Anda di halaman 1dari 23

1

UJIAN TENGAH SEMESTER


MATAKULIAH PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA
PERUBAHAN DARI PEMBANGUNAN DAN PERKEMBANGAN BANDUNG
MENURUT ARNOLD TOYNBEE

Disusun Oleh:
Riki Andrian
1111015000011

PROGRAM STUDY SOSIOLOGI ANTROPOLOGI


JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2013

@mySelfScumbagsFiles

A. Sejarah Bandung
Mengenai asal-usul nama Bandung, dikemukakan berbagai pendapat. Sebagian
mengatakan bahwa, kata Bandung dalam bahasa Sunda, identik dengan kata banding
dalam bahasa Indonesia, berarti berdampingan. Ngabandeng (Sunda) berarti berdampingan
atau berdekatan. Hal ini antara lain dinyatakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan
Balai Pustaka (1994) dan Kamus Sunda-Indonesia terbitan Pustaka Setia (1996), bahwa kata
Bandung berarti berpasangan dan berarti pula berdampingan.
Pendapat lain mengatakan, bahwa kata bandung mengandung arti besar atau luas.
Kata itu berasal dari kata bandeng. Dalam bahasa Sunda, ngabandeng adalah sebutan untuk
genangan air yang luas dan tampak tenang, namun terkesan menyeramkan. Diduga kata
bandeng itu kemudian berubah bunyi menjadi Bandung. Ada pula pendapat yang
menyatakan bahwa kata Bandung berasal dari kata bendung. Pendapat-pendapat tentang
asal dan arti kata Bandung itu, rupanya berkaitan dengan peristiwa terbendungnya aliran
Sungai Citarum purba di daerah Padalarang oleh lahar Gunung Tangkuban Parahu yang
meletus pada masa holosen ( 6000 tahun yang lalu). Akibatnya, daerah antara Padalarang
hingga Cicalengka ( 30 kilometer) dan daerah antara Gunung Tangkuban Parahu hingga
Soreang ( 50 kilometer) terendam air menjadi sebuah danau besar yang kemudian dikenal
dengan sebutan Danau Bandung atau Danau Bandung Purba. Berdasarkan basil
penelitian geologi, air Danau Bandung diperkirakan mulai surut pada masa neolitikum (
8000 7000 s.M.). Proses surutnya air danau itu berlangsung secara bertahap dalam waktu
berabad-abad.
Secara historis, kata atau nama Bandung mulai dikenal sejak di daerah bekas danau
tersebut berdiri pemerintah Kabupaten Bandung (sekitar dekade ketiga abad ke-17). Dengan

@mySelfScumbagsFiles

demikian, sebutan Danau Bandung terhadap danau besar itu pun terjadi setelah berdirinya
Kabupaten Bandung.
1. Berdirinya Kabupaten Bandung
Sebelum Kabupaten Bandung berdiri, daerah Bandung dikenal dengan sebutan Tatar
Ukur. Menurut naskah Sadjarah Bandung, sebelum Kabupaten Bandung berdiri, Tatar Ukur
adalah termasuk daerah Kerajaan Timbanganten dengan ibukota Tegalluar. Kerajaan itu
berada dibawah dominasi Kerajaan Sunda-Pajajaran. Sejak pertengahan abad ke-15, Kerajaan
Timbanganten diperintah secara turun temurun oleh Prabu Pandaan Ukur, Dipati Agung, dan
Dipati Ukur. Pada masa pemerintahan Dipati Ukur, Tatar Ukur merupakan suatu wilayah
yang cukup luas, mencakup sebagian besar wilayah Jawa Barat, terdiri atas sembilan daerah
yang disebut Ukur Sasanga.
Setelah Kerajaan Sunda-Pajajaran runtuh (1579/1580) akibat gerakan Pasukan banten
dalam usaha menyebarkan agama Islam di daerah Jawa Barat, Tatar Ukur menjadi wilayah
kekuasaan Kerajaan Sumedanglarang, penerus Kerajaan Pajajaran. Kerajaan Sumedanglarang
didirikan dan diperintah pertama kali oleh Prabu Geusan Ulun pada (1580-1608), dengan
ibukota di Kutamaya, suatu tempat yang terletak sebelah Barat kota Sumedang sekarang.
Wilayah kekuasaan kerajaan itu meliputi daerah yang kemudian disebut Priangan, kecuali
daerah Galuh (sekarang bernama Ciamis).
Ketika Kerajaan Sumedang Larang diperintah oleh Raden Suriadiwangsa, anak tiri
Geusan Ulun dari rtu Harisbaya, Sumedanglarang menjadi daerah kekuasaan Mataram sejak
tahun 1620. Sejak itu status Sumedanglarang pun berubah dari kerajaan menjadi kabupaten
dengan nama Kabupaten Sumedang. Mataram menjadikan Priangan sebagai daerah
pertahanannya di bagian Barat terhadap kemungkinan serangan Pasukan Banten dan atau

@mySelfScumbagsFiles

Kompeni yang berkedudukan di Batavia, karena Mataram di bawah pemerintahan Sultan


Agung (1613-1645) bermusuhan dengan Kompeni dan konflik dengan Kesultanan Banten.
Untuk mengawasi wilayah Priangan, Sultan Agung mengangkat Raden Aria
Suradiwangsa menjadi Bupati Wedana (Bupati Kepala) di Priangan (1620-1624), dengan
gelar Pangeran Rangga Gempol Kusumadinata, terkenal dengan sebutan Rangga Gempol I.
Tahun 1624 Sultan agung memerintahkan Rangga Gempol I untuk menaklukkan daerah
Sampang (Madura). Karenanya, jabatan Bupati Wedana Priangan diwakilkan kepada adik
Rangga Gempol I pangeran Dipati Rangga Gede. Tidak lama setelah Pangeran Dipati Rangga
Gede menjabat sebagai Bupati Wedana, Sumedang diserang oleh Pasukan Banten. Karena
sebagian Pasukan Sumedang berangkat ke Sampang, Pangeran Dipati Rangga Gede tidak
dapat mengatasi serangan tersebut. Akibatnya, ia menerima sanksi politis dari Sultan Agung.
Pangeran Dipati Rangga Gede ditahan di Mataram. Jabatan Bupati Wedana Priangan
diserahkan kepada Dipati Ukur, dengan syarat ia harus dapat merebut Batavia dari kekuasaan
Kompeni.
Tahun 1628 Sultan Agung memerintahkan Dipati Ukur untuk membantu pasukan
Mataram menyerang Kompeni di Batavia. Akan tetapi serangan itu mengalami kegagalan.
Dipati Ukur menyadari bahwa sebagai konsekwensi dari kegagalan itu ia akan mendapat
hukuman seperti yang diterima oleh Pangeran Dipati Rangga gede, atau hukuman yang lebih
berat lagi. Oleh karena itu Dipati Ukur beserta para pengikutnya membangkang terhadap
Mataram. Setelah penyerangan terhadap Kompeni gagal, mereka tidak datang ke Mataram
melaporkan kegagalan tugasnya. Tindakan Dipati Ukur itu dianggap oleh pihak Mataram
sebagai pemberontakan terhadap penguasa Kerajaan Mataram.
Terjadinya pembangkangan Dipati Ukur beserta para pengikutnya dimungkinkan,
antara lain karena pihak Mataram sulit untuk mengawasi daerah Priangan secara langsung,

@mySelfScumbagsFiles

akibat jauhnya jarak antara Pusat Kerajaan Mataram dengan daerah Priangan. Secara teoritis,
bila daerah tersebut sangat jauh dari pusat kekuasaan, maka kekuasaan pusat di daerah itu
sangat lemah. Walaupun demikian, berkat bantuan beberapa Kepala daerah di Priangan, pihak
Mataram akhirnya dapat memadamkan pemberontakan Dipati Ukur. Menurut Sejarah
Sumedang (babad), Dipati Ukur tertangkap di Gunung Lumbung (daerah Bandung) pada
tahun 1632.
Setelah pemberontakan Dipati Ukur dianggap berakhir, Sultan Agung menyerahkan
kembali jabatan Bupati Wedana Priangan kepada Pangeran Dipati Rangga Gede yang telah
bebas dari hukumannya. Selain itu juga dilakukan reorganisasi pemerintahan di Priangan
untuk menstabilkan situasi dan kondisi daerah tersebut. Daerah Priangan di luar Sumedang
dan Galuh dibagi menjadi tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Bandung, Kabupaten
Parakanmuncang dan Kabupaten Sukapura dengan cara mengangkat tiga kepala daerah dari
Priangan yang dianggap telah berjasa menumpas pemberontakan Dipati Ukur.
Ketiga orang kepala daerah dimaksud adalah Ki Astamanggala, umbul Cihaurbeuti
diangkat

menjadi

mantri

agung

(bupati)

Bandung

dengan

gelar

Tumenggung

Wiraangunangun, Tanubaya sebagai bupati Parakanmuncang dan Ngabehi Wirawangsa


menjadi bupati Sukapura dengan gelar Tumenggung Wiradadaha. Ketiga orang itu dilantik
secara bersamaan berdasarkan Piagem Sultan Agung, yang dikeluarkan pada hari Sabtu
tanggal 9 Muharam Tahun Alip (penanggalan Jawa). Dengan demikian, tanggal 9 Muharam
Taun Alip bukan hanya merupakan hari jadi Kabupagten Bandung tetapi sekaligus sebagai
hari jadi Kabupaten Sukapura dan Kabupaten Parakan muncang. Berdirinya Kabupaten
Bandung, berarti di daerah Bandung terjadi perubahan terutama dalam bidang pemerintahan.
Daerah yang semula merupakan bagian (bawahan) dari pemerintah kerajaan (Kerajaan

@mySelfScumbagsFiles

Sunda-Pajararan kemudian Sumedanglarang) dengan status yang tidak jelas, berubah menjadi
daerah dengan status administrative yang jelas, yaitu kabupaten.
Setelah ketiga bupati tersebut dilantik di pusat pemerintahan Mataram, mereka
kembali ke daerah masing-masing. Sadjarah Bandung (naskah) menyebutkan bahwa Bupati
Bandung Tumeggung Wiraangunangun beserta pengikutnya dari Mataram kembali ke Tatar
Ukur. Pertama kali mereka dating ke Timbanganten. Di sana bupati Bandung mendapatkan
200 cacah. Selanjutnya Tumenanggung Wiraangunangun bersama rakyatnya membangun
Krapyak, sebuah tempat yang terletak di tepi Sungat Citarum dekat muara Sungai
Cikapundung, (daerah pinggiran Kabupaten Bandung bagian Selatan) sebagai ibukota
kabupaten. Sebagai daerah pusat kabupaten Bandung, Krapyak dan daerah sekitarnya disebut
Bumi kur Gede.
Wilayah administrative Kabupaten Bandung di bawah pengaruh Mataram (hingga
akhir abad ke-17), belum diketahui secara pasti, karena sumber akurat yang memuat data
tentang hal itu tidak/belum ditemukan. Menurut sumber pribumi, data tahap awal Kabupaten
Bandung meliputi beberapa daerah antara lain Tatar Ukur, termasuk daerah Timbanganten,
Kuripan, Sagaraherang, dan sebagian Tanahmedang. Boleh jadi, daerah Priangan di luar
Wilayah Kabupaten Sumedang, Parakanmuncang, Sukapura dan Galuh, yang semula
merupakan wilayah Tatar Ukur (Ukur Sasanga) pada masa pemerintahan Dipati Ukur,
merupakan wilayah administrative Kabupaten Bandung waktu itu. Bila dugaan ini benar,
maka Kabupaten Bandung dengan ibukota Krapyak, wilayahnya mencakup daerah
Timbanganten, Gandasoli, Adiarsa, Cabangbungin, Banjaran, Cipeujeuh, Majalaya,
Cisondari, Rongga, Kopo, Ujungberung dan lain-lain, termasuk daerah Kuripan,
Sagaraherang dan Tanahmedang.

@mySelfScumbagsFiles

Kabupaten Bandung sebagai salah satu Kabupaten yang dibentuk Pemerintah


Kerajaan Mataram, dan berada di bawah pengaruh penguasa kerajaan tersebut, maka sistem
pemerintahan Kabupaten Bandung memiliki sistem pemerintahan Mataram. Bupati memiliki
berbagai jenis symbol kebesaran, pengawal khusus dan prajurit bersenjata. Simbol dan atribut
itu menambah besar dan kuatnya kekuasaan serta pengaruh Bupti atas rakyatnya. Besarnya
kekuasaan dan pengaruh bupati, antara lain ditunjukkan oleh pemilikan hak-hak istimewa
yang biasa dmiliki oleh raja. Hak-hak dimaksud adalah hak mewariskan jabatan, ha
memungut pajak dalam bentuk uang dan barang, ha memperoleh tenaga kerja (ngawula), hak
berburu dan menangkap ikan dan hak mengadili.
Dengan sangat terbatasnya pengawasan langsung dari penguasa Mataram, maka
tidaklah heran apabila waktu itu Bupati Bandung khususnya dan Bupati Priangan umumnya
berkuasa seperti raja. Ia berkuasa penuh atas rakyat dan daerahnya. Sistem pemerinatahn dan
gaya hidup bupati merupakan miniatur dari kehidupan keraton. Dalam menjalankan tugasnya,
bupati dibantu oleh pejabat-pejabat bawahannya, seperti patih, jaksa, penghulu, demang atau
kepala cutak (kepala distrik), camat (pembantu kepala distrik), patinggi (lurah atau kepala
desa) dan lain-lain.
Kabupaten Bandung berada dibawah pengaruh Mataram sampai akhir tahun 1677.
Kemudian Kabupaten Bandung jatuh ketangan Kompeni. Hal itu terjadi akibat perjanjian
Mataram-Kompeni (perjanjian pertama) tanggal 19-20 Oktober 1677. Di bawah kekuasaan
Kompeni (1677-1799), Bupati Bandung dan Bupati lainnya di Priangan tetap berkedudukan
sebagai penguasa tertinggi di kabupaten, tanpa ikatan birokrasi dengan Kompeni.
Sistem pemerintahan kabupaten pada dasarnya tidak mengalami perubahan, karena
Kompeni hanya menuntut agar bupati mengakui kekuasaan Kompeni, dengan jaminan
menjual hasil-hasil bumi tertentu kepada VOC. Dalam hal ini bupati tidak boleh mengadakan

@mySelfScumbagsFiles

hubungan politik dan dagang dengan pihak lain. Satu hal yang berubah adalah jabatan bupati
wedana dihilangkan. Sebagai gantinya, Kompeni mengangkat Pangeran Aria Cirebon sebagai
pengawas (opzigter) daerah Cirebon-Priangan (Cheribonsche Preangerlandan). Salah satu
kewajiban utama bupati terhadap kompeni adalah melaksanakan penanaman wajib tanaman
tertentu, terutama kopi, dan menyerahkan hasilnya. Sistem penanaman wajib itu disebut
Preangerstelsel. Sementara itu bupati wajib memelihara keamanan dan ketertiban daerah
kekuasaannya. Bupati juga tidak boleh mengangkat atau memecat pegawai bawahan bupati
tanpa pertimbangan Bupati Kompeni atau penguasa Kompeni di Cirebon. Agar bupati dapat
melaksanakan kewajiban yang disebut terakhir dengan baik, pengaruh bupati dalam bidang
keagamaan, termasuk penghasilan dari bidang itu, seperti bagian zakar fitrah, tidak diganggu
baik bupati maupun rakyat (petani) mendapat bayaran atas penyerahan kopi yang besarnya
ditentukan oleh Kompeni.
Hingga berakhirnya kekuasaan Kompeni-VOC akhir tahun 1779, Kabupaten Bandung
beribukota di Krapyak. Selama itu Kabupaten Bandung diperintah secara turun temurun oleh
enam orang bupati. Tumenggung Wiraangunangun (merupakan bupati pertama) ankatan
Mataram yang memerintah sampai tahun 1681. Lima bupati lainnya adalah bupati angkatan
Kompeni yakni Tumenggung Ardikusumah yang memerintah tahun 1681-1704, Tumenggung
Anggadireja I (1704-1747), Tumenggung Anggadireja II (1747-1763), R. Anggadireja III
dengan gelar R.A. Wiranatakusumah I (1763-1794) dan R.A. Wiranatakusumah II yang
memerintah dari tahun 1794 hingga tahun 1829. Pada masa pemerintahan bupati R.A.
Wiranatakusumah II, ibukota Kabupaten Bandung dipindahkan dari Karapyak ke Kota
Bandung.
2. Berdirinya Kota Bandung

@mySelfScumbagsFiles

Ketika Kabupaten Bandung dipimpin oleh Bupati RA Wiranatakusumah II, kekuasaan


Kompeni di Nusantara berakhir akibat VOC bangkrut (Desember 1799). Kekuasaan di
Nusantara selanjutnya diambil alih oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan Gubernur
Jenderal pertama Herman Willem Daendels (1808-1811). Sejalan dengan perubahan
kekuasaan di Hindia Belanda, situasi dan kondisi Kabupaten Bandung mengalami perubahan.
Perubahan yang pertama kali terjadi adalah pemindahan ibukota kabupaten dari Krapyak di
bagian Selatan daerah Bandung ke Kota Bandung yang ter;etak di bagian tengah wilayah
kabupaten tersebut.
Antara Januari 1800 sampai akhir Desember 1807 di Nusantara umumnya dan di
Pulau Jawa khususnya, terjadi vakum kekuasaan asing (penjajah), karena walaupun Gubernur
Jenderal Kompeni masih ada, tetapi ia sudah tidak memiliki kekuasaan. Bagi para bupati,
selama vakum kekuasaan itu berarti hilangnya beban berupa kewajiban-kewajiban yang harus
dipenuhi bagi kepentingan penguasa asing (penjajah). Dengan demikian, mereka dapat
mencurahkan perhatian bagi kepentingan pemerintahan daerah masing-masing. Hal ini
kiranya terjadi pula di Kabupaten Bandung.
Menurut

naskah

Sadjarah

Bandung,

pada

tahun

1809

Bupati

Bandung

Wiranatakusumah II beserta sejumlah rakyatnya pindah dari Karapyak ke daerah sebelah


Utara dari lahan bakal ibukota. Pada waktu itu lahan bakal Kota Bandung masih berupa
hutan, tetapi di sebelah utaranya sudah ada pemukiman, yaitu Kampung Cikapundung Kolot,
Kampung Cikalintu, dan Kampung Bogor. Menurut naskah tersebut, Bupati R.A.
Wiranatakusumah II pindah ke Kota Bandung setelah ia menetap di tempat tinggal sementara
selama dua setengah tahun. Semula bupati tinggal di Cikalintu (daerah Cipaganti) kemudian
ia pindah Balubur Hilir. Ketika Deandels meresmikan pembangunan jembatan Cikapundung
(jembatan di Jl. Asia Afrika dekat Gedung PLN sekarang), Bupati Bandung berada disana.

@mySelfScumbagsFiles

10

Deandels bersama Bupati melewati jembatan itu kemudian mereka berjalan ke arah timur
sampai disuatu tempat (depan Kantor Dinas PU Jl. Asia Afrika sekarang). Di tempat itu
deandels menancapkan tongkat seraya berkata: Zorg, dat als ik terug kom hier een stad is
gebouwd! (Usahakan, bila aku datang kembali ke sini, sebuah kota telah dibangun!.
Rupanya Deandels menghendaki pusat kota Bandung dibangun di tempat itu.
Sebagai tindak lanjut dari ucapannya itu, Deandels meminta Bupati Bandung dan
Parakanmuncang untuk memindahkan ibukota kabupaten masing-masing ke dekat Jalan Raya
Pos. Permintaan Deandels itu disampaikan melalui surat tertanggal 25 Mei 1810. Indahnya
Kabupaten Bandung ke Kota Bandung bersamaan dengan pengangkatan Raden Suria menjadi
Patih arakanmuncang. Kedua momentum tersebut dikukuhkan dengan besluit (surat
keputusan) tanggal 25 September 1810. Tanggal ini juga merupakan tanggal Surat Keputusan
(besluit), maka secara yuridis formal (dejure) ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Bandung.
Boleh jadi bupati mulai berkedudukan di Kota Bandung setelah di sana terlebih
dahulu berdiri bangunan pendopo kabupaten. Dapat dipastikan pendopo kabupaten
merupakan bangunan pertama yang dibangun untuk pusat kegiatan pemerintahan Kabupaten
Bandung. Berdasarkan data dari berbagai sumber, pembangunan Kota Bandung sepenuhnya
dilakukan oleh sejumlah rakyat Bandung dibawah pimpinan Bupati R.A. Wiranatakusumah
II. Oleh karena itu, dapatlah dikatakan bahwa bupati R.A. Wiranatakusumah II adalah pendiri
(the founding father) kota Bandung.
Berkembangnya Kota Bandung dan letaknya yang strategis yang berada di bagian
tengah Priangan, telah mendorong timbulnya gagasan Pemerintah Hindia Belanda pada tahun
1856 untuk memindahkan Ibukota Keresiden priangan dari Cianjur ke Bandung. Gagasan
tersebut karena berbagai hal baru direalisasikan pada tahun 1864. Berdasarkan Besluit
Gubernur Jenderal tanggal 7 Agustus 1864 No.18, Kota Bandung ditetapkan sebagai pusat

@mySelfScumbagsFiles

11

pemerintahan Keresidenan Priangan. Dengan demikian, sejak saat itu Kota Bandung
memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai Ibukota Kabupaten Bandung sekaligus sebagai ibukota
Keresidenan Priangan. Pada waktu itu yang menjadi Bupati Bandung adalah R.A.
Wiranatakusumah IV (1846-1874).
Sejalan dengan perkembangan fungsinya, di Kota Bandung dibangun gedung
keresidenan di daerah Cicendo (sekarang menjadi Rumah Dinas Gubernur Jawa Barat) dan
sebuah hotel pemerintah. Gedung keresidenan selesai dibangun tahun 1867. Perkembangan
Kota Bandung terjadi setelah beroperasi transportasi kereta api dari dan ke kota Bandung
sejak tahun 1884. Karena Kota Bandung berfungsi sebagai pusat kegiatan transportasi kereta
api Lin Barat, maka telah mendorong berkembangnya kehidupan di Kota Bandung dengan
meningkatnya penduduk dari tahun ke tahun.
Di penghujung abad ke-19, penduduk golongan Eropa jumlahnya sudah mencapai
ribuan orang dan menuntut adanya lembaga otonom yang dapat mengurus kepentingan
mereka. Sementara itu pemerintah pusat menyadari kegagalan pelaksanaan sistem
pemerintahan sentralistis berikut dampaknya. Karenanya, pemerintah sampai pada kebijakan
untuk mengganti sistem pemerintahan dengan sistem desentralisasi, bukan hanya
desentralisasi dalam bidang keuangan, tetapi juga desentralisasi dalam pemberian hak
otonomi bidang pemerintahan (zelfbestuur).
Dalam hal ini, pemerintah Kabupaten Bandung di bawah pimpinan Bupati RAA
Martanagara (1893-1918) menyambut baik gagasan pemerintah kolonial tersebut.
Berlangsungnya pemerintahan otonomi di Kota Bandung, berarti pemerintah kabupaten
mendapat dana budget khusus dari pemerintah kolonial yang sebelumnya tidak pernah ada.
Berdasarkan Undang-undang Desentralisasi (Decentralisatiewet) yang dikeluarkan tahun
1903 dan Surat Keputusan tentang desentralisasi (Decentralisasi Besluit) serta Ordonansi

@mySelfScumbagsFiles

12

Dewan Lokal (Locale Raden Ordonantie) sejak tanggal 1 April 1906 ditetapkan sebagai
gemeente (kotapraja) yang berpemerintahan otonomom. Ketetapan itu semakin memperkuat
fungsi Kota Bandung sebagai pusat pemerintahan, terutama pemerintahan Kolonial Belanda
di Kota Bandung. Semula Gemeente Bandung Dipimpin oleh Asisten Residen priangan
selaku Ketua Dewan Kota (Gemeenteraad), tetapi sejak tahun 1913 gemeente dipimpin oleh
burgemeester (walikota).
B. Perkembangan ekonomi Bandung
Pada awalnya kota Bandung sekitarnya secara tradisional merupakan kawasan
pertanian, namun seiring dengan laju urbanisasi menjadikan lahan pertanian menjadi kawasan
perumahan serta kemudian berkembang menjadi kawasan industri dan bisnis, sesuai dengan
transformasi ekonomi kota umumnya. Sektor perdagangan dan jasa saat ini memainkan
peranan penting akan pertumbuhan ekonomi kota ini disamping terus berkembangnya sektor
industri. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Daerah (Suseda) 2006, 35.92 % dari total
angkatan kerja penduduk kota ini terserap pada sektor perdagangan, 28.16 % pada sektor jasa
dan 15.92 % pada sektor industri. Sedangkan sektor pertanian hanya menyerap 0.82 %,
sementara sisa 19.18 % pada sektor angkutan, bangunan, keuangan dan lainnnya.1
Pada triwulan I 2010, kota Bandung dan sebagian besar kota lain di Jawa Barat
mengalami kenaikan laju inflasi tahunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.[37]
Sebagai faktor pendorong inflasi dapat dipengaruhi oleh kebijakan moneter, yang berupa
interaksi permintaan-penawaran serta ekspektasi inflasi masyarakat. Walaupun secara
keseluruhan laju inflasi pada kota Bandung masih relatif terkendali. Hal ini terutama
disebabkan oleh deflasi pada kelompok sandang, yaitu penurunan harga emas perhiasan.
Sebaliknya, inflasi Kota Bandung mengalami tekanan yang berasal dari kelompok
1 http://nyitnyiteza.blogspot.com/2012/03/sejarah-kota-bandung.html

@mySelfScumbagsFiles

13

transportasi, yang dipicu oleh kenaikan harga BBM non subsidi yang dipengaruhi oleh harga
minyak bumi di pasar internasional.
Sementara itu yang menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD) kota Bandung masih
didominasi dari penerimaan hasil pajak daerah dan retribusi daerah, sedangkan dari hasil
perusahaan milik daerah atau hasil pengelolaan kekayaan daerah masih belum sesuai dengan
realisasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap masyarakat terhadap dampak ekonomi
perkembangan pariwisata sangat positif, akan tetapi negatif terhadap dampak fisik, terutama
terhadap kemacetan lalu-lintas yang disebabkan oleh kegiatan wisata yang berkembang.
Sikap dan perilaku masyarakat terhadap pendatang juga menunjukan sikap lebih positif
dibandingkan sikapnya terhadap pengunjung dan pengusaha/pengelola kegiatan wisata.
Faktor dominan yang mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat terhadap pengembangan
kegiatan wisata di lingkungan permukiman adalah tingkat hubungan masyarakat dengan
komunitas dan lingkungannya (community attachment) dan tingkat pendidikan.
Keterkaitan perubahan lingkungan binaan dengan sikap dan perilaku masyarakat yang
terbentuk mengindikasikan bahwa : 1) jenis perkembangan dan bangkitan lalu-lintas
merupakan faktor penyebab munculnya sikap negatif; 2) kawasan yang sebelumnya sudah
merupakan kawasan usaha lebih dapat diterima oleh masyarakat; 3) kegiatan yang
mengandung tema budaya/spiritual akan lebih ditoleransi dibandingkan kegiatan komersial;
4) hubungan antara masyarakat dengan pihak lain terkait dengan manfaat yang akan didapat
dari hubungan yang terjalin.2

2 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi - Departemen Pendidikan Nasional


http://www.p2par.itb.ac.id/?page_id=697

@mySelfScumbagsFiles

14

C. Teori Perubahan sosial budaya


Perubahan Sosial Budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola
budaya dalam masyarakat. Perubahan itu sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang
selalu ingin mengadakan perubahaan.
1. Pengertian Perubahan Sosial yang dikemukakan Para ahli Sosiologi
a. Gillin dan Gillin menyatakan bahwa perubahan sosial sebagai suatu variasi dari caracara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan,
dinamika dan komposisi penduduk, ideologi, ataupun karena adanya penemuanpenemuan baru di dalam masyarakat.
b. Samuel Koenig menjelaskan bahwa perubahan sosial menunjuk pada modifikasimodifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia.
c. Selo Soemardjan menjelaskan bahwa perubahan sosial adalah segala perubahan pada
lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang memengaruhi
istem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku di antara
kelompok-kelompok dalam masyarakat.
d. Max Iver mengemukakan bahwa perubahan social berarti perubahan dalam hubungan
social atau sebaliknya perubahan terhadap keseimbangan terhadap hubungan social
(dalam buku a text book of sociology) .
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan perubahan sosial adalah perubahan
unsur-unsur atau struktur sosial dan perilaku manusia dalam masyarakat dari keadaan tertentu
ke keadaan yang lain.Unsur unsur social dalam masyarakat yang mengalami perubahan
antara lain: nilai nilai social, norma norma social, pola pola perilaku, organisasi, susunan
lembaga lembaga kemasyarakatan, lapisan lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan
wewenang, interaksi social, serta hubungan social.

@mySelfScumbagsFiles

15

Perubahan Kebudayaan adalah suatu keadaan dimana terjadi ketidaksesuaian diantara


unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda sehingga tercapai keadaan yang tidak serasi
fungsinya bagi kehidupan. Unsur-unsur kebudayaan ini dikenal sebagai 7 unsur yang
universal yaitu:
a) System peralatan hidup dan teknologi
Peralatan hidup manusia ini terus mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Sebagai
contoh bentuk pakaian orangzaman dahulu dengan zaman sekarang sangat berbeda.
b) Bahasa
Bahasa meliputi bahasa lisan dan bahasa tulis. Pada zaman dahulu ketika orang belum
mengenal tulisan komunikasi berlangsung secara lisan, namun setelah mengenal tulisan orang
menyampaikan dengan bahasa tulis.
c) Sistem pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki masyarakat sangat terkait dengan pengalaman hidup yang
dilalui oleh masyarakat tersebut. Dari pengalaman itulah munculah pengetahuan bercocok
tanam, alam semesta dan lain lain.
d) Sistem kemasyarakatan
Sistem kemasyarakatan meliputi system perkawinan dan sebagainya.
e) Sistem Ekonomi dan Sistem Pencaharian
f) Sistem religi
g) Kesenian

@mySelfScumbagsFiles

16

2. Perbedaan dan hubungan perubahan sosial budaya


Perbedaan perubahan social dan budaya memiliki hubungan atau keterikatan yang
erat, namun keduanya juga memiliki perbedaan. Hal ini dapat dilihat dari arahnya yaitu :
Perubahan sosial merupakan perubahan dari segi struktur dan hubungan social,
sedangkan perubahan budaya merupakan dalam segi budaya masyarakat
Perubahan social terjadi dalam segi distribusi kelompok umum, jenjang pendidikan,
dan tingkat kelahiran penduduk sedangkan perubahan budaya meliputi penemuan dan
penyebaran masyarakat, perubahan konsep nilai susila dan moralitas, bentuk seni
baru, serta kesetaraan gender.
Suatu perubahan dikatakan sebagai perubahan social budaya apabila memiliki karakteristik
sebagai berikut:
Tidak ada masyarakat yang perkembangannya berhenti karena setiap masyarakat
mengalami perubahan secara cepat ataupun lambat
Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan akan diikuti perubahan pada
lembaga social yang ada
Perubahan yang cepat biasanya akan mengakibatkan kekacauan sementara karena
orang akan berusaha untuk menyesuaikan diri yang terjadi
Perubahan tidak dapat dibatasi pada bidang kebendaan atau spiritual saja karena
keduanya saling berkaitan
Ciri perubahan social menurut Moore:
Bagi masyarakat atau kebudayaan manapun perubahan dapat berlangsung secara
cepat atau secara lambat
Perubahan tidak bersifat sementara maupun terpisah karena terjadi dalam rangkaian
yang tidak terputus
Perubahan social memiliki dampak ganda
Isu isu dan inovasi memengaruhi terjadinya perubahan social

@mySelfScumbagsFiles

17

Perubahan social memiliki akibat suatu pengalaman individu yang luas

3. Teori Teori Tentang Perubahan Sosial


a) Teori Evolusi ( Evolution Theory ).
Teori ini pada dasarnya berpijak pada perubahan yang memerlukan proses yang cukup
panjang. Dalam proses tersebut, terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui untuk mencapai
perubahan yang diinginkan. Ada bermacam-macam teori tentang evolusi.
b) Unilinear Theories of Evolution
Teori ini berpendapat bahwa manusia dan masyarakat termasuk kebudayaannya akan
mengalami perkembangan sesuai dengan tahapan-tahapan tertentu dari bentuk yang
sederhana ke bentuk yang kompleks dan akhirnya sempurna. Pelopor teori ini antara lain
Auguste Comte dan Herbert Spencer.
c) Universal Theories of Evolution
Teori ini menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidak perlu melalui tahaptahap tertentu yang tetap. Kebudayaan manusia telah mengikuti suatu garis evolusi tertentu.
Menurut Herbert Spencer, prinsip teori ini adalah bahwa masyarakat merupakan hasil
perkembangan dari kelompok homogen menjadi kelompok yang heterogen.
d) Multilined Theories of Evolution
Teori ini lebih menekankan pada penelitian terhadap tahaptahap perkembangan
tertentu dalam evolusi masyarakat. Misalnya mengadakan penelitian tentang perubahan
sistem mata pencaharian dari sistem berburu ke sistem pertanian menetap dengan
menggunakan pemupukan dan pengairan.

@mySelfScumbagsFiles

18

e) Teori Konflik ( Conflict Theory )


Menurut pandangan teori ini, pertentangan atau konflik bermula dari pertikaian kelas
antara kelompok yang menguasai modal atau pemerintahan dengan kelompok yang tertindas
secara materiil, sehingga akan mengarah pada perubahan sosial. Teori ini memiliki prinsip
bahwa konflik sosial dan perubahan sosial selalu melekat pada struktur masyarakat .
Teori ini menilai bahwa sesuatu yang konstan atau tetap adalah konflik sosial, bukan
perubahan sosial. Karena perubahan hanyalah merupakan akibat dari adanya konflik tersebut.
Karena konflik berlangsung terus-menerus, maka perubahan juga akan mengikutinya. Dua
tokoh yang pemikirannya menjadi pedoman dalam Teori Konflik ini adalah Karl Marx dan
Ralf Dahrendorf.
Secara lebih rinci, pandangan Teori Konflik lebih menitikberatkan pada hal berikut
ini.

Setiap masyarakat terus-menerus berubah.


Setiap komponen masyarakat biasanya menunjang perubahan masyarakat.
Setiap masyarakat biasanya berada dalam ketegangan dan konflik.
Kestabilan sosial akan tergantung pada tekanan terhadap golongan yang satu oleh
golongan yang lainnya.

a. Teori Fungsionalis ( Functionalist Theory )


Konsep yang berkembang dari teori ini adalah cultural lag (kesenjangan budaya).
Konsep ini mendukung Teori Fungsionalis untuk menjelaskan bahwa perubahan sosial tidak
lepas dari hubungan antara unsur-unsur kebudayaan dalam masyarakat. Menurut teori ini,
beberapa unsur kebudayaan bisa saja berubah dengan sangat cepat sementara unsur yang
lainnya tidak dapat mengikuti kecepatan perubahan unsur tersebut. Maka, yang terjadi adalah

@mySelfScumbagsFiles

19

ketertinggalan unsur yang berubah secara perlahan tersebut. Ketertinggalan ini menyebabkan
kesenjangan sosial atau cultural lag .
Secara lebih ringkas, pandangan Teori Fungsionalis adalah sebagai berikut:

Setiap masyarakat relatif bersifat stabil.


Setiap komponen masyarakat biasanya menunjang kestabilan masyarakat.
Setiap masyarakat biasanya relatif terintegrasi.
Kestabilan sosial sangat tergantung pada kesepakatan bersama (konsensus) di

kalangan anggota kelompok masyarakat.


b. Teori Siklis ( Cyclical Theory )
Teori ini mencoba melihat bahwa suatu perubahan sosial itu tidak dapat dikendalikan
sepenuhnya oleh siapapun dan oleh apapun. Karena dalam setiap masyarakat terdapat
perputaran atau siklus yang harus diikutinya. Menurut teori ini kebangkitan dan kemunduran
suatu kebudayaan atau kehidupan sosial merupakan hal yang wajar dan tidak dapat dihindari.
Sementara itu, beberapa bentuk Teori Siklis adalah sebagai berikut.
1) Teori Oswald Spengler (1880-1936)
Menurut teori ini, pertumbuhan manusia mengalami empat tahapan, yaitu anak-anak, remaja,
dewasa, dan tua. Pentahapan tersebut oleh Spengler digunakan untuk menjelaskan
perkembangan masyarakat, bahwa setiap peradaban besar mengalami proses kelahiran,
pertumbuhan, dan keruntuhan. Proses siklus ini memakan waktu sekitar seribu tahun.
2) Teori Pitirim A. Sorokin (1889-1968)
Sorokin berpandangan bahwa semua peradaban besar berada dalam siklus tiga sistem
kebudayaan yang berputar tanpa akhir. Siklus tiga sistem kebudayaan ini adalah kebudayaan
ideasional, idealistis, dan sensasi.

@mySelfScumbagsFiles

20

Kebudayaan ideasional, yaitu kebudayaan yang didasari oleh nilai-nilai dan


kepercayaan terhadap kekuatan supranatural.
Kebudayaan idealistis, yaitu kebudayaan di mana kepercayaan terhadap unsur
adikodrati (supranatural) dan rasionalitas yang berdasarkan fakta bergabung dalam
menciptakan masyarakat ideal.
Kebudayaan sensasi, yaitu kebudayaan di mana sensasi merupakan tolok ukur dari
kenyataan dan tujuan hidup.
3) Teori Arnold Toynbee (1889-1975)
Toynbee menilai bahwa peradaban besar berada dalam siklus kelahiran, pertumbuhan,
keruntuhan, dan akhirnya kematian. Beberapa peradaban besar menurut Toynbee telah
mengalami kepunahan kecuali peradaban Barat, yang dewasa ini beralih menuju ke tahap
kepunahannya
Bentuk-Bentuk Perubahan Sosial Budaya dan Penyebabnya
a. Perubahan Lambat dan Perubahan Cepat
Perubahan lambat disebut juga evolusi. Perubahan tersebut terjadi karena
usaha-usaha masyarakat dalam menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan dan
kondisi-kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Contoh
perubahan evolusi adalah perubahan pada struktur masyarakat. Perubahan cepat
disebut juga dengan revolusi, yaitu perubahan sosial mengenai unsur-unsur kehidupan
atau lembaga-lembaga kemasyarakatan yang berlangsung relatif cepat.
Berikut ini beberapa persyaratan yang mendukung terciptanya revolusi.
Ada keinginan umum untuk mengadakan suatu perubahan.
Adanya seorang pemimpin atau sekelompok orang yang mampu memimpin
masyarakat tersebut.

@mySelfScumbagsFiles

21

Harus bisa memanfaatkan momentum untuk melaksanakan revolusi.


Harus ada tujuan gerakan yang jelas dan dapat ditunjukkan kepada rakyat.
Kemampuan pemimpin dalam menampung, merumuskan, serta menegaskan rasa
tidak puas masyarakat dan keinginan-keinginan yang diharapkan untuk dijadikan
program dan arah gerakan revolusi.
Contoh perubahan secara revolusi adalah gerakan Revolusi Islam Iran pada tahun
1978-1979 yang berhasil menjatuhkan pemerintahan Syah Mohammad Reza Pahlevi yang
otoriter dan mengubah sistem pemerintahan monarki menjadi sistem Republik Islam
dengan Ayatullah Khomeini sebagai pemimpinnya.
4. Perubahan Kecil dan Perubahan Besar
Perubahan kecil adalah perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial
yang tidak membawa pengaruh langsung atau pengaruh yang berarti bagi masyarakat.
Contoh perubahan kecil adalah perubahan mode rambut atau perubahan mode pakaian.
Sebaliknya, perubahan besar adalah perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur
sosial yang membawa pengaruh langsung atau pengaruh berarti bagi masyarakat. Contoh
perubahan besar adalah dampak ledakan penduduk dan dampak industrialisasi bagi pola
kehidupan masyarakat.
5. Perubahan yang Dikehendaki atau Direncanakan dan Perubahan yang Tidak
Dikehendaki atau Tidak Direncanakan
Perubahan yang dikehendaki atau yang direncanakan merupakan perubahan yang
telah diperkirakan atau direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak
melakukan perubahan di masyarakat. Pihak-pihak tersebut dinamakan agent of change,
yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan masyarakat untuk
memimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan yang bertujuan untuk

@mySelfScumbagsFiles

22

mengubah suatu sistem sosial. Contoh perubahan yang dikehendaki adalah pelaksanaan
pembangunan atau perubahan tatanan pemerintahan, misalnya perubahan tata
pemerintahan Orde Baru menjadi tata pemerintahan Orde Reformasi. Perubahan yang
tidak dikehendaki atau yang tidak direncanakan merupakan perubahan yang terjadi di luar
jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat
sosial yang tidak diharapkan.
Contoh perubahan yang tidak dikehendaki atau tidak direncanakan adalah
munculnya berbagai peristiwa kerusuhan menjelang masa peralihan tatanan Orde Lama
ke Orde Baru dan peralihan tatanan Orde Baru ke Orde Reformasi.
Dari berbagai macam teori di atas dapat kita ketahui perubahan sosial budaya di
bandung sebenarnya terjadi memang didasarkan kepada sejarah, tujuan, dan manfaat. Maka
Toynbee menilai bahwa peradaban besar berada dalam siklus kelahiran, pertumbuhan,
keruntuhan, dan akhirnya kematian. Perubahan yg terjadi dibandung dapat kita sesuaikan
menjadi contoh dari Perubahan Lambat dan Perubahan Cepat.
Perubahan lambat disebut juga evolusi. Perubahan tersebut terjadi karena usaha-usaha
masyarakat dalam menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan dan kondisi-kondisi baru
yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Contoh perubahan evolusi adalah
perubahan pada struktur masyarakat. Perubahan cepat disebut juga dengan revolusi, yaitu
perubahan sosial mengenai unsur-unsur kehidupan atau lembaga-lembaga kemasyarakatan
yang berlangsung relatif cepat.
Berikut ini beberapa persyaratan yang mendukung terciptanya revolusi.
Ada keinginan umum untuk mengadakan suatu perubahan.
Adanya seorang pemimpin atau sekelompok orang yang mampu memimpin
masyarakat tersebut.
@mySelfScumbagsFiles

23

Harus bisa memanfaatkan momentum untuk melaksanakan revolusi.


Harus ada tujuan gerakan yang jelas dan dapat ditunjukkan kepada rakyat.
Kemampuan pemimpin dalam menampung, merumuskan, serta menegaskan rasa
tidak puas masyarakat dan keinginan-keinginan yang diharapkan untuk dijadikan
program dan arah gerakan revolusi.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.beritaunik.net/unik-aneh/sejarah-kota-bandung.html
http://www.p2par.itb.ac.id/?page_id=697
Murbyanto, Stategi Pembangunan Ekonomi Dalam Kemiskinan dan Kesenjangan di
Indonesia, Aditya Media, Yogyakarta,1996.
Susanto, Astrid S, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, Bina Cipta, Jakarta, 1983.
Soekanto, Soerjono (i987). Sosiologi, suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit CV Rajawali.
Rachbini, Didik J. dan Abdul Hamid, 1994. Ekonomi Informal Perkotaan. Jakarta: LP3S.
http://pradityakhrisna.blogspot.com/2012/11/perubahan-sosial-budaya.html

@mySelfScumbagsFiles

Anda mungkin juga menyukai