Anda di halaman 1dari 5

KONSEP MANUSIA MENURUT ISLAM

Demi Memenuhi Mata Kuliah Agama


Yulianty, S.Pd.I.,M.Pd.

Disusun oleh :
Rahayu Teguh Lestari
Tika Suryani

Prodi Pendidikan Ekonomi,Fakultas Ekonomi dan Bisnis


Universitas Kanjuruhan Malang

KONSEP MANUSIA MENURUT ISLAM


A. Hakikat Manusia
Konsep manusia dalam al-Quran dipahami dengan memperhatikan kata-kata yang saling
menunjuk pada makna manusia yaitu kata basyar, insan, dan al-nas. Allah memakai konsep
basyar dalam al-Quran sebanyak 37 kali, salah satunya al-Kahfi: 110, yaitu : Innama anaa
basayarun mitslukum (Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu). Konsep
basyar selalu dihubungkan pada sifat-sifat biologis manusia, seperti asalnya dari tanah liat atau
lempung kering (al-Hijr: 33; ar-Rum: 20), serta manusia makan dan minum (al-Muminuun: 33).
Basyar adalah makhluk yang sekedar berada (being) yang statis seperti hewan.
Kata insan disebutkan dalam al-Quran sebanyak 65 kali, di antaranya (al-Alaq: 5), yaitu :
Allamal insaana maa lam yalam (Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya).
Konsep insan selalu dihubungkan pada sifat psikologis atau spiritual manusia sebagai makhluk
yang berpikir, diberi ilmu, dan memikul amanah (al-Ahzab: 72). Insan adalah makhluk yang
menjadi (becoming) dan terus bergerak maju ke arah kesempurnaan.
Kata al-nas disebut sebanyak 240 kali, seperti (az-Zummar: 27), yaitu : Walaqad dlarabna
linnaasi fii haadzal quraani min kulli matsal (Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia
dalam al-Quran ini setiap macam perumpamaan). Konsep al-nas menunjuk pada semua manusia
sebagai makhluk sosial atau secara kolektif.
Dengan demikian, al-Quran memandang manusia sebagai makhluk biologis, psikologis, dan
sosial. Manusia sebagai basyar tunduk pada takdir Allah, sama dengan makhluk lain. Manusia
sebagai insan dan al-nas bertalian dengan hembusan Ilahi atau ruh Allah, memiliki kebebasan
dalam memilih untuk tunduk atau menantang takdir Allah.
Menurut pandangan Murtadha Mutahhari, manusia adalah makhluk serba dimensi yang dapat
disimpulkan menjadi empat dimensi, yaitu:
1. Manusia adalah makhluk yang berdimensi biologis reproduksi. Yang dimaksud dengan
dimensi biologis-reproduksi adalah manusia makhluk yang memiliki kebutuhan-kebutuhan
biologis seperti sandang, papan dan pangan serta seks dan memiliki kemampuan bereproduksi
(berkembang biak). Dalan konteks makna inilah manusia dinamai dengan al-basyar (QS. alMuminun/23:33 dan QS. Maryam/19:20).
2. Manusia adalah makhluk bendimensi intelektual peradaban. Yaitu manusia membutuhkan ilmu
pengetahuan dan memiliki kemampuan untuk mengetahui. Oleh karena itu manusia sejak lahir
telah diberikan padanya potensi-potensi ilmiah, berupa pendengaran, penglihatan dan akal budi
(QS. as-Sajadah/32:9).
3. Manusia adalah makhluk bendimensi sosial-masyarakat. Artinya manusia memiliki
kecenderungan yang kuat untuk hidup dalam komunitas sosial-masyarakat. Bahkan dapat
dikatakan bahwa manusia tidak akan dapat hidup tanpa sosial masyarakatnya. Oleh karena itu
manusia yang satu membutuhkan manusia lainnya dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Sebagai contoh seorang manusia tidak akan dapat memenuhi kebutuhan dan kemampuan
reproduksinya tanpa bantuan seorang manusia lainnya. Dalam konteks ini, seorang manusia lakilaki membutuhkan seorang manusia perempuan sebagai pasangannya dalam rangka pemenuhan
kebutuhan reproduksinya. Pada kedua dimensi tersebut manusia dinamai dengan al-insan (QS.
al-Hujurat/49:13).
4. manusia adalah makhluk bendimensi religius-spritual. Maksudnya manusia merupakan
makhluk yang membutuhkan akan agama dan kepatuhan terhadap agama. Dalam konteks inilah
manusia dinamai dengan al-ins (QS. al-Araf/7:172).(Murtadha Mutahhari, 1984, 125-135).
2

B. Martabat Manusia
Manusia sebagai makhluk memiliki keunggulan dan keistimewaan dari makhluk lain.
Keunggulan tersebut karena manusia diciptakan sebagai makhluk yang terbaik dan sempurna
(ahsani taqwiem QS. at-Tiin: 4), dengan bentuk tubuh yang elastis dan dinamis, serta diberi akal,
kewajiban, dan tanggung jawab.
Manusia terdiri dari dua unsur pokok, yaitu gumpalan tanah dan hembusan ruh. Ia adalah
kesatuan dari kedua unsur tersebut yang tidak dapat dipisahkan. Bila terpisah, maka ia bukan lagi
manusia, sebagaimana halnya air, yang merupakan perpaduan antara oksigen dan hidrogen.
Dalam kadar-kadar tertentu bila salah satu di antaranya terpisah, maka ia bukan air lagi.
Manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya yang bersumber dari gumpalan tanah,
harus menurut cara-cara manusia, bukan seperti hewan. Demikian pula dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhan rohaniah bukan seperti malaikat. Sebab kalau demikian, ia akan menjadi
binatang atau malaikat, yang keduanya akan membawa ia jatuh dari hakikat kemanusiaannya.
Manusia kecuali diberi potensi positif ada juga potensi negatif berupa kelemahan-kelemahan
sebagai manusia. Kelemahan pertama, potensi untuk terjerumus dalam godaan hawa nafsu dan
setan. Kedua, dinyatakan secara tegasoleh al-Quran bahwa banyak masalah yang tidak dapat
dijangkau oleh pikiran manusia, khususnya menyangkut diri, masa depan, serta banyak hal
menyangkut hakikat manusia.
Al-Quran menggambarkan manusia sebagai makhluk pilihan Allah, sebagai khalifah-Nya di
muka bumi, serta sebagai makhluk yang semi-samawi dan semi-duniawi, yang dalam dirinya
ditanamkan sifat mengakui Allah, bebas, terpercaya, rasa tanggung jawab terhadap dirinya
maupun alam semesta; serta karunia keunggulan atas alam semesta, langit, dan bumi. Manusia
dipusakai dengan kecenderungan ke arah kebaikan maupun kejahatan. Kemajuan manusia
dimulai dari kelemahan dan ketidakmampuan, yang kemudian bergerak kea rah kekuatan, tetapi
hal itu tidak akan menghapuskan kegelisahan, kecuali manusia dekat dengan Allah dan
mengingat-Nya. Kapasitas manusia tidak terbatas, baik dalam kemampuanbelajar maupun dalam
menerapkan ilmu. Manusia memiliki suatu keluhuran dan martabat naluriah. Motivasi atau
pendorong manusia, dalam banyak hal, tidak bersifat kebendaan. Manusia dapat secara leluasa
memanfaatkan rahmat dan karunia yang dilimpahkan kepada dirinya, namun pada saat yang
sama, manusia harus menunaikan kewajiban kepada Allah.

C. Tanggung Jawab Manusia


Sebagai makhluk Allah, manusia mendapat amanat Allah, yang harus dipertanggungjawabkan di
3

hadapan-Nya. Tugas hidup yang dipikul manusia di muka bumi adalah tugas kekhalifahan, yaitu
tugas kepemimpinan, wakil Allah, di muka bumi untuk mengelola dan memelihara alam.
Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang kekuasaan. Manusia menjadi khalifah,
berarti manusia memperoleh mandat Allah untuk mewujudkan kemakmuran di muka bumi.
Kekuasaan yang diberikan kepada manusia bersifat kreatif, yang memungkinkan dirinya
mengolah serta mendayagunakan apa yang ada di muka bumi untuk kepentingan hidupnya sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Allah.
Agar manusia dapat menjalankan kekhalifahannya dengan baik, Allah telah mengajarkan kepada
manusia kebenaran dalam segala ciptaan-Nya. Melalui pemahaman serta penguasaan terhadap
hukum-hukum yang terkandung dalam ciptaan-Nya, manusia dapat menyusun konsepkonsepserta melakukan rekayasa membentuk wujud baru dalam alam kebudayaan.
Kekuasaan manusia sebagai khalifah Allah dibatasi oleh aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan
yang telah digariskan oleh yang diwakilinya, yaitu hukum-hukum Allah baik yang tertulis dalam
kitab suci (al-Quran), maupun yang tersirat dalam kandungan alam semesta (al-Kaun). Seorang
wakil yang melanggar batas ketentuan yang diwakili adalah wakil yang mengingkari kedudukan
dan peranannya, serta mengkhianati kepercayaan yang diwakilinya. Oleh karena itu, ia diminta
pertanggungjawaban terhadap penggunaan kewenangannya di hadapan yang diwakilinya,
sebagaimana firman Allah dalam surat Fathir ayat 39.
Di samping peran manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi yang memiliki kebebasan, ia
juga sebagai hamba Allah (abdullah). Sebagai hamba Allah harus taat dan patuh kepada
perintah Allah. Makna yang esensial dari kata abd (hamba) adalah ketaatan, ketundukan, dan
kepatuhan. Ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan manusia hanya layak diberikan kepada Allah
yang dicerminkan dalam ketaatan, kepatuhan, dan ketundukan pada kebenaran dan keadilan. Dua
peran yang dipegang manusia di muka bumi, sebagai khalifah dan abd merupakan keterpaduan
tugas dan tanggung-jawab yang melahirkan dinamika hidup yang sarat dengan kreativitas dan
amaliah yang selalu berpihak pada nilai-nilai kebenaran (Toto Suryana, dkk, 1996: 18 21).
Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami, bahwa kualitas kemanusiaan sangat tergantung pada
kualitas komunikasinya dengan Allah melalui ibadah dan kualitas interaksi sosialnya dengan
sesama manusia melalui muamalah. Manusia memiliki derajat yang paling mulia dari makhluk
lainnya, sebab ada lima pokok keutamaan hidup manusia, sebagai berikut :
1. Diturunkannya Agama (Ad-dien)
Agama menjadi hidayah bagi manusia tentang adanya dua kehidupan, yaitu duniawi dan
ukhrawi. Agama menuntun menusia beriman, beramal shaleh dan hidup taqwa. Agama
menetapkan nilai dan norma universal agar menusia hidup sejahtera, bahagia dan selamat di
dunia dan di akhirat, menjadi al-muflihuun (QS. al-Baqarah/2:1-5).
2. Memiliki Akal
Akal adalah anugerah Allah swt. yang amat bernilai, faktor pokok dalam aktualisasi ajaran
agama. Akal berfungsi agar hidup beragama lebih berkualitas. Dengan potensi akal, manusia
mengembangkan fungsinya sebagai khalifah di bumi, karena potensi akal, manusia
berkemampuan mengembangkan ilmu pengetahuan teknologi dan seni (IPTEKS) kontemporer
yang amat spektakuler. Karena IPTEKS itulah dewasa ini terjadi revolusi; tranportasi,
komunikasi dan informasi. Secara faktual kita menikmati ketiga bidang tersebut. Sebab itu alQuran mengeritik dan mencela orang yang tidak menggunakan akal dan pancainderanya, ia
diancam dengan neraka sair (QS. al-Mulk/67:10).
3. Jiwanya
Ruh itu adalah milik Tuhan, dianugerahkan kepada manusia, tetapi tetap menjadi milik-Nya,
4

suatu saat Tuhan akan mengambilnya kembali. Ruh (jiwa) memiliki potensi yang unik dan amat
luar biasa. Tetapi juga sangat rahasia dimana hanya Allah yang mengetahuinya. Pada ruh inilah
yang merupakan substansi kehidupan manusia. Kewajiban manusia adalah memeliharanya dan
menghormatinya, baik jiwanya sendiri maupun jiwa orang lain.
Syariat Islam melindungi kehormatan dan keberadaan jiwa itu. Bagi orang yang melakukan
pelanggaran diberlakukan sanksi berat. Allah swt. berfirman dalam QS. as-Sajadah/32:9, QS. alIsra/17:31-33, QS. an-Nisa/4:29 dan Q.S al-Baqarah/2:178-179.
4. Hartanya
Tentang harta benda pada manusia, Islam mengajarkan dan mengaturnya dengan prinsip-prinsip:
a) Islam mengakui adanya hak milik baik individual maupun kooperatif.
b) Allah swt. memerintahkan agar manusia mencari karunia dan rezki Allah dari bagian-bagian
alam ini secara halal dan baik (thayyib).
c) Pemanfaatan harta, tidak boleh menyengsarakan orang lain, dan juga tidak boleh digunakan
secara mubazir dan berlebih-lebihan (israaf).
d) Menghormati dan melindungi harta benda orang lain. Maka orang yang mengambil dan
merampas milik orang lain secara batil, seperti: mencuri, korupsi, merampok, merampas itu
wajib dipotong.
e) Islam mengatur tentang perlindungan hak milik, pemanfaatan dan distribusinya. Harta benda
harus berfungsi sosial, maka secara hukum ada distribusi yang bernilai wajib/fardhu dan ada
yang bersifat sunnat. Seperti: zakat (mal dan fitrah), sadaqah, infaq, nafkah, wakaf dan hadiah.
Bagi non-muslim, jizyah (pajak). Allah swt. menjelaskannya dalam QS. an-Nisa/4:32 dan QS.
al-Baqarah/2:188.
(Dienul Islam, Cet. 20, hal. 252-258)
5. Keturunannya
Keturunan adalah prinsip Islam yang melekat pada bangunan keluarga. Islam menetapkan
pedoman pemeliharaan keluarga yang disebut Al-Muhaafadzah alal-Usrah. Substansi keluarga
adalah batu sendi kehidupan masyarakat, kuat dan lemahnya masyarakat atau ummat, terletak
pada batu sendi primer ini. Dari keluargalah lahir keturunan. Untuk itu, Islam memberikan
tuntunan tentang :
a) Cara memilih jodoh.
b) Cara nikah dan tujuan nikah.
c) Hubungan suami-istri, tentang kewajiban-kewajiban dan hak-hak masing-masing.
d) Sistem pemeliharaan anak dan jaminannya.
e) Sistem waris dari harta benda
f) Larangan perbuatan zina dan sanksinya.
Allah swt. berfirman dalam QS. at-Tahrim/66:6, QS. an-Nisa/4:3-4 dan 9, QS. ar-Rum/30:21dan
QS. an-Nur/24:2-3.
Diposkan oleh Saiful Jihad di 02.21

Anda mungkin juga menyukai