Anda di halaman 1dari 7

Adil, jujur, sederhana dan bijaksana.

Itulah ciri khas kepemimpinan Khalifah Umar bin


Abdul Aziz. Tak salah bila sejarah Islam menempatkannya sebagai khalifah kelima yang
bergelar Amirul Mukminin, setelah Khulafa Ar-Rasyidin. Pada era kepemimpinannya,
Dinasti Umayyah mampu menorehkan tinta emas kejayaan yang mengharumkan nama Islam.

Khalifah pilihan itu begitu mencintai dan memperhatikan nasib rakyat yang dipimpinnya. Ia
beserta seluruh keluarganya rela hidup sederhana dan menyerahkan harta kekayaannya ke
baitulmal (kas negara), begitu diangkat menjadi khalifah. Khalifah Umar II pun dengan gagah
berani serta tanpa pandang bulu memberantas segala bentuk praktik korupsi.

Tanpa ragu, Umar membersihkan harta kekayaan para pejabat dan keluarga Bani Umayyah
yang diperoleh secara tak wajar. Ia lalu menyerahkannya ke kas negara. Semua pejabat korup
dipecat. Langkah itu dilakukan khalifah demi menyejahterakan dan memakmurkan
rakyatnya. Baginya, jabatan bukanlah alat untuk meraup kekayaan, melainkan amanah dan
beban yang harus ditunaikan secara benar.

Tak seperti penguasa kebanyakan yang begitu ambisi mengincar kursi kekuasaan, Umar
justru menangis ketika tahta dianugerahkan kepadanya. Meski Umar bukan berasal dari trah
Bani Umayyah, keadilan dan kearifannya selama menjabat gubernur telah membuat Khalifah
Sulaiman terkesan. Maka di akhir hayatnya, Sulaiman dalam surat wasiatnya memilih Umar
bin Abdul Aziz sebagai penggantinya.

Setelah Khalifah Sulaiman tutup usia, Umar dilantik sebagai khalifah pada 717 M/99 H.
Seluruh umat Islam di kota Damaskus pun berkumpul di masjid menantikan pengganti

khalifah. Penasihat kerajaan Raja bin Haiwah pun segera berdiri dan membacakan surat
wasiat Khalifah Sulaiman. Bangunlah wahai Umar bin Abdul- Aziz, sesungguhnya nama
engkaulah yang tertulis dalam surat ini, ungkap Raja.

Umar pun terkejut mendengar keputusan itu. Ia pun segera bangkit dan dengan rendah hati
berkata, Wahai manusia, sesungguhnya jabatan ini diberikan kepadaku tanpa
bermusyawarah terlebih dulu dan tak pernah aku memintanya. Sesungguhnya aku mencabut
baiat yang ada dilehermu dan pilihlah siapa yang kalian kehendaki. Umat Islam yang
berada di masjid menolak untuk mencabut baiatnya.

Semua bersepakat dan meminta Umar untuk menjadi khalifah. Umar pun akhirnya menerima
baiat itu dengan berat hati. Ia menangis karena takut kepada Sang Khalik dengan ujian yang
diterimanya. Beragam fasilitas dan keistimewaan yang biasa dinikmati khalifah ditolaknya.
Umar memilih untuk tinggal di rumahnya.

Meski berat hati menerima jabatan khalifah, Umar menunaikan kewajibannya dengan penuh
tanggung jawab. Keluarganya mendukung dan selalu mengingatkan Umar untuk bekerja
keras memakmurkan dan menyejahterakan rakyat. Sang anak, Abdul-Malik, tak segan-segan
untuk menegur dan mengingatkan ayahnya agar bekerja keras memperhatikan negara dan
rakyat yang dipimpinnya.

Selepas diangkat menjadi khalifah, Umar yang kelelahan mengurus pemakaman Khalifah
Sulaiman berniat untuk tidur. Apakah yang sedang engkau lakukan wahai Amirul
Mukminin? ujar Abdul Malik. Wahai anakku, ayahmu letih mengurusi jenazah bapak
saudaramu dan ayahmu tidak pernah merasakan keletihan seperti ini, jawab Umar. Lalu

apa yang akan engkau lakukan ayahanda? tanya sang anak. Ayah akan tidur sebentar
hingga masuk waktu zuhur, kemudian ayah akan keluar untuk shalat bersama rakyat, ucap
Umar.

Lalu Abdul-Malik berkata, Wahai ayah, siapa yang menjamin engkau akan masih hidup
sampai waktu zuhur? Padahal sekarang engkau adalah Amirul Mukminin yang bertanggung
jawab untuk mengembalikan hak-hak orang yang dizalimi. Umar pun segera bangkit dari
peraduan sembari berkata, Segala puji bagi Allah yang mengeluarkan dari keturunanku,
orang yang menolong aku di atas agamaku.

Umar pun bekerja keras membaktikan dirinya bagi rakyat dan umat. Pada era
kepemimpinannya, Dinasti Umayyah meraih puncak kejayaan. Sayang, dia hanya memimpin
dalam waktu sekejap saja, yakni dua tahun. Meski bukan berasal dari keturunan Umayyah,
darah kepemimpinan memang mengalir dalam tubuh Umar bin Abdul Aziz. Ia ternyata masih
keturunan dari Khalifah Umar bin Khattab. Umar bin Abdul Aziz terlahir pada tahun 63 H/
682 di Halwan sebuah perkampungan di Mesir. Namun ada pula yang menyebutkan, Umar
lahir di Madinah.

Ayahnya adalah Abdul-Aziz bin Marwan, Gubernur Mesir dan adik dari Khalifah AbdulMalik. Sedangkan ibunya bernama Ummu Asim binti Asim. Dari Ummu Asim-lah, darah
Umar bin Khattab mengalir ditubuh Umar bin Abdul Aziz. Umar bin Khtattab meminta anak
laki-lakinya Asim untuk menikahi gadis miskin dan jujur. Dari hasil pernikahan itu lahirlah
seorang anak perempuan bernama Laila atau Ummu Asim.

Ummu Asim lalu menikah dengan Abdul-Aziz bin Marwan dan lahirlah Umar bin Abdul-

Aziz. Sosok pemimpin Umar bin Abdul Aziz yang adil dan bijaksana sudah sempat
dilontarkan Umar bin Khattab. Sang khalifah kedua itu sempat bermimpi melihat seorang
pemuda dari keturunannya, bernama Umar, dengan kening yang cacat karena luka. Pemuda
itu kelak akan menjadi pemimpin umat Islam.

Mimpi itu akhirnya terbukti. Umar bin Abdul Aziz sewaktu kecil wajahnya memang sempat
tertendang kuda, sehingga bagian keningnya mengalami luka. Umar kecil dibesarkan di
Madinah. Ia dibimbing sang paman bernama Ibnu Umar, salah seorang periwayat hadis
terbanyak. Umar tinggal di Madinah hingga sang ayah wafat.

Umar lalu dipanggil Khalifah Abdul Malik ke Damaskus dan menikah dengan anaknya
bernama Fatimah. Pada 706 H, Umar diangkat menjadi Gubernur Madinah oleh Khalifah AlWalid. Saat memimpin Madinah, Umar sempat memugar dan memperluas bangunan Masjid
Nabawi. Sejak masa kepemimpinannya, Masjid Nabawi memiliki menara dan kubah. Umar
tutup usia pada tahun 101 H/720 M. Syahdan, dia meninggal karena diracun. Kejujuran,
keadilan, kebijaksanaan serta kesederhanaan Umar bin Abdul Aziz dalam memimpin rakyat
dan umat sudah sepantasnya ditiru oleh para pemimpin Muslim.
Pembaruan DI Masa Khalifah Umar II

Masa kepemimpinannya tak berlangsung lama, namun kejayaan Dinasti Umayyah justru
tercapai pada era Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Setelah membersihkan harta kekayaan tak
wajar di kalangan pejabat dan keluarga bani Umayyah, Khalifah Umar melakukan reformasi
dan pembaruan di berbagai bidang.

Di bidang fiskal, misalnya, Umar memangkas pajak dari orang Nasrani. Tak cuma itu, ia juga

menghentikan pungutan pajak dari mualaf. Kebijakannya itu telah mendongkrak simpati dari
kalangan non-Muslim. Sejak kebijakan itu bergulir, orangorang non-Muslim pun
berbondongbondong memeluk agama Islam.

Khalifah Umar II pun menggunakan kas negara untuk memakmurkan dan menyejahterakan
rakyatnya. Berbagai fasilitas dan pelayanan publik dibangun dan diperbaiki. Sektor pertanian
terus dikembangkan melalui perbaikan lahan dan saluran irigasi.

Sumur-sumur baru terus digali untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih. Jalanjalan di kota Damascus dan sekitarnya dibangun dan dikembangkan. Untuk memuliakan tamu
dan para musafir yang singgah di Damscus, khalifah membangun penginapan. Sarana ibadah
seperti masjid diperbanyak dan diperindah. Masyarakat yang sakit disediakan pengobatan
gratis. Khalifah Umar II pun memperbaiki pelayanan di dinas pos, sehingga aktivitas
korespondesi berlangsung lancar.

Begitu dekatnya Khalifah Umar II dihati rakyat membuat kondisi keamanan semakin
kondusif. Kelompok Khawarij dan Syiah yang di era sebelumnya kerap memberontak
berubah menjadi lunak. Umar II tak menghadapi perbedaan dengan senjata dan perang,
melainkan mengajak kubu yang berbeda pendapat itu melalui diskusi.

Pendekatan persuasif itu berhasil. Golongan Khawarij dan Syiah ternyata taat pada penguasa
dan tak menghentikan pemberontakan. Sebagai pemimpin rakyat dan umat, Umar II melarang
masyarakatnya untuk mencaci atau menghujat Ali bin Abi Thalib dalam khutbah atau pidato.
Kebijakan itu mengundang simpati kaum Syiah.

Hal itu begitu kontras bila dibandingkan dengan khalifah sebelumnya yang selalu menghujat
imam kaum Syiah. Khalifah terdahulu menerapkan kebijakan itu untuk menjauhkan
rakyatnya dari pengaruh Syiah. Khalifah Umar II telah berhasil mendamaikan perseteruan
antara Syiah dan Sunni - sesuatu yang boleh dibilang hampir mustahil tercapai. Di wilayahwilayah yang ditaklukkan, Khalifah Umar juga mengubah kebijakan.

Ia mengganti peperangan dengan gerakan dakwah Islam. Strategi itu ternyata benarbenar jitu.
Pendekatan persuasif itu mengundang simpati dari pemeluk agama lain. Secara sadar dan
ikhlas mereka berbondong- bondong memilih Islam sebagai agama terbaik. Raja Sind amat
terkagum- kagum dengan kebijakan itu. Ia pun mengucapkan dua kalimah syahadat dan
diikuti rakyatnya. Masyarakat yang tetap menganut agama non-Islam tetap dilindungi namun
dikenakan pajak yang tak memberatkan.

Cermin Kesahajaan Sang Khalifah

Saat Umar II terbaring sakit menjelang kematiannya, para menteri kerajaan sempat meminta
agar isteri Amirul Mukminin untuk mengganti pakaian sang khalifah. Dengan rendah hati
puteri Khalifah Abdul Malik berkata, Cuma itu saja pakaian yang dimiliki khalifah. Hal itu
begitu kontras dengan keadaan rakyatnya yang sejahtera dan kaya raya.
Khalifah pilihan itu memilih hidup bersahaja. Menjelang akhir hayatnya khalifah ditanya,
Wahai Amirul Mukminin, apa yang akan engkau wasiatkan buat anakanakmu? Khalifah
balik bertanya, Apa yang ingin kuwasiatkan? Aku tidak memiliki apa-apa. Umar
melanjutkan, Jika anak-anakku orang shaleh, Allah-lah yang mengurusnya. Lalu khalifah
segera memanggil buah hatinya, Wahai anak-anakku, sesungguhnya ayahmu telah diberi

dua pilihan, pertama, menjadikan kalian semua kaya dan ayah masuk ke dalam neraka.

Kedua,kalian miskin seperti sekarang dan ayah masuk ke dalam surga. Sesungguhnya wahai
anak-anakku, aku telah memilih surga.Umar berhasil menyejahterakan rakyat di seluruh
wilayah kekuasaan Dinasti Umayyah. Ibnu Abdil Hakam meriwayatkan, Yahya bin Said,
seorang petugas zakat masa itu berkat, Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk
memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikan kepada
orang-orang miskin. Namun saya tidak menjumpai seorangpun. Umar bin Abdul Aziz telah
menjadikan semua rakyat pada waktu itu berkecukupan.

Abu Ubaid mengisahkan, Khalifah Umar II mengirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman,
Gubernur Irak agar membayar semua gaji dan hak rutin di provinsi itu. Saya sudah
membayarkan semua gaji dan hak mereka. Namun di Baitul Mal masih banyak uang.
Khalifah Umar memerintahkan. Carilah orang yang dililit utang tetapi tidak boros. Berilah
ia uang untuk melunasi utangnya.

Abdul Hamid kembali menyurati Kalifah Umar. Saya sudah membayar utang mereka, tetapi
di Baitul Mal masih banyak uang. Khalifah memerintah lagi. Kalau ada orang lajang yang
tidak memiliki harta lalu dia ingin menikah, nikahkan dia dan bayarlah maharnya. Abdul
Hamid sekali lagi menyurati Khalifah, Saya sudah menikahkan semua yang ingin nikah.
Namun, di Baitul Mal ternyata masih banyak uang. Adakah pemimpin seperti itu saat ini?
Penulis : heri ruslan
REPUBLIKA - Kamis, 24 April 2008

Anda mungkin juga menyukai