), suara pernapasan menurun,

suara

pernapasan bronkial.
Dalam keadaan sangat berat dapat dijumpai bayi tidak dapat menyusui atau
minum/makan atau memuntahkan semuanya, kejang,

letargis atau tidak sadar,

sianosis, diare dan distress pernapasan berat. Menurut WHO (2010) gejala-gejala

pneumonia virus dan bakteri hampir serupa namun gejala pneumonia virus lebih
banyak daripada gejala pneumonia bakteri. Gejala pneumonia meliputi nafas cepat
atau sulit bernapas, batuk, demam, menggigil, kehilangan nafsu makan, mengi (lebih
sering terjadi pada infeksi virus) pada pneumonia berat ditemukan adanya retraksi
dada, tidak dapat makan atau minum, tidak sadar, hipotermia bahkan bisa terjadi
kejang.
E. Diagnosis
Penegakan diagnosis dibuat dengan maksud pengarahan kepada pemberian
terapi yaitu dengan cara mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit,
dan perkiraan jenis kuman penyebeb infeksi (Sudoyo dkk, 2007). Secara klinis,
diagnosis pneumonia didasarkan atas tanda-tanda kelainan fisis dan adanya gambaran
konsolidasi pada foto dada. Namun diagnosis lengkap haruslah mencakup diagnosis
etiologi dan anatomi (Dahlan, 2004). Diagnosis studi:
1. Chest X-ray: teridentifikasi adanya penyebaran (misal: lobus dan bronkhial); dapat
juga menunjukkan multiple abses/infiltrat, empiema (staphilococcus); penyebaran
atau lokasi infiltrasi (bakterial)

2. Analisis gas darah: abnormalitas mungkin timbul tergantung dari luasnya kerusakan
paru-paru.
3. Pemeriksaan darah lengkap: leukositosis biasanya timbul, meskipun nilai pemeriksaan
darah putih rendah pada infeksi.
Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia komunitas dapat dilakukan
dengan menggunakan sistem skor.

Tabel 1

menunjukkan sistem skor pada

pneumonia komunitas. Berdasarkan kesepakatan Persatuan Dokter Paru Indonesia


(PDPI), kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia adalah:

1. Skor PORT lebih dari 70


2. Bila skor PORT kurang dari 70 maka penderita tetap perlu rawat inap bila di jumpai
a.
b.
c.
d.
e.
f.

salah satu dari kriteria dibawah ini:


Frekuensi nafas > 30 kali/menit
PaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHg
Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
Tekanan sistolik < 90mmHg
Tekanan diastolik < 60 mmHg (PDPI, 2003).
Menurut hasil penelitian Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT)
seperti tabel I dibawah ini:

III.

SASARAN TERAPI
Bakteri penyebab pneumonia.

IV.

TUJUAN TERAPI
Untuk mengevaluasi kecukupan fungsi pernapasan dan untuk menentukan apakah
ada tanda-tanda dari penyakit sistemik, dehidrasi khusus, atau sepsis dengan

V.

akibat kolaps sirkulasi.


STRATEGI TERAPI
A. Tatalaksana Terapi
1. Guideline Terapi

2. Terapi Non Farmakologi

Modifikasi gaya hidup


Istirahat yang cukup
Menjaga pola makan yang bergizi
Menjaga kebersihan di lingkungan sekitar

3. Terapi Farmakologi

VI. PENYELESAIAN KASUS


Kasus
Anak M (4,5th) menderita infeksi saluran nafas dengan gejala demam,
tachypnea, takikardia, batuk produktif,dan nafas cepat>40x/menit. Selain itu, pasien
merasa nyeri dada seperti tertusuk pisau,inspirasi yang tertinggal pada pengamatan
menunjukkan naik turunnya dada sebelah kanan pada saat bernafas. Dari pemeriksaan
didapatkan perkusi pekak pada pneumonia lobaris, ronki basah, halus dan nyaring
pada bronco pneumonia & bronkophoni positif. Pada saat yang sama pasien sedang
menderita common cold. Dari data di atas dapat diambil diagnose bahwa anak M
menderita pneumonia yang disertai dengan common cold (flu).
Pertanyaan:
Sebagai farmasis, bagaimana terapi yang tepat untuk mengobati penyakit pada pasien
anak tersebut. Sertakan guideline terapinya.

PENYELESAIAN KASUS DENGAN ANALISA METODE SOAP


1. Subyektif
Anak

:M

Umur

: 4,5 th

Keluhan

Batuk produktif

Nyeri dada seperti tertusuk pisau

Inspirasi yang tertinggal pada pengamatan menunjukkan naik turunnya dada sebelah
kanan pada saat bernafas

perkusi pekak pada pneumonia lobaris, ronki basah, halus dan nyaring pada
bronkopneummonia & bronkophoni positif

common cold (pilek)

2. Obyektif
Jenis
Suhu
RR

Data Pasien
Demam
Tachypnea (> 40x /

Normal
36 - 37,5 oC
20 30 x/menit

HR

menit)
Takikardia

105 x/ menit

3. Asssesment
Problem

S, O

Terapi

medik
Bronko

S= batuk, nyeri

Pneumonia

dada,

sulitnya

Flu

&

>40x/ menit
Suhu

>

normalnya
Hidungnya
cold

( alergi dingin)
4. Plan

obat

amoksisilin IV dan
terapi oksigen
-

Diberikan
Sanmol sirup

tersumbat,
common

Diberikan
antibiotik

bernafas
0= Tachypnea
Demam

Analisa

obat

a. Untuk mengobati pneumonia dapat diberikan amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV


setiap 6 jam), yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak
memberi respons yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi
dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin sirup (125 mg/ 5 ml tiap
8 jam
b. Untuk mengobati demam & flu dapat diatasi dengan pemberian sanmol sirup 3x
sehari 1 sendok teh. Dimana kandungan dari sanmol sirup ada parasetamol untuk
menurunkan demam dan flu sendiri akan sembuh dengan membaiknya daya tahan
tubuh kita.
c.
Untuk terapi oksigen diberi nasal prongs, kateter nasal, atau kateter
nasofaringeal. Bila tersedia pulse oximetry (berikan pada anak dengan saturasi
oksigen < 90%, bila tersedia oksigen yang cukup). Lakukan periode uji coba tanpa
oksigen setiap harinya pada anak yang stabil. Hentikan pemberian oksigen bila
saturasi tetap stabil > 90%.
A. SASARAN TERAPI = Bakteri penyebab pneumonia.
B. TUJUAN TERAPI
Untuk mengevaluasi kecukupan fungsi pernapasan dan untuk menentukan apakah ada
tanda-tanda dari penyakit sistemik, dehidrasi khusus, atau sepsis dengan akibat kolaps
sirkulasi.
C. PENGGUNAAN OBAT RASIONAL
Amoksisilin
Indikasi :
Infeksi saluran nafas, saluran genito-urinaria, kulit dan jaringan lunak yang
disebabkan bakteri gram + dan gam - yang peka terhadap obat ini.
Dosis :
Kapsul/Sirup : Dewasa dan anak > 20 kg 250-500 mg tiap 8 jam. Anak > 8 kg 125250 mg tiap 8 jam. Tetes anak seluruh indikasi kecuali infeksi saluran nafas bawah < 6
bulan, 6-8 kg 0,5-1,0 ml, < 6 kg 0,25-0,5 ml. Infeksi saluran nafas bawah 6-8 kg 1-1,5
ml, < 6 kg 0,5-1,0 ml; diberikan tiap 8 jam. Injeksi Dewasa IM 250-500 mg tiap 8
jam. IV/infus 05-1 g tiap 6 jam. Anak IM 35-100 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi.
IV sampai dengan 100 mg/kgBB/hr tiap 6 jam selama 30 menit. Tifoid dan para tifoid
Dewasa 4 g/hr dalam dosis terbagi. Anak 100 mg/kgBB/hr. Infeksi Saluran Kemih
tanpa komplikasi 3 g dosis tunggal. Sifilis 250 mg setiap 6 jam selama 1-5 bulan.
Kontra Indikasi :

Hipersensitif terhadap penisilin.


Perhatian :
Monitor fungsi ginjal, hati dan hematopoetiksecara periodik pada pemakaian jangka
lama. Perhatahankan pemasukan air yang adekuat dan pengeluaran urin selama terapi
dosis tinggi. Hamil.
Efek Samping :
Reaksi hipersensitif, anafilaksis, gangguan saluran cerna, injeksi IV : phlebitis, IM :
nyeri pada tempat injeksi.
Interaksi Obat :
Probenesid memperpanjang waktu paruh amoksisilin. Alopurinol meningkatkan
insiden ruam kulit. Mengurangi efektivitas kontrasepsi oral.
Kemasan :
Kapsul 250 mg dan 500 mg, Sirup Kering 125 mg/5 ml x 60 ml, Sirup Kering Forte
250 mg/5 ml x 60 ml, Tetes 100 mg/ml x 15 ml, Vial 1 g x 10
Sanmol Sirup
Indikasi :
Meringankan rasa sakit di keadaan sakit kepala, sakit gigi serta menurunkan demam
Dosis :
1.1 tahun = 1/2 sendok takar (2,5 ml) 3-4x sehari
1.2 tahun = 1 sendok takar (5 ml) 3-4x sehari
2.6 tahun = 1-2 sendok takar (5-10 ml) 3-4x sehari
6.9 tahun = 2-3 sendok takar (10-15 ml) 3-4x sehari
9-12 tahun = 3-4 sendok takar (15-20 ml) 3-4x sehari

Kontra Indikasi :
Penderita gangguan pada fungsi hati yang berat, Hipersensitivitas terhadap
parasetamol

Perhatian :
Hati-hati penggunaan obat ini khususnya pada penderita ginjal, Bila setelah 2 hari
demam belum menurun atau setelah 5 hari nyeri belum menghilang, segera hubungi
Unit Pelayanan Kesehatan terdekat, Penggunaan obat ini pada penderita yang
menggunakan alkohol, bisa meningkatkan risiko kerusakan terhadap fungsi hati.

Efek Samping : Penggunaan dalam jangka waktu yang lama dan dosis besar dapat
menyebabkan kerusakan pada hati, Terjadi reaksi hipersensitivitas .

F. EVALUASI OBAT TERPILIH


Nama obat

Indikasi

Amoksisilin
IV

Efek

Interaksi

Alasan pemilihan

Antibakteri spektrum 100

samping
Reaksi

obat
probenesid

Antibotik lini pertama

luas untuk infeksi mg/kgBB/hr

hipersensitif

memperpanj untuk

yang

Dosis

disebabkan tiap

jam , anafilaksis, ang

oleh bakteri gram selama

30 gangguan

anak

waktu menderita

yang
bronko

paruh

pneumonia, diberikan

negatif dan positif. menit

saluran

amoksisilin.

secara IV untuk onset

Juga

cerna.

Allopurinol

kerja yang lebih cepat.

untuk

pencegahan

meningkatk

endokarditis.

an

insiden

ruam kulit.
Mengurangi
efektivitas
kontrasepsi
Amoksisilin

Antibakteri spektrum 125 mg/ 5 ml Reaksi

oral.
probenesid

sirup

luas untuk infeksi tiap 8 jam.

memperpanj antibiotik lini pertama

yang

hipersensitif

disebabkan Aturan minum , anafilaksis, ang

oleh bakteri gram 3x

sehari gangguan

waktu yang aman dan efektif

paruh

diberikan untuk anakanak.

negatif dan positif. selama 3 hari.

saluran

amoksisilin.

Juga

cerna.

Allopurinol

untuk

amoksisilin adalah

pencegahan

meningkatk

endokarditis.

an

insiden

ruam kulit.
Mengurangi
efektivitas
kontrasepsi
Sanmol
sirup

Meringankan rasa
sakit di keadaan

oral.
-

120 mg/ 5 ml.


Aturan minum:

Penggunaan
dalam

pasien anak menderita


demam yang disertai

sakit kepala, sakit

2-6 tahun = 1-2

gigi serta

sendok takar (5-

menurunkan demam

10 ml) 3-4x

sehari

flu,
jangka
waktu yang
lama dan
dosis besar
dapat
menyebabka
n kerusakan
pada hati,
Terjadi
reaksi
hipersensitiv
itas

sanmol

adalah sediaan paten


yang

didalamnya

terkandung
parasetamol
bertindak

penurun panas atau


demam

dan

untuk anak

sehari selama 3 hari.


Sanmol sirup Anak-anak (2 thn 6 thn) = 3x sehari 1 sendok

teh
Memberikan informasi cara penggunaan obat-obatan yang di gunakan

terutama obat antibiotik yang harus dihabiskan agar tidak terjadi resistensi
Memberikan edukasi tentang kebersihan makanan dan minuman serta

lingkungan pasien , menjaga pola makan .


Menjelaskan masing-masing indikasi obat yang digunakan, dan menjelaskan
efek samping yang akan timbul.

E. MONITORING
1. Kunjungan kedokter bila perlu

yang
sebagai

D. KOMUNIKASI,INFORMASI, DAN EDUKASI


Memberikan cara dan aturan minum obat:
- Amoksisilin sirup 125 mg/ 5 ml tiap 8 jam. Aturan minum 3x
-

sirup

efektif

2. Memantau jumlah sel darah putih, rontgen dada dan suhu demamnya turun apa
naik.
3. Memantau

frekuensi

batuk,

produksi

sputum,

dan adanya gejala konstitusional (misalnya, malaise, mual atau muntah,


dan kelesuan).

DAFTAR PUSTAKA
Pharmacotherapy Handbook 9th
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. PNEUMONIA KOMUNITI: PEDOMAN
DIAGNOSIS & PENATALAKSANAAN DI INDONESIA
Kementerian Kesehatan REPUBLIK INDONESIA. 2012. MODUL TATALAKSANA
STANDAR PNEUMONIA. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan
Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia http://emedicine.medscape.com/article/967822overview. (9 Marert 2013)
Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.R., Harrison C., Kaplan S.L.,
Mace S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.R., St Peter S.D., Stockwell J.A., and
Swanson J.T. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants
and Children Older than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines by the

Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of


America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630
http://penyakitpneumonia.com/faktor-risiko-pneumonia/
http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview. (9 Marert 2013)
http://digilib.unila.ac.id/2292/10/BAB%20II.pdf
http://eprints.undip.ac.id/44629/3/FIDA_AMALINA_22010110120027_BAB2KTI.pdf

Anda mungkin juga menyukai