Disusun Oleh :
Putri Annisa
20154012016
Diajukan Kepada :
dr. Ardi Pramono, SpAn
ILMU ANESTESI
RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. T
Umur
: 55 tahun
: Islam
Alamat
: Sleman
1. ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien wanita usia 55 th datang ke poli bedah RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta dengan keluhan luka di jari ke-3 kaki kiri yang tak kunjung sembuh
sejak 3 bulan terakhir. Awalnya, pasien tersandung batu dan timbul luka pada jari ke-3 kaki kiri
yang tidak kunjung sembuh walaupun setiap bulan kontrol rutin ke puskesmas untuk
membersihkan luka.
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien menderita DM sejak 25 tahun yang lalu, dan melakukan
pengobatan rutin di RSP Sarjito.
Riwayat Penyakit Keluarga : Ibu dan kedua kakak pasien menderita DM.
2. PEMERIKSAAN FISIK
KU
Airway
: 36,7o C
ASA
: II
Kepala
Leher
Thorax
Teknik anestesi dengan golongan opiad (pethydin, fentanyl, morfin) akan memberikan
keseimbangan hemodinamik dan menghambat seluruh system syaraf simpatis dan sumbu
hipotalamik pituitari yang pada pasien non diabetes dapat meniadakan hiperglikemi dan
kemungkinan bermanfaat pada psien DM.
Obat anestesi analgesic uap golongan ether dapat meningkatkan kadar gula darah,
mencegah insulin untuk metransport glukosa menyebrang membrane sel dan secara tak langsung
melalui peningkatan s. simpatis sehingga meningkatkan glikogenolisis di hati. Menurut
penelitian Greene, penggunaan Halothane pada pasien DM cukup memuaskan karena dapat
mengurangi peningkatan terhadap kadar gula atau penurunan kadar insulin. Sedangkan
isoflovuran tak nyata pengaruhnya terhadap kadar gula darah.
Pengaruh obat golongan hipnotik (propofol) pengaruhnya masih belum diketahui. Obatobatan IV yang biasa diberikan secara IV tidak mempunyai efek terhadap kadar gula darah
kecuali ketamin yang menunjukkan peningkatan kadar gula akibat efek simpatomimetik.
2. KONTROL METABOLIK PERIOPERATIF
Pada DM tipe 1, idealnya kontrol gula draah harus tercapai dalam 2-3 hari sebelum
pembedahan. Untuk pasien kronis dengan kontrol metabolik yang buruk perlu dirawat di RS
selama 2-3 hari untu penyesuaian dosis insulin. Untuk bedah minor cukup dengan insulin
subkutan. Pada pagi hari sebelum pembedahan diberikan 1/3 s/d 2/3 dosis insulin secara
subkutan bersama dengan dextrose 5% 100 cc/jam/70 kgBB. 2/3 dosis insulin normal untuk GDP
> 250 mg/dl, dosis insulin normal untuk GDP 120-250 mg/dl, dan 1/3 dosis insulin normal
untuk kadar glukosa < 120 mg/dl. Pasien dengan kadar glukosa darah rendah atau normal tetap
membutuhkan sejumlah kecil insulin untuk mengimbangi peningkatan efek katabolik stress
pembedahan dan mencegah lipolisis.
Terdapat beberapa regimen tatalaksana perioperatif untuk pasien DM. yang paling sering
adalah pasien menerima sebagian ( biasanya dari dosis insulin pagi hari) dalam bentuk insulin
kerja sedang.
Tabel: dua teknik yang umum digunakan untuk tatalaksana insulin perioperatif pada pasien DM.
Perioperatif
Infus continue
D5W (1ml/kg/jam)
Protamine Hgedorn
Regular insulin
Sama dengan intra op
Untuk mengurangi risiko hipoglikemi, insulin diberikan setelah akses IV dipasang dan
kadar gula darah pagi hari diperiksa. Sebagai contoh, pasien yang biasanya mendapat 20 unit
NPH dan 10 unit RI tiap pagi dan kadar gula darah 150 mg/dl akan mendapat 10 unit NPH s.c.
atau i.m bersama- sama dengan dextrose 5% (1,5 ml/kg/jam). Dextrose tambahan dapat
diberikan apabila pasien mengalami hipoglikemi (<100 mg/dl). Sebaliknya hiperglikemi intra
operatif (> 250 mg/dl) diobati dengan RI i.v berdasar sliding scale. Satu unit RI yang diberikan
kepada orang dewasa akan menurunkan glukosa plasma sebanyak 30 s.d 65 mg/dl.
Metode lainnya adalah dengan memberikan insulin kerja pendek dalam infuse secara
continue. Keuntungan teknik ini adalah kontrol pemberian insulin akan lebih tepat dibandingkan
dengan pemberian NPH insulin s.c. atau i.m. 10-15 unit RI dapat ditambah 1 L cairan D5W
dengan kecepatan infuse 1-1,5 ml/kg/jam ( 1 unit/ jam/ 70 kg) . Apablia terjadi fluktuasi gula
darah, infuse RI dapat disesuaikan berdasarkan rumus di bawah ini ( rumus Roizen):
Gukosa plasma (mg/dl)
Unit perjam =
150
Pada pasien yang menjalani pembedahan besar, diperlukan perencanaan yang seksama.
Teknik yang dianjurkan oleh Hins adalah :
Glukosa 5-10 gram/jam ekuivalen dengan 100-200 cc dextrose 5%/jam i.v. Kalium dapat
ditambahkan karena insulin dapat menyebabkan pergeseran kaliaum intrasel namun harus hatihati pada pasien dengan gangguan ginjal. Infus lain dapat diberikan lewat kanul yang sama sbb :
1. Campur 50 m RI kedalam 500 cc 0,9% NaCl
2. Infuskan dengan kecepatan 5-10 cc /jam
3. Ukur kadar gula darah/jam dan sesuaikan kebutuhan insulin sebagai berikut :
Kadar gula mmol (mg/dl) Kebutuhan insulin
darah
4,4
(80)
Matikan
4,4-6,6
(80-120)
glukosa i.v.
Kurangi insulin
6,6-9,9
0,2-0,7
(120-180) Naikkan laju insulin 0,5-1
9,9-13,2
>13,75
(180-240)
pompa,
beri
menjadi
m/jam
Naikkan laju insulin 0,8
1,5 m/jam
Laju insulin 1,5 m/ lebih
DAFTAR PUSTAKA
1. Brown Jr and Frink. Anesthetic Management of Patients with Endocrine Disease in A
Practice of Anesthesia, 6th ed, Edward Arnold, 1996: 995-1004.
2. Haznam MW. Pankreas Endokrin dalam Endokrinologi, Percetakan Angkasa Offset,
Bandung, 1991: 36-106.
3. Mathes DD. Management of Common Endocrine Disorder in Stone DJ ed. Perioperative
Care, 1sted, Mosby Year Book Inc, 1998: 235-265.
4. McAnulty GR, Robertshaw HJ, Hall GM. Anaesthetic Management of Patients with
Diabetes Mellitus in British Journal of Anaesthesia, London, 2000: 80-90.
5. Morgan JR. Clinical Anesthesiology, 2nded, Lange Medical Book, 1996: 636-655.
6. William J, Fenderl. Diseases of the Endocrine System in Anesthesia and Common
Diseases, 2nd ed, Philadelphia, WBSaunders, 1991: 204-215.